Renang adalah kegiatan ekstra kurikuler yang Adri ambil.Tergolong sebagai kegiatan ekskul yang kurang begitu favorit di kelas, Adri tidak merasa heran ketika melihat hanya belasan siswa yang datang ke kolam renang di sebuah Sports Club tak jauh dari lokasi sekolah. Tapi sialnya dua sejoli musuh bebuyutannya ternyata ada juga di sana. Arjun dan Dessy.
Untungnya tak lama kemudian Arjun pulang. Adri sempat menarik nafas lega sesaat sampai kemudian menyadari bahwa walau Arjun sudah pergi, pasangannya ternyata tak ikut pergi. Dessy masih betah berada di kolam.
Adri jadi sebal sendiri. Seandainya ia tahu bahwa Dessy ikut ekskul renang, pasti ia memilih yang lain. Mungkin kalau di sekolah ada pilihan ekskul menyulam atau merias wajah, ia tak ambil pusing. Pasti ia ambil. Tak apa dianggap aneh sendiri atau terkucil. Yang penting tidak bersama-sama dengan Arjun dan Dessy. Tapi mau apa lagi? Keputusan sudah ia ambil dan ia harus nyemplung
Saat menyudahi ucapan, Adri sudah berada di balik punggung Pak Sofyan.“Adri!”“Ya, pak.”“Kamu hari ini jadi asisten bapak ya. Kamu ajarin Dessy berenang gaya bebas.”Mendengar itu Fitri dan Monique malah spontan menggoda.“Cie cieeeee” – 2xKebalikan dengan Fitri dan Monique, Dessy dan Adri malah terkaget dan tak menyagka dengan perintah pak Sofyan.“Sekarang?” – 2x“Tahun depan,” Pak Sofyan menjawab serius sebelum sedetik kemudian berubah marah. “Ya tentu aja sekarang! Dri, cepat turun ke kolam!”Walau terkaget, dengan tidak menunda sedetik pun Adri langsung melompat ke kolam yang kebetulan berada di bagian terdalam.“Dessy, kamu kenakan kacamata renangmu. Kamu sekarang menyelam dan lihat pergerakan kaki Adri ketika melakukan gaya bebas.”Dessy menurut, sem
Sore baru berubah jadi malam ketika sebuah kendaraan taksi meluncur di jalan.Di dalamnya, tidak seperti biasanya Dessy tidak banyak bicara sepanjang perjalanan pulang dari kegiatan renang ke rumah. Monique yang menemani di dalam taksi pun cukup tahu diri dengan membiarkan Dessy terbaring di jok belakang. Dessy beralasan bahwa kondisinya masih belum fit gara-gara kejadian di kolam renang belum lama tadi.Kejadian ketika Dessy tenggelam.Mengingat hal itu terasa menyakitkan bagi Dessy. Ia yang sudah dengan pongah berkata tak akan tenggelam ternyata akhirnya mengalami juga.“Des,” kata Monique sambil menyentuh bahu Dessy yang membuatnya terbangun sesaat. Saat itu taksi sudah berada di depan rumah Monique. “Gue turun duluan ya.”Dessy terbangun. Walau tak berucap sepatah pun, ia masih bisa mendengar Monique pamit. Masih sempat pula terdeng
Dessy masih akan melanjutkan ucapan ketika disadari bahwa Adri bersiap membuka mulut.“Maaf. Seperti halnya kamu susah mengerti ucapanku, kita juga susah mengertikan ucapanmu. Kita, eh gue, eh aku.. agak susah mengerti kalau kamu mengomongkan dengan bahasa seperti itu.” Adri jeda sejenak. Otaknya berputar keras demi merangkai kata-kata yang mudah-mudahan bisa segera dipahami oleh Dessy. “Boleh pun, eh, bolehkah dirimu mengomongkan dengan lebih banyak bahasa Indonesia saja? Ucapan kamu ngebingungkan, sama halnya ucapan kita pun pasti ngebingungkan kamu.”Kendati masih nampak letih, Dessy memaksa diri mengangguk sembari menebar senyum tulusnya.‘Adri, Adri,’ katanya membatin. ‘Jenius di musik dan olahraga, tapi IQ jongkok dalam tata berbahasa.’“Aku usahain, eh usahakan. Sekaligus juga mau minta maaf karena selama ini melecehkan kamu terus. Termasuk waktu mencela kamu saat tadi di kol
