Tania tak merespon lagi. Sementara Bee yang menyadari itu, mulai terlihat ingin berbicara kali ini. Pandangannya menatap apapun begitu tajam. Begitu lihai memahami situasi yang menerpa Tania. Ia mungkin sudah bisa menebak kesimpulan dari pembicaraan Tania, pengakuan Tuan Mori, dan juga Tuan Hakim."Aku ingin kau mendengarkan aku kali ini. Bisa, kan? Aku ingin beberapa hal bisa menjadi lebih mudah untuk kita tidak sandiwarakan lagi. Tania, kau ingat saat kau muncul dari luar pintu, mengatakan tak betah di kantor polisi, dan meninggalkan jenazah ibumu di rumah sakit? Itu semua adalah sesuatu yang menjadi awal kecurigaanku padamu. Sayangnya kau sangat pandai membuat drama dan bersikap, seolah-olah tak terjadi apa-apa. Kau menyimpan semua kesalahan hanya dalam satu kotak kepolosan. Namun dari situ timbul ketidaktegaan dari aku dan juga Briella.""Kenapa repot-repot peduli padaku, Detektif Bee? Bukankah memang tugasmu untuk memecahkan kasus tanpa melihat latar belakang pelakunya? Kau sediki
“Mungkin benar adanya. Dirasanya Tania menjadi alat hidup yang bermutu di sini. Kita bisa saling tukar pikiran dan menganggap ini bukan tentangTania saja. Em,maksudku... Tania mungkin memiliki alasan dan masalah pribadi yang tak perlu dibahas dan kita paksa untuk terlalu ditelusuri terus-menerus. Kita hanya perlu menerima semua penuturannya sejak awal sebagai sebuah kejujuran yang terbatas. Bisa kan, Tuan Hakim?”“Ya, aku mengerti. Mungkin Tania bisa menilai sendiri perasaannya yang tabu dan tak bertanggungjawab itu. Kelainan yang mungkin belum ada jawabannya. Hanya bisa dirasakan dan belum memiliki nama simbolis secara psikologis. Tania, apa kau ingin menikmati berdiskusi dengan kami sebelum kau harus masuk ke dalam dunia besi beruji itu?”“Terserah kalian saja, aku sudah tidak peduli dengan dunia dan rasa sakit apapun. Bagiku, dunia hanyalah permainan layaknya mainan yang dijual di pabrik tempat Tuan Mori bekerja. Ayahku pun juga jika masih hidup, pastilah sangat menghargai hidup seb
“Kau akhirnya mengerti juga. Aku mungkin bukan penggemar wanita menyebalkan itu. Aku membunuhnya juga karena menginginkan kematian yang membuatnya tidak terlalu lama menahan sakitnya. Aku justru menyelamatkannya dari kepedihan yang berlarut-larut.”“Kau memang gila, Tania sayang.”“Aku pikir aku memang tidak pernah merasa tidak gila. Kau tahu apa yang aku maksud, Tuan Hakim.”“Itu seperti sebuah misi tentang kematian hati nurani. Semua itu adalah akar yang menggagumu, kan? Hebat sekali kau bisa baik-baik saja selami ini dengan menampung semuanya sendirian. Kau bahkan rela menjadi pembunuh.”“Aku tak ada pilihan selain menyingkirkan semua hal-hal baik yang masih tersisa di dalam hati nuraniku. Persidangan tertutup ini masih bersifat valid, kan, dari awal?”“Tidak juga, kau bisa menghadap hakim dan meminta semuanya diringankan padamu, supaya kau bisa bicara kepada psikiater. Jadi kami rasa, kau tidak boleh langsung berurusan dengan penjara. Itu sangat berbahaya untuk status mentalmu. Aku
“Aku paham arah dan isi moralnya.Tetapi apakah kau selalu sensitif terhadap segala hal yang menyangkut moral, Tania? Kau selalu bisa mempertahankan hak untuk bertanya balik.”“Aku memang begitu. Tapi untuk saat ini tidak terlalu.”“Tania, kau boleh berhenti dari berpikir demikian sekarang. Kau masih memiliki kesempatan agar mendapatkan pengurangan hukuman. Silahkan letakkan hatimu dengan baik jika kau merasa masih memiliki hati nurani. Kau paham dengan moralitas dan sangat sensitif terhadap itu. Baiknya kau pikirkan lagi dengan matang. Kebenaran yang utuh hanya dan kebenaran yang menyeluruh. Kau pasti bisa membandingkan keduanya untuk bisa lebih berpikir jernih dalam memutuskan segala sesuatu.”“Ya, aku akan bersumpah untuk itu. Kau berhasil membuatku sedikit luluh, Nona. Aku perlu sedikit berterimakasih karena kau memang pantas mendapatkannya.”“Hmm, iya. Persidangan akan selesai pukul sebelas siang. Kita masih memiliki banyak waktu untuk membuatmu memahami diri sendiri lebih baik. Se
