Terima kasih atas dukungannya. Semoga suka dengan semua karya Akak.
Mahira duduk di tepi kasur. Dia masih menunggu kepulangan suaminya. Pernikahan terpaksa yang terjadi karena rasa tanggung jawab Elvis yang telah menyebabkan kematian dari kekasih Mahira di hari pernikahan.“Kenapa belum pulang? Padahal sudah pukul dua belas malam. Aku sangat khawatir. Haruskan aku menghubungi Elvis?” Mahira menatap layar ponsel yang begitu sepi. Tidak ada panggilan dan pesan sama sekali dari suaminya.“Hm. Kak Biyan. Maafkan aku yang sudah menerima Elvis di dalam hatiku. Dia sangat baik. Walaupun kadang bersikap dingin. Elvis yang menanggung biaya kehidupanku dan mama serta kuliah Manisa.” Mahira berbicara dengan foto Biyan yang masih ada di layar ponselnya.“Aku tidak bisa melakukan operasi lagi karena trauma melihat dirimu yang terluka di hari pernikahan kita,” ucap Mahira melihat kedua tangannya yang putih. Wanita itu sudah lama tidak berkerja sebagai seorang dokter bedah. Dia diberikan cuti untuk pemulihan diri.“Aku berusaha menjadi istri yang baik untuk Elvis.
Elvis sangat meradang ketika nama Biyan terus terdengar dari mulut Mahira. Pria itu juga tahu bahwa istrinya masih sering melihat foto calon suami yang telah meninggal sehingga dia berpikir bahwa wanita itu tidak pernah mencintainya dan bahkan benci padanya.“Dengar, Mahira. Selama pernikahan kita. Aku sudah mengeluarkan banyak uang. Tubuh seksimu saja tidak mampu membayarnya.” Elvisl tersenyum tipis. Pria itu meraba leher Mahira hingga ke dada wanita itu.“Jangan pernah menyentuhku!” teriak Mahira. Dia berusaha mendorong tubuh Elvis. Pria itu menyerang leher istrinya dengan mencium dan menjilati.“Aku jijik dengan pria yang sudah bekas wanita lain. Lepaskan aku!” Mahira berusaha melepaskan diri dari Elvis yang sedang marah. Pria itu pun masih dipengaruhi minuman.“Bukankah kamu sudah bersetubuh dengan calon suami kamu itu,” ucap Elvis.“Plak!” Sebuah tamparan mendarat di pipi Elvis.“Hah!” Elvis melotot pada Mahira. Wanita itu adalah orang pertama yang berhasil menampar pipinya.“Aku
Mahira masuk ke kamar mandi. Dia membersihkan diri karena pakaiannya terkena kuah sup. Wanita itu mandi untuk kedua kalinya.“Hm.” Elvis membuka mata perlahan dan melihat Mahira yang keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk sebatas paha.“Dia memang seksi.” Elvis memperhatikan Mahira yang berjalan menuju lemari pakaian. Wanita itu tidak tahu bahwa suaminya sudah bangun sehingga dengan santainya dia berganti pakaian di depan Elvis yang tidak pernah melihat tubuhnya.“Pasti dia pikir aku masih tidur.” Elvis melihat Mahira yang sudah mengenakan celana sebatas lutut dan kaos putih lengan pendek. Wanita itu benar-benar tidak berdandan sama sekali. Dia hanya memberikan perlindungan dan perawatan kulit saja.“Ahhh!” Mahira mengambil kota obat dari lemari yang cukup tersembunyi.“Apa dia akan mengobati ku lagi? Aku tidak tahu dia punya dua kotak obat.” Elvis tidak mengalihkan pandangan dari Mahira. Dia belum tahu bahwa wanita itu terluka.Mahira membuka pintu balkon dan menutupn
