Dessy sekarang duduk di bangku panjang yang sama di samping Adri. Namun karena merasa jarak keduanya menjadi sangat dekat, Adri yang merasa jengah lantas menggeser tubuhnya untuk sedikit menjauhi."Dri, elo udah nolong di kolam renang. Apa salahnya kami balas kebaikan elo.""Maksudmu?" Adri kembali memainkan gitar."Gue kepengen banget ngebales budi. Beliin elo ponsel baru atau yang lain. Tadi gue denger elo pengen banget gitar ini. Kalo elo mau gue rela ngasih Epiphani Hummingbird untuk elo."Alis Adri terangkat."Bukannya gitar ini milik Arjun?""Minggu lalu dia kasih ke gue."Adri meng-ooo tanpa bersuara. Bermaksud menampik tawaran Dessy, ia secara cerdik mengganti topik pembicaraan. "Enak ya punya pacar orang kaya."Komentar itu membuat Dessy tergelak. Adri yang ikut-ikutan, mulai tertawa beberapa detik kemudian."O ya, jadi bagaimana kah?"Dessy yang mengerti maksud kalimat yang se
“Kalo pun iya, emang kenapa? Apakah bisa orang yang mau ditolong nggak disentuh secara fisik? Apakah bisa dokter nolong pasien tanpa nyentuh?” “Gue ngerti maksud lo. Tapi tetap aja dia jangan sentuh-sentuh gitu dong.” “Sentuh gimana?’ “Nyentuh buah dada.” “Siapa yang bilang gitu? Panggil dia, biar kita kroscek bareng.” “Pokoknya ada deh.” “Kalo nggak tau beritanya jangan ngada-ngada. Itu hoax namanya.” Sadar dirinya terpojok, Arjun menyerang dari sisi lain. “Koq elo jadi nyolot? Dan lihat sikap lu sekarang. Elo makin sering ketawa-ketiwi sama dia.” “Menurut elo dia itu kuman yang harus dijauhin?” “Kalo perlu.” “Elo jealous?" "Amit-amit." "Elo marah?” “Jelas dong, gue marah ke dia. Mangkanya gue sama tim gue, kreatif banget.” “Maksudnya kreatif?” “Terus-terusan bikin ulah yang bikin dia sengsara lah,” Arjun menyeringai. “Ngilan
“Mamah Tanti!” panggilnya dengan bertepuk-tepuk tangan, “Dessy ikut pulang pake mobil anter jemput!”Arjun masih berusaha menahan gadis itu. Tapi Dessy yang sudah terlanjur sebal mengabaikannya. Ia tetap mengambil keputusan untuk masuk ke dalam mobil jemputan.*Penolakan Dessy untuk tawaran antar, jemput, menonton, atau apapun dengan kendaraannya sendiri membuat kemarahan Arjun naik ke ubun-ubun. Sudah berkali-kali Dessy seperti enggan menemuinya. Mengobrol di sekolah makin jarang, menerima panggilan telpon pun sepertinya ia malas. Ia langsung menduga bahwa ini ada kaitannya dengan Adri. Kisah heroik yang Adri lakukan saat menolong Dessy, dan perangainya yang makin nyaman diajak bergaul benar-benar menjadi tak ubahnya sebuah kombinasi pukulan jab dan upper-cut yang menohok langsung ke ulu hati dan membuat Arjun terjengkang tak berdaya hingga Knock Out.
