'Sial! Aku tidak sadar sampai lupa waktu untuk pulang. Padahal hari ini Ayah dan Ibu baru balik dari perjalanan mereka.'
Pada pukul satu dini hari, Vianca kembali dari waktu bermainnya. Dia mengendap-endap masuk ke dalam rumah supaya tidak ketahuan oleh kedua orang tuanya. Dia tahu seberapa menakutkan sang Ayah dan Ibu ketika memarahi dirinya."Ehem."Langkah Vianca spontan berhenti tatkala mendengar suara deheman dari seseorang yang tak asing. Sontak ia memutar badan menghadap arah suara tersebut."Ayah, Ibu, kalian belum tidur?"Vianca tersenyum kaku. Ekspresi kedua orang tuanya tak lagi ramah. Mereka sudah menunggu anaknya sedari tadi, tetapi dia baru pulang ketika semua orang tertidur."Vianca, mari kita bicara sebentar."Vianca merinding. Suara Shelly — sang Ibu terdengar horor. Terutama kata-kata berbicara sebentar itu. Tanpa diberi tahu pun Vianca sudah tahu bahwa hidupnya saat ini sedang berada di ujung jurang kematian."Iya, Ibu? Apa yang ingin Ibu bicarakan?" Vianca menghampiri Shelly."Putriku yang manis, apa kau tahu jam berapa sekarang?" tanya Shelly.Mimik muka Shelly menyimpan emosi mendalam yang terpendam. Vianca ingin kabur detik itu juga. Apabila dia terus berada di sana, maka Shelly akan menghajarnya sampai mampus."Jam satu dini hari," jawab Vianca ragu-ragu."Jadi, apa yang kau lakukan di luar sana? Mengapa kau baru balik?" Suara Shelly terdengar lembut, tetapi menusuk ke hati."Aku tadi bermain sebentar dengan teman-temanku. Maaf, Ibu, aku tidak sempat mengabari kalian."Tiba-tiba, kuping Vianca dijewer kuat oleh Shelly. Ruang tamu mendadak dipenuhi suara pekikan Vianca."Aduh, Ibu! Sakit ... maafkan aku, aku janji takkan mengulanginya lagi.""Apa kau pikir aku tidak tahu apa yang kau lakukan di luar sana?! Kau lagi-lagi berkencan dengan sembarang pria. Mau sampai kapan kau bermain seperti ini? Ingatlah umurmu tahun ini sudah dua puluh lima tahun! Tolong berhenti bermain-main lalu menikahlah."Zeke — Ayah Vianca, hanya diam menonton sang istri memarahi putrinya habis-habisan. Dia takut ikut campur dalam emosi Shelly. Di rumah ini, pemegang takhta tertinggi ialah Shelly. Bahkan, Vianca mengakui bahwa Ibunya merupakan orang yang paling menakutkan."Aku tidak mau menikah! Jangan paksa aku untuk menikah," bantah Vianca."Apakah kau serius mengatakannya? Aku tidak mau tahu! Pokoknya kau harus menikah agar keturunan keluarga Heigels tidak terputus. Bisakah kau mengesampingkan egomu itu?!"Shelly melepas jewerannya. Irama napasnya memburu cepat. Dia kehabisan kesabaran menghadapi anak semata wayangnya."Kalau alasannya keturunan, aku bisa saja hamil dibantu oleh pria lain. Tidak harus dengan menikah untuk mendapatkan anak," ujar Vianca, mengelus telinganya."Hah? Enteng sekali kau kalau berbicara."Shelly menepuk punggung Vianca. Kesal sekali rasanya mendengar sang putri berucap demikian."Jangan pukuli aku lagi. Sudah cukup Ibu menjewer telingaku. Namun, apa yang aku katakan itu benar bukan? Kalau butuh anak, aku tinggal hamil saja dari pria lain. Selesai kan urusannya? Tidak perlu diperpanjang."Shelly semakin naik pitam. Dia bersiap-siap untuk memukul Vianca sekali lagi."Aku tahu kau gila, tetapi siapa sangka kalau putriku segila ini."Suasana kian tak karuan. Zeke pun memutuskan untuk angkat bicara demi menengahi situasi terkini."Sudah cukup! Sekarang mari kita berbicara dengan kepala dingin," ujar Zeke tampak berwibawa.Shelly dan Vianca membisu tatkala mendengar suara Zeke. Keduanya duduk