“Elo masih marah atas kenakalan-kenakalan gue selama ini, Dri? Kan gue udah minta maaf.”Mendengar celoteh puterinya, Ibu Dessy tak tahan untuk langsung melontar tuduhan. “Hayooo, kamu suka nyakitin dia?”“Nggak!” Dessy menjawab pasti.“Nggak apa?”“Nggak salah lagi.”Dessy menjerit kecil ketika ibunya mencubit pinggangnya. Adri yang melihat itu jadi tertawa dan itu membuka jalan untuk ia akhirnya mengalah serta ikut bergabung dengan Dessy dan keluarganya untuk makan malam bersama.*Tiga jam kemudian tatkala acara makan malam sudah berakhir, di teras, Dessy masih menemani Adri sebelum taksi yang mereka order tiba di depan rumah.“Tadi itu makan malam yang luar biasa. Terima kasih.”“Yang luar biasa apanya?”“Makanannya, orangtuamu. Itu luar biasa.”“Cuma makanan da
“Lu tau gak, lu udah berhasil bikin Papa dan Mama suka sama lu.”“Lu tau gak, gue itu udah….”Melihat Dessy tertawa, Adri menghentikan ucapan. “Apa yang lucu?”“Akhirnya gue denger juga lu mulai pake bahasa lu-gue. Biarpun acakadut. Dalam satu kalimat lu bisa pake lu, gue, aku, kamu. Nggak konsisten lu ah!”“Ah, kirain apaan. Masa’ hal gitu dipermasalahkan?”“Lanjut deh. Mau ngomong apa tadi.”“…..”“Koq diem? Ayo ngomong. Mau bicara apa sih tadi?”“Mmm…. lupa.”“Idih baru sebentar ngomong udah lupa.”“Ya itu kelemahanku.”“Kelemahan apa?”“Gampang lupa kalo ngomongnya sama gadis cantik.”Dessy terperangah. Untuk pertamakalinya ia mendengar sebuah kalimat rayuan keluar dari mulut si boc
“Tapi sebelum kamu pergi ada yang aku mau tanya.” cetus Dessy. “Ini soal dua ucapan kamu di kolam renang yang aku masih ingat jelas sampai sekarang.”“Dua ucapan? Mmm... yang mana?”Dessy lantas berkata hati-hati. Suaranya kini setengah berbisik. “Waktu kamu mengajarkan gerakkan kaki dan tangan di kolam, kamu bilang bahwa kamu sering melihat caraku berenang.”“Iya, memang.”“Selain itu kamu mengingatkan aku soal warming up. Kamu ternyata tahu bahwa aku sebetulnya belum melakukan itu sejak tiba di kolam renang.”"Memang." Adri mengangguk membenarkan. “Lantas?”“Apakah dua hal itu bukan berarti…” Dessy menatap tajam, “… kamu suka diam-diam memperhatikanku?”Adri sama sekali tak menyangka dengan munculnya pertanyaan itu. Tergagap-gagap, ia sekuat tenaga mencoba member
Decit ban terdengar keras menggetar gendang telinga. Adri menoleh dan melihat sebuah mobil berhenti semeter di belakangnya. Dari kaca yang kemudian terbuka, ia menemui sesosok wajah teman sekelasnya. Fitri.“Ikut gue yuk? Mumpung hari ini gue bawa mobil sendiri.”“Apakah perjalanan kita searah?”“Nggak perlu searah apa nggak. Yang jelas gue nawarin nganter elo untuk pulang,” katanya sebelum kemudian menyambung dengan nada genit.“Elo mau ke diskotik juga gue anterin.”Adri menolak halus. “Biar kita pulang sendiri. Sudah jo.”“Sudah aja? Tapi elo gak liat langit? Sebentar lagi hujan.”Ucapan Fitri benar. Awan tebal dan kehitaman sudah lama menggayuti langit Jakarta. Dan rintik tipis hujan sudah sejak tadi turun membasahi jalan. Dengan sedikit sungkan Adri membuka pintu mobil dan kemudian duduk di sisi Fitri.Ketika
Nathan hari ini tidak ikut aktifitas olahraga di lapangan. Kondisi pilek membuatnya mendekam di kelas dan sesekali ia harus membuang ingus dengan saputangan yang ia miliki. Kondisi yang parah membuat ia berulang-ulang harus memakai benda itu. Dari mulanya berada di kantung celana, tak lama kemudian sapu tangan ia geletakkan begitu saja di meja. Sebuah kecerobohan dilakukan Arjun saat masuk ke dalam kelas bersama dengan siswa-siswa lain. Ia yang masih dalam keadaan berkeringat main ambil saja sapu tangan milik Nathan yang memang adalah rekan sebangkunya. Dan ketika itu digunakan untuk menyeka wajah, bayangkan saja kehebohan yang terjadi. Peristiwa ini terasa lucu bagi mereka yang melihatnya. Bahkan sepertinya tidak ada siswa yang tergelak menyaksikan atau setidaknya mendengar peristiwa itu. Namun bagi Arjun ini peristiwa yang sangat memalukan. Dan entah kenapa ketika ia melihat bahwa Adri juga ikut tertawa, kemarahannya meledak dan ditujukan hanya pada Adri. Kebenciannya pada Adri pu