“Jadi itu adalah pistol yang kau sembunyikan di atas pohon itu juga?”“Tepat sekali. Saat mereka merasa sudah memojokkanku, mereka meminta agar aku menyerahkan diri ke polisi. Saat itulah satu persatu dari kepala, dada, dan perut mereka tertembus peluru dari pistol yang aku tembakan. Anggap saja itu adalah pembunuhan yang berbeda. Pembunuhan yang tidak terencana. Sebuah pemasanan sebelum pembunuhan yang sebenarnya.”“Jadi racun itu juga adalah racun yang membunuh ibumu?”“Jika itu mudah ditebak untuk apa lagi harus kuberitahu, Nona.”“Kenapa kau tidak langsung pergi saja dari sana? Kau bisa langsung pulang tanpa meninggalkan jejak apa-apa. Tapi kau memilih membiarkan tubuh mereka berserakan di luar. Kau malah menyeretnya keluar ruangan. Itu adalah tindakan yang sangat hebat untuk menghapus praduga terhadapmu. Tapi kau mengakuinya sekarang.”“Ya, untuk apa juga aku harus pergi buru-buru. Orang-orang akan menganggap itu sebagai kecelakaan kerja. Mungkin saja. Tidak ada manusia lain yang
“Astaga, tentu saja bukan. Aku hanya ingin memastikan, apakah kau menyukai hakim itu? Ataukah perlu diganti?”Tania tak begitu mengerti. Ia masih diam membatu. Menatap ke arah hakim yang sejak awal sebelumnya bertindak ganda. Seakan-akan ia disidang oleh seorang psikolog.“Kau tak perlu menjawabnya, Tania,” kata Tuan Hakim. “Kau tak perlu memaksa diri. Kita bisa memulainya dari awal lagi jika kau memang kurang bergairah jika aku yang berada di sini sebagai penanya. Karena ini sidang tertutup dan kami sudah mengerti apa yang terjadi pada dirimu melalui peran Nona Briella, yang berhasil meluluhkanmu meski tidak banyak, maka aku serahkan ruangan ini sepenuhnya pada Detektif Bee, Opposite Briella, dan juga Inspektur Renji. Mereka bertiga akan menjadi penolongmu agar bisa mengibur diri lebih lama. Aku pamit, Tania. Semoga harimu menyenangkan sebelum kau mendapatkan keringan hukuman di penjara itu nantinya. Jika kalian sudah puas, Inspektur Renji akan segera membawamu ke kantor polisi dan m
“Tentu saja, Tania.”“Mereka mengeksekusi hewan-hewan yang berada pada jadwal hari itu dengan cara selain dengan menggunakan racun. Itu adalah hal yang membuatku marah selain karena mereka mengambil jadwal tugasku. Mereka membunuh kucing-kucing itu dengan cara disumbat hidungnya sampai tak lagi bernafas. Kucing-kucing itu jadi merasakan kepedihan dari proses di luar tugas malaikat maut. Jika diracun, maka itu akan membuat kucing-kucing itu tidak akan mengalami kesadaran akan kematian mereka. Itu adalah cara yang paling benar. Monoksida tidak terlalu membuat rasa sakit pada hewan seperti kucing.”“Berarti kau tidak menggunakan jarum dan menusuk kucing-kucing itu saat tiba jadwal mereka?” “Benar, aku menaruhnya dalam minuman mereka. Dan kemudian mereka meninggal dengan tenang dan nyaman, Aku bahagia di setiap waktu tiba saat para kucing itu akhirnya terlepas dar rasa sepi dan tak dihargai lagi. Mereka akhirnya bisa menjadi tanah.”“Persoalan seperti memang bisa menjadi alasan, Tania. A
“Aku rasa iya, entahlah. Aku tidak tahu secara jelas tentang pikiran ayah. Aku melihatnya setiap hari sebagai manusia berkelamin lelaki yang bisanya hanya senyum, dan memuji putrinya cantik. Seharusnya aku mati saja saat itu. Jika kala itu aku meninggal, aku pasti tidak akan tumbuh menjadi pembunuh berdarah beku dan duduk di kursi ini membuat kalian kesusahan secara batin dan raga. Jika aku meninggalkan dunia waktu itu, ibu dan Bibi Keri tidak akan meninggal di masa kini. Juga para rekan-rekan kerjaku itu, mereka tidak akan mati mengenaskan di tanganku karena perbuatan mereka.”“Kau salah, Tania,” kata Bee menyanggah.“Oh? Salah kata Anda? Bagian mananya yang salah dalam semua pengandaian takdir yang aku bicarakan tadi, Detektif Bee?”“Kau terlalu banyak salah dalam cara menilai takdir, Tania. Jika kau tak berada di ruangan ini dan duduk di kursi itu, kita juga tidak akan belajar tentang pemikiran-pemikiran seperti semua yang kau utarakan sejak awal. Kami akhirnya menyadari kalau tida
