Share

Bab 4

Author: Reinee
last update Last Updated: 2021-05-19 07:36:37

Binar sebenarnya berbohong saat mengatakan pada Dhimas hanya akan pergi sebentar untuk interview pekerjaan. Tempat yang ditujunya membutuhkan paling tidak satu setengah jam perjalanan jika dia menggunakan transportasi umum seperti bus. Jika dengan kereta api, akan membutuhkan waktu lebih lama lagi. Itu sebabnya Binar memutuskan memesan taksi. Selain karena belum begitu paham lokasi kantor perusahaan tersebut, Binar juga tak ingin telat tiba di sana. Apalagi email menyebutkan bahwa dirinya harus sudah tiba minimal 30 menit sebelum interview dimulai.

Sebenarnya Binar merasa sayang harus mengeluarkan biaya cukup mahal untuk menyewa taksi dengan jarak sejauh itu. Tapi Binar benar-benar tak ingin melewatkan kesempatan untuk bisa diterima di perusahaan yang satu itu.

Vibes Property merupakan salah satu dari anak perusahaan Three Vibes Holdings yang mencuat pesat dalam waktu kurang dari 10 tahun sejak dipegang oleh pewaris tunggal dari keluarga Adhitama.

Dari jaman kakek buyutnya–sang perintis–perusahaan itu memang selalu menjadi primadona bagi para pencari kerja. Selain gaji yang tinggi, fasilitas serta tunjangan yang diberikan pada para pekerjanya juga bukan kaleng-kaleng. Itulah kenapa Binar tak ingin gagal mendapatkan pekerjaan yang dilamarnya kali ini. Dia yakin masalah finansial yang sedang membelit rumah tangganya pasti akan segera selesai jika bisa diterima di perusahaan bonafit itu.

*****

Satu jam perjalanan, taksi akhirnya berhenti di depan sebuah gedung pencakar langit di pusat kota. Usai membayar ongkos, Binar pun segera mengambil langkah tergesa menuju lobby.

Langkah Binar terhenti tepat di depan pintu lobby. Nyalinya tiba-tiba ciut saat melihat dari dekat gedung dan segala yang ada di dalamnya dari balik dinding kaca. Lalu lalang pekerja dengan pakaian formal dan rapi dan langkah-langkah kaki mereka yang tak terlihat santai, mendadak membuatnya tak percaya diri. Apalagi banyak dari para karyawan itu yang penampilannya terlihat sangat berkelas. Hampir-hampir dia mengurungkan niat untuk masuk ke dalam, jika saja tak ingat niat awalnya pergi ke tempat itu.

Setelah menarik nafas panjang, Binar memantapkan hati untuk melangkah masuk. Seorang resepsionis cantik menyambutnya dengan ramah saat wanita itu memberitahu bahwa dirinya telah menerima email untuk wawancara kerja di perusahaan tersebut. Tak berapa lama kemudian, si resepsionis bersetelan blazer dan rok span mini itu pun memanggil seorang petugas keamanan untuk menunjukkan jalan pada Binar menuju ruang interview.

"Silahkan naik ke lantai 5, nanti Mbak belok ke kanan lurus saja. Ruangannya ada di ujung," jelas si petugas keamanan setelah pintu lift di depan Binar terbuka.

Wanita itu mengangguk sambil berucap terima kasih. Dalam hati, Binar merasa senang dengan profesionalitas para karyawan di kantor itu. Setidaknya, tak ada bayangan buruk atas pekerjaan impiannya nanti.

Tiba di tempat yang dimaksud, Binar disambut dengan pemandangan beberapa perempuan muda yang sedang duduk berjajar di kursi tunggu depan ruangan bertuliskan 'General Room'. Melihat penampilan para pesaingnya, rasa tak percaya diri kembali menyergap Binar. Wajah-wajah fresh dan glowing, postur tubuh ramping tinggi semampai, pakaian-pakaian kerja bagus yang mereka kenakan sepertinya lebih pantas diterima di perusahaan itu dibanding dirinya.

