Tidak ada respons apa pun, selain wajah tampan itu semakin ditenggelamkan di balik lipatan lengan. Rose tidak ingin mengira suaminya persis seperti bocah kecil yang menyembunyikan sesuatu darinya. Theo menghindar untuk ditatap, itu sudah jelas dan dugaan Rose semakin bertambah pasti saat dia sendiri kesulitan menarik Theo sekadar mengubah posisi suaminya menghadap ke depan.Napas Rose panjang berembus ke udara. Sejenak dia berpikiran untuk menunduk demi membisikkan sesuatu. Namun, padanan kata yang tersusun di benaknya lenyap sejurus menemukan sebuah kotak terletak agak dalam di bawah ranjang. Benar – benar tidak asing di mata Rose. Dia mengulurkan lengan menyentuh benda tersebut. Seharusnya tinggal menarik keluar ketika ujung jemari Rose mencapai salah satu sudut dari kotak persegi, tetapi sebaliknya tindakan Rose tertahan oleh Theo yang menepisnya dan seakan sengaja, satu dorongan Theo membuat kotak itu menjorok jauh dari posisi mereka.Rose menggeram ingin marah—tertahan oleh wajah
Kain basah di tangan Rose menyapu sisa darah terakhir mengering di dada Theo. Sudah berulang kali dia melakukan hal yang sama. Membasuh, lalu membuat cairan kental merah itu terhanyut bersama tindakannya. Selama membersihkan tubuh Theo, Rose tiga kali beranjak pergi ke dapur mengganti air yang tercemar darah suaminya sendiri. Sempat pula membantu pekerjaan Beatrace membereskan kekacauan yang Theo sebabkan di ruang tempat mereka bernaung saat ini.Sebelumnya perlu usaha keras membebaskan diri dari dekapan Theo usai pria itu dipengaruhi secara penuh oleh obat tidur. Rose tidak ingin mengingatnya dan merasa itu tak perlu dibayangkan kembali. Dia fokus memperhatikan luka memanjang di dada Theo, menyakinkan itu bukan sekadar luka cakar biasa.Rose berasumsi kalau Theo membuka kaos putih polosnya sebelum menyayat dengan bagian kaca yang tajam. Kemudian mengenakan kaos itu kembali, sementara amarah membuatnya lupa—merah menembus jelas pada sesuatu yang berwarna putih. Itu adalah saat – saat
Rose tidak salah. Tidak akan pernah salah sekadar membedakan mana Theo dan Zever. Namun dia tidak mengatakan apa pun sejak saat itu, karena keterdiaman Zever hingga wajah yang menunduk lama memperhatikan lingkar lengannya membuat Rose mundur sangat teratur. Teratur diam – diam mendekati Lion dan duduk di samping pria tersebut.“Kenapa tidak mengatakan kalau itu Zever.”“Saya hampir mengatakannya tapi Anda menahan saya, Nona.”Betul. Seharusnya Rose tidak menghentikan ucapan Lion sebelum dia sampai menyentuh Zever. Netra Rose melirik tidak satu pun kegiatan yang Lion lakukan, minimal minuman di tangan Lion jika memang sedang beristirahat.“Dan untuk apa kau ada di sini, Lion?”Akan tetapi kekehan disusul wajah Lion yang mendekat sedikit membuat Rose menatap Lion tak percaya.“Menggoda tuan, Nona.”“Kau dari kemarin tidak ada habisnya. Mentang – mentang tidak bisa marah, jadi kau sering sekali menggodanya, begitu?”“Anda yang bicara begitu, Nona. Bukan saya.” Kepala Lion menggeleng sama
Rose segera meletakkan gelas di tangannya, daripada keputusan berikut akan menimbulkan hal – hal tak diinginkan dan justru menyebabkan benda itu terlepas—tumpah berserak. “Kenapa aku tidak bisa mempercayakan apa pun yang kau katakan?” Rose bergumam, memicing mulai selangkah lebih maju. Jarak yang dia bunuh membuatnya dengan mudah meraih lengan besar Zever—lalu merambat pelan menyentuh jemari dingin Zever yang seperti gumpalan es ketika Rose menggenggamnya.“Kau sangat tegang karena ketahuan menonton film semi, bukan?”Semakin gencar Rose berjinjit untuk berbisik. Hampir saja Rose tidak bisa menahan gelak tawa setelah menyaksikan wajah pucat Zever dan tubuh yang benar – benar kaku, tapi Rose menyukai bagaimana Zever tidak melakukan apa pun selain mencengkeram erat ponsel pemberian Lion di sebelah lengan yang terbebas.“Aku tidak menyangka kalau kau pria yang nakal, Zever.”Seringai di bibir Rose membekas jelas menyadari reaksi kecil Zever adalah konotasi dari bulu – bulu di tubuh pria