Aku menyampaikan bukan apa yang kuanalisakan. Aku menyampaikan semua kerangka hatiku terhadap PBB. Seperti ucapanku pada Sir Yadin, aku lebih suka menjadi pengamat daripada pendebat.Aku bahkan hanya menyampaikan empat poin dari tujuh poin yang ada di benak pikiranku. Padahal waktu masihlah setia menungguku selesai berargumen. Namun aku memilih menyimpan sisanya untuk sebuah niat yang abstrak.“Jika kita bicara perdamaian, maka kita tidak perlu bicara senjata! Bagiku, perdamaian di dunia ini hanyalah ilusi. Tidak akan pernah ada perdamaian karena manusia tidak akan pernah bisa saling memahami satu sama lain. Sejarah telah mengatakan itu semua,” bukaku menahan kegugupan.“Jika Anda berargumen lima anggota tetap PBB tidak boleh dihapuskan dengan alasan senjata yang kuat, maka pernyataanku tentang perdamaian sebelumnya itu benar. Semua negara hanya memposisikan diri layaknya boneka-boneka manis yang saling memeluk. Sementara di balik itu ada peran
“Bee, kau tak lihat kesusahanku?”“Iya Pak, aku bantu!” responku seraya tersenyum miring. “Kambing ini akan melahirkan daun-daun muda paracendekia juga Pak?”“Ah, kau ini membahas apa? Kau tak tahu kita akan melakukan karantina untuk mahasiswa-mahasiswi terpilih?"“Lomba apa?”“Ini untuk persiapan lomba debat di Bali yang aku ceritakan pada kau waktu itu!”“Oh, iya. Baiklah. Lalu?”“Kau juga harus ikut.”“Tapi Bahasa Inggrisku kurang manjur sebagai alat perdebatan. Akan lebih berfungsi jika digunakan merangkai puisi dan cerita pendek, Pak!”
“Iya, baiklah. Thank you, mr … atas tumpangan berharganya.”“Oh? Maksudnya?”“Hem … tidak. Bukan apa-apa,” balasnya senyum. Ia lalu masuk ke asrama puteri.Dan aku kembali merencanakan sisa impianku yang belum kelar. Picolo akan menjadi tangan kananku untuk bisa meraih langit Melbourne. Aku tak bermaksud mempermainkan kejantanan Picolo. Aku ingin dia menjadi seperti halnya Mus yang dulu. Nama mereka juga sama.Ya, tidak ada pertemuan tanpa maksud. Selalu ada alasan di balik semua wujud perpisahan. Dan gadis berjilbab zebra tadi, akan menjadi loncatan asmara yang menghadirkan relikul pilihan bertubi-tubi dalam hidupku. Aku harus memilih antara bertemu dengan impianku atau menggarisbawahi drama asrama picisan bersamanya.
Kertas bertuliskan Macquarie di atas dinding asrama sudah terlihat lagi lima bulan kemudian. Sebulan kemudian yang kumaksud adalah di bulan Agustus ketika burung-burung camar menyapu udara kotor secara gamblang di langi-langit pagi. Aku menerima kabar perpisahan spektakuler pagi-pagi. Namun hatiku berhijrah ke arah ruang alasan pencabutan kertas putih itu.Pencabutan itu menyisakan kesendirian bagi gambar Melbourne dan deretan impianku bersama Mus. Tak ada lagi orang ketiga. Di antara baris mimpi tertulis itu, hanya impian-impian kecil seperti memiliki laptop, handphone, sahabat, keterampilan pendukung, dan lainnya yang terwujud.Lantas masih banyak target-target kecil dan satu impian besar belum bisa diberi tanda. Dan impian terbesar itu kau tahu sendiri, berjumpa dengannya di Melbourne.Andai aku cekatan dalam menafsirkan maksud, mungkin mudah bagiku menebak esensi Mus berjumpa denganku di Melbourne atau Sidney sementara ia berada di negeri tetangga. Jika kau lebih paham dariku, kau
“Mr melamunkan apa?”“Big Bos?”Picolo dan Zoro tersentuh.“Aku tidak apa-apa. Hanya tiba-tiba tersengat masa lalu.”“Itu filosofi?” tanya Harry Potter yang telah bangun.“Big Bos selalu penuh dengan gramatikal pemikiran baru,” puji Takiya yang ternyata telinganya semakin hidup.Itu adalah tahun permulaan aku merasakan rasanya namaku dipanggil dengan awalan ‘mr’. Aku juga merasa tua dan jiwa pemuda seolah-olah tertimbun kepingan-kepingan polos penasaran mereka. Dan itu berlaku setiap waktu. Untungnya sebutan ‘Amak Toak’ milik Bang Ari tidak bereinkarnasi padaku sebagai pengganti beliau.Namun diskusi aneh itu tak berlanjut. Waktu perkuliahan menggunting kesempatan dari pertanyaan bodoh kami keluar. Meski semua anggota ‘6 Kelana’ mengambil program studi Bahasa Inggris, tidak menutup batang otak kami untuk mendiskusikan hal-hal lain. Ya, mesk
