Jun terperanjat kaget mendapati Melina — Ibu kandung Herion muncul di hadapannya. Melina tidak mengabari Herion bahwa hari ini dia akan mengunjungi perusahaan sang putra. Sekarang Jun kebingungan harus mencari alasan yang seperti apa untuk mencegah Melina masuk ke ruangan Herion.
"Nyonya, kapan Anda datang? Sekarang Tuan—""Apa kau sedang mencoba untuk mencegahku masuk?"Melina melipat kedua tangan di dada sembari menatap tajam Jun. Sontak saat itu Jun berkeringat dingin sebab dia tahu seberapa menakutkannya Melina."T-Tidak, Nyonya. S-Saya tidak melarang Anda masuk." Jun gelagapan memberi jawaban kepada Melina."Baguslah. Biarkan aku masuk sekarang dan melihat sendiri apa yang sedang dilakukan anak kurang ajar itu."Jun menepuk keningnya, dia tidak bisa berbuat banyak demi menyelamatkan Herion dari amukan Melina.'Semoga Tuan diberi umur panjang oleh Tuhan,' batin Jun berdoa.Melina menerobos masuk ke dalam ruang kerja Herion. Melina tidak terkejut menyaksikan Herion berpelukan mesra dengan seorang perempuan. Dia sudah sering sekali memergoki Herion tengah melakukan hal tak senonoh."Pintarnya anakku. Di jam kerja malah bermesraan dengan wanita jal*ng," sarkas Melina.Herion terlonjak dari tempatnya duduk. Reyna pun terjatuh dari pangkuan Herion. Sosok yang paling ditakuti oleh Herion ialah Melina. Sangat berbahaya bila dirinya diamuk sang Ibu."I-Ibu ... apa yang membawa Ibu kemari?" Herion tersenyum canggung menyambut kedatangan Melina."Tentu saja untuk menemui anakku tercinta."Melina mendekati Reyna. Tatapannya menyiratkan ketidaksukaan terhadap gadis itu."Ya ampun, siapa wanita ini? Di mana kau memungutnya? Aku sudah mengatakan berulang kali kalau kau tidak boleh sembarangan bermain dengan gadis yang tidak jelas asal-usulnya," ucap Melina.Reyna merasa tertohok atas penghinaan yang dilontarkan Melina. Herion tidak memberi pembelaan apa pun atau melindungi Reyna dari kemarahan Melina."Maaf, Nyonya. Saya tidak bermaksud—""Aku tidak mau mendengar penjelasanmu. Aku tahu betul wanita sepertimu ini hanya menginginkan harta anakku. Sayang sekali, aku takkan merestuimu. Jadi, berhentilah menggoda Herion dan jangan pernah menginjakkan kakimu di Lotze Group!"Melina mengintimidasi Reyna. Sedikit pun ia tidak diberikan ruang untuk berbicara. Reyna mencoba melirik Herion, dia meminta tolong agar Herion mau membelanya di hadapan sang Ibu. Namun, Herion malah memalingkan wajah dari pemandangan tersebut."Apa lagi yang kau tunggu? Cepat keluar kau dari sini!"Melina menarik kasar tangan Reyna lalu mendorongnya ke depan pintu masuk. Seketika kejadian memalukan itu menjadi tontonan bagi orang-orang yang berlalu lalang."Hei, bawa dia ke luar! Jangan pernah izinkan dia masuk lagi ke perusahaan ini!" perintah Melina kepada beberapa orang di sana.Reyna pun diseret paksa ke luar. Reyna meronta-ronta meminta waktu sejenak untuk memberi penjelasan."Nyonya, saya mohon jangan usir saya seperti ini. Tuan Herion yang menggoda saya lebih dulu. Nyonya, tolong percayalah kepada saya!"Melina mengabaikan teriakan Reyna. Dia kembali masuk ke ruangan untuk memberi pelajaran kepada Herion."Herion, apakah ada yang perlu kau jelaskan kepada Ibu?"Herion beringsut mundur, dia menjaga jarak dari Melina demi menghindari pukulan sang Ibu."Tidak, aku tadi—"Bugh!Melina memukul punggung Herion berulang kali. Herion menjerit kesakitan dan memint Melina untuk segera menghentikan pukulannya."Dasar anak kurang ajar! Mau sampai kapan