Rohander merangkul Agatha dengan erat, matanya tidak pernah lepas dari wajahnya. "Kau tahu, Agatha, setiap kali kau menantangku seperti ini, aku merasa seperti sedang menguji batas diriku sendiri."Agatha tersenyum kecil, membiarkan tangannya bergerak lembut di punggung Rohander. "Mungkin aku hanya ingin melihat sejauh mana kau bisa pergi. Apakah kau benar-benar bisa menangani semua ini."Rohander membalas senyum Agatha dengan tatapan serius. "Jadi ini tentang pengujian? Aku pikir kau hanya suka menggodaku."Agatha tertawa lembut, kemudian mengangkat dagunya sedikit. "Keduanya. Tapi aku juga ingin tahu apakah kau benar-benar tahu apa yang kau inginkan."Rohander menggeser tubuhnya sehingga dia bisa melihat mata Agatha dengan lebih jelas. "Dan apa yang kau pikir aku inginkan?"Agatha menatapnya dalam-dalam, suaranya lembut tapi penuh makna. "Aku rasa kau sedang mencari sesuatu yang lebih dari sekadar kekuasaan dan kontrol. Sesuatu yang bisa membuatmu merasa benar-benar hidup."Rohander
Agatha menatapnya dengan sinis. "Beradaptasi? Apa maksudmu? Aku tidak terlalu yakin kalau mereka akan merasa nyaman dengan kehadiranku.""Awalnya mungkin sulit," jawab Rohander, "tapi mereka akan terbiasa. Aku yakin mereka akan melihatmu dari sudut pandang yang berbeda setelah mereka mengenalmu lebih baik.""Berharap begitu," ujar Agatha, sambil menggenggam tangan Rohander. "Tapi bagaimana kalau mereka tidak pernah bisa menerima aku?"Rohander menatap tangan mereka yang saling bergenggaman, kemudian mengangkat pandangannya ke mata Agatha. "Jika mereka tidak bisa menerima, itu bukan masalahmu. Yang penting adalah bagaimana kita menghadapi ini bersama."Agatha tersenyum lembut, merasa lebih yakin dengan dukungan Rohander. "Terima kasih. Itu artinya banyak bagiku.""Selalu untukmu," kata Rohander, sambil menarik Agatha lebih dekat. "Tapi jangan pikir aku akan membiarkanmu lolos begitu saja."Agatha mengangkat alis, tertawa kecil. "Oh? Dan apa yang kau rencanakan kali ini?"Rohander mengg
Rohander duduk di meja makan, memperhatikan Agatha yang sibuk menyiapkan piring untuk sarapan. Matanya tak pernah lepas dari sosoknya, dan dia tersenyum kecil melihat betapa alami Agatha di rumahnya. "Jadi, apa rencana kita hari ini?" tanya Agatha sambil meletakkan piring berisi telur dadar di depan Rohander.Rohander menyilangkan tangannya dan bersandar di kursi. "Kurasa aku bisa memikirkan beberapa hal menarik untuk kita lakukan. Mungkin kita bisa keluar sebentar, mengunjungi tempat yang lebih tenang... atau," dia berhenti sejenak, menyeringai, "mungkin kita bisa menghabiskan hari di sini saja, hanya kau dan aku."Agatha menggelengkan kepalanya, tertawa pelan. "Kau selalu mencari alasan untuk tidak keluar, ya? Kau ini seperti vampir yang takut cahaya matahari."Rohander terkekeh sambil mengambil garpu. "Kau tahu, ide itu tidak buruk. Aku suka kesunyian—terutama saat aku bisa menghabiskannya bersamamu."Agatha duduk di depannya dan mulai makan. "Tetapi aku juga butuh udara segar ses
Rohander membawa Agatha ke sofa di ruang tamu dan meletakkannya dengan hati-hati. Dia menatapnya dengan senyum yang penuh makna, lalu duduk di sampingnya, mengunci tatapan mereka. Agatha menatap balik tanpa gentar, meskipun detak jantungnya sedikit lebih cepat dari biasanya."Kau selalu saja penuh kejutan, Rohander. Tapi ini tidak akan membuatku menyerah," ujar Agatha dengan nada menantang.Rohander menyeringai, mendekat sedikit lagi. "Aku tidak pernah berharap kau menyerah, Agatha. Justru, itulah yang membuatmu menarik. Kau selalu melawan, bahkan ketika kau tahu tak ada jalan keluar."Agatha melipat tangannya di dada, mencoba mengabaikan kedekatan Rohander. "Kalau begitu, kau tahu aku bukan orang yang mudah ditaklukkan.""Aku tahu," jawab Rohander dengan tenang. "Itulah kenapa aku tertarik padamu. Tidak ada orang lain yang seberani atau sepintar dirimu." Agatha mendengus, meski ada sedikit senyum yang terselip di wajahnya. "Tersanjung sekali aku."Rohander mengamati wajah Agatha den