di sofa, saling berhadapan disertai mimik serius."Ayah, tidak bisakah kita berbicara besok saja? Aku mengantuk dan nanti harus bangun pagi karena di kantor masih ada pekerjaan yang tersisa."Zeke melirik jam dinding. Memang sudah waktunya bagi mereka untuk tidur. Akan tetapi, dia rasa tidak baik bila menunda pembicaraan dengan Vianca."Aku akan berbicara singkat saja. Reputasimu di mata publik bertambah buruk. Tidak terhitung berapa jumlah laporan masuk setiap bulannya. Apabila kau terus begini, maka nama perusahaan juga ikut tercoreng. Terlebih lagi aku baru menyerahkan perusahaan padamu selama dua tahun terakhir ini.""Aku tidak mempermasalahkan kemampuanmu karena kau punya kemampuan hebat sebagai pemimpin. Namun, Vianca, jika kau tidak berubah dan terus begini sampai akhir, maka jangan salahkan aku menendangmu keluar dari keluarga ini," tekan Zeke.Vianca tersentak kaget. Begitu pula dengan Shelly. Tidak biasanya Zeke menggunakan ancaman seperti demikian kepada sang putri. Ekspresinya menunjukkan keseriusan mendalam. Dia tidak main-main kala mengatakannya."Apakah Ayah benar-benar serius ingin menendangku keluar dari keluarga ini?" tanya Vianca memastikan."Aku serius! Apakah kau melihat aku sedang bercanda?"Vianca menelan ludah, napasnya seolah-olah tercekat di tenggorokan. Apabila Zeke serius menendangnya keluar, maka kehidupan mewahnya hancur dalam sesaat. Vianca tak ingin mimpi buruk itu terjadi.Melihat Vianca terjebak di suasana tegang, Zeke menjadi tidak tega mencecar putrinya. Walau bagaimana pun, dibandingkan Shelly, Zeke tetap adalah seorang Ayah yang sangat lembut. Terkadang Shelly mengomeli sikapnya yang terlalu lunak kepada Vianca."Mari kita bicarakan lagi besok. Sekarang kau boleh beristirahat," lanjut Zeke berucap.Vianca langsung bergegas ke kamarnya. Dia tidak mau berlama-lama duduk di depan kedua orang tuanya."Kenapa tidak sekalian saja kau bahas soal pernikahan itu?" tanya Shelly bernada kesal."Apakah kau tidak khawatir gadis itu kabur malam ini kalau kita membahas pernikahan? Kau tahu sendiri putrimu itu tidak suka menjalin hubungan serius apalagi menyangkut pernikahan.""Kalau seperti ini terus, kapan dia akan menjalani kehidupan normalnya? Dia masih terbebani oleh apa yang terjadi di masa lalu."***Pada keesokan harinya di kantor perusahaan Lotze Group, Herion membuat Jun — sekretaris pribadinya kewalahan. Herion mengabaikan pekerjaannya sebagai pemimpin perusahaan dan malah bersenang-senang dengan wanita di ruang kerjanya."Sayang, ayo kita jalan-jalan ke luar negeri. Aku bosan berada di negara ini," pinta Reyna, merengek di pangkuan Herion.Reyna merupakan salah satu dari jejeran wanita Herion yang paling sering melayaninya. Reyna memang lebih cantik dari wanitanya yang lain. Walau begitu, kecantikannya masih belum apa-apa dibandingkan Vianca."Baiklah, mari kita atur tanggalnya nanti," ujar Herion menuruti keinginan Reyna."Benarkah? Aku senang sekali."Reyna memeluk dan mencium Herion berulang kali. Jun hanya bisa menutup mata melihat hal yang tak pantas ini. Suasana di antara keduanya terlihat semakin memanas.'Lebih baik aku keluar dari sini. Aku sudah tahu apa yang akan terjadi berikutnya.'Jun bergegas melangkah ke luar ruangan. Sebelumnya, Herion memberi kode supaya Jun tidak membiarkan siapa pun untuk masuk ke ruangan.Jun berdiri di depan pintu, dia mendengar jelas erangan kenikmatan Reyna dari balik daun pintu masuk. Sungguh memalukan, rasanya dia ingin protes, tetapi