Selisih jaraknya hanya seruas jari. Terlambat menghindar sedikit saja, tubuh O sudah menjadi bubuk. Tidak, jadi bubuk masih sedikit mending. Batu karang besar saja menguap jadi asap terkena teknik Dullahan itu.Setelah berguling-guling di tanah, O segera menggunakan lagi sihir Flumen. Ia tidak mengarahkan meriam air itu ke arah sang Dullahan, tapi ke atas. O menerjang semburan itu dan terseret arus naik. Ia menjadikan pilar air itu sebagai sebuah lift untuk kabur."Preferensiku benar. Kelas ksatria memang lebih unggul," kata O pada dirinya sendiri. "Aish, kenapa aku otomatis jadi kelas penyihir, sih?"""Um ..."" Narator kehabisan kata-kata, sudah lelah meyakinkan O. Namun akhirnya ia bicara juga. "Seni Senjata tidak hanya bisa dilakukan oleh kelas ksatria, Tuan.""""Sebagai penyihir, Anda juga bisa menggunakan Aura dan menyalurkannya pada senjata Anda untuk menciptakan sebuah teknik Seni Senjata,"" kata Narator lagi."Eh? Beneran, tuh?" O protes. "Aish. Kenapa kau baru bilang sekarang
Dullahan itu menyusul O ke dalam aula yang gelap gulita. Kaki besarnya melangkah dengan irama tetap, karena keadaan gelap atau terang tidak ada bedany baginya. Sebab, ia dapat merasakan dan membedakan Mana yang berada di sekitarnya.Sebagai gambaran bagaimana indra Dullahan yang unik itu digunakan, cobalah kalian meletakkan kertas putih di atas uang koin. Kemudian, sambil menekan kertas itu, gesekkan sebuah pensil ke atas permukaan kertas dengan gaya mengarsir. Maka gambar yang ada pada koin akan tercetak di kertas itu. Dullahan adalah kertasnya, Mana adalah arang pensil itu, sementara koin adalah keadaan sekitarnya. Dullahan itu meraba Mana di sekelilingnya untuk mendapatkan gambaran. Ia sedang mencari seekor monster berjenis Lich yang ditenggarai telah menyerap Nyx dalam jumlah besar. Nyx itu dibutuhkan oleh tuannya. Segera.Namun, setelah berusaha mencari cukup lama, Dullahan itu itu tidak menemukan Lich itu di manapun. Langit-langit kosong. Lantai dipenuhi dengan puing, kotoran, d
"Medicor!"O menggunakan Sihir Penyembuh, sihir cahaya yang beraiinat fatal untuk makhluk kegelapan berjenis mayat hidup. Sihir ini dapat menyembuhkan daging yang luka, tapi pada mayat hidup akan berfungsi sebaliknya, bahkan pada mayat hidup kelas atas seperti Death Knight sekalipun.Siapa sangka sihir dasar seperti ini bisa digunakan untuk mengalahkan monster kelas atas? Namun O sudah membuktikan, bahwa yang terpenting adalah bagaimana sihir itu digunakan, dan bukan kekuatan ataupun tingkat kerumitannya."Medicor!" O menggunakan sihir itu sekali lagi. Ia menerapkan pengalamannya menggunakan sihir ini pada peti-peti mati di Mausoleum Baro Bundon. Seperti pada peti mati itu, gelombang cahaya penyembuh sihir Medicor ini dapat merambat di bebatuan yang mengurung targetnya."Urgh!" O terjatuh dan berlutut. Pandangannya kabur. Ia sudah menggunakan terlalu banyak Mana dalam rentang waktu yang terlalu pendek. "Mudah-mudahan kau sudah tenang di sana, ya Om," katanya penuh harap. ia berharap Du
Nyaris ... O nyaris mati lagi seandainya serangan Mars tidak meleset. Melesetnya pun tipis sekali, hanya satu jengkal. Bidikan Mars meleset karena tangannya membeku, terkunci dalam tembok es setebal satu meter.Ya. Satu detik yang lalu, O dengan sigap menggunakan Glacien, Sihir Tembok Es. Ia berniat untuk membatalkan serangan Mars, tapi usahanya ternyata tidak begitu berhasil."Ew! Payah," kata O sambil segera berbalik dan mengambil langkah seribu. "Yah, setidaknya serangan itu jadi meleset."O segera berlari ke arah pintu keluar secepat mungkin ke arah pintu keluar sementara Mars masih tertahan dalam tembok es. Tiba-tiba ia punya siasat baru, dan untuk mengeksekusinya, ia harus kembali ke koridor sebelumnya.Namun tidak butuh waktu lebih dari 5 detik bagi Mars untuk membebaskan diri. Energi Aura yang terus menerus dipancarkan sang Dullahan menguapkan tembok es setebal 1 meter itu seperti sepotong mentega di atas wajan panas.Mars memasang kuda-kuda berlari. Detik berikutnya, ia melesa