Binar sendiri bahkan sudah lupa kapan terakhir kali meluangkan waktu untuk merawat diri. Sejak menikah, dunianya hanya sebatas anak dan suaminya. Lowongan di perusahaan Vibes itu pun tak sengaja dibacanya di internet saat dirinya bertekad untuk mencari pekerjaan setelah beberapa tahun resign dari pekerjaannya di sebuah perusahaan retail besar sebagai staf accounting.

"Sudah mulai, Kak?" tanyanya basa-basi pada seorang wanita berkulit putih, berpostur tinggi langsing dengan kaki jenjang di sebelah tempat duduknya.

"Belum," jawab singkat wanita yang ditaksirnya masih berusia sekitar dua puluh tahunan itu. Binar pun kembali menekuri pangkuan, lalu melirik arloji di tangannya sebentar. Dia pikir masih ada cukup waktu untuk merapikan sedikit dandanannya.

Binar bangkit, lalu berjalan ke arah penunjuk toilet. Sembari melangkah, dua tangannya terlihat sibuk memasukkan ponsel ke dalam tas kerjanya. Akibat dua aktivitas bersamaan itu, Binar menjadi tak fokus dan menyebabkan langkahnya mulai tak beraturan.

BRAKK!

Binar jatuh terduduk di lantai. Rupanya dia baru saja menabrak seseorang yang muncul tiba-tiba dengan cepat dari ujung koridor. Saat tersadar, seorang petugas keamanan sedang membantunya untuk berdiri.

"Anda tidak apa-apa, Mbak?" tanya lelaki berbadan tegap itu. Binar menggeleng dan menyempatkan diri untuk menoleh ke arah belakang dimana seseorang dengan begitu cuek meninggalkan dirinya yang jatuh setelah tertabrak olehnya. Binar sempat tak percaya dengan penglihatannya saat pria dengan setelan jas warna abu gelap itu ternyata juga sedang menoleh ke arahnya sambil berbicara dengan seseorang di ponselnya. Seperti Binar, pria itu pun juga terlihat tak berkedip untuk beberapa saat lamanya.

"A-bii!" pekik Binar pelan.

Dia yakin bibir pria yang berdiri jarak beberapa meter darinya itu juga sedang mengucapkan namanya. Tapi tak seperti suaranya yang keras, suara pria itu sama sekali tak terdengar. Hanya terlihat bibirnya yang bergerak menyebut nama ‘Binar’.

Namun kejadian itu tak berlangsung lama, karena kemudian pria itu berbalik badan dan melangkah dengan tergesa sambil melanjutkan obrolannya di telepon, meninggalkan Binar yang masih terpaku di tempatnya semula. Hingga kemudian, dia tersadar saat sang petugas keamanan mengulurkan map resumenya yang ikut terjatuh di lantai bersamanya.

"Te-rima ka-sih, Pak," ucapnya.

Wanita itu kemudian bermaksud menoleh kembali ke arah pria yang dia yakin sangat dikenalnya itu. Namun rupanya, si pria itu sudah tidak ada lagi di sana. Dia telah meninggalkan tempat itu, disusul oleh petugas keamanan yang tadi sempat menolongnya.

Abidzar? Benarkah pria tadi Abidzar?

Related chapters

  • OBSESI SANG MILIARDER   Bab 5

    Kacau!Mungkin itu kata yang paling tepat untuk menggambarkan keadaan Binar hari itu.Pertemuan tak sengaja dengan pria dari masa lalu membuatnya kehilangan konsentrasi. Dan parahnya, tak satupun pertanyaan dalam interview yang bisa dia jawab dengan lancar. 'Ini gila!' rutuknya dalam hati. Belasan tahun telah berlalu, namun pesona seorang Abidzar nyatanya masih bisa mempengaruhinya sedalam itu. Sepanjang perjalanan pulang di dalam taksi online yang ditumpanginya, Binar hanya terdiam, pasrah. Optimismenya untuk bisa diterima bekerja pada perusahaan bergengsi itu sekarang hanya tinggal angan. Tidak mungkin rasanya dia bisa lolos dengan interview super kacaunya itu. Hilang sudah harapannya untuk bisa segera terbebas dari permasalahan yang membelit rumah tangganya selama ini. Walau sebenarnya masih ada beberapa perusahaan lain yang belum memberikan jawaban atas lamaran yang dikirimnya, tapi Binar mendadak putus harapan. Saat taksi menurunkannya di depan rumah, Dhimas sudah bisa meneba