kau seperti ini?! Apakah mungkin kau berpikir kalau perusahaan ini sepenuhnya menjadi milikmu?! Selagi aku dan Ayahmu masih hidup, aku takkan pernah membiarkanmu mengotori kantor ini!""Tolong hetikan, Ibu! Aku mengaku salah. Tolong maafkan aku, aku janji takkan mengulanginya lagi.""Janji? Sudah berapa kali kau berjanji?! Tetapi, kau masih saja melakukannya lagi dan lagi. Aku lelah menghadapi sikapmu."Melina menghentikan pukulannya sambil mengatur irama napas. Herion meraba punggung dan lengan tangannya yang terasa sangat pedih."Ya sudah, begini saja. Besok malam kau harus pergi denganku menghadiri acara makan malam. Ada sesuatu yang ingin aku dan Ayahmu bicarakan. Kau harus datang besok, kau paham?! Jika saja, kau tidak datang, maka aku akan menendangmu keluar dari keluarga Lotze," gertak Melina."Kenapa harus tunggu besok? Malam ini saja kita bicarakan di rumah," ujar Herion membantah."Lebih bagus dibicarakan di luar. Awas saja kalau kau tidak datang, aku akan menggorok lehermu nanti."Ancaman Melina kali ini terasa amat menyeramkan. Darah Herion berdesir begitu mendengar ancaman tersebut. Dia hanya bisa mengangguk dan menuruti perintah Melina."Baiklah, aku pasti akan datang besok."Melina pun merekahkan senyum puas."Itu baru anakku. Kau harus menurut pada Ibumu ini kalau kau tidak mau kepalamu hancur karena pukulanku."Melina menepuk lembut pundak Herion. Dia sedikit senang karena Herion menurut padanya. Selepas itu, Melina pun pamit pulang. Herion langsung bisa bernapas lega seusai Melina menghilang dari hadapannya."Hampir saja nyawaku melayang." Herion terduduk di atas kursi. "Ibu adalah orang paling menakutkan di dunia. Tidak seharusnya aku mencari gara-gara. Apabila tadi aku membuatnya kesal, mungkin aku sekarang sudah tidak punya kepala."Herion merinding begitu ia membayangkan tubuhnya tanpa kepala. Dia menyandarkan sejenak punggungnya seraya berpikir apa yang sebenarnya hendak dibicarakan oleh kedua orang tuanya."Mungkinkah Ayah dan Ibu ingin menjodohkanku? Mustahil! Mereka tidak pernah peduli aku akan menikah atau tidak. Ya, mari berpikir positif. Semoga tidak ada hal buruk yang terjadi di hari esok."***Pada hari berikutnya, Vianca terlihat sedang terburu-buru turun dari mobil. Dia berhenti di salah satu restoran ternama di kotanya kala itu. Hari ini dia punya janji dengan kedua orang tuanya di restoran tersebut.Entah ada kejutan apa, Vianca tidak tahu sama sekali. Lalu ketika ia berjalan ke dalam, tanpa sengaja ia malah bertubrukan dengan Herion."Kenapa kau bisa ada di sini? Apa kau mengikutiku?!" Herion amat syok bertemu Vianca di restoran ini."Hah? Jangan terlalu percaya diri! Untuk apa aku mengikutimu? Aku kemari karena ada janji dengan Ayah dan Ibu," ucap Vianca."Benarkah?" Herion menatap curiga Vianca. Dia sungguh berpikir gadis itu diam-diam mengikutinya.Vianca pun memukul lengan Herion."Memangnya kau siapa harus aku ikuti ke mana-mana? Lelaki bajing*n sepertimu bukanlah tipeku."Herion meringis sakit karena pukulan Vianca cukup menyakitkan baginya."Ya sudah kalau begitu, syukurlah."Ponsel Vianca dan Herion berdering bersamaan saat itu. Mereka langsung mengangkat telepon yang ternyata dari orang tua mereka."Iya, aku baru saja keluar dari mobil. Tolong tunggu sebentar.""Iya, Ibu. Aku sedang berada di pintu masuk. Bersabarlah, aku pasti datang."Mereka berdua jalan secara terpisah menuju salah satu ruang VIP. Hingga keduanya serentak membuka gagang pintu masuk dalam