Rohander membawa Agatha ke sofa di ruang tamu dan meletakkannya dengan hati-hati. Dia menatapnya dengan senyum yang penuh makna, lalu duduk di sampingnya, mengunci tatapan mereka. Agatha menatap balik tanpa gentar, meskipun detak jantungnya sedikit lebih cepat dari biasanya."Kau selalu saja penuh kejutan, Rohander. Tapi ini tidak akan membuatku menyerah," ujar Agatha dengan nada menantang.Rohander menyeringai, mendekat sedikit lagi. "Aku tidak pernah berharap kau menyerah, Agatha. Justru, itulah yang membuatmu menarik. Kau selalu melawan, bahkan ketika kau tahu tak ada jalan keluar."Agatha melipat tangannya di dada, mencoba mengabaikan kedekatan Rohander. "Kalau begitu, kau tahu aku bukan orang yang mudah ditaklukkan.""Aku tahu," jawab Rohander dengan tenang. "Itulah kenapa aku tertarik padamu. Tidak ada orang lain yang seberani atau sepintar dirimu." Agatha mendengus, meski ada sedikit senyum yang terselip di wajahnya. "Tersanjung sekali aku."Rohander mengamati wajah Agatha den
Agatha merasa kehangatan dari pelukan Rohander yang membuatnya merasa lebih dekat daripada sebelumnya. Ketika mereka akhirnya melepaskan pelukan, Agatha menatap mata Rohander yang tampak penuh dengan perasaan yang ia sembunyikan selama ini. Suasana menjadi lebih hening, tetapi jauh lebih berat dari sebelumnya, seolah ada banyak hal yang ingin mereka bicarakan namun keduanya menahan diri."Rohander," Agatha memulai dengan nada lembut namun serius, "aku tahu kau selalu mencoba mengendalikan segalanya. Aku bisa merasakannya sejak awal. Tapi aku bukan sesuatu yang bisa kau miliki sepenuhnya. Kita tidak bisa hidup dalam kendali total, terutama dalam hal perasaan."Rohander menunduk sejenak, seolah kata-kata Agatha menyentuh sesuatu yang dalam di dalam dirinya. "Aku tahu. Percayalah, aku tahu. Tapi itu bukan hal yang mudah bagiku, Agatha. Aku sudah terbiasa memastikan segalanya berjalan sesuai keinginanku. Ketika sesuatu di luar kendali, aku... merasa lemah."Agatha mendekatkan diri, mengge
Saat Rohander melepaskan pelukan itu, dia memandang Agatha dengan lebih lembut daripada sebelumnya. Agatha, yang biasanya tangguh dan tak gentar di hadapan siapa pun, kini merasakan ada kedekatan yang berbeda dengan pria ini. Namun, ia tahu masih ada sisi gelap di dalam dirinya yang belum sepenuhnya terbuka. Dan baginya, hal itu membuat Rohander semakin menarik.“Jadi,” Agatha memecah kesunyian, “apa lagi yang akan kau sembunyikan dariku?”Rohander tersenyum setengah, seperti biasa menahan diri untuk tidak terlalu terbuka. "Aku tidak bisa menjawab itu sekarang. Ada hal-hal yang lebih baik tetap tidak diketahui."Agatha mengangkat alisnya, tersenyum tipis. “Selalu ada misteri denganmu, ya? Apakah kau tidak lelah menjadi seseorang yang penuh rahasia?”Rohander tertawa kecil. "Terkadang, rahasia adalah satu-satunya hal yang membuatku tetap berdiri. Dalam dunia ini, kepercayaan itu mahal, Agatha. Dan aku harus hati-hati."Agatha menghela napas dan menyentuh lengan Rohander. “Aku tidak mem
Saat Agatha sendirian di ruangan itu, pikirannya berputar. Rohander memang keras, misterius, dan penuh rahasia, namun ada sesuatu di balik itu semua yang membuatnya tak bisa menjauh. Dia tahu ada lebih banyak hal yang belum Rohander ceritakan, dan ia merasa tertantang untuk menemukan semuanya.Tak lama, suara langkah kaki terdengar mendekat. Agatha memutar kursinya sedikit untuk melihat siapa yang datang. Pintu terbuka, dan Rohander kembali masuk. Kali ini, wajahnya terlihat lebih serius, namun tidak ada jejak ketegangan di dalamnya."Semua sudah beres?" tanya Agatha dengan nada menggoda, mencoba mencairkan suasana.Rohander hanya mengangguk. “Untuk saat ini, ya.”Agatha menatapnya dengan mata menyipit, mencari sesuatu di balik jawabannya. "Apa aku perlu khawatir tentang sesuatu? Kau terlihat lebih tegang dari biasanya."Rohander berjalan mendekati Agatha, duduk di kursi di depannya. "Bukan sesuatu yang perlu kau khawatirkan. Tapi kau perlu tahu, Agatha, semakin dekat kau denganku, se