Aku juga pernah mendapat ingatan dari sekuel Room Nakama, tentang kisah seorang yang sudah meninggal. Ia adalah pendiri Room Nakama dan merangkum kisah tawa dan lara. Saat itu, Bee yang dirindukan Natalie memiliki kisah masanya sendiri bersama teman-temannya yang dulu.Dia adalah belahan kisah dari ingatanku. Aku dan sahabatku bernama Mus serta beberapa penggal memori yang dulu.Mimpi terjauh di atas kerak bumi yang mesti kugali sedalam mungkin, timbul liar di baris-baris cerita selanjutnya. Namun sekali lagi, mimpi bertemu dengan Mus di Melbourne masih jauh. Ah! Mungkin kau belum paham lantaran kita masih sampai permulaan. Aku harap kau tahan dengan apapun bentuk pelapisan diri dan perjuangan harapan yang kulakukan nanti.Dan mimpi kejauhan yang kumaksud akan dimulai di pertengahan cerita. Genre-nya tragedi, berlumur asmara, dan kalian tetap mesti bersabar untuk air mata yang kujalani.Dan keringat harga diriku berbuah manis, meski mahasiswa baru yang hadir di angkatan setelahku itu
Sejatinya memang benar, Mus dan Hajar merencanakan pertemuan ini dengan cara yang cukup menyiksa kejiwaanku. Sebab Mus, Hajar, dan para anggota Enam Kelana, detik itu tersenyum ke arahku tanpa merasa berdosa.Aku sedih tapi sangat bahagia. Tak ada kamus tebal manapun yang sanggup mengartikan kebahagiaan sekaligus kesedihanku kala itu. Aku menerjang derita dan tawa tertahan yang seirama. Mereka semua pun menertawakan kelemahan diriku, yang gagal menebak pikiran Mus dan semua permainan itu.Selepas itu, pemandangan baru tercipta di langit Sidney. Aku akhirnya bisa menyaksikan Picolo dan Mus, dua orang dengan nama asli yang sama, berada dalam satu ranah pertemuan paling konyol se-muka bumi Australia. Takiya, Zoro, Wolf, Snoopy, dan Harry Potter juga rela meninggalkan rutinitas formal yang mereka demi menjemputku."Aku berandai-andai bisa mengejutkan kalian semua dengan kepulanganku. Tetapi, yang terjadi malah ...""Kau sehat-sehat saja, Big Bos kebanggaan ka
Di sini aku semakin curiga.Kakek Hwang memutar balik punggung Mus, saat kami turun dari trem. Gerakan itu adalah tanda beliau meminta Mus, menuntun sebuah keputusan. Sebenarnya aku tidak mengerti. Seakan ada yang keduanya sembunyikan dariku.Tetapi bagaimana mungkin? Sebuah perencanaan sandiawara memerlukan tidak hanya sekali pertemuan. Sementara Mus dan Kakek Hwang baru kali itu bertemu dengan kami.Entah kenapa jiwa detektifku kumat. Aku yang sempat berangan-angan menjadi seorang polisi seperti pada cerita Room Nakama, akhirnya pada suatu titik nantinya, memilih meninggalkan Mus dan Hajar sementara. Saat terakhir aku kembali ke Sidney, aku hanya mengerjakan tugas-tugas duniawi dari Professor kesayanganku.Memegangi tingkat depresi secara pribadi di antara gang-gang sempit di dalam ruh pikira
"Hm, mengenai itu ... jawabannya mudah sekali, Bee.""Apa, Mus?""Ia pasti melihat WhatsApp story Hajar. Entah tulisan Hajar itu berisi dirinya yang ingin menemukan kita, atau keadaan dirinya yang baru saja berada di Australi. Seorang yang melihat ponsel orang lain dengan bahasa percakapan asing, pasti langsung mengerti jika seseorang itu berasal dari negara yang berbeda. Apalagi melihat permulaan identitas nomornya.”"+62!""Ya, lantas juga pria itu menghubungi nomormu, karena kemungkin besar nomormu berada di posisi paling atas ... sebagai seorang yang dominan dihubungi oleh Hajar sebagai si pemilik ponsel. Apa aku benar?'"Kau sangat benar, Mus. Tepat dan sangat cerdas.""Haha, dan kau masih khawatir lagi?"