    Last Updated : 2021-05-31
  • OBSESI SANG MILIARDER   Bab 6

    "Maaf, sepertinya ada yang salah dengan perjanjian kontrak ini, Bu." Binar menyodorkan kembali berkas di depannya ke Kepala HRD yang menemuinya pagi itu di kantor Three Vibes. "Kesalahan apa? Coba saya lihat." Wanita berpenampilan glamour usia 40 tahun dengan kacamata bulat itu meraih berkas yang tadinya harus ditanda tangani Binar, memeriksanya sebentar, berdehem kecil, lalu mendorong kembali benda itu ke arah calon karyawan barunya. "Tidak ada yang salah dengan dokumen ini, Nona Binar," katanya dengan sikap cuek. "Tapi saya kira ini salah, Bu. Saya melamar untuk posisi staf administrasi, bukan sekretaris. Jadi sepertinya bukan saya yang harusnya menandatangani kontrak kerja ini," jelas Binar dengan hati-hati. Gemma nampak tersenyum sebentar, menatap Binar dengan sedikit sinis dan memandangi dari atas sampai bawah dengan seksama. Sejak disuruhnya salah satu stafnya untuk menghubungi wanita bernama Binar itu, langsung beredar kasak kusuk di bagian HRD yang mengatakan bahwa wanita

    Last Updated : 2021-06-04
  • OBSESI SANG MILIARDER   Bab 7

    Binar masih sibuk dengan laptop di depannya saat telepon internal di meja Mili tiba-tiba berbunyi. "Ya? Sekarang, Pak? Bali? Untuk dua hari? Minggu depan? Lima kamar? Oke, baik Pak. Segera saya reservasikan." Itu kalimat yang terdengar dengan nada patuh dari mulut Mili. Setelah meletakkan pesawat telepon, Mili terlihat sibuk dengan layar monitor di depannya. Dari sekat yang tak begitu tinggi, Binar bisa melihat wanita itu sedang mengunjungi sebuah situs pemesanan kamar hotel dan mencoba memilih beberapa jenis kamar untuk direservasi. Melihat Mili selesai dengan pekerjaan reservasinya, Binar merasa ikut lega. Lalu mereka pun kembali ke pekerjaan masing-masing. Namun tak berapa lama, telepon di meja Mili berdering lagi. Terlihat wajah Mili berubah kesal usai menerima panggilan itu. "Ada apa?" tanya Binar hati-hati."Salah kamar. Dua kamar minta yang connecting room," jelas Mili santai. "Ooh." Binar hanya mengangguk. "Nggak usah kaget, Binar. Apa saja kerjaan kita akan selalu ada s

    Last Updated : 2021-06-07
  • OBSESI SANG MILIARDER   Bab 8

    "Baru pulang?" Dhimas menyambut dengan tatapan tak suka, melihat Binar memasuki teras rumah. "Iya maaf, Mas. Tadi aku udah kirim pesan kan kalau langsung disuruh kerja hari ini?" "Sampai jam segini pulangnya?" protes Dhimas sambil melirik ke arloji di pergelangan tangan. Pukul 7 malam."Enggak Mas, sebenarnya dari kantor tadi jam 5. Tapi nunggu taksi onlinenya agak lama. Maaf ya, Mas?" Dengan takzim Binar mencium tangan sang suami, sebelum akhirnya melangkah ke dalam rumah. Di ruang tengah, jagoan kecilnya terlihat masih asik di depan TV. "Ibu!" Melihat kedatangan Binar, Aaron langsung menghambur ke pelukan sang ibu. "Kok masih main? Udah maem belum, Sayang?" Binar berjongkok, mengusap kepala anaknya dengan lembut. Anak itu langsung mengangguk cepat.Binar menoleh ke arah suaminya yang masih berdiri mematung di ambang dinding penyekat ruang tamu dan ruang tengah. "Makasih udah jagain Aaron ya, Mas," tatapnya haru. Dhimas hanya mengedikkan sebentar bahunya. Raut mukanya terlihat ma