keadaan tergesa-gesa sehingga mereka tidak sadar saat itu masuk ke ruangan yang sama."Maaf, aku terlambat," seru keduanya serentak.Vianca dan Herion berbarengan saling menoleh ke wajah masing-masing."Eh, kenapa kau ada di sini?" tanya Vianca."Seharusnya, itu pertanyaanku. Kenapa kau bisa ada di sini?"Vianca dan Herion melirik ke dalam ruangan. Keduanya menemukan orang tua mereka tengah duduk di meja yang sama."Kenapa Paman dan Bibi juga ada di sini?" tanya Vianca kepada Melina dan George."Tentu saja untuk bertemu denganmu, sayang," jawab Melina.Keluarga Vianca dan Herion sudah mengenal baik sejak dahulu. Terlebih lagi Melina berteman dekat dengan Shally. Tidak jarang mereka mengadakan acara gabungan antara dua keluarga.Hubungan keluarga Lotze serta keluarga Heigels terkenal sangat baik. Sehingga tidak heran mengapa Vianca bisa mengenal Herion sedari kecil. Walau hubungan keduanya buruk, tetapi orang tua mereka tetap saja masih sering berhubungan satu sama lain."Cepat masuk kalian berdua! Duduk di sini." George memanggil mereka untuk segera masuk ke dalam ruangan.Dengan langkah ragu-ragu, mereka berdua akhirnya memilih masuk daripada nanti kena amuk oleh Melina dan Shally. Entah kenapa firasat Vianca berkata buruk soal pertemuan kali ini."Kenapa bertemu di sini? Biasanya kit
Vianca langsung membelakangi sang Ibu begitu ditanyai soal perjodohan tersebut. Seharusnya Shally sudah tahu jawabannya tanpa ditanyakan. Anak gadis satu-satunya itu memang paling benci diatur. Shally tahu itu, tetapi dia tetap memaksa Vianca untuk menikah demi kebaikan sang putri."Ibu kan tahu aku berkomitmen tidak akan menikah seumur hidup. Mengapa sekarang Ibu malah menjodohkanku degan Herion?" keluh Vianca.Shally duduk di tepi ranjang Vianca. Tangannya perlahan mengusap lembut kepala Vianca. Dia menatap lembut punggung Vianca sembari mengulas senyum tipis. Sebenarnya, di balik ketegasan Shally, tersimpan kehangatan dan kasih sayang yang besar terhadap putrinya."Maafkan Ibu, sayang. Kalau tidak begini, kau takkan pernah berubah. Apa kau tidak bosan terus menerus menyakiti hati pria secara bergantian?"Vianca sontak bangkit dari posisi tiduran. Dia duduk menghadap sang Ibu."Tetapi, Ibu, aku ingin terus hidup seperti ini. Kalau aku menikah, itu artinya aku berpisah dengan Ayah da
"Berhentilah mengatakan omong kosong! Sekarang aku sedang pusing memikirkan cara membatalkan pernikahan ini."Herion menepis apa yang dibicarakan Breno barusan. Dia tidak mau memikirkan hal yang mustahil dia dapatkan. Vianca terlalu jauh berada di depan, dia takkan bisa menangkap hati Vianca. Begitulah yang dirasakan Herion kala itu."Kenapa harus dibatalkan? Cukup jalani saja. Apa mungkin kau takut Vianca kabur dan tidak kembali lagi?"Perkataan Isaak menyesakkan dada. Memang itulah yang terpikirkan oleh Herion."Mustahil dia kabur. Gadis itu tidak bisa hidup tanpa harta orang tuanya. Dia menjadi CEO Heigels Group dan menggunakan uangnya untuk bersenang-senang di luar sana. Tidak mungkin dia mau meninggalkan itu semua," ucap Herion."Ada benarnya juga yang kau katakan itu. Lalu bagaimana kau menanggapinya? Kalian berdua tidak punya pilihan lain selain menikah," ujar Isaak.Sekali lagi, Herion menghela napas panjang. Masalah ini cukup rumit ditampung di kepalanya. Dia tidak yakin terha