Mahira menarik koper dari kamar. Dia bersusah payah menuruni tangga tanpa bantuan siapa pun.“Apa kamu mau pergi?” tanya Elvita ketika bertemu dengan Mahira di ujung tangga. Ada senyuman di bibir wanita itu.“Iya, Ma. Aku akan segera bercerai dengan Elvis,” jawab Mahira tersenyum.“Bagus sekali. Akhirnya kamu tidak akan mengganggu kehidupan putraku lagi. Benar-benar merusak pemandangan. Bayaran kamu di rumah ini sangat mahal. Elvis harus menanggung biaya adik dan ibu kamu juga,” tegas Elvita.“Ya, Ma. Terima kasih. Saya harap Elvis akan bahagia dan menikah sah dengan kekasihnya. Saya pamit.” Mahira mengulurkan tangan kepada Elvis.“Tentu saja dia akan bahagia bersama Sasa. Berbeda dengan kamu. Elvis sangat menderita, tersiksa dan tertekan.” Elvita menepis tangan Mahira.“Pergilah! Jangan pernah kembali lagi ke rumah ini.” Elvita mendorong tubuh Mahira hingga jatuh ke lantai.“Mama tolong bantu Elvis mengurus perceraian karena berkas pernikahan kami dipegang dia.” Mahira tersenyum. Dia
Elvita menaiki tangga menuju kamar Elvis. Dia bertemu dengan Relia. Putrinya yang baru akan berangkat ke kampus.“Mama mau kemana?” tanya Relia.“Mama mau masuk ke kamar kakak kamu. Ayo bantu Mama.” Elvita menarik tangan Relia masuk ke dalam kamar Elvis yang tidak dikunci.“Mama, Kakak tidak suka orang lain masuk ke kamarnya. Apalagi kita sentuh barang-barang Kak Elvis.” Relia melihat Elvita yang sudah membuka laci meja yang ada di samping tempat tidur.“Kita bukan orang lain. Aku mamanya dan kamu adalah adik kandung Elvis,” tegas Elvita.“Mama mau cari apa?” tanya Relia memperhatikan mamanya.“Buku nikah dan kartu keluarga Elvis,” jawab Elvita.“Untuk apa, Ma?” Relia bisa menebak apa yang direncanakan mamanya.“Elvis dan Mahira akan bercerai. Kakak kamu pasti tidak akan sempat mengurus perceraian. Jadi, biar Mama yang bantu mempercepat perceraian mereka.” Elvita terlihat sibuk mencari buku nikah dan berkas penting yang dibutuhkan untuk proses perceraian.“Apa?” Relia terkejut.“Apa K
Elvis benar-benar fokus bekerja. Dia melihat ponsel pribadi yang tidak berdering sama sekali. Tidak ada pesan dan panggilan masuk yang biasa dilakukan Mahira untuk mengingatkan pria itu makan siang.“Apa dia masih marah? Tetapi kenapa mengobati luka kepalaku? Wanita ini benar-benar keras kepala?” Elvis baru saja akan menghubungi Mahira, tetapi batal karena Sasa masuk ke dalam ruangannya. “Sayang, ayo kita makan siang di kantin Perusahaan. Aku sudah lapar.” Sasa tersenyum. Dia berjalan mendekati kursi Elvis. Wanita itu tidak tahu ada Rino di sudut ruangan. Asisten pribadi sekaligus sopir dari Elvis. “Sayang.” Sasa duduk di pangkuan Elvis. Jari-jari yang indah dan terawat menyentuh pipi dan dagu pria itu.“Aku menginginkan bibir kamu, Elvis. Kapan aku bisa menciumnya lagi setelah semalam?” Sasa menatap Elvis. Wanita itu benar-benar tergoda dengan ketampanan dan tubuh seksi pria di depannya.“Bos, aku selesai,” ucap Rino.“Ah!” Sasa segera turun dari pangkuan Rino. Dia terkejut dengan
Elvis bersiap untuk pulang. Pria itu berjalan keluar dari ruang kerja bersama dengan Rino. Kantor sudah sepi karena para karyawan sudah lebih dulu meninggalkan meja kerja mereka.“Kak Elvis.” Sasa tersenyum menyambut Elvis yang baru keluar dari ruang kerja.“Sasa. Kamu belum pulang.” Elvis menoleh pada Rino.“Tante Elvita menghubungiku dan mengajak makan malam bersama.” Sasa menggandeng tangan Elvis.“Aku siapkan mobil.” Rino meninggalkan Evis bersama dengan Sasa. Pria itu benar-benar tidak suka melihat kedua orang yang tidak memiliki hubungan apa pun itu.“Mama tidak memberitahuku,” ucap Elvis melihat Rino yang sudah masuk ke dalam lift.“Tahan lift!” perintah Elvis pada Rino dan pria itu menurut.“Ayo.” Elvis menarik tangan Sasa masuk ke dalam lift bersama dengan Rino.“Apa Mahira akan cemburu jika Sasa ikut denganku? Aku belum bertanya tentang video tadi malam pada wanita ini.” Elvis melihat pada Sasa dan wanita itu tersenyum. Dia tidak ingin menyinggung teman masa kecilnya karena
