Tania pun masuk. Ia terlihat sayu dan kosong.“Jadi, sepertinya orang-orang tanpa alibi yang jelas adalah empat orang ini. Meski Tuan Mori terluka, itu tidak jadi alasan ia bukan pelakunya. Kita bisa menyisihkan Tuan Mori sementara agar lebih mudah. Ha, ha! Pelakunya ternyata memiliki kecerobohan juga,” kat Bee lagi.“Aku mengerti. Aku ingin bicara dengan masing-masing dari kalian secara terpisah nanti sementara. Aku akan meminta meminta kalian menunggu. Lalu, aku ingin setiap orang untuk memeriksa lahan di lingkungan ini. Senjatanya seharusnya masih ada di sekitar luar rumah,” jelas Inspektur Renji.“Kita harus menemukannya,” kata Bee.“Hei, Bee, berapa banyak yang kau dapat?” tanya Briella.“Lumayan! Mungkin tujuh, empatnya ada di aku, dan totalnya ada padamu yang sudah merincinya di monitor, kan?“Aku tahu itu. Aku juga punya lebih dari tujuh kecurigaan.”“Pertama adalah senjata yang pembunuhnya bawa dari tempat kejadian. Pelaku memakai banyak waktu untuk mengunci semuanya. Jika se
“Baiklah, Briella, pastikan kau memegangi talinya,” kata Bee dengan nada bergetar. “Hah, kenapa sampai harus seperti ini? Benar-benar pembunuh yang merepotkan.”“Hei, bagaimana Bee?”“Lebih mudah dari yang kukira.”“Yang artinya, pembunuhnya turun ke beranda kecil ini.”Bee mendarat di luaran tembok yang cukup tinggi di dekat kamar Tania. Di posisi belakang rumah. Dan ada pohon yang tumbuh di luaran rumah itu, di luar dari batas tembok rumah.“Apa itu? Ternyata dari sini lebih jelas, sesuatu tersangkut di pohon.”“Di mana?” tanya Briella.“Di pohon itu, tepat dari pandangan aku berdiri. Jika dari dalam luar jendela, maka cukup sulit melihatnya. Pantas para petugas tak menemukan apa-apa sejak tadi.”“Oh iya, ayo akan meminta yang lain kesitu juga dari arah luar.”“Baiklah, mari kita periksa,” kata Bee dalam hati sambil menunggu Briella menyusul dengan para pemeriksa.“Sekarang apa yang kau lakukan, Detektif Bee?” tanya Inpektur Renji yang sudah tiba di halaman luar tembok rumah.“Apaka
“Pembunuhan kejam yang melibatkan Bibi Keri yang lembut. Di luar akal sehat,” ucap Briella.Nyonya Smtih, Tania, para penjaga, dan petugas pemeriksa, telah meninggalkan ruangan kamar Tania. Tersisa hanya Bee, Briella, dan Inspektur Renji.“Jika nanti kita menemukan senjata pembunuh di kamar, maka si pelaku sebenarnya itu harus mengaku,” kata Bee.“Apa?” ucap salah seorang petugas polisi.Semuat petugas polisi yang tersisa, terkejut dengan pernyataan singkat yang dilontarkan Bee. Dirinya benar-benar ceplas ceplos ketika Tania sudah pergi. Mungkin memang Tania...“Jadi kau belum tahu pelaku aslinya?”“Biar Inspektur Renji saja yang menjelaskan. Bagaimana kalau kita menginap dulu di sini, Briel?” Bee menyarankan dengan senyum dingin.“Ya, kami akan pergi hari ini. Tapi kami akan kembali besok untuk mencari senjata itu," ucap inspektur.“Yah, kurasa kami juga h
“Dasar bodoh, lihatlah baik-baik. Itu bukan tas Tuan Mori. Itu adalah tas milikku!” ujar Bee.Tania semakin tersudut.“Lagipula, kamar Tuan
“Begitu, aku sedikit bisa memahamimu detik ini, Tania. Tetapi, itu hanya cerita dan tidak bisa dijadikan alasan untuk mengurangi hukuman.”“Memangnya aku mengatakan itu adalah dongeng? Jika kalian tidak percaya cek saja penelusuran jejaring internet, kalian akan mengetahui siapa lelaki yang membunuh anak kecil itu. Aku tidak mengatakan kalau ilmuku sebanding dengan pria hebat itu. Aku hanya ingin kalian mengerti, kalau niat baik tidak selalu harus terlihat baik pula di mata manusia lain dalam bentuk perbuatan baik. Sebaliknya, banyak di dunia ini manusia-manusia yang mencerminkan kebaikan, namun malah merusak dari dalam karena memiliki niat yang tidak wangi. Lagipula, aku tidak mengharapkan pengurangan hukuman. Kalian semua yang ada di sini termasuk Anda, Tuan Hakim, belum lah lantas mencerminkan aku jauh lebih buruk dari kalian dan kalian baik hatinya daripada aku.”“Kami tak ada niat mengarah pada hal demikian, Tania. Ini semua adalah tu