Vianca hari ini bersiap-siap untuk pulang ke rumah. Kondisinya sudah jauh membaik dari sebelumnya. Akan tetapi, Herion tidak pernah datang menjenguknya sampai hari ini."Vianca!"Tiba-tiba sahabat Vianca yaitu Diandra dan Lilica datang. Mereka berdua langsung memeluk Vianca. Setelah sekian lama mereka tidak bertemu Vianca, sekarang malah bertemu di rumah sakit."Kapan kalian kembali?" tanya Vianca."Kemarin, maaf kami baru sempat menjengukmu," ujar Diandra."Ternyata kau sudah mau pulang. Kami pikir kau masih lama di sini."Vianca mencubit pipi Lilica. "Apa kau bermaksud mendoakanku untuk sakit lebih lama lagi?"Lilica tertawa. Dia selalu saja seperti itu sedari dulu sampai sekarang."Bukan begitu maksudku. Aku pikir kau sakitnya sedikit lebih lama."Mereka berdua adalah teman Vianca yang dulu juga bersekolah di Rusia. Mereka berasal dari negara yang sama sehingga membuat mereka bisa berteman lebih dekat kala di Rusia dahulu. Sekarang mereka sama-sama bekerja di luar negeri. Hanya Vian
Di saat sudah lewat tengah malam, Vianca merasa sudah berada di batas kemampuannya untuk menenggak alkohol. Gadis itu nyaris kehilangan kesadaran. Dia mabuk karena terlalu banyak alkohol yang dia minum."Aku sudah tidak kuat lagi."Vianca menidurkan kepala di atas meja. Diandra dan Lilica sengaja tidak minum terlalu banyak supaya mereka bisa menyukseskan rencana mereka."Vianca, bangun! Hei, bangun!" Diandra mengguncang-guncang tubuh Vianca untuk memastikan apakah gadis itu benar-benar tidak sadar lagi."Sepertinya dia sudah minum terlalu banyak. Itu artinya Vianca sedang stres berat. Biasanya dia selalu menahan diri supaya tidak mabuk," ujar Lilica.Memang benar yang dikatakan Lilica. Vianca sekali pun tidak membiarkan dirinya berlarut dalam rasa mabuk. Akan tetapi, pada hari ini dia kebablasan sampai minum lebih dari sepuluh gelas.Diandra memberi kode kepada Breno kalau Vianca tidak lagi sadarkan diri. Breno dan Isaak paham, mereka akan melakukan rencana selanjutnya."Sepertinya Via
Seberkas cahaya matahari masuk melalui celah jendela kamar. Vianca seketika membuka mata karena terganggu oleh sinar mentari tersebut. Dia duduk lalu meregangkan otot-otot tubuh yang kaku."Eh? Bukankah semalam aku berada di club? Kenapa sekarang aku ada di kamar? Mungkinkah Diandra dan Lilica yang mengantarkanku pulang? Ya, mungkin saja begitu," gumam Vianca.Kemudian Vianca beranjak turun dari tempat tidur. Shally tiba-tiba masuk ke kamar untuk memastikan apakah Vianca sudah bangun atau belum."Oh, kau sudah bangun?"Vianca tersentak mendapati Shally masik ke kamarnya. Dia ingat kalau kemarin tidak meminta izin kepada sang Ibu. Sekarang Shally pasti akan mengomeli dia lagi."Aku baru saja bangun." Vianca berupaya tetap tenang dan santai."Vianca, apa kau tahu kesalahanmu kemarin?"Vianca merasa merinding ketika suara dingin Shally seolah-olah mengiris bulu kuduk. Vianca tersenyum kaku, mencoba agar kepanikannya tak terlalu terlihat jelas."Maafkan aku, Ibu. Aku tidak meminta izin per
Reyna tampak sangat marah begitu mendengar nama Vianca. Dia tidak menyukai gadis itu karena selalu menarik perhatian para lelaki. Tidak hanya pria dari kalangan bawah, bahkan pria dari kalangan konglomerat pun selalu mengejar Vianca. Hanya saja, gadis itu sedikit pemilih, dia menyukai pria bertubuh kekar dan bersifat lembut seperti Noel."Kenapa dia? Bukankah kau bermusuhan dengannya? Aku tidak bisa menerimanya kau direbut oleh wanita itu."Herion menghela napas panjang. Kekasihnya itu selalu saja menampakkan rasa irinya terhadap Vianca. Tanpa dia ketahui alasan yang jelas, Reyna selalu mengutarakan kebencian kepada Vianca."Tenang saja. Aku takkan jatuh cinta dengannya. Kau jangan merisaukan sesuatu yang tidak sepatutnya kau pikirkan," ucap Herion menenangkan Reyna.Dia hanya asal berbicara saja karena Reyna suka sekali mengamuk jika dia salah berbicara soal gadis lain."Benarkah? Awas saja kalau kau jatuh hati padanya," gertak Reyna secara lembut."Iya, aku tidak akan jatuh hati pada