Mahira kembali ke rumah. Dia menerima pesan dari nomor tidak dikenal. Foto dan video ketika Elvis berada di rumah Sasa. Dua orang yang terlihat romantis dan tidak ingin dipisahkan.“Kenapa harus mengirim foto dan video ini kepadaku?” tanya Mahira yang duduk di sofa. Wanita itu merasa sangat lelah. Rasa cinta yang mulai tumbuh kembali sirna. Dia berusaha menjadi istri yang sempurna untuk Elvis.“Elvis. Kamu memang dingin, tetapi di mataku kamu cukup baik dan peduli. Kamu juga adalaj pria yang bertanggung jawab sehingga aku dan keluarga tidak kelaparan.” Mahira menghapus semua foto Elvis yang tersimpan di dalam ponselnya. Dia tidak ingin lagi ada hubungan apa pun dengan suaminya.“Aku yakin Elvis sedang mengurus perceraian kami agar dia bisa segera menikahi Sasa.” Mahira meletakkan ponsel di atas meja. Dia merebahkan tubuh di sofa dan memejamkan matanya. Harinya benar-benar gelisah. Satu-satu pria yang dekat dengannya setelah Biyanka adalah Elvis. Mereka sudah hidup bersama selama dua ta
Elvis menatap foto Mahira yang ada di layar ponselnya. Pria itu berada di Perusahaan dan masih belum fokus bekerja. Dia mengingat sikap manis Feliz pada sang istri yang membuatnya tidak nyaman.“Bos, aku dengar Ibu Mahira akan pergi ke luar pulau bersama dengan Feliz. Mereka sudah memesan tiket dan akan terbang pukul satu siang nanti.” Rino berlari masuk ke dalam ruang kerja Elvis.“Apa? Kenapa dia mau pergi ke luar pulau?” tanya Elvis menatap tajam pada Rino.“Ke kampung halaman Nyonya ketika masih kecil,” jawab Rino.“Baiklah. Kita lihat, apa kamu bisa hidup tanpa aku dan pergi dengan pria lain?” Elvis menghubungi pihak bank untuk membekukan semua kartu dan akses Mahira.“Feliz menguasai dunia kedokteran, tetapi diriku semuanya, Mahira.” Elvis tersenyum.“Rino matikan semua akses Mahira. Dia dilarang meninggalkan kota ini,” tegas Elvis.“Hah!” Elvis terkejut.“Pak. Saya rasa itu akan membuat Ibu Mahira semakin marah,” ucap Rino.“Itu bagus. Dia akan mendatangiku. Katakan kepada semua
Elvis melamun di ruang tengah. Pria itu bingung untuk mendekati Mahira. Rasa gengsi yang terlalu tinggi. Tidak pernah ingin mengakui bahwa dia menyukai wanita itu selama menjadi istrinya.“Kak.” Sasa tersenyum berdiri di depan Elvis. “Sasa.” Elvis melihat mamanya pun menyusul.“Elvis. Mahira sudah tanda tangan.” Elvita memberikan map kepada Elvis.“Tanda tangan apa?” Elvia membuka map dan melihat surat gugatan cerai atas nama dirinya sendiri. “Apa?” Elvis cukup terkejut dengan tanda tangan Mahira tanpa tuntutan apa pun.“Di mana Mama bertemu Mahira?” tanya Elvis.“Di rumah sakit. Mama tidak tahu. Ternyata Mahira seorang dokter bedah yang cukup terkenal. Padalah dua tahun ini dia hanya berada di rumah saja seperti seorang pembantu.” Elvita menatap Elvis.“Dia berhenti menjadi dokter karena trauma akibat kecelakaan itu, Ma.” Elvis meletakkan map di atas meja. Pria itu tetap terlihat tenang di mata Elvita dan Sasa.“Kak, kenapa tidak langsung di tanda tangan?” tanya Sasa melihat map yan
