"Selamat pagi, Nona."
Seorang pemuda bersenyum manis menyapa hangat sesosok gadis cantik yang tidur di sampingnya. Gadis itu menggeliat seraya mengumpulkan kesadaran penuh."Selamat pagi, Noel."Gadis yang bernama Vianca itu lekas bangun dari posisinya. Kala itu ia maupun Noel tidak mengenakan sehelai pun benang di tubuhnya."Apakah Anda akan pergi sekarang?" tanya Noel."Ya, tetapi sebelum pergi aku akan mandi dulu karena pagi ini ada rapat di kantor."Vianca berjalan menuju kamar mandi. Noel pun ikut bangkit dari tempat tidur lalu membantu memungut pakaian Vianca yang berceceran di atas lantai.Selepas mandi, Vianca pun langsung mengenakan pakaiannya dan menyerahkan sebuah cek kepada Noel."Ini untukmu. Anggap saja sebagai bonus karena telah memuaskanku semalaman," tutur Vianca.Noel tidak langsung mengambil cek itu. Dia terdiam dengan ekspresi wajah tertekuk. Hal ini membuat Vianca menjadi bingung."Ada apa lagi? Apakah ini masih kurang untukmu?" tanya Vianca memastikan.Noel menggeleng cepat. "Bukan begitu. Apakah Anda berpikir saya butuh uang dari Anda? Saya tidak butuh itu. Saya bukanlah pria bayaran, tetapi saya kekasih Anda."Rupa Noel begitu manis. Meskipun dia sudah dewasa, jika berada di hadapan Vianca sikapnya seketika berubah menjadi manja. Vianca selalu kalah melihat mimik memelas Noel setiap saat."Astaga, bukan begitu maksudku. Kau adalah kekasihku yang paling manis. Mana mungkin aku menganggapmu sebagai pria bayaran. Aku hanya memberimu uang untuk membeli pakaian baru. Aku tahu—""Apakah Anda tidak puas dengan penampilan saya? Saya sadar kalau saya bukanlah pria yang kaya dan sempurna. Saya tidak butuh uang dari Anda, Nona," celetuk Noel salah paham.Vianca menghela napas panjang. Lelaki itu mulai menangis lagi. Hal ini kerap kali terjadi kala keduanya salah memaknai setiap tutur kata yang dilontarkan."Ya sudah, aku ambil lagi ceknya. Kau jangan menangis, tidak baik bagi pria terlalu mudah mengeluarkan air mata."Jemari Vianca mengusap lembut air mata Noel. Sungguh, sisi Noel yang seperti ini membuat Vianca bergetar karena kegemasannya."Kalau begitu, cium saya. Setelah itu, saya akan berhenti menangis."Tanpa berpikir panjang, Vianca pun menuruti keinginan Noel. Dia menempelkan bibirnya di bibir Noel. Mereka saling berciuman sambil berkedapan."Sudah kan? Kau jangan menangis lagi. Aku harus berangkat ke kantor sekarang juga," kata Vianca."Baiklah, tetapi kapan Anda menemui saya lagi? Saya tahu Anda punya banyak kekasih. Walau begitu, saya tetap ingin menjadi kekasih yang paling sering Anda temui," rengek Noel."Jangan khawatir. Nanti aku hubungi lagi. Lagi pula aku menikmati permainan ranjangmu."Di saat bersamaan, pintu kamar hotel yang dihuni Vianca diketuk oleh seseorang dari luar."Nona Vianca, apakah Anda belum bangun? Anda tidak lupa kan kalau hari ini kita ada rapat penting?"Terdengar suara seorang wanita yang memanggil nama Vianca. Gadis itu langsung tahu bahwa itu adalah suara Emira — sekretaris pribadinya."Aku sudah bangun. Tunggu sebentar, aku akan segera keluar," sahut Vianca.Vianca pun membukakan pintu masuk. Emira tidak terkejut saat mendapati Noel di kamar yang sama dengan atasannya.'Lagi-lagi dia mengencani pria yang berbeda. Tidak terhitung berapa jumlah pria yang dia miliki sekarang,' batin Emira.Vianca dan Emira lalu bergerak meninggalkan hotel. Mereka masuk ke dalam mobil milik Vianca."Bagaimana jadwal hari ini?" tanya Vianca."Untuk hari ini Anda hanya perlu menghadiri rapat dengan klien dari Belanda. Selepas itu, Anda tidak punya jadwal penting lagi."Vianca mengulas senyum menyembunyikan rencana