    Last Updated : 2022-09-02
  • OBSESI SANG MILIARDER   Bab 9

    Director's Room Melihat tulisan di atas pintu besar bernuansa abu tua di depannya saja membuat Binar berkeringat dingin. Bagaimana jika dia bertemu dengan pemilik ruangan itu? Binar memejamkan mata sejenak, mengatur nafas, sebelum akhirnya mengulurkan tangan bermaksud untuk mengetuk pintu di depannya. Namun belum sempat tangannya berhasil sampai, tiba-tiba pintu itu didorong dari dalam hingga membuat Binar hampir terjatuh karena tertabrak seseorang yang terburu-buru keluar dari ruangan itu. Tanpa mempedulikan Binar yang kaget setengah mati karena hampir ambruk, wanita cantik dengan setelan rok super pendek dan blazer warna putih tulang itu berjalan cepat sambil merapikan rambut dan bajunya yang terlihat sedikit berantakan. Apa yang telah terjadi di dalam sana? Binar mendadak bergidik ngeri membayangkan itu. Mungkinkah atasannya itu termasuk pria yang suka mesum di tempat kerja? Mengerikan sekali kalau dugaannya benar. Tanpa diperintah, Binar pun segera menegakkan badan, seolah i

    Last Updated : 2023-12-25
  • OBSESI SANG MILIARDER   Bab 10

    "Nanti saja, aku belum selesai dengan kerjaanku," jawab pria itu ketus. Lalu terlihat kembali sibuk dengan pekerjaannya. Binar hanya menghela nafas berat. Ragu kembali menyerangnya. Meski dia sosok itu sama-sama memiliki sifat angkuh, tapi Abidzar kecil sepertinya lebih menyenangkan dari pria dewasa di hadapannya saat itu.Beberapa menit kemudian, nampak tangan kokoh pria itu bergeser mendorong berkas di depannya ke arah Binar. "Sudah selesai. Mau tanya apa?" ucapnya cepat. Kali ini dia memandang Binar dengan sorot tajam, membuat Binar mendadak jadi ciut nyali. "Ma-af, apa Anda ini ... Abidzar?" Bibir Binar kelu saat menyebutkan nama itu. Bagaimana jika dugaannya salah dan atasannya itu menjadi tersinggung karenanya? Keringat mulai bercucuran di balik kemejanya, padahal ruangan itu begitu dingin. Di luar dugaan, pria itu justru mengembangkan senyumnya setelah beberapa detik terdiam. "Ingatan kamu masih baik rupanya." Kalimat yang singkat, tapi mampu membuat mulut Binar membulat

    Last Updated : 2023-12-25
  • OBSESI SANG MILIARDER   Bab 1 - PROLOG

    Tujuh belas tahun yang lalu aku tak pernah menganggapnya ada. Bahkan, aku sering memilih untuk pura-pura tidur di dalam kamar rumah pakdhe saat dia dan teman-teman sebaya sengaja datang untuk mengajakku bermain. Aku tahu Binar menyukaiku dari beberapa teman sekelas kami yang membocorkannya. Anak ketua RT di kampung kakak dari papa tempat aku dititipkan untuk ber-Sekolah Menengah Tingkat Pertama itu, suka sekali menitipkan benda-benda aneh untukku lewat budhe. "Ini kue yang bikin Binar sendiri loh, Bi. Kamu nggak mau coba nih?" goda istri pakdheku itu sambil menyomot sepotong kue kering dari toples yang dicondongkan ke arahku. Memang sih kuakui, makanan-makanan yang dikirimkan Binar biasanya baunya sangat menggoda. Tapi rasa gengsi membuatku enggan menyentuhnya. Tak hanya makanan, dia juga sering memberikan benda-benda yang menurutku sangat norak, misalnya saja: buku cerita, pensil atau pulpen dengan bentuk yang membuat alisku berkerut, gantungan kunci, dan masih banyak lagi. Lagi-la