Selepas itu, Vianca tidak lagi berbicara apa pun kepada Shally. Dia menolak untuk bersuara kembali meski Shally berulang kali berupaya memanggilnya. Namun, ia tak menyahut atau sekedar menoleh ke arah Shally.Pada akhirnya, Shally terpaksa keluar dari kamar Vianca. Sejenak ia membuang napas, pasrah terhadap tingkah Vianca yang tidak berketentuan."Anak itu ... ternyata dia sangat terluka. Aku harus berbicara dengan Herion."Shally langsung menghubungi Herion. Dia juga tidak bisa menyimpan lama-lama rahasia perihal perasaan Vianca. Detik itu, Shally menekan nama Herion di ponselnya. Untung saja Herion langsung mengangkat telepon darinya."Herion, apa kau sedang sibuk?" tanya Shally."Tidak, ada apa memangnya, Bibi? Apa ada sesuatu yang penting?"Shally tidak langsung menjawab. Dia diam selama beberapa detik sebelum akhirnya berbicara kembali."Bisakah kau bertemu Bibi sebentar? Ada sesuatu yang harus dibicarakan.""Baiklah, Bibi. Di mana kita akan bertemu?""Nanti aku akan mengirim pes
Selepas itu, Vianca tidak lagi berbicara apa pun kepada Shally. Dia menolak untuk bersuara kembali meski Shally berulang kali berupaya memanggilnya. Namun, ia tak menyahut atau sekedar menoleh ke arah Shally.Pada akhirnya, Shally terpaksa keluar dari kamar Vianca. Sejenak ia membuang napas, pasrah terhadap tingkah Vianca yang tidak berketentuan."Anak itu ... ternyata dia sangat terluka. Aku harus berbicara dengan Herion."Shally langsung menghubungi Herion. Dia juga tidak bisa menyimpan lama-lama rahasia perihal perasaan Vianca. Detik itu, Shally menekan nama Herion di ponselnya. Untung saja Herion langsung mengangkat telepon darinya."Herion, apa kau sedang sibuk?" tanya Shally."Tidak, ada apa memangnya, Bibi? Apa ada sesuatu yang penting?"Shally tidak langsung menjawab. Dia diam selama beberapa detik sebelum akhirnya berbicara kembali."Bisakah kau bertemu Bibi sebentar? Ada sesuatu yang harus dibicarakan.""Baiklah, Bibi. Di mana kita akan bertemu?""Nanti aku akan mengirim pes
Reyna tampak sangat marah begitu mendengar nama Vianca. Dia tidak menyukai gadis itu karena selalu menarik perhatian para lelaki. Tidak hanya pria dari kalangan bawah, bahkan pria dari kalangan konglomerat pun selalu mengejar Vianca. Hanya saja, gadis itu sedikit pemilih, dia menyukai pria bertubuh kekar dan bersifat lembut seperti Noel."Kenapa dia? Bukankah kau bermusuhan dengannya? Aku tidak bisa menerimanya kau direbut oleh wanita itu."Herion menghela napas panjang. Kekasihnya itu selalu saja menampakkan rasa irinya terhadap Vianca. Tanpa dia ketahui alasan yang jelas, Reyna selalu mengutarakan kebencian kepada Vianca."Tenang saja. Aku takkan jatuh cinta dengannya. Kau jangan merisaukan sesuatu yang tidak sepatutnya kau pikirkan," ucap Herion menenangkan Reyna.Dia hanya asal berbicara saja karena Reyna suka sekali mengamuk jika dia salah berbicara soal gadis lain."Benarkah? Awas saja kalau kau jatuh hati padanya," gertak Reyna secara lembut."Iya, aku tidak akan jatuh hati pada