Cicip sedikit. Seteguk dua teguk susu itu tandas tak bersisa. Tiap pergerakan wajah Lion adalah reaksi pasrah meratapi tetes terakhir dari susu yang mendarat lolos di rongga mulut Rose. Sementara wanita itu hanya tersenyum usai mengusap permukaan bibirnya dengan punggung tangan.“Kau tidak keberatan aku menghabiskannya, bukan? Hitung – hitung sebagai hukuman karena sudah mengerjai Zever.”Rose pergi setelah meletakkan gelas kosong ke atas nakas. Meninggalkan Lion dan segala umpatan tertahan di ujung tenggorokan. Lion meraih ponsel di saku celana, kemudian berbalik cepat menuju dapur.“Matilah kau, Travis! Nona Rose yang meminum susu racikanmu!”[Lalu?]Satu kata dari ujung sambungan terdengar acuh tak acuh. “Lalu katamu?” Lion menjauhkan ponsel dan menatap benda pipi itu lamat. “Sekarang bagaimana?” tanyanya, begitu sibuk menuang susu dari botol ke dalam gelas kosong hingga terisi penuh. Dia mengapit ponselnya di antara garis bahu dan wajah yang dimiringkan ke samping.[Buat lagi yang
Terlalu manis dan memabukkan. Rose mengakui Zever adalah pemula yang handal. Bibir itu memagut nikmat, sementara lidah yang menjalar membasuh kegersangan dengan lembap saling mengikat. Pelan – pelan jemari Rose merambat menyentuh wajah Zever sekaligus memperdalam pagutan yang semakin basah dan panas. Rose nyaris kehabisan pasokan udara saat keduanya masih membagi liar, yang sama – sama menggebu ketika tautan bibir itu terlepas.Zever memandangnya lama itulah mengapa Rose mengambil pilihan untuk mengguling tubuh hingga duduk di atas permukaan perut berotot milik suaminya. Paparan lampu memberi sensasi menggiurkan pada wajah sedang meneliti serta bibir yang tak mengucapkan sepatah kata.Rose segera menunduk memainkan peran di ceruk leher Zever. Menyesap dalam sesekali pertemuan giginya mengikis permukaan kulit yang kemudian memerah. Desis tertahan Zever semakin menambah gairah yang meledak – ledak. Sentuhan Rose beralih pindah—mengecup pelan – pelan permukaan dada dengan perban masih men
Terbangun di samping pria sedang mendekap tubuhnya adalah rutinitas. Rose tersenyum singkat kemudian menepikan surai cokelat gelapnya yang teracak di depan wajah. Dia mengangkat lengan Theo sebentar, menelusuri bekas luka cakaran itu sesaat dan beralih pada jari – jari kasar dengan kuku – kuku yang memanjang. Pantas saja Theo mampu merobek kulit sendiri, yang sama artinya Rose harus melumpuhkan bagian tersebut.Secepatnya Rose beranjak bangun dan menyambar asal pakaian semalam. Tubuh Rose menepi ke sisi ranjang menarik laci nakas—terakhir kali dia meletakkan gunting kuku di sana.dan kembali merenggut benda itu keluar.Satu persatu kuku tangan Theo menumpul saat ujung gunting tersebut ditekan bersamaan dan bagian lainnya berfungsi untuk menggigit. Rose memang harus bertindak daripada Theo melakukan hal serupa di waktu – waktu tak terduga.Kegiatan Rose nyaris selesai pada tangan pertama, sesekali melirik ke arah pria yang nampaknya tertidur pulas—sudah tidak demikian ketika manik abu i
Derak – derak dari derap kaki berebut cepat menyusul sampai ke ruang bawah tanah terhenti oleh kekosongan yang mereka temukan. Seharusnya George Keneddy masih di sana, berada di antara jeruji besi yang di lapisi jeruji besi lainnya, tetapi bagian dari rapatan gembok yang telah dienskripsi kode – kode tertentu hancur seperti telah di-bom dan di-disfungsikan—membuat siapa pun, orang – orang di balik hilangnya Geroge Keneddy bekerja dengan mudah hingga tak terendus. Mereka lebih kepada ahli – ahli terlatih. Menyelesaikan masalah dengan cermat, orang – orang yang tentu sudah terbiasa terjun ke lapangan.“Apa ini, Tuan?”Perhatian Theo ditarik cepat menatap Travis bersama sebuah kotak persegi panjang, yang baru saja pria itu ambil saat menunduk ke bawah.Theo menerima pemberian kotak tersebut. Benda kecil dengan sebuah katup menempel di sana. Bagian tembus pandang persis memperlihatkan sebuah disk record dan segera merayu Theo untuk melepas katup itu secara kasar.Dugaan Theo terhadap bend