Feliz menunggu Mahira di ruang kerja. Pria itu berharap cinta pertama di masa remaja mengingat kembali tentang kenangan mereka ketika bersama.“Permisi.” Mahira mengetuk pintu yang terbuka.“Masuklah, Mahira. Mari duduk.” Feliz membawa Mahira duduk di sofa. Dia atas meja sudah tersedia makanan dan minuman.“Kenapa Anda memanggil saya?” tanya Mahira duduk berhadapan dengan Feliz.“Bisakan kamu memanggilku dengan santai?” Feliz menatap Mahira.“Maaf. Anda adalah atasan saya,” ucap Mahira.“Mahira, apa kamu benar-benar tidak bisa mengingat masa lalu kita?” Feliz tampak sedih.“Aku sedang berusaha dan bayangan itu muncul.” Mahira tersenyum.“Benarkah?” Feliz pindah duduk ke samping Mahira. Pria itu tanpa sadar menggengam tangan dokter cantik yang masih berstatus istri orang. “Maaf.” Feliz dengan cepat melepas tangan Mahira.“Aku terlalu bersemangat. Aku sudah mencari kamu cukup lama dan baru bisa bertemu sekarang. Aku sangat merindukan kamu, Mahira.” Feliz menatap bola mata Mahira yang bu
Sasa masuk ke ruangan pemeriksaan dan Elvis keluar untuk mencari Mahira. Pria itu benar-benar ingin meyakinkan diri bahwa wanita yang bertemu dengan dirinya di koridor adalah sang istri.“Aku tahu. Dia pasti sedang menolong korban kecelakaan.” Elvis berjalan cepat menyusuri bangsal dan berhasil menemukan sang istri.“Dokter Mahira,” sapa Ela.“Ini obat yang Anda minta.” Ela memberikan botol kepada Mahira.“Terima kasih. Kita harus menghentikan pendarahan pada luka anak-anak.” Mahira bergerak sangat cepat.“Mama!” teriak anak sekolah yang ketakukan melihat darahnya.“Tenang, Sayang. Ibu dokter akan menolong kamu.” Mahira membersihkan rambut dari wajah anak yang masih sekolah di taman kanak-kanak. Wanita itu mencium dengan lembut.“Ibu Dokter.” Tangisan anak itu seketika hilang. Dia tersenyum pada Mahira.“Pintar. Ini tidak akan sakit.” Mahira segera mengobati luka dan membungkusnya dengan kain kasa.“Kita pindah ke tempat tidur ya.” Mahira dengan mudah menggendong pasien yang masih anak
Elvis duduk di ruang makan bersama Relia, Sasa dan Elvita. Pria itu terlihat hanya diam saja menatap makanan yang ada di piringnya. Pikirannya melayang kepada Mahira yang didatangi seorang pria dari masa lalu sang istri.“Elvis, hari ini kamu temani Sasa ke rumah sakit,” ucap Elvita dan tidak ada respon dari pria yang sedang melamun itu. “Kak Elvis.” Sasa menyentuh tangan Elvis.“Ya.” Elvis tidak tahu apa yang dibicarakan oleh ibunya. Pikiran pria itu jauh pada istrinya yang tampil cantik dan sangat berbeda ketika masih bersama dengan dirinya.“Terima kasih, Kak.” Sasa tersenyum.“Untuk apa?” tanya Elvis bingung.“Menemaniku ke rumah sakit untuk memeriksa kakiku,” jawab Sasa menatap Elvis.“Aku harus ke kantor,” ucap Elvis.“Kalian pergi di jam istirahat,” tegas Elvita.“Sasa sudah buat janji dengan dokter di rumah sakit kemaren. Jadi, kalian tidak perlu mengantri lagi,” jelas Elvita. “Hmm.” Elvis benar-benar lupa bahwa itu adalah rumah sakit tempat Mahira bekerja. Dia terlalu banyak
Feliz duduk di halaman rumah Mahira. Pria itu tidak bisa menunggu lama untuk memberitahu semuanya kepada cinta masa kecilnya. Dia tidak bisa mengembalikan ingatan yang telah hilang, tetapi bisa memulai semuanya dari awal. “Kenapa pria ini di sini?” Mahira menghentikan mobil dan segera turun.“Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya Mahira berdiri di depan Feliz. “Mahira.” Feliz beranjaka dari kuris dan tersenyum. Dia senang melihat tatapan tajam dan penuh curiga dari Mahira. “Apa Anda mengikuti saya?” tanya Mahira. “Ya. Aku terus mencari keberadaan kamu dari sejak kita berpisah di masa lalu.” Feliz tersenyum.“Apa maksud kamu?” Mahira benar-benar curiga kepada Feliz. “Mahira. Aku pikir kamu melupakan aku begitu saja, tetapi kamu hilang ingatan,” ucap Feliz. “Apa?” Mahira terkejut dengan ucapan Feliz. “Llihatlah semua ini! Aku menyimpannya begitu lama agar bisa diperlihatkan kepada kamu, tetapi pasti semua ini tidak berguna karena kamu pernah kehilangan ingatan karena kecelakaan.”