Adri? Alis Dessy naik satu sentimeter. Saat masih menimbang-nimbang, tiba-tiba saja ibunya di ujung sana sudah mengaktifkan pengeras suara. Sayup-sayup terdengar suara orang berlalu-lalang. Namun ponsel kualitas prima yang digunakan membuat Dessy bisa mendengar sangat jelas ketika Adri mulai berbicara. “Halo Dessy. Selamat malam. Pada saat pesan ini sampai ke kamu. Aku hanya berharap semoga keadaanmu baik-baik dan sehat-sehat tak kurang suatu apap...” “Ahhhh intronya kebanyakan,” tanya Dessy heran. "Eh katro' elo ngapain di sono?" "Kita dengar di sini adalah sentra ponsel terbesar pun. Karena kebetulan lewat, kita menyempatin kemari." Tak sadar, Dessy memijit kening demi mendengar kosakata amburadul khas temannya itu. "Syukurlah kalo elo sudah kembali ke jalan yang benar. Alhamdullillah elo akhirnya ngerti juga kalo ponsel elo emang udah saatnya harus di-uleg sampe halus. Tinggal tambah cabe, garam, sama kemiri, jadi deh
Dessy yakin bahwa setelah apa yang Adri lakukan, ibunya pasti sangat bersedia untuk memberikan ponsel baru sebagai gantinya. Berapa pun harganya. “Gimana kalau dibelikan saj…” ucapan Ibu Dessy itu terhenti ketika sadar bahwa ucapan demikian bisa menyinggung perasaan Adri. “Ponsel lama ini mau kujual. Kalian tahukah berapa kira-kira harganya?” Dessy mendengar suara Mamanya terkekeh di ujung sana. “Ya ampun. Ponsel kamu tuh kalo dijual pun nggak bakal laku, Nak. Ponsel Cina, bodinya baret-baret, mereknya udah nggak pernah kedengeran lagi, tulisan di tombol banyak tak terbaca, casing pecah dan disambung lakban. Dengan kondisinya udah kaya’ gitu, pemulung pun ogah. Serius!” Di lokasi kejadian Adri terdiam. Menatap dengan kosong dan haru pada sang ponsel yang selama ini setia menemaninya ke mana-mana. Ponsel pertama yang dimiliki sejak tiga tahun lalu ketika dibarter dengan lima ekor paniki alias kelelawar tangkapannya di hutan deka
“Yang itu saja?” ulang si penjual. "Itu ponsel 2G lho. Yakin mau yang itu?" Sementara Ibu Dessy terlihat heran, si pemilik toko langsung lemas melihat ponsel yang diminati Adri adalah salah satu ponsel paling murah yang ia jual. “Kita hanya butuh ponsel untuk bisa telpon dan SMS saja. Nyanda perlu fitur lain seperti medsos, kamera, MP3 player." “Ponsel 2G begitu sih ketinggalan jaman,” pemilik toko berdalih. “Sebentar lagi nggak diproduksi ulang sama pabriknya. Susah lho cari komponennya. Sekarang jamannya ponsel 3G.” Si penjual toko boleh saja gigih membujuk agar ponsel yang dibeli adalah yang paling prima. Begitu pun Ibu Dessy, tapi Adri tetap dengan keputusannya. Dan Dessy di ujung telpon sana, di rumahnya, tahu persis alasan mengapa Adri begitu ngotot hanya mau dibelikan ponsel dengan fitur sesederhana itu. Dessy sudah cukup mengenal anak itu. Adri khawatir dengan derasnya informasi via
“Lanjutkan.” “Aku tadi sekilas ngelihat tengkuknya. Aku juga lihat pergelangan tangan kanan dan kiri. Terakhir aku lihat mata kaki kanan dan kiri. Semuanya sama yaitu: belang-belang. Ada bagian yang terbakar matahari, ada yang nyanda. Itu bukti kuat bahwa dia itu orang lapangan. Bukan orang yang biasa bekerja di dalam kantor seperti mengawasi layar komputer terus-terusan. Jadi, orang itu sepertinya menyembunyikan sebuah fakta dan kita bisa menilai kira-kira fakta apa yang dia sembunyikan. Tapi, itu hanya masukan. Keputusan sepenuhnya tentu saja ada di tangan oom sendiri.” Pak Aldo terperangah. Analisa yang dilakukan Adri benar-benar diluar dugaannya sama sekali. Ia hampir dikerjai teman lama hanya karena ia terlalu mudah percaya informasi yang disampaikan. Dengan klaim orang itu bahwa ia telah melakukan bisnis bertahun-tahun, nyata jelas bahwa ia telah berbohong. Ini hanya flexing atau pamer keberhasilan dan kekayaan. D
Saat bubar jam sekolah, Fitri yang sudah dalam rombongan siswa yang berbondong-bondong keluar kelas mendadak dihalangi jalannya oleh Arjun. Mulanya Fitri berpikir itu hanya perbuatan usil dan canda. Tapi melihat pria itu melihati dengan senyam-senyum Fitri jadi penasaran karena berarti ada sesuatu yang hendak pria itu sampaikan pada dirinya. “Lu ngalangin jalan gue. Ada apa?” “Gue baru denger gosip terbaru tentang lu. Gosip itu benar?” Fitri terdiam dan balik menatap dengan canggung. Ada rona ketakutan dalam pancaran wajah seolah baru saja terciduk melakukan sesuatu. “Koq bengong?” Gadis itu melihat kiri-kanan sebelum kemudian ganti dirinya yang menarik tangan Arjun untuk menjauhi tempat itu. Saat berada di tempat yang agak lengang dengan orang-orang, barulah ia berucap. “Arjun, gue minta tolong. Please.” “Please apa?” “Please jangan bocorin kabar soal gue itu.” Arjun