Ucapan Tuan Hakim tak digubris Tania, ia memilih dengan nada memaksa agar Nyonya Smith menemaninya di depan. Entah apa yang rencanakan. Hal itu membuat Nyonya Smith emosi. Bagaimana tidak, Tania berencana memfitnahnya dan suaminya sehingga harus merasa ketakutan seolah mereka lah tersangkanya.“"Kau tak dengar, Tania? Kau ingin menjadi berandal kecil ya, sekarang?" Aku merasa sudah tak dihiraukan lagi. Jadi aku juga sebaiknya pergi dan keluar saja dari sini, Tuan Hakim. Kalau dilihat-lihat pun, Tania tak akan macam-macam lagi.""Ya, Tania memang sedang kebingungan. Perasaannya yang sekarang tak menjamin apa-apa. Sementara ini, kita biarkan ia tenang dan Anda boleh pulang lebih dulu, Nyonya Smith.Nyonya Smith pun bergegas pulang. Ia menahan tangis dan sambil menahan isak tangisnya, ia mendekati Tania lagi lalu mencium keningnya."Sebaiknya kau memang harus merasa bersalah, sayang. Aku sebenarnya sangat menyayangimu," ucap Nyonya Smith dan benar-benar pergi."Apa itu harus dilakukan? A
“Ha, ha! Saat itu sebenarnya ibu belum meninggal, aku hanya memberinya obat tidur dan mendudukkannya di kursi kamar Nyonya Smith. Sebelumnya aku memang sudah mengirimnya pesan misterius yang berbunyi, “Pembunuh!” Aku tak menyangka Nyonya Smith yang keras kepala ternyata rapuh dan mudah dipengaruhi. Itulah alasan dirinya ketakutan saat aku memecahkan kaca jendela kamarnya dan bersembunyi di balik tirai. Saat ia menyamar dan kabur menggunakan mobil dengan alasan ingin menelpon polisi, aku aku keluar dan melihat ibuku siuman. Aku menelepon Tuan Mori, memintanya menjemput ibuku di rumah. Aku meninggalkan rumah sebelum ibuku melihatku masih ada di rumah dan tidak jadi pergi les.”“Hmmm... jadi itu alasan Bibi Keri kebingungan saat melihat memperkirakan waktu keberadaan Mrs. Key yang berbicara dengannya usai membeli bahan makanan, dengan Mrs. Key dan Nyonya Smith yang ia lihat telah pergi.”“Ya, namun Bibi Keri juga ketakutan, ia memilih mengatakan jika saat itu Tuan Modi dan ibuku masih be
“Semacam halusinasi kecil-kecilan yang membuat orang-orang dewasa saling memandang satu sama lain pada umumnya. Ketika kita memiliki anak kecil usia lima sampai sepuluh tahun, biasanya memiliki coretan-coretan kebiasaan yang bersifat ambigu. Jka kita peka, maka setiap anak akan menuliskan cerminan sifat dan kepribadiannya dalam coretan itu. Itu adalah sebuah kebenaran, kan? Bagaimana menurutmu, Tuan Mori?”“Itu... aku kurang mengerti. Aku juga baru tahu dan mendengarnya dari Anda, Tuan Hakim. Aku bahkan tak menyangka ada ilmu psikologi sesederhana itu. Memiliki efek luar biasa hanya dengan kepekaan dan keinginan untuk memperhatikan saja. Mendengar itu, aku merasa agak menyesal karena aku tidak pernah melihat Tania selayaknya keluarga kecil... sejak ia berumur delapan belas tahun. Key dulu semasa hidupnya, tak pernah aku lihat mengajak Tania untuk sekedar melakukan aktifitas yang menunjang kreatifitas. Harusnya aku cepat menyadari itu dan memberitahu Key, betapa hal sederhana seperti m