Seberkas cahaya matahari masuk melalui celah jendela kamar. Vianca seketika membuka mata karena terganggu oleh sinar mentari tersebut. Dia duduk lalu meregangkan otot-otot tubuh yang kaku."Eh? Bukankah semalam aku berada di club? Kenapa sekarang aku ada di kamar? Mungkinkah Diandra dan Lilica yang mengantarkanku pulang? Ya, mungkin saja begitu," gumam Vianca.Kemudian Vianca beranjak turun dari tempat tidur. Shally tiba-tiba masuk ke kamar untuk memastikan apakah Vianca sudah bangun atau belum."Oh, kau sudah bangun?"Vianca tersentak mendapati Shally masik ke kamarnya. Dia ingat kalau kemarin tidak meminta izin kepada sang Ibu. Sekarang Shally pasti akan mengomeli dia lagi."Aku baru saja bangun." Vianca berupaya tetap tenang dan santai."Vianca, apa kau tahu kesalahanmu kemarin?"Vianca merasa merinding ketika suara dingin Shally seolah-olah mengiris bulu kuduk. Vianca tersenyum kaku, mencoba agar kepanikannya tak terlalu terlihat jelas."Maafkan aku, Ibu. Aku tidak meminta izin per
Di saat sudah lewat tengah malam, Vianca merasa sudah berada di batas kemampuannya untuk menenggak alkohol. Gadis itu nyaris kehilangan kesadaran. Dia mabuk karena terlalu banyak alkohol yang dia minum."Aku sudah tidak kuat lagi."Vianca menidurkan kepala di atas meja. Diandra dan Lilica sengaja tidak minum terlalu banyak supaya mereka bisa menyukseskan rencana mereka."Vianca, bangun! Hei, bangun!" Diandra mengguncang-guncang tubuh Vianca untuk memastikan apakah gadis itu benar-benar tidak sadar lagi."Sepertinya dia sudah minum terlalu banyak. Itu artinya Vianca sedang stres berat. Biasanya dia selalu menahan diri supaya tidak mabuk," ujar Lilica.Memang benar yang dikatakan Lilica. Vianca sekali pun tidak membiarkan dirinya berlarut dalam rasa mabuk. Akan tetapi, pada hari ini dia kebablasan sampai minum lebih dari sepuluh gelas.Diandra memberi kode kepada Breno kalau Vianca tidak lagi sadarkan diri. Breno dan Isaak paham, mereka akan melakukan rencana selanjutnya."Sepertinya Via
Vianca hari ini bersiap-siap untuk pulang ke rumah. Kondisinya sudah jauh membaik dari sebelumnya. Akan tetapi, Herion tidak pernah datang menjenguknya sampai hari ini."Vianca!"Tiba-tiba sahabat Vianca yaitu Diandra dan Lilica datang. Mereka berdua langsung memeluk Vianca. Setelah sekian lama mereka tidak bertemu Vianca, sekarang malah bertemu di rumah sakit."Kapan kalian kembali?" tanya Vianca."Kemarin, maaf kami baru sempat menjengukmu," ujar Diandra."Ternyata kau sudah mau pulang. Kami pikir kau masih lama di sini."Vianca mencubit pipi Lilica. "Apa kau bermaksud mendoakanku untuk sakit lebih lama lagi?"Lilica tertawa. Dia selalu saja seperti itu sedari dulu sampai sekarang."Bukan begitu maksudku. Aku pikir kau sakitnya sedikit lebih lama."Mereka berdua adalah teman Vianca yang dulu juga bersekolah di Rusia. Mereka berasal dari negara yang sama sehingga membuat mereka bisa berteman lebih dekat kala di Rusia dahulu. Sekarang mereka sama-sama bekerja di luar negeri. Hanya Vian
"Berhentilah mengatakan omong kosong! Sekarang aku sedang pusing memikirkan cara membatalkan pernikahan ini."Herion menepis apa yang dibicarakan Breno barusan. Dia tidak mau memikirkan hal yang mustahil dia dapatkan. Vianca terlalu jauh berada di depan, dia takkan bisa menangkap hati Vianca. Begitulah yang dirasakan Herion kala itu."Kenapa harus dibatalkan? Cukup jalani saja. Apa mungkin kau takut Vianca kabur dan tidak kembali lagi?"Perkataan Isaak menyesakkan dada. Memang itulah yang terpikirkan oleh Herion."Mustahil dia kabur. Gadis itu tidak bisa hidup tanpa harta orang tuanya. Dia menjadi CEO Heigels Group dan menggunakan uangnya untuk bersenang-senang di luar sana. Tidak mungkin dia mau meninggalkan itu semua," ucap Herion."Ada benarnya juga yang kau katakan itu. Lalu bagaimana kau menanggapinya? Kalian berdua tidak punya pilihan lain selain menikah," ujar Isaak.Sekali lagi, Herion menghela napas panjang. Masalah ini cukup rumit ditampung di kepalanya. Dia tidak yakin terha