sayangnya ia tak punya kekuasaan melakukannya.Tepat beberapa menit berselang, tampaknya Herion telah menyelesaikan permainannya dengan Reyna. Jun pun menghela napas lega sebab tak perlu mendengar lagi suara-suara mengganggu yang penuh dosa."Jun, ada di mana Herion sekarang? Apakah dia bermain-main lagi dengan wanita jal*ng di ruang kerjanya?!"Jun terperanjat kaget mendapati Melina — Ibu kandung Herion muncul di hadapannya. Melina tidak mengabari Herion bahwa hari ini dia akan mengunjungi perusahaan sang putra. Sekarang Jun kebingungan harus mencari alasan yang seperti apa untuk mencegah Melina masuk ke ruangan Herion."Nyonya, kapan Anda datang? Sekarang Tuan—""Apa kau sedang mencoba untuk mencegahku masuk?"Melina melipat kedua tangan di dada sembari menatap tajam Jun. Sontak saat itu Jun berkeringat dingin sebab dia tahu seberapa menakutkannya Melina."T-Tidak, Nyonya. S-Saya tidak melarang Anda masuk." Jun gelagapan memberi jawaban kepada Melina."Baguslah. Biarkan aku masuk sekarang dan melihat sendiri apa yang sedang dilakukan anak kurang ajar itu."Jun menepuk keningnya, dia tidak bisa berbuat banyak demi menyelamatkan Herion dari amukan Melina.'Semoga Tuan diberi umur panjang oleh Tuhan,' batin Jun berdoa.Melina menerobos masuk ke dalam ruang kerja Herion. Melina tidak terkejut menyaksikan Herion berpelukan mesra
Vianca dan Herion melirik ke dalam ruangan. Keduanya menemukan orang tua mereka tengah duduk di meja yang sama."Kenapa Paman dan Bibi juga ada di sini?" tanya Vianca kepada Melina dan George."Tentu saja untuk bertemu denganmu, sayang," jawab Melina.Keluarga Vianca dan Herion sudah mengenal baik sejak dahulu. Terlebih lagi Melina berteman dekat dengan Shally. Tidak jarang mereka mengadakan acara gabungan antara dua keluarga.Hubungan keluarga Lotze serta keluarga Heigels terkenal sangat baik. Sehingga tidak heran mengapa Vianca bisa mengenal Herion sedari kecil. Walau hubungan keduanya buruk, tetapi orang tua mereka tetap saja masih sering berhubungan satu sama lain."Cepat masuk kalian berdua! Duduk di sini." George memanggil mereka untuk segera masuk ke dalam ruangan.Dengan langkah ragu-ragu, mereka berdua akhirnya memilih masuk daripada nanti kena amuk oleh Melina dan Shally. Entah kenapa firasat Vianca berkata buruk soal pertemuan kali ini."Kenapa bertemu di sini? Biasanya kit
Vianca langsung membelakangi sang Ibu begitu ditanyai soal perjodohan tersebut. Seharusnya Shally sudah tahu jawabannya tanpa ditanyakan. Anak gadis satu-satunya itu memang paling benci diatur. Shally tahu itu, tetapi dia tetap memaksa Vianca untuk menikah demi kebaikan sang putri."Ibu kan tahu aku berkomitmen tidak akan menikah seumur hidup. Mengapa sekarang Ibu malah menjodohkanku degan Herion?" keluh Vianca.Shally duduk di tepi ranjang Vianca. Tangannya perlahan mengusap lembut kepala Vianca. Dia menatap lembut punggung Vianca sembari mengulas senyum tipis. Sebenarnya, di balik ketegasan Shally, tersimpan kehangatan dan kasih sayang yang besar terhadap putrinya."Maafkan Ibu, sayang. Kalau tidak begini, kau takkan pernah berubah. Apa kau tidak bosan terus menerus menyakiti hati pria secara bergantian?"Vianca sontak bangkit dari posisi tiduran. Dia duduk menghadap sang Ibu."Tetapi, Ibu, aku ingin terus hidup seperti ini. Kalau aku menikah, itu artinya aku berpisah dengan Ayah da