    Last Updated : 2021-05-12
  • OBSESI SANG MILIARDER   Bab 2

    Sedari subuh, rumah besar dan mewah itu sudah terlihat sangat riuh. Beberapa ART tampak lalu lalang dengan kesibukannya masing-masing. Seorang wanita muda berseragam putih tampak sedang kebingungan menghadapi bocah perempuan berusia 7 tahun di depannya. "Diva kan udah bilang nggak mau pakai sepatu yang itu, Mbaaak! Diva maunya pake yang warna pink ada pita ungunya!" Lengkingan suara gadis kecil bermata indah dengan rambut hitam panjang sepinggang itu membuat pias muka pelayannya. Bagian pinggang baju balerinanya bergoyang-goyang seiring dengan tubuh rampingnya yang bergerak ke sana ke mari sambil berkacak pinggang. "Tapi kan sepatu yang pink itu masih kotor. Hari ini baru mau dicuci, Non," ucap si pelayan yang sedari tadi berjongkok di depan anak itu dengan wajah lelah dan kebingungan. Tak berapa lama, seorang ART berusia lebih tua terlihat memasuki kamar. "Ada apa ini?" tanyanya dengan wajah serius. "I-ni, Bu Maryam. Non Diva minta sepatu yang warna pink. Tapi sepatu itu kan masi

    Last Updated : 2021-05-12

Latest chapter

  • OBSESI SANG MILIARDER   Bab 10

    "Nanti saja, aku belum selesai dengan kerjaanku," jawab pria itu ketus. Lalu terlihat kembali sibuk dengan pekerjaannya. Binar hanya menghela nafas berat. Ragu kembali menyerangnya. Meski dia sosok itu sama-sama memiliki sifat angkuh, tapi Abidzar kecil sepertinya lebih menyenangkan dari pria dewasa di hadapannya saat itu.Beberapa menit kemudian, nampak tangan kokoh pria itu bergeser mendorong berkas di depannya ke arah Binar. "Sudah selesai. Mau tanya apa?" ucapnya cepat. Kali ini dia memandang Binar dengan sorot tajam, membuat Binar mendadak jadi ciut nyali. "Ma-af, apa Anda ini ... Abidzar?" Bibir Binar kelu saat menyebutkan nama itu. Bagaimana jika dugaannya salah dan atasannya itu menjadi tersinggung karenanya? Keringat mulai bercucuran di balik kemejanya, padahal ruangan itu begitu dingin. Di luar dugaan, pria itu justru mengembangkan senyumnya setelah beberapa detik terdiam. "Ingatan kamu masih baik rupanya." Kalimat yang singkat, tapi mampu membuat mulut Binar membulat

  • OBSESI SANG MILIARDER   Bab 9

    Director's Room Melihat tulisan di atas pintu besar bernuansa abu tua di depannya saja membuat Binar berkeringat dingin. Bagaimana jika dia bertemu dengan pemilik ruangan itu? Binar memejamkan mata sejenak, mengatur nafas, sebelum akhirnya mengulurkan tangan bermaksud untuk mengetuk pintu di depannya. Namun belum sempat tangannya berhasil sampai, tiba-tiba pintu itu didorong dari dalam hingga membuat Binar hampir terjatuh karena tertabrak seseorang yang terburu-buru keluar dari ruangan itu. Tanpa mempedulikan Binar yang kaget setengah mati karena hampir ambruk, wanita cantik dengan setelan rok super pendek dan blazer warna putih tulang itu berjalan cepat sambil merapikan rambut dan bajunya yang terlihat sedikit berantakan. Apa yang telah terjadi di dalam sana? Binar mendadak bergidik ngeri membayangkan itu. Mungkinkah atasannya itu termasuk pria yang suka mesum di tempat kerja? Mengerikan sekali kalau dugaannya benar. Tanpa diperintah, Binar pun segera menegakkan badan, seolah i