Aku menyampaikan bukan apa yang kuanalisakan. Aku menyampaikan semua kerangka hatiku terhadap PBB. Seperti ucapanku pada Sir Yadin, aku lebih suka menjadi pengamat daripada pendebat.Aku bahkan hanya menyampaikan empat poin dari tujuh poin yang ada di benak pikiranku. Padahal waktu masihlah setia menungguku selesai berargumen. Namun aku memilih menyimpan sisanya untuk sebuah niat yang abstrak.“Jika kita bicara perdamaian, maka kita tidak perlu bicara senjata! Bagiku, perdamaian di dunia ini hanyalah ilusi. Tidak akan pernah ada perdamaian karena manusia tidak akan pernah bisa saling memahami satu sama lain. Sejarah telah mengatakan itu semua,” bukaku menahan kegugupan.“Jika Anda berargumen lima anggota tetap PBB tidak boleh dihapuskan dengan alasan senjata yang kuat, maka pernyataanku tentang perdamaian sebelumnya itu benar. Semua negara hanya memposisikan diri layaknya boneka-boneka manis yang saling memeluk. Sementara di balik itu ada peran
“Bee, kau tak lihat kesusahanku?”“Iya Pak, aku bantu!” responku seraya tersenyum miring. “Kambing ini akan melahirkan daun-daun muda paracendekia juga Pak?”“Ah, kau ini membahas apa? Kau tak tahu kita akan melakukan karantina untuk mahasiswa-mahasiswi terpilih?"“Lomba apa?”“Ini untuk persiapan lomba debat di Bali yang aku ceritakan pada kau waktu itu!”“Oh, iya. Baiklah. Lalu?”“Kau juga harus ikut.”“Tapi Bahasa Inggrisku kurang manjur sebagai alat perdebatan. Akan lebih berfungsi jika digunakan merangkai puisi dan cerita pendek, Pak!”
“Iya, baiklah. Thank you, mr … atas tumpangan berharganya.”“Oh? Maksudnya?”“Hem … tidak. Bukan apa-apa,” balasnya senyum. Ia lalu masuk ke asrama puteri.Dan aku kembali merencanakan sisa impianku yang belum kelar. Picolo akan menjadi tangan kananku untuk bisa meraih langit Melbourne. Aku tak bermaksud mempermainkan kejantanan Picolo. Aku ingin dia menjadi seperti halnya Mus yang dulu. Nama mereka juga sama.Ya, tidak ada pertemuan tanpa maksud. Selalu ada alasan di balik semua wujud perpisahan. Dan gadis berjilbab zebra tadi, akan menjadi loncatan asmara yang menghadirkan relikul pilihan bertubi-tubi dalam hidupku. Aku harus memilih antara bertemu dengan impianku atau menggarisbawahi drama asrama picisan bersamanya.
Kertas bertuliskan Macquarie di atas dinding asrama sudah terlihat lagi lima bulan kemudian. Sebulan kemudian yang kumaksud adalah di bulan Agustus ketika burung-burung camar menyapu udara kotor secara gamblang di langi-langit pagi. Aku menerima kabar perpisahan spektakuler pagi-pagi. Namun hatiku berhijrah ke arah ruang alasan pencabutan kertas putih itu.Pencabutan itu menyisakan kesendirian bagi gambar Melbourne dan deretan impianku bersama Mus. Tak ada lagi orang ketiga. Di antara baris mimpi tertulis itu, hanya impian-impian kecil seperti memiliki laptop, handphone, sahabat, keterampilan pendukung, dan lainnya yang terwujud.Lantas masih banyak target-target kecil dan satu impian besar belum bisa diberi tanda. Dan impian terbesar itu kau tahu sendiri, berjumpa dengannya di Melbourne.Andai aku cekatan dalam menafsirkan maksud, mungkin mudah bagiku menebak esensi Mus berjumpa denganku di Melbourne atau Sidney sementara ia berada di negeri tetangga. Jika kau lebih paham dariku, kau
“Mr melamunkan apa?”“Big Bos?”Picolo dan Zoro tersentuh.“Aku tidak apa-apa. Hanya tiba-tiba tersengat masa lalu.”“Itu filosofi?” tanya Harry Potter yang telah bangun.“Big Bos selalu penuh dengan gramatikal pemikiran baru,” puji Takiya yang ternyata telinganya semakin hidup.Itu adalah tahun permulaan aku merasakan rasanya namaku dipanggil dengan awalan ‘mr’. Aku juga merasa tua dan jiwa pemuda seolah-olah tertimbun kepingan-kepingan polos penasaran mereka. Dan itu berlaku setiap waktu. Untungnya sebutan ‘Amak Toak’ milik Bang Ari tidak bereinkarnasi padaku sebagai pengganti beliau.Namun diskusi aneh itu tak berlanjut. Waktu perkuliahan menggunting kesempatan dari pertanyaan bodoh kami keluar. Meski semua anggota ‘6 Kelana’ mengambil program studi Bahasa Inggris, tidak menutup batang otak kami untuk mendiskusikan hal-hal lain. Ya, mesk