Vianca langsung membelakangi sang Ibu begitu ditanyai soal perjodohan tersebut. Seharusnya Shally sudah tahu jawabannya tanpa ditanyakan. Anak gadis satu-satunya itu memang paling benci diatur. Shally tahu itu, tetapi dia tetap memaksa Vianca untuk menikah demi kebaikan sang putri."Ibu kan tahu aku berkomitmen tidak akan menikah seumur hidup. Mengapa sekarang Ibu malah menjodohkanku degan Herion?" keluh Vianca.Shally duduk di tepi ranjang Vianca. Tangannya perlahan mengusap lembut kepala Vianca. Dia menatap lembut punggung Vianca sembari mengulas senyum tipis. Sebenarnya, di balik ketegasan Shally, tersimpan kehangatan dan kasih sayang yang besar terhadap putrinya."Maafkan Ibu, sayang. Kalau tidak begini, kau takkan pernah berubah. Apa kau tidak bosan terus menerus menyakiti hati pria secara bergantian?"Vianca sontak bangkit dari posisi tiduran. Dia duduk menghadap sang Ibu."Tetapi, Ibu, aku ingin terus hidup seperti ini. Kalau aku menikah, itu artinya aku berpisah dengan Ayah da
Vianca dan Herion melirik ke dalam ruangan. Keduanya menemukan orang tua mereka tengah duduk di meja yang sama."Kenapa Paman dan Bibi juga ada di sini?" tanya Vianca kepada Melina dan George."Tentu saja untuk bertemu denganmu, sayang," jawab Melina.Keluarga Vianca dan Herion sudah mengenal baik sejak dahulu. Terlebih lagi Melina berteman dekat dengan Shally. Tidak jarang mereka mengadakan acara gabungan antara dua keluarga.Hubungan keluarga Lotze serta keluarga Heigels terkenal sangat baik. Sehingga tidak heran mengapa Vianca bisa mengenal Herion sedari kecil. Walau hubungan keduanya buruk, tetapi orang tua mereka tetap saja masih sering berhubungan satu sama lain."Cepat masuk kalian berdua! Duduk di sini." George memanggil mereka untuk segera masuk ke dalam ruangan.Dengan langkah ragu-ragu, mereka berdua akhirnya memilih masuk daripada nanti kena amuk oleh Melina dan Shally. Entah kenapa firasat Vianca berkata buruk soal pertemuan kali ini."Kenapa bertemu di sini? Biasanya kit
Jun terperanjat kaget mendapati Melina — Ibu kandung Herion muncul di hadapannya. Melina tidak mengabari Herion bahwa hari ini dia akan mengunjungi perusahaan sang putra. Sekarang Jun kebingungan harus mencari alasan yang seperti apa untuk mencegah Melina masuk ke ruangan Herion."Nyonya, kapan Anda datang? Sekarang Tuan—""Apa kau sedang mencoba untuk mencegahku masuk?"Melina melipat kedua tangan di dada sembari menatap tajam Jun. Sontak saat itu Jun berkeringat dingin sebab dia tahu seberapa menakutkannya Melina."T-Tidak, Nyonya. S-Saya tidak melarang Anda masuk." Jun gelagapan memberi jawaban kepada Melina."Baguslah. Biarkan aku masuk sekarang dan melihat sendiri apa yang sedang dilakukan anak kurang ajar itu."Jun menepuk keningnya, dia tidak bisa berbuat banyak demi menyelamatkan Herion dari amukan Melina.'Semoga Tuan diberi umur panjang oleh Tuhan,' batin Jun berdoa.Melina menerobos masuk ke dalam ruang kerja Herion. Melina tidak terkejut menyaksikan Herion berpelukan mesra