"Berhentilah mengatakan omong kosong! Sekarang aku sedang pusing memikirkan cara membatalkan pernikahan ini."Herion menepis apa yang dibicarakan Breno barusan. Dia tidak mau memikirkan hal yang mustahil dia dapatkan. Vianca terlalu jauh berada di depan, dia takkan bisa menangkap hati Vianca. Begitulah yang dirasakan Herion kala itu."Kenapa harus dibatalkan? Cukup jalani saja. Apa mungkin kau takut Vianca kabur dan tidak kembali lagi?"Perkataan Isaak menyesakkan dada. Memang itulah yang terpikirkan oleh Herion."Mustahil dia kabur. Gadis itu tidak bisa hidup tanpa harta orang tuanya. Dia menjadi CEO Heigels Group dan menggunakan uangnya untuk bersenang-senang di luar sana. Tidak mungkin dia mau meninggalkan itu semua," ucap Herion."Ada benarnya juga yang kau katakan itu. Lalu bagaimana kau menanggapinya? Kalian berdua tidak punya pilihan lain selain menikah," ujar Isaak.Sekali lagi, Herion menghela napas panjang. Masalah ini cukup rumit ditampung di kepalanya. Dia tidak yakin terha
Vianca hari ini bersiap-siap untuk pulang ke rumah. Kondisinya sudah jauh membaik dari sebelumnya. Akan tetapi, Herion tidak pernah datang menjenguknya sampai hari ini."Vianca!"Tiba-tiba sahabat Vianca yaitu Diandra dan Lilica datang. Mereka berdua langsung memeluk Vianca. Setelah sekian lama mereka tidak bertemu Vianca, sekarang malah bertemu di rumah sakit."Kapan kalian kembali?" tanya Vianca."Kemarin, maaf kami baru sempat menjengukmu," ujar Diandra."Ternyata kau sudah mau pulang. Kami pikir kau masih lama di sini."Vianca mencubit pipi Lilica. "Apa kau bermaksud mendoakanku untuk sakit lebih lama lagi?"Lilica tertawa. Dia selalu saja seperti itu sedari dulu sampai sekarang."Bukan begitu maksudku. Aku pikir kau sakitnya sedikit lebih lama."Mereka berdua adalah teman Vianca yang dulu juga bersekolah di Rusia. Mereka berasal dari negara yang sama sehingga membuat mereka bisa berteman lebih dekat kala di Rusia dahulu. Sekarang mereka sama-sama bekerja di luar negeri. Hanya Vian
Di saat sudah lewat tengah malam, Vianca merasa sudah berada di batas kemampuannya untuk menenggak alkohol. Gadis itu nyaris kehilangan kesadaran. Dia mabuk karena terlalu banyak alkohol yang dia minum."Aku sudah tidak kuat lagi."Vianca menidurkan kepala di atas meja. Diandra dan Lilica sengaja tidak minum terlalu banyak supaya mereka bisa menyukseskan rencana mereka."Vianca, bangun! Hei, bangun!" Diandra mengguncang-guncang tubuh Vianca untuk memastikan apakah gadis itu benar-benar tidak sadar lagi."Sepertinya dia sudah minum terlalu banyak. Itu artinya Vianca sedang stres berat. Biasanya dia selalu menahan diri supaya tidak mabuk," ujar Lilica.Memang benar yang dikatakan Lilica. Vianca sekali pun tidak membiarkan dirinya berlarut dalam rasa mabuk. Akan tetapi, pada hari ini dia kebablasan sampai minum lebih dari sepuluh gelas.Diandra memberi kode kepada Breno kalau Vianca tidak lagi sadarkan diri. Breno dan Isaak paham, mereka akan melakukan rencana selanjutnya."Sepertinya Via
Seberkas cahaya matahari masuk melalui celah jendela kamar. Vianca seketika membuka mata karena terganggu oleh sinar mentari tersebut. Dia duduk lalu meregangkan otot-otot tubuh yang kaku."Eh? Bukankah semalam aku berada di club? Kenapa sekarang aku ada di kamar? Mungkinkah Diandra dan Lilica yang mengantarkanku pulang? Ya, mungkin saja begitu," gumam Vianca.Kemudian Vianca beranjak turun dari tempat tidur. Shally tiba-tiba masuk ke kamar untuk memastikan apakah Vianca sudah bangun atau belum."Oh, kau sudah bangun?"Vianca tersentak mendapati Shally masik ke kamarnya. Dia ingat kalau kemarin tidak meminta izin kepada sang Ibu. Sekarang Shally pasti akan mengomeli dia lagi."Aku baru saja bangun." Vianca berupaya tetap tenang dan santai."Vianca, apa kau tahu kesalahanmu kemarin?"Vianca merasa merinding ketika suara dingin Shally seolah-olah mengiris bulu kuduk. Vianca tersenyum kaku, mencoba agar kepanikannya tak terlalu terlihat jelas."Maafkan aku, Ibu. Aku tidak meminta izin per