Aku juga pernah mendapat ingatan dari sekuel Room Nakama, tentang kisah seorang yang sudah meninggal. Ia adalah pendiri Room Nakama dan merangkum kisah tawa dan lara. Saat itu, Bee yang dirindukan Natalie memiliki kisah masanya sendiri bersama teman-temannya yang dulu.Dia adalah belahan kisah dari ingatanku. Aku dan sahabatku bernama Mus serta beberapa penggal memori yang dulu.Mimpi terjauh di atas kerak bumi yang mesti kugali sedalam mungkin, timbul liar di baris-baris cerita selanjutnya. Namun sekali lagi, mimpi bertemu dengan Mus di Melbourne masih jauh. Ah! Mungkin kau belum paham lantaran kita masih sampai permulaan. Aku harap kau tahan dengan apapun bentuk pelapisan diri dan perjuangan harapan yang kulakukan nanti.Dan mimpi kejauhan yang kumaksud akan dimulai di pertengahan cerita. Genre-nya tragedi, berlumur asmara, dan kalian tetap mesti bersabar untuk air mata yang kujalani.Dan keringat harga diriku berbuah manis, meski mahasiswa baru yang hadir di angkatan setelahku itu
Sejatinya memang benar, Mus dan Hajar merencanakan pertemuan ini dengan cara yang cukup menyiksa kejiwaanku. Sebab Mus, Hajar, dan para anggota Enam Kelana, detik itu tersenyum ke arahku tanpa merasa berdosa.Aku sedih tapi sangat bahagia. Tak ada kamus tebal manapun yang sanggup mengartikan kebahagiaan sekaligus kesedihanku kala itu. Aku menerjang derita dan tawa tertahan yang seirama. Mereka semua pun menertawakan kelemahan diriku, yang gagal menebak pikiran Mus dan semua permainan itu.Selepas itu, pemandangan baru tercipta di langit Sidney. Aku akhirnya bisa menyaksikan Picolo dan Mus, dua orang dengan nama asli yang sama, berada dalam satu ranah pertemuan paling konyol se-muka bumi Australia. Takiya, Zoro, Wolf, Snoopy, dan Harry Potter juga rela meninggalkan rutinitas formal yang mereka demi menjemputku."Aku berandai-andai bisa mengejutkan kalian semua dengan kepulanganku. Tetapi, yang terjadi malah ...""Kau sehat-sehat saja, Big Bos kebanggaan ka
Di sini aku semakin curiga.Kakek Hwang memutar balik punggung Mus, saat kami turun dari trem. Gerakan itu adalah tanda beliau meminta Mus, menuntun sebuah keputusan. Sebenarnya aku tidak mengerti. Seakan ada yang keduanya sembunyikan dariku.Tetapi bagaimana mungkin? Sebuah perencanaan sandiawara memerlukan tidak hanya sekali pertemuan. Sementara Mus dan Kakek Hwang baru kali itu bertemu dengan kami.Entah kenapa jiwa detektifku kumat. Aku yang sempat berangan-angan menjadi seorang polisi seperti pada cerita Room Nakama, akhirnya pada suatu titik nantinya, memilih meninggalkan Mus dan Hajar sementara. Saat terakhir aku kembali ke Sidney, aku hanya mengerjakan tugas-tugas duniawi dari Professor kesayanganku.Memegangi tingkat depresi secara pribadi di antara gang-gang sempit di dalam ruh pikira
"Hm, mengenai itu ... jawabannya mudah sekali, Bee.""Apa, Mus?""Ia pasti melihat WhatsApp story Hajar. Entah tulisan Hajar itu berisi dirinya yang ingin menemukan kita, atau keadaan dirinya yang baru saja berada di Australi. Seorang yang melihat ponsel orang lain dengan bahasa percakapan asing, pasti langsung mengerti jika seseorang itu berasal dari negara yang berbeda. Apalagi melihat permulaan identitas nomornya.”"+62!""Ya, lantas juga pria itu menghubungi nomormu, karena kemungkin besar nomormu berada di posisi paling atas ... sebagai seorang yang dominan dihubungi oleh Hajar sebagai si pemilik ponsel. Apa aku benar?'"Kau sangat benar, Mus. Tepat dan sangat cerdas.""Haha, dan kau masih khawatir lagi?"