Agatha merasa kehangatan dari pelukan Rohander yang membuatnya merasa lebih dekat daripada sebelumnya. Ketika mereka akhirnya melepaskan pelukan, Agatha menatap mata Rohander yang tampak penuh dengan perasaan yang ia sembunyikan selama ini. Suasana menjadi lebih hening, tetapi jauh lebih berat dari sebelumnya, seolah ada banyak hal yang ingin mereka bicarakan namun keduanya menahan diri."Rohander," Agatha memulai dengan nada lembut namun serius, "aku tahu kau selalu mencoba mengendalikan segalanya. Aku bisa merasakannya sejak awal. Tapi aku bukan sesuatu yang bisa kau miliki sepenuhnya. Kita tidak bisa hidup dalam kendali total, terutama dalam hal perasaan."Rohander menunduk sejenak, seolah kata-kata Agatha menyentuh sesuatu yang dalam di dalam dirinya. "Aku tahu. Percayalah, aku tahu. Tapi itu bukan hal yang mudah bagiku, Agatha. Aku sudah terbiasa memastikan segalanya berjalan sesuai keinginanku. Ketika sesuatu di luar kendali, aku... merasa lemah."Agatha mendekatkan diri, mengge
Saat Rohander melepaskan pelukan itu, dia memandang Agatha dengan lebih lembut daripada sebelumnya. Agatha, yang biasanya tangguh dan tak gentar di hadapan siapa pun, kini merasakan ada kedekatan yang berbeda dengan pria ini. Namun, ia tahu masih ada sisi gelap di dalam dirinya yang belum sepenuhnya terbuka. Dan baginya, hal itu membuat Rohander semakin menarik.“Jadi,” Agatha memecah kesunyian, “apa lagi yang akan kau sembunyikan dariku?”Rohander tersenyum setengah, seperti biasa menahan diri untuk tidak terlalu terbuka. "Aku tidak bisa menjawab itu sekarang. Ada hal-hal yang lebih baik tetap tidak diketahui."Agatha mengangkat alisnya, tersenyum tipis. “Selalu ada misteri denganmu, ya? Apakah kau tidak lelah menjadi seseorang yang penuh rahasia?”Rohander tertawa kecil. "Terkadang, rahasia adalah satu-satunya hal yang membuatku tetap berdiri. Dalam dunia ini, kepercayaan itu mahal, Agatha. Dan aku harus hati-hati."Agatha menghela napas dan menyentuh lengan Rohander. “Aku tidak mem
Saat Agatha sendirian di ruangan itu, pikirannya berputar. Rohander memang keras, misterius, dan penuh rahasia, namun ada sesuatu di balik itu semua yang membuatnya tak bisa menjauh. Dia tahu ada lebih banyak hal yang belum Rohander ceritakan, dan ia merasa tertantang untuk menemukan semuanya.Tak lama, suara langkah kaki terdengar mendekat. Agatha memutar kursinya sedikit untuk melihat siapa yang datang. Pintu terbuka, dan Rohander kembali masuk. Kali ini, wajahnya terlihat lebih serius, namun tidak ada jejak ketegangan di dalamnya."Semua sudah beres?" tanya Agatha dengan nada menggoda, mencoba mencairkan suasana.Rohander hanya mengangguk. “Untuk saat ini, ya.”Agatha menatapnya dengan mata menyipit, mencari sesuatu di balik jawabannya. "Apa aku perlu khawatir tentang sesuatu? Kau terlihat lebih tegang dari biasanya."Rohander berjalan mendekati Agatha, duduk di kursi di depannya. "Bukan sesuatu yang perlu kau khawatirkan. Tapi kau perlu tahu, Agatha, semakin dekat kau denganku, se
Agatha dan Rohander duduk dalam keheningan yang penuh makna. Setiap kata yang terucap sebelumnya tampaknya menciptakan sebuah jembatan yang menghubungkan dua jiwa yang sangat berbeda. Mereka berdua tahu bahwa mereka tidak bisa lagi mundur dari jalur ini."Jadi, apa rencanamu selanjutnya?" tanya Agatha akhirnya, mencoba mengalihkan perhatian dari ketegangan yang masih tersisa di udara. "Aku yakin kau tidak hanya memikirkan tentang aku saat ini."Rohander menatapnya dengan tatapan tajam, namun kali ini tampak lebih lembut. "Ada beberapa masalah yang perlu aku tangani. Namun, aku harus memastikan bahwa kau aman sebelum melanjutkan."Agatha mengangkat alisnya, sedikit tertawa. "Kau tahu, kau bisa mempercayai aku untuk menjaga diriku sendiri."Rohander menggelengkan kepala, tetap dengan ekspresi serius. "Ini bukan tentang mempercayai atau tidak mempercayai. Ini tentang melindungi orang yang aku pedulikan. Dan saat ini, itu termasuk kamu.""Kenapa kau begitu peduli?" tanya Agatha, penasaran