Relia menghentikan mobil di mini market. Wanita muda itu mau membeli keperluan pribabadinya. Dia keluar dari kendaraan merah dan melihat mobil putih yang mewah.“Mobil ini cantik sekali.” Relia tersenyum.“Terlihat elegan dan berkilau. Pemiliknya pasti cantik.” Relia masuk ke dalam mini market. Dia melihat seorang wanita yang mirip dengan Mahira, tetapi tampil jauh lebih cantik, rapi dan mahal.“Apa Kak Mahira punya kembaran. Mereka begitu mirip hanya beda penampilan saja.” Relia terus memperhatikan Mahira yang sedang membeli kebutuhan dapurnya.“Permisi,” sapa Relia yang sudah tidak tahan dengan dirinya untuk menyapa Mahira.“Relia, apa kabar?” Mahira tersenyum pada Relia dan memegang tangan adik iparnya.“Apa kamu Kak Mahira?” tanya Relia menatap Mahira dari atas hingga bawah. Wanita di depannya benar-benar berbeda dari terakhir kali dilihatnya.“Ya. Apa kamu tidak mengenaliku?” Mahira tersenyum.“Kak Mahira benar-benar cantik.” Relia terpesona melihat Mahira hingga di menggelengkan
Feliz berada di perusahaannya. Pria itu benar-benar heran karena Mahira tidak mengenalinya. Mereka sudah bertemu dua kali dalam jarak yang cukup dekat.“Permisi, Pak. Ini informasi tentang Nona Mahira.” Seorang wanita masuk ke ruangan Feliz.“Apa yang kamu dapatkan?” tanya Feliz.“Non Mahira pernah mengalami kecelakaan hingga koma dalam waktu yang lama. Ketika sadarkan diri. Dia tidak ingat apa pun,” jelas sekretaris Feliz.“Apa?” Feliz terkejut. Dia segera membuka berkas yang ada di dalam map. Pria itu tidak tahu bahwa Mahira mengalami kecelakaan yang snagat tragis dan parah hingga membuat ibunya meninggal dunia.“Pantas saja dia tidak mengenaliku. Ternyata Mahira hilang ingatan di usia remaja.” Feliz meremas tangannya.“Ini yang membuatku tidak bisa menemukan Mahira hingga dia bersama Biyanka. Bagaimana caranya agar kita bisa seperti dulu, Mahira? Haruskan aku memulai semuanya dari awal pertama jumpa? Kita pernah berjanji akan menjadi pasangan di masa depan.” Feliz memegang foto Mahi
Mahira mengetuk pintu kamar pasien dengan lembut dan membukanya. Dia tersenyum cantik kepada Agus yang memang sudah menunggu kedatangannya. “Selamat pagi.” Mahira menarik kursi dan duduk di samping Agus. Wanita itu begitu lembut. Tatapan matanya penuh dengan kasih sayang. Air mata mengalir membasahi pipi Agus. Anak kecil itu segera mencium tangan Mahira. Dia menangis dan tersenyum. “Kenapa menangis? Apa ada yang sakit?” Mahira mengusap kepala Agus dengan tangan yang lain dan mencium dahi pasien mudanya. “Tidak,” ucap Agus pelan. “Hah!” Mahira terkejut karena pasiennya sudah bisa bicara. Padahal baru kemarin mereka melakukan operasi pembersihan darah beku pada otak pasien. “Syukurlah. Bagaimana kabar Agus? Bu Dokter yakin akan segela pulih dan sehat kembali. Semangat ya. Sekarang Bu Dokter periksa dulu.” Mahira tidak meminta bantuan asistennya. Dia memeriksa sendiri Agus. Wanita itu selalu menjalin hubungan yang baik dengan para pasien. Sang dokter tidak hanya menerima laporan da