Reyna tampak sangat marah begitu mendengar nama Vianca. Dia tidak menyukai gadis itu karena selalu menarik perhatian para lelaki. Tidak hanya pria dari kalangan bawah, bahkan pria dari kalangan konglomerat pun selalu mengejar Vianca. Hanya saja, gadis itu sedikit pemilih, dia menyukai pria bertubuh kekar dan bersifat lembut seperti Noel."Kenapa dia? Bukankah kau bermusuhan dengannya? Aku tidak bisa menerimanya kau direbut oleh wanita itu."Herion menghela napas panjang. Kekasihnya itu selalu saja menampakkan rasa irinya terhadap Vianca. Tanpa dia ketahui alasan yang jelas, Reyna selalu mengutarakan kebencian kepada Vianca."Tenang saja. Aku takkan jatuh cinta dengannya. Kau jangan merisaukan sesuatu yang tidak sepatutnya kau pikirkan," ucap Herion menenangkan Reyna.Dia hanya asal berbicara saja karena Reyna suka sekali mengamuk jika dia salah berbicara soal gadis lain."Benarkah? Awas saja kalau kau jatuh hati padanya," gertak Reyna secara lembut."Iya, aku tidak akan jatuh hati pada
Selepas itu, Vianca tidak lagi berbicara apa pun kepada Shally. Dia menolak untuk bersuara kembali meski Shally berulang kali berupaya memanggilnya. Namun, ia tak menyahut atau sekedar menoleh ke arah Shally.Pada akhirnya, Shally terpaksa keluar dari kamar Vianca. Sejenak ia membuang napas, pasrah terhadap tingkah Vianca yang tidak berketentuan."Anak itu ... ternyata dia sangat terluka. Aku harus berbicara dengan Herion."Shally langsung menghubungi Herion. Dia juga tidak bisa menyimpan lama-lama rahasia perihal perasaan Vianca. Detik itu, Shally menekan nama Herion di ponselnya. Untung saja Herion langsung mengangkat telepon darinya."Herion, apa kau sedang sibuk?" tanya Shally."Tidak, ada apa memangnya, Bibi? Apa ada sesuatu yang penting?"Shally tidak langsung menjawab. Dia diam selama beberapa detik sebelum akhirnya berbicara kembali."Bisakah kau bertemu Bibi sebentar? Ada sesuatu yang harus dibicarakan.""Baiklah, Bibi. Di mana kita akan bertemu?""Nanti aku akan mengirim pes
Reyna tampak sangat marah begitu mendengar nama Vianca. Dia tidak menyukai gadis itu karena selalu menarik perhatian para lelaki. Tidak hanya pria dari kalangan bawah, bahkan pria dari kalangan konglomerat pun selalu mengejar Vianca. Hanya saja, gadis itu sedikit pemilih, dia menyukai pria bertubuh kekar dan bersifat lembut seperti Noel."Kenapa dia? Bukankah kau bermusuhan dengannya? Aku tidak bisa menerimanya kau direbut oleh wanita itu."Herion menghela napas panjang. Kekasihnya itu selalu saja menampakkan rasa irinya terhadap Vianca. Tanpa dia ketahui alasan yang jelas, Reyna selalu mengutarakan kebencian kepada Vianca."Tenang saja. Aku takkan jatuh cinta dengannya. Kau jangan merisaukan sesuatu yang tidak sepatutnya kau pikirkan," ucap Herion menenangkan Reyna.Dia hanya asal berbicara saja karena Reyna suka sekali mengamuk jika dia salah berbicara soal gadis lain."Benarkah? Awas saja kalau kau jatuh hati padanya," gertak Reyna secara lembut."Iya, aku tidak akan jatuh hati pada