Agatha dan Rohander duduk dalam keheningan yang penuh makna. Setiap kata yang terucap sebelumnya tampaknya menciptakan sebuah jembatan yang menghubungkan dua jiwa yang sangat berbeda. Mereka berdua tahu bahwa mereka tidak bisa lagi mundur dari jalur ini."Jadi, apa rencanamu selanjutnya?" tanya Agatha akhirnya, mencoba mengalihkan perhatian dari ketegangan yang masih tersisa di udara. "Aku yakin kau tidak hanya memikirkan tentang aku saat ini."Rohander menatapnya dengan tatapan tajam, namun kali ini tampak lebih lembut. "Ada beberapa masalah yang perlu aku tangani. Namun, aku harus memastikan bahwa kau aman sebelum melanjutkan."Agatha mengangkat alisnya, sedikit tertawa. "Kau tahu, kau bisa mempercayai aku untuk menjaga diriku sendiri."Rohander menggelengkan kepala, tetap dengan ekspresi serius. "Ini bukan tentang mempercayai atau tidak mempercayai. Ini tentang melindungi orang yang aku pedulikan. Dan saat ini, itu termasuk kamu.""Kenapa kau begitu peduli?" tanya Agatha, penasaran
Agatha duduk dalam kesunyian, matanya menatap keluar jendela. Bayangannya tentang Rohander terus mengisi pikirannya, dan ia bertanya-tanya bagaimana pria seperti dia bisa begitu dingin namun penuh perhatian sekaligus. Dia menggigit bibir, mencoba menyingkirkan kekhawatiran yang tiba-tiba muncul. Lalu, tanpa sadar, suara pintu yang terbuka perlahan membawanya kembali ke kenyataan. Alex kembali memasuki ruangan dengan ekspresi tegang. "Rohander memintaku untuk memastikan bahwa kau baik-baik saja. Dia sepertinya akan lebih lama dari yang dia kira." Agatha menghela napas, sedikit tersenyum. "Dia selalu mengawasi, ya? Bahkan ketika dia tidak ada." "Dia seperti itu," jawab Alex dengan senyum setengah. "Dia punya caranya sendiri untuk memastikan orang-orang yang dia pedulikan tetap aman." Agatha mengangguk. "Tapi aku tidak bisa terus-menerus hidup dalam bayangannya, Alex. Aku harus bisa berdiri sendiri." Alex tersenyum tipis. "Aku mengerti. Tapi kau juga harus tahu bahwa dia peduli. Dia
Rohander dan Agatha tetap berdiri dalam diam, jarak mereka semakin memudar seiring dengan ketegangan di ruangan itu. Agatha masih menatap Rohander dengan tajam, namun di balik sorot matanya ada kelembutan yang mulai terbentuk. “Kenapa kamu selalu merasa harus melindungi semua orang, Rohander?” Agatha akhirnya bertanya, suaranya sedikit lebih lembut, mencoba menjangkau sisi dalam dari pria yang jarang membuka hatinya. "Apakah itu karena masa lalumu?" Rohander memalingkan wajah, tapi tak sepenuhnya menghindari pertanyaannya. “Aku sudah kehilangan banyak hal. Terlalu banyak... Jika aku bisa mencegah sesuatu yang buruk terjadi padamu, maka aku akan melakukan apa pun.” “Tapi kamu tidak bisa terus hidup seperti itu,” jawab Agatha, menyentuh lengan Rohander dengan lembut. “Aku bukan orang yang akan pergi begitu saja, tapi aku juga bukan boneka yang harus kamu kendalikan setiap saat.” Rohander menarik napas dalam-dalam, melawan perasaannya. “Kamu tidak tahu apa yang ada di luar sana, Agath
Agatha menarik tangannya perlahan dari genggaman Rohander. Meskipun ada kesedihan yang samar di tatapan Rohander, dia tidak menghentikan Agatha. Dia tahu bahwa memberi Agatha sedikit ruang adalah langkah yang benar, meskipun perasaan posesifnya masih bergelora. Agatha berjalan ke arah pintu, tapi sebelum melangkah keluar, dia berhenti dan berbalik menatap Rohander. "Aku tahu kamu tidak suka melepaskan kendali, tapi jika kamu benar-benar percaya padaku, Rohander, kamu harus mencoba. Ini bukan hanya tentang aku, ini tentang kita." Rohander menatapnya dalam diam, matanya penuh dengan konflik. "Aku mencoba, Agatha. Tapi sulit." Agatha mengangguk, menghargai kejujuran itu. "Aku tahu. Dan itu cukup untukku saat ini." Mereka saling menatap beberapa detik lagi sebelum Agatha melangkah keluar ruangan, meninggalkan Rohander sendirian dengan pikirannya. Rohander menghela napas berat, matanya tertuju pada pintu yang baru saja ditutup oleh Agatha. Anak buah bayangannya kembali muncul dari bay