  • OBSESI SANG MILIARDER   Bab 8

    "Baru pulang?" Dhimas menyambut dengan tatapan tak suka, melihat Binar memasuki teras rumah. "Iya maaf, Mas. Tadi aku udah kirim pesan kan kalau langsung disuruh kerja hari ini?" "Sampai jam segini pulangnya?" protes Dhimas sambil melirik ke arloji di pergelangan tangan. Pukul 7 malam."Enggak Mas, sebenarnya dari kantor tadi jam 5. Tapi nunggu taksi onlinenya agak lama. Maaf ya, Mas?" Dengan takzim Binar mencium tangan sang suami, sebelum akhirnya melangkah ke dalam rumah. Di ruang tengah, jagoan kecilnya terlihat masih asik di depan TV. "Ibu!" Melihat kedatangan Binar, Aaron langsung menghambur ke pelukan sang ibu. "Kok masih main? Udah maem belum, Sayang?" Binar berjongkok, mengusap kepala anaknya dengan lembut. Anak itu langsung mengangguk cepat.Binar menoleh ke arah suaminya yang masih berdiri mematung di ambang dinding penyekat ruang tamu dan ruang tengah. "Makasih udah jagain Aaron ya, Mas," tatapnya haru. Dhimas hanya mengedikkan sebentar bahunya. Raut mukanya terlihat ma

  • OBSESI SANG MILIARDER   Bab 7

    Binar masih sibuk dengan laptop di depannya saat telepon internal di meja Mili tiba-tiba berbunyi. "Ya? Sekarang, Pak? Bali? Untuk dua hari? Minggu depan? Lima kamar? Oke, baik Pak. Segera saya reservasikan." Itu kalimat yang terdengar dengan nada patuh dari mulut Mili. Setelah meletakkan pesawat telepon, Mili terlihat sibuk dengan layar monitor di depannya. Dari sekat yang tak begitu tinggi, Binar bisa melihat wanita itu sedang mengunjungi sebuah situs pemesanan kamar hotel dan mencoba memilih beberapa jenis kamar untuk direservasi. Melihat Mili selesai dengan pekerjaan reservasinya, Binar merasa ikut lega. Lalu mereka pun kembali ke pekerjaan masing-masing. Namun tak berapa lama, telepon di meja Mili berdering lagi. Terlihat wajah Mili berubah kesal usai menerima panggilan itu. "Ada apa?" tanya Binar hati-hati."Salah kamar. Dua kamar minta yang connecting room," jelas Mili santai. "Ooh." Binar hanya mengangguk. "Nggak usah kaget, Binar. Apa saja kerjaan kita akan selalu ada s

  • OBSESI SANG MILIARDER   Bab 6

    "Maaf, sepertinya ada yang salah dengan perjanjian kontrak ini, Bu." Binar menyodorkan kembali berkas di depannya ke Kepala HRD yang menemuinya pagi itu di kantor Three Vibes. "Kesalahan apa? Coba saya lihat." Wanita berpenampilan glamour usia 40 tahun dengan kacamata bulat itu meraih berkas yang tadinya harus ditanda tangani Binar, memeriksanya sebentar, berdehem kecil, lalu mendorong kembali benda itu ke arah calon karyawan barunya. "Tidak ada yang salah dengan dokumen ini, Nona Binar," katanya dengan sikap cuek. "Tapi saya kira ini salah, Bu. Saya melamar untuk posisi staf administrasi, bukan sekretaris. Jadi sepertinya bukan saya yang harusnya menandatangani kontrak kerja ini," jelas Binar dengan hati-hati. Gemma nampak tersenyum sebentar, menatap Binar dengan sedikit sinis dan memandangi dari atas sampai bawah dengan seksama. Sejak disuruhnya salah satu stafnya untuk menghubungi wanita bernama Binar itu, langsung beredar kasak kusuk di bagian HRD yang mengatakan bahwa wanita

  • OBSESI SANG MILIARDER   Bab 5

    Kacau!Mungkin itu kata yang paling tepat untuk menggambarkan keadaan Binar hari itu.Pertemuan tak sengaja dengan pria dari masa lalu membuatnya kehilangan konsentrasi. Dan parahnya, tak satupun pertanyaan dalam interview yang bisa dia jawab dengan lancar. 'Ini gila!' rutuknya dalam hati. Belasan tahun telah berlalu, namun pesona seorang Abidzar nyatanya masih bisa mempengaruhinya sedalam itu. Sepanjang perjalanan pulang di dalam taksi online yang ditumpanginya, Binar hanya terdiam, pasrah. Optimismenya untuk bisa diterima bekerja pada perusahaan bergengsi itu sekarang hanya tinggal angan. Tidak mungkin rasanya dia bisa lolos dengan interview super kacaunya itu. Hilang sudah harapannya untuk bisa segera terbebas dari permasalahan yang membelit rumah tangganya selama ini. Walau sebenarnya masih ada beberapa perusahaan lain yang belum memberikan jawaban atas lamaran yang dikirimnya, tapi Binar mendadak putus harapan. Saat taksi menurunkannya di depan rumah, Dhimas sudah bisa meneba