Seberkas cahaya matahari masuk melalui celah jendela kamar. Vianca seketika membuka mata karena terganggu oleh sinar mentari tersebut. Dia duduk lalu meregangkan otot-otot tubuh yang kaku."Eh? Bukankah semalam aku berada di club? Kenapa sekarang aku ada di kamar? Mungkinkah Diandra dan Lilica yang mengantarkanku pulang? Ya, mungkin saja begitu," gumam Vianca.Kemudian Vianca beranjak turun dari tempat tidur. Shally tiba-tiba masuk ke kamar untuk memastikan apakah Vianca sudah bangun atau belum."Oh, kau sudah bangun?"Vianca tersentak mendapati Shally masik ke kamarnya. Dia ingat kalau kemarin tidak meminta izin kepada sang Ibu. Sekarang Shally pasti akan mengomeli dia lagi."Aku baru saja bangun." Vianca berupaya tetap tenang dan santai."Vianca, apa kau tahu kesalahanmu kemarin?"Vianca merasa merinding ketika suara dingin Shally seolah-olah mengiris bulu kuduk. Vianca tersenyum kaku, mencoba agar kepanikannya tak terlalu terlihat jelas."Maafkan aku, Ibu. Aku tidak meminta izin per
Di saat sudah lewat tengah malam, Vianca merasa sudah berada di batas kemampuannya untuk menenggak alkohol. Gadis itu nyaris kehilangan kesadaran. Dia mabuk karena terlalu banyak alkohol yang dia minum."Aku sudah tidak kuat lagi."Vianca menidurkan kepala di atas meja. Diandra dan Lilica sengaja tidak minum terlalu banyak supaya mereka bisa menyukseskan rencana mereka."Vianca, bangun! Hei, bangun!" Diandra mengguncang-guncang tubuh Vianca untuk memastikan apakah gadis itu benar-benar tidak sadar lagi."Sepertinya dia sudah minum terlalu banyak. Itu artinya Vianca sedang stres berat. Biasanya dia selalu menahan diri supaya tidak mabuk," ujar Lilica.Memang benar yang dikatakan Lilica. Vianca sekali pun tidak membiarkan dirinya berlarut dalam rasa mabuk. Akan tetapi, pada hari ini dia kebablasan sampai minum lebih dari sepuluh gelas.Diandra memberi kode kepada Breno kalau Vianca tidak lagi sadarkan diri. Breno dan Isaak paham, mereka akan melakukan rencana selanjutnya."Sepertinya Via
Vianca hari ini bersiap-siap untuk pulang ke rumah. Kondisinya sudah jauh membaik dari sebelumnya. Akan tetapi, Herion tidak pernah datang menjenguknya sampai hari ini."Vianca!"Tiba-tiba sahabat Vianca yaitu Diandra dan Lilica datang. Mereka berdua langsung memeluk Vianca. Setelah sekian lama mereka tidak bertemu Vianca, sekarang malah bertemu di rumah sakit."Kapan kalian kembali?" tanya Vianca."Kemarin, maaf kami baru sempat menjengukmu," ujar Diandra."Ternyata kau sudah mau pulang. Kami pikir kau masih lama di sini."Vianca mencubit pipi Lilica. "Apa kau bermaksud mendoakanku untuk sakit lebih lama lagi?"Lilica tertawa. Dia selalu saja seperti itu sedari dulu sampai sekarang."Bukan begitu maksudku. Aku pikir kau sakitnya sedikit lebih lama."Mereka berdua adalah teman Vianca yang dulu juga bersekolah di Rusia. Mereka berasal dari negara yang sama sehingga membuat mereka bisa berteman lebih dekat kala di Rusia dahulu. Sekarang mereka sama-sama bekerja di luar negeri. Hanya Vian
"Berhentilah mengatakan omong kosong! Sekarang aku sedang pusing memikirkan cara membatalkan pernikahan ini."Herion menepis apa yang dibicarakan Breno barusan. Dia tidak mau memikirkan hal yang mustahil dia dapatkan. Vianca terlalu jauh berada di depan, dia takkan bisa menangkap hati Vianca. Begitulah yang dirasakan Herion kala itu."Kenapa harus dibatalkan? Cukup jalani saja. Apa mungkin kau takut Vianca kabur dan tidak kembali lagi?"Perkataan Isaak menyesakkan dada. Memang itulah yang terpikirkan oleh Herion."Mustahil dia kabur. Gadis itu tidak bisa hidup tanpa harta orang tuanya. Dia menjadi CEO Heigels Group dan menggunakan uangnya untuk bersenang-senang di luar sana. Tidak mungkin dia mau meninggalkan itu semua," ucap Herion."Ada benarnya juga yang kau katakan itu. Lalu bagaimana kau menanggapinya? Kalian berdua tidak punya pilihan lain selain menikah," ujar Isaak.Sekali lagi, Herion menghela napas panjang. Masalah ini cukup rumit ditampung di kepalanya. Dia tidak yakin terha