nakal. Setidaknya hari ini dia punya banyak waktu untuk bersantai.'Apa lagi yang direncanakannya? Aku yakin sepulang dari kantor dia akan pergi berkencan lagi dengan laki-laki lain,' pikir Emira memaklumi tingkah CEO muda Heigels Group itu.Sesudah menyelesaikan urusannya di kantor, Vianca memutuskan langsung pergi mengendarai mobil sendiri. Dia menjemput salah seorang kekasihnya untuk menemaninya hari ini.Ketika di tengah jalan, Vianca nyaris mengalami kecelakaan karena mobil seseorang mendadak berhenti di depannya."Dasar kepar*t! Siapa yang berani berhenti sembarangan di tengah jalan?!"Vianca turun dari mobil. Amarahnya tak terbendung lagi akibat perbuatan si pengendara mobil yang tidak bertanggung jawab."Keluar kau! Apa kau gila berhenti mendadak di tengah jalan?! Cepat keluar sebelum aku pecahkan kaca mobilmu!" teriak Vianca mengomel.Tak lama sesosok pria keluar dari mobil tersebut. Raut muka Vianca bertambah masam saat menemukan siapa yang ada di mobil itu."Oh, ternyata kau Herion! Kenapa kau menghentikan mobilmu secara tiba-tiba ketika mobilku sedang melaju lambat di belakang mobil jelekmu ini?!"Tidak salah Vianca semakin emosi. Herion Lotze adalah musuh bebuyutannya sejak dahulu. Walau Herion lebih tua delapan tahun darinya, tetapi tak menutup kemungkinan bagi mereka saling memusuhi satu sama lain. Ini bukan rahasia umum lagi di kalangan para konglomerat."Kau ini berisik sekali. Apa kau tidak bisa berbicara dengan lembut?"Vianca mengerutkan kening. Indera penglihatannya tanpa sengaja menangkap keberadaan seorang wanita di mobil Herion."Apa kau dan kekasihmu bermesraan sambil mengendarai mobil? Cih. Tidak bisakah kau menahan diri sejenak sampai kau tiba di hotel?""Ini bukan urusanmu. Lagi pula mobilmu tidak rusak. Kalau pun rusak, aku pikir kau tak butuh biaya ganti rugi karena kau kan orang kaya," ledek Herion.Vianca geram mendengar ledekan Herion."Dasar kau buaya jantan! Aku sedang berkendara dengan kekasihku. Apa kau bermaksud membunuhnya?!" teriak Vianca, emosi menggebu-gebu."Kalau aku buaya jantan, lalu kau apa? Buaya betina? Lebih baik sekarang kau pergi sebelum aku mempermalukanmu di sini," usir Herion marah.Vianca membuang napas kasar. Sesaat suara tawanya terlepas kala melihat resleting celana Herion terbuka."Aku rasa kau yang malu nantinya. Lihatlah itu. Aku sarankan setelah wanitamu menjilati punyamu, pasang baik-baik resleting celamu. Apabila seseorang melihatnya, maka kau akan dicap sebagai orang mes*m," ejek Vianca.Sontak Herion memasang resletingnya kembali. Wajahnya merah padam sebab rasa malu yang dia dapatkan dari ejekan Vianca."Perempuan gila! Kemari kau biar aku beri kau pelajaran!"Herion mengejar Vianca, tetapi gadis itu sudah lebih dulu masuk ke mobilnya. Vianca membuka kaca mobil seraya menjulurkan lidah menertawakan Herion."Awas saja kau nanti, Vianca!" gerutu Herion mengepalkan tangannya.Herion dan Vianca adalah dua orang berkelakuan sama. Herion, seorang pria muda tampan rupawan dan selalu berganti-ganti pasangan setiap saat. Posisinya sama dengan Vianca, dia juga seorang CEO dari perusahaan keluarganya yakni Lotze Group.Akibat kelakuan kedua orang ini, seluruh penghuni kota mengecap mereka sebagai sepasang manusia paling brengs*k dan suka mempermainkan hati orang lain. Vianca sebagai playgirl kelas kakap serta Herion sebagai seorang casanova. Kisah mereka akan lebih menarik perhatian banyak orang nantinya.'Sial! Aku tidak sadar sampai lupa waktu untuk pulang. Padahal hari ini Ayah dan Ibu baru balik dari perjalanan mereka.'Pada pukul satu dini hari, Vianca kembali dari waktu bermainnya. Dia