  • OBSESI SANG MILIARDER   Bab 4

    Binar sebenarnya berbohong saat mengatakan pada Dhimas hanya akan pergi sebentar untuk interview pekerjaan. Tempat yang ditujunya membutuhkan paling tidak satu setengah jam perjalanan jika dia menggunakan transportasi umum seperti bus. Jika dengan kereta api, akan membutuhkan waktu lebih lama lagi. Itu sebabnya Binar memutuskan memesan taksi. Selain karena belum begitu paham lokasi kantor perusahaan tersebut, Binar juga tak ingin telat tiba di sana. Apalagi email menyebutkan bahwa dirinya harus sudah tiba minimal 30 menit sebelum interview dimulai. Sebenarnya Binar merasa sayang harus mengeluarkan biaya cukup mahal untuk menyewa taksi dengan jarak sejauh itu. Tapi Binar benar-benar tak ingin melewatkan kesempatan untuk bisa diterima di perusahaan yang satu itu. Vibes Property merupakan salah satu dari anak perusahaan Three Vibes Holdings yang mencuat pesat dalam waktu kurang dari 10 tahun sejak dipegang oleh pewaris tunggal dari keluarga Adhitama.Dari jaman kakek buyutnya–sang perin

  • OBSESI SANG MILIARDER   Bab 3

    Di sebuah rumah sederhana di sudut kota, Binar Kanaya Shasmita seperti biasa sudah bangun sejak sebelum subuh. Wanita itu memang terbiasa rajin dari kecil. Rumahnya akan selalu terlihat sudah rapi, bahkan sebelum matahari menampakkan diri. Namun hari itu dia tak tampak melakukan semua rutinitas paginya seperti biasa. Binar justru hanya terlihat sibuk mondar mandir di dalam kamarnya. Hari itu, dia bahkan tak sempat mengurusi Aaron–anak semata wayangnya. Sudah hampir satu jam lamanya dia hanya berdiri terbengong di depan lemari pakaian. Entah sudah berapa tahun dia tidak pernah lagi memakai baju kerjanya yang masih tersimpan rapi di dalam lemari itu. Binar bahkan tak yakin apakah baju-baju itu masih muat dipakainya atau tidak, mengingat sudah banyak perubahan pada bentuk tubuhnya saat ini. Usai melirik jam dinding yang tergantung di depan tempat tidur, Binar akhirnya menjatuhkan pilihan pada dress sepanjang lutut berwarna maroon. Stiletto 7 cm warna hitam menjadi alas kaki yang dirasa

  • OBSESI SANG MILIARDER   Bab 2

    Sedari subuh, rumah besar dan mewah itu sudah terlihat sangat riuh. Beberapa ART tampak lalu lalang dengan kesibukannya masing-masing. Seorang wanita muda berseragam putih tampak sedang kebingungan menghadapi bocah perempuan berusia 7 tahun di depannya. "Diva kan udah bilang nggak mau pakai sepatu yang itu, Mbaaak! Diva maunya pake yang warna pink ada pita ungunya!" Lengkingan suara gadis kecil bermata indah dengan rambut hitam panjang sepinggang itu membuat pias muka pelayannya. Bagian pinggang baju balerinanya bergoyang-goyang seiring dengan tubuh rampingnya yang bergerak ke sana ke mari sambil berkacak pinggang. "Tapi kan sepatu yang pink itu masih kotor. Hari ini baru mau dicuci, Non," ucap si pelayan yang sedari tadi berjongkok di depan anak itu dengan wajah lelah dan kebingungan. Tak berapa lama, seorang ART berusia lebih tua terlihat memasuki kamar. "Ada apa ini?" tanyanya dengan wajah serius. "I-ni, Bu Maryam. Non Diva minta sepatu yang warna pink. Tapi sepatu itu kan masi

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status