Vianca langsung membelakangi sang Ibu begitu ditanyai soal perjodohan tersebut. Seharusnya Shally sudah tahu jawabannya tanpa ditanyakan. Anak gadis satu-satunya itu memang paling benci diatur. Shally tahu itu, tetapi dia tetap memaksa Vianca untuk menikah demi kebaikan sang putri."Ibu kan tahu aku berkomitmen tidak akan menikah seumur hidup. Mengapa sekarang Ibu malah menjodohkanku degan Herion?" keluh Vianca.Shally duduk di tepi ranjang Vianca. Tangannya perlahan mengusap lembut kepala Vianca. Dia menatap lembut punggung Vianca sembari mengulas senyum tipis. Sebenarnya, di balik ketegasan Shally, tersimpan kehangatan dan kasih sayang yang besar terhadap putrinya."Maafkan Ibu, sayang. Kalau tidak begini, kau takkan pernah berubah. Apa kau tidak bosan terus menerus menyakiti hati pria secara bergantian?"Vianca sontak bangkit dari posisi tiduran. Dia duduk menghadap sang Ibu."Tetapi, Ibu, aku ingin terus hidup seperti ini. Kalau aku menikah, itu artinya aku berpisah dengan Ayah da
Vianca dan Herion melirik ke dalam ruangan. Keduanya menemukan orang tua mereka tengah duduk di meja yang sama."Kenapa Paman dan Bibi juga ada di sini?" tanya Vianca kepada Melina dan George."Tentu saja untuk bertemu denganmu, sayang," jawab Melina.Keluarga Vianca dan Herion sudah mengenal baik sejak dahulu. Terlebih lagi Melina berteman dekat dengan Shally. Tidak jarang mereka mengadakan acara gabungan antara dua keluarga.Hubungan keluarga Lotze serta keluarga Heigels terkenal sangat baik. Sehingga tidak heran mengapa Vianca bisa mengenal Herion sedari kecil. Walau hubungan keduanya buruk, tetapi orang tua mereka tetap saja masih sering berhubungan satu sama lain."Cepat masuk kalian berdua! Duduk di sini." George memanggil mereka untuk segera masuk ke dalam ruangan.Dengan langkah ragu-ragu, mereka berdua akhirnya memilih masuk daripada nanti kena amuk oleh Melina dan Shally. Entah kenapa firasat Vianca berkata buruk soal pertemuan kali ini."Kenapa bertemu di sini? Biasanya kit
Jun terperanjat kaget mendapati Melina — Ibu kandung Herion muncul di hadapannya. Melina tidak mengabari Herion bahwa hari ini dia akan mengunjungi perusahaan sang putra. Sekarang Jun kebingungan harus mencari alasan yang seperti apa untuk mencegah Melina masuk ke ruangan Herion."Nyonya, kapan Anda datang? Sekarang Tuan—""Apa kau sedang mencoba untuk mencegahku masuk?"Melina melipat kedua tangan di dada sembari menatap tajam Jun. Sontak saat itu Jun berkeringat dingin sebab dia tahu seberapa menakutkannya Melina."T-Tidak, Nyonya. S-Saya tidak melarang Anda masuk." Jun gelagapan memberi jawaban kepada Melina."Baguslah. Biarkan aku masuk sekarang dan melihat sendiri apa yang sedang dilakukan anak kurang ajar itu."Jun menepuk keningnya, dia tidak bisa berbuat banyak demi menyelamatkan Herion dari amukan Melina.'Semoga Tuan diberi umur panjang oleh Tuhan,' batin Jun berdoa.Melina menerobos masuk ke dalam ruang kerja Herion. Melina tidak terkejut menyaksikan Herion berpelukan mesra