mengendap-endap masuk ke dalam rumah supaya tidak ketahuan oleh kedua orang tuanya. Dia tahu seberapa menakutkan sang Ayah dan Ibu ketika memarahi dirinya."Ehem."Langkah Vianca spontan berhenti tatkala mendengar suara deheman dari seseorang yang tak asing. Sontak ia memutar badan menghadap arah suara tersebut."Ayah, Ibu, kalian belum tidur?"Vianca tersenyum kaku. Ekspresi kedua orang tuanya tak lagi ramah. Mereka sudah menunggu anaknya sedari tadi, tetapi dia baru pulang ketika semua orang tertidur."Vianca, mari kita bicara sebentar."Vianca merinding. Suara Shelly — sang Ibu terdengar horor. Terutama kata-kata berbicara sebentar itu. Tanpa diberi tahu pun Vianca sudah tahu bahwa hidupnya saat ini sedang berada di ujung jurang kematian."Iya, Ibu? Apa yang ingin Ibu bicarakan?" Vianca menghamp
Jun terperanjat kaget mendapati Melina — Ibu kandung Herion muncul di hadapannya. Melina tidak mengabari Herion bahwa hari ini dia akan mengunjungi perusahaan sang putra. Sekarang Jun kebingungan harus mencari alasan yang seperti apa untuk mencegah Melina masuk ke ruangan Herion."Nyonya, kapan Anda datang? Sekarang Tuan—""Apa kau sedang mencoba untuk mencegahku masuk?"Melina melipat kedua tangan di dada sembari menatap tajam Jun. Sontak saat itu Jun berkeringat dingin sebab dia tahu seberapa menakutkannya Melina."T-Tidak, Nyonya. S-Saya tidak melarang Anda masuk." Jun gelagapan memberi jawaban kepada Melina."Baguslah. Biarkan aku masuk sekarang dan melihat sendiri apa yang sedang dilakukan anak kurang ajar itu."Jun menepuk keningnya, dia tidak bisa berbuat banyak demi menyelamatkan Herion dari amukan Melina.'Semoga Tuan diberi umur panjang oleh Tuhan,' batin Jun berdoa.Melina menerobos masuk ke dalam ruang kerja Herion. Melina tidak terkejut menyaksikan Herion berpelukan mesra
Vianca dan Herion melirik ke dalam ruangan. Keduanya menemukan orang tua mereka tengah duduk di meja yang sama."Kenapa Paman dan Bibi juga ada di sini?" tanya Vianca kepada Melina dan George."Tentu saja untuk bertemu denganmu, sayang," jawab Melina.Keluarga Vianca dan Herion sudah mengenal baik sejak dahulu. Terlebih lagi Melina berteman dekat dengan Shally. Tidak jarang mereka mengadakan acara gabungan antara dua keluarga.Hubungan keluarga Lotze serta keluarga Heigels terkenal sangat baik. Sehingga tidak heran mengapa Vianca bisa mengenal Herion sedari kecil. Walau hubungan keduanya buruk, tetapi orang tua mereka tetap saja masih sering berhubungan satu sama lain."Cepat masuk kalian berdua! Duduk di sini." George memanggil mereka untuk segera masuk ke dalam ruangan.Dengan langkah ragu-ragu, mereka berdua akhirnya memilih masuk daripada nanti kena amuk oleh Melina dan Shally. Entah kenapa firasat Vianca berkata buruk soal pertemuan kali ini."Kenapa bertemu di sini? Biasanya kit
Vianca langsung membelakangi sang Ibu begitu ditanyai soal perjodohan tersebut. Seharusnya Shally sudah tahu jawabannya tanpa ditanyakan. Anak gadis satu-satunya itu memang paling benci diatur. Shally tahu itu, tetapi dia tetap memaksa Vianca untuk menikah demi kebaikan sang putri."Ibu kan tahu aku berkomitmen tidak akan menikah seumur hidup. Mengapa sekarang Ibu malah menjodohkanku degan Herion?" keluh Vianca.Shally duduk di tepi ranjang Vianca. Tangannya perlahan mengusap lembut kepala Vianca. Dia menatap lembut punggung Vianca sembari mengulas senyum tipis. Sebenarnya, di balik ketegasan Shally, tersimpan kehangatan dan kasih sayang yang besar terhadap putrinya."Maafkan Ibu, sayang. Kalau tidak begini, kau takkan pernah berubah. Apa kau tidak bosan terus menerus menyakiti hati pria secara bergantian?"Vianca sontak bangkit dari posisi tiduran. Dia duduk menghadap sang Ibu."Tetapi, Ibu, aku ingin terus hidup seperti ini. Kalau aku menikah, itu artinya aku berpisah dengan Ayah da