O terjun bebas ke bawah. Di atasnya, tulang-tulang jemarinya terbang menyusul sedikit lebih lambat dari kecepatan jatuhnya."Oho! Mimpiku terwujud, Narator!" seru O. "Aku punya senjata satelit!"""Selamat, Tuan! Imajinasi, kreativitas dan eksekusi Anda memang tidak ada tandingannya!"" sahut Narator, terdengar memuji dengan tulus."Sayangnya, tulang-tulang jariku cuma sembilan biji," kata O lagi. Sekarang posisinya duduk bersila di udara. "Dan gerakannya masih sangat terbatas. Seandainya aku bisa punya kemampuan telekinesis seperti Livor!"O mengubah posisi tubuhnya ke posisi mendarat. Lantai dasar koridor vertikal itu sudah mulai tampak."Eh, apakah aku nanti bisa meminta Scriptum semacam telekinesis?" tanya O.""Tidak,"" jawab Narator, ""Tapi Scriptum yang Anda peroleh nanti akan lebih baik dari itu."""Apakah Scriptum-ku nanti bisa menggerakkan tulang-tulang jariku seperti satelit?"""Kurang lebih begitu, Tuan."""He, he. Baiklah. Aku menanti," kata O, lalu merapal sebuah mantra, "Fl
Suara ledakan memekakkan telinga dan menggetarkan seisi ruangan. Lebih banyak puing-puing berjatuhan, memperbesar lubang di langit-langit dan membuat lebih banyak cahaya memasuki aula itu.. Seandainya O punya gendang telinga, pastilah selaput tipis itu sudah terkoyak. Sementara itu, Mithra melindunginya dari puing-puing yang jatuh."Kerja bagus, Sobat," kata O sambil menepuk-nepuk perut Mithra. Sayangnya, tidak ada lagi rambut lembut di sana. Hanya ada perut sobek dengan usus terburai ..."Grah!" pekik Mars, lalu, "Sky render!"O secara insting bergelayut di perut Mithra. Sementara itu, Mithra langsung melejit ke samping."Ya, ampun, Om. Kalau mau pakai jurus tidak perlu teriak! Kan jadi ketahuan!" ejek O. Sekarang ia sudah menunggangi Mitrhra.""Kemampuan pasif: Keahlian Menunggang, didapatkan."" Sebuah pesan dari Narator muncul. ""Selama menunggang monster yang terikat kontrak, Anda bisa menyalurkan sihir Anda lewat tunggangan dan beban mental saat menggunakan sihir juga akan terbagi
Tubuh Malus tersentak ke belakang. Kepalanya terbentur bingkai jendela besar tempatnya duduk bersandar. Cahaya gelap di soket matanya bergoyang-goyang, lalu membesar.Salah satu Scriptum yang dimiliki oleh Malus adalah Sensus. Kemampuan ini memungkinkan sang matriark untuk menghubungkan indranya dengan pada simbol-simbol tertentu. Ia mendapatkan Scriptum itu dari salah satu korbannya, seorang peramal hebat, yang jiwanya kini terus tersiksa dalam kristal inti Malus.Sejak Malus menjadi Lich, ia kehilangan indra perasa, peraba, dan penghindu sehingga hanya bisa menghubungkan indra pendengearan dan penglihatannya saja. Meski begitu, kemampuan Malus masih sangat kuat. Ia nyaris mengetahui apa saja yang terjadi di permukaan Kota Magna. Akan tetapi, kemampuan ini tentu punya kelemahan. Dan salah satu kelemahan itu adalah, kerusakan yang terjadi pada simbol penghubungnya juga akan berdampak pada indranya.Beberapa saat yang lalu, Mars, salah satu bawahan terdekatnya, menghubungi lewat simbol
Sejak dua puluh satu jam yang lalu, Kota Magna yang dikenal sebagai kota mati bagaikan hidup kembali. Kota yang awalnya tidak dihuni makhluk hidup selain tumbuhan itu dimasuki oleh ratusan manusia dari gerbang-gerbang megahnya yang tertutup rapat sejak 25 tahun yang lalu.Dua puluh lima tahun yang lalu, serangkaian bencana alam menghancurkan Kota Magna dalam semalam. Gempa bumi hebat disusul dengan badai hujan serta puting beliung muncul begitu saja tanpa tanda-tanda alam apapun. Kota terbesar di Valandria dengan sejarah ribuan tahun itu kemudian mati begitu saja. Infrastruktur Kota Magna yang telah bertahan dari gerusan waktu selama ribuan tahun hanya rusak sedikit, tetapi ratusan ribu penduduknya tak ada yang selamat ... besoknya, ketika orang-orang memeriksa kota itu, mereka dikejutkan dengan geliat yang sama sekali baru, yang tidak berasal dari kesibukan manusia sehari-hari. Kota itu, entah bagaimana dipenuhi oleh mayat-mayat penduduk kota yang berjalan ke sana kemari tanpa tujuan