"Berhentilah mengatakan omong kosong! Sekarang aku sedang pusing memikirkan cara membatalkan pernikahan ini."Herion menepis apa yang dibicarakan Breno barusan. Dia tidak mau memikirkan hal yang mustahil dia dapatkan. Vianca terlalu jauh berada di depan, dia takkan bisa menangkap hati Vianca. Begitulah yang dirasakan Herion kala itu."Kenapa harus dibatalkan? Cukup jalani saja. Apa mungkin kau takut Vianca kabur dan tidak kembali lagi?"Perkataan Isaak menyesakkan dada. Memang itulah yang terpikirkan oleh Herion."Mustahil dia kabur. Gadis itu tidak bisa hidup tanpa harta orang tuanya. Dia menjadi CEO Heigels Group dan menggunakan uangnya untuk bersenang-senang di luar sana. Tidak mungkin dia mau meninggalkan itu semua," ucap Herion."Ada benarnya juga yang kau katakan itu. Lalu bagaimana kau menanggapinya? Kalian berdua tidak punya pilihan lain selain menikah," ujar Isaak.Sekali lagi, Herion menghela napas panjang. Masalah ini cukup rumit ditampung di kepalanya. Dia tidak yakin terha
Vianca hari ini bersiap-siap untuk pulang ke rumah. Kondisinya sudah jauh membaik dari sebelumnya. Akan tetapi, Herion tidak pernah datang menjenguknya sampai hari ini."Vianca!"Tiba-tiba sahabat Vianca yaitu Diandra dan Lilica datang. Mereka berdua langsung memeluk Vianca. Setelah sekian lama mereka tidak bertemu Vianca, sekarang malah bertemu di rumah sakit."Kapan kalian kembali?" tanya Vianca."Kemarin, maaf kami baru sempat menjengukmu," ujar Diandra."Ternyata kau sudah mau pulang. Kami pikir kau masih lama di sini."Vianca mencubit pipi Lilica. "Apa kau bermaksud mendoakanku untuk sakit lebih lama lagi?"Lilica tertawa. Dia selalu saja seperti itu sedari dulu sampai sekarang."Bukan begitu maksudku. Aku pikir kau sakitnya sedikit lebih lama."Mereka berdua adalah teman Vianca yang dulu juga bersekolah di Rusia. Mereka berasal dari negara yang sama sehingga membuat mereka bisa berteman lebih dekat kala di Rusia dahulu. Sekarang mereka sama-sama bekerja di luar negeri. Hanya Vian
Di saat sudah lewat tengah malam, Vianca merasa sudah berada di batas kemampuannya untuk menenggak alkohol. Gadis itu nyaris kehilangan kesadaran. Dia mabuk karena terlalu banyak alkohol yang dia minum."Aku sudah tidak kuat lagi."Vianca menidurkan kepala di atas meja. Diandra dan Lilica sengaja tidak minum terlalu banyak supaya mereka bisa menyukseskan rencana mereka."Vianca, bangun! Hei, bangun!" Diandra mengguncang-guncang tubuh Vianca untuk memastikan apakah gadis itu benar-benar tidak sadar lagi."Sepertinya dia sudah minum terlalu banyak. Itu artinya Vianca sedang stres berat. Biasanya dia selalu menahan diri supaya tidak mabuk," ujar Lilica.Memang benar yang dikatakan Lilica. Vianca sekali pun tidak membiarkan dirinya berlarut dalam rasa mabuk. Akan tetapi, pada hari ini dia kebablasan sampai minum lebih dari sepuluh gelas.Diandra memberi kode kepada Breno kalau Vianca tidak lagi sadarkan diri. Breno dan Isaak paham, mereka akan melakukan rencana selanjutnya."Sepertinya Via
Seberkas cahaya matahari masuk melalui celah jendela kamar. Vianca seketika membuka mata karena terganggu oleh sinar mentari tersebut. Dia duduk lalu meregangkan otot-otot tubuh yang kaku."Eh? Bukankah semalam aku berada di club? Kenapa sekarang aku ada di kamar? Mungkinkah Diandra dan Lilica yang mengantarkanku pulang? Ya, mungkin saja begitu," gumam Vianca.Kemudian Vianca beranjak turun dari tempat tidur. Shally tiba-tiba masuk ke kamar untuk memastikan apakah Vianca sudah bangun atau belum."Oh, kau sudah bangun?"Vianca tersentak mendapati Shally masik ke kamarnya. Dia ingat kalau kemarin tidak meminta izin kepada sang Ibu. Sekarang Shally pasti akan mengomeli dia lagi."Aku baru saja bangun." Vianca berupaya tetap tenang dan santai."Vianca, apa kau tahu kesalahanmu kemarin?"Vianca merasa merinding ketika suara dingin Shally seolah-olah mengiris bulu kuduk. Vianca tersenyum kaku, mencoba agar kepanikannya tak terlalu terlihat jelas."Maafkan aku, Ibu. Aku tidak meminta izin per
Selepas itu, Vianca tidak lagi berbicara apa pun kepada Shally. Dia menolak untuk bersuara kembali meski Shally berulang kali berupaya memanggilnya. Namun, ia tak menyahut atau sekedar menoleh ke arah Shally.Pada akhirnya, Shally terpaksa keluar dari kamar Vianca. Sejenak ia membuang napas, pasrah terhadap tingkah Vianca yang tidak berketentuan."Anak itu ... ternyata dia sangat terluka. Aku harus berbicara dengan Herion."Shally langsung menghubungi Herion. Dia juga tidak bisa menyimpan lama-lama rahasia perihal perasaan Vianca. Detik itu, Shally menekan nama Herion di ponselnya. Untung saja Herion langsung mengangkat telepon darinya."Herion, apa kau sedang sibuk?" tanya Shally."Tidak, ada apa memangnya, Bibi? Apa ada sesuatu yang penting?"Shally tidak langsung menjawab. Dia diam selama beberapa detik sebelum akhirnya berbicara kembali."Bisakah kau bertemu Bibi sebentar? Ada sesuatu yang harus dibicarakan.""Baiklah, Bibi. Di mana kita akan bertemu?""Nanti aku akan mengirim pes
Reyna tampak sangat marah begitu mendengar nama Vianca. Dia tidak menyukai gadis itu karena selalu menarik perhatian para lelaki. Tidak hanya pria dari kalangan bawah, bahkan pria dari kalangan konglomerat pun selalu mengejar Vianca. Hanya saja, gadis itu sedikit pemilih, dia menyukai pria bertubuh kekar dan bersifat lembut seperti Noel."Kenapa dia? Bukankah kau bermusuhan dengannya? Aku tidak bisa menerimanya kau direbut oleh wanita itu."Herion menghela napas panjang. Kekasihnya itu selalu saja menampakkan rasa irinya terhadap Vianca. Tanpa dia ketahui alasan yang jelas, Reyna selalu mengutarakan kebencian kepada Vianca."Tenang saja. Aku takkan jatuh cinta dengannya. Kau jangan merisaukan sesuatu yang tidak sepatutnya kau pikirkan," ucap Herion menenangkan Reyna.Dia hanya asal berbicara saja karena Reyna suka sekali mengamuk jika dia salah berbicara soal gadis lain."Benarkah? Awas saja kalau kau jatuh hati padanya," gertak Reyna secara lembut."Iya, aku tidak akan jatuh hati pada
Seberkas cahaya matahari masuk melalui celah jendela kamar. Vianca seketika membuka mata karena terganggu oleh sinar mentari tersebut. Dia duduk lalu meregangkan otot-otot tubuh yang kaku."Eh? Bukankah semalam aku berada di club? Kenapa sekarang aku ada di kamar? Mungkinkah Diandra dan Lilica yang mengantarkanku pulang? Ya, mungkin saja begitu," gumam Vianca.Kemudian Vianca beranjak turun dari tempat tidur. Shally tiba-tiba masuk ke kamar untuk memastikan apakah Vianca sudah bangun atau belum."Oh, kau sudah bangun?"Vianca tersentak mendapati Shally masik ke kamarnya. Dia ingat kalau kemarin tidak meminta izin kepada sang Ibu. Sekarang Shally pasti akan mengomeli dia lagi."Aku baru saja bangun." Vianca berupaya tetap tenang dan santai."Vianca, apa kau tahu kesalahanmu kemarin?"Vianca merasa merinding ketika suara dingin Shally seolah-olah mengiris bulu kuduk. Vianca tersenyum kaku, mencoba agar kepanikannya tak terlalu terlihat jelas."Maafkan aku, Ibu. Aku tidak meminta izin per
Di saat sudah lewat tengah malam, Vianca merasa sudah berada di batas kemampuannya untuk menenggak alkohol. Gadis itu nyaris kehilangan kesadaran. Dia mabuk karena terlalu banyak alkohol yang dia minum."Aku sudah tidak kuat lagi."Vianca menidurkan kepala di atas meja. Diandra dan Lilica sengaja tidak minum terlalu banyak supaya mereka bisa menyukseskan rencana mereka."Vianca, bangun! Hei, bangun!" Diandra mengguncang-guncang tubuh Vianca untuk memastikan apakah gadis itu benar-benar tidak sadar lagi."Sepertinya dia sudah minum terlalu banyak. Itu artinya Vianca sedang stres berat. Biasanya dia selalu menahan diri supaya tidak mabuk," ujar Lilica.Memang benar yang dikatakan Lilica. Vianca sekali pun tidak membiarkan dirinya berlarut dalam rasa mabuk. Akan tetapi, pada hari ini dia kebablasan sampai minum lebih dari sepuluh gelas.Diandra memberi kode kepada Breno kalau Vianca tidak lagi sadarkan diri. Breno dan Isaak paham, mereka akan melakukan rencana selanjutnya."Sepertinya Via
Vianca hari ini bersiap-siap untuk pulang ke rumah. Kondisinya sudah jauh membaik dari sebelumnya. Akan tetapi, Herion tidak pernah datang menjenguknya sampai hari ini."Vianca!"Tiba-tiba sahabat Vianca yaitu Diandra dan Lilica datang. Mereka berdua langsung memeluk Vianca. Setelah sekian lama mereka tidak bertemu Vianca, sekarang malah bertemu di rumah sakit."Kapan kalian kembali?" tanya Vianca."Kemarin, maaf kami baru sempat menjengukmu," ujar Diandra."Ternyata kau sudah mau pulang. Kami pikir kau masih lama di sini."Vianca mencubit pipi Lilica. "Apa kau bermaksud mendoakanku untuk sakit lebih lama lagi?"Lilica tertawa. Dia selalu saja seperti itu sedari dulu sampai sekarang."Bukan begitu maksudku. Aku pikir kau sakitnya sedikit lebih lama."Mereka berdua adalah teman Vianca yang dulu juga bersekolah di Rusia. Mereka berasal dari negara yang sama sehingga membuat mereka bisa berteman lebih dekat kala di Rusia dahulu. Sekarang mereka sama-sama bekerja di luar negeri. Hanya Vian
"Berhentilah mengatakan omong kosong! Sekarang aku sedang pusing memikirkan cara membatalkan pernikahan ini."Herion menepis apa yang dibicarakan Breno barusan. Dia tidak mau memikirkan hal yang mustahil dia dapatkan. Vianca terlalu jauh berada di depan, dia takkan bisa menangkap hati Vianca. Begitulah yang dirasakan Herion kala itu."Kenapa harus dibatalkan? Cukup jalani saja. Apa mungkin kau takut Vianca kabur dan tidak kembali lagi?"Perkataan Isaak menyesakkan dada. Memang itulah yang terpikirkan oleh Herion."Mustahil dia kabur. Gadis itu tidak bisa hidup tanpa harta orang tuanya. Dia menjadi CEO Heigels Group dan menggunakan uangnya untuk bersenang-senang di luar sana. Tidak mungkin dia mau meninggalkan itu semua," ucap Herion."Ada benarnya juga yang kau katakan itu. Lalu bagaimana kau menanggapinya? Kalian berdua tidak punya pilihan lain selain menikah," ujar Isaak.Sekali lagi, Herion menghela napas panjang. Masalah ini cukup rumit ditampung di kepalanya. Dia tidak yakin terha
Vianca langsung membelakangi sang Ibu begitu ditanyai soal perjodohan tersebut. Seharusnya Shally sudah tahu jawabannya tanpa ditanyakan. Anak gadis satu-satunya itu memang paling benci diatur. Shally tahu itu, tetapi dia tetap memaksa Vianca untuk menikah demi kebaikan sang putri."Ibu kan tahu aku berkomitmen tidak akan menikah seumur hidup. Mengapa sekarang Ibu malah menjodohkanku degan Herion?" keluh Vianca.Shally duduk di tepi ranjang Vianca. Tangannya perlahan mengusap lembut kepala Vianca. Dia menatap lembut punggung Vianca sembari mengulas senyum tipis. Sebenarnya, di balik ketegasan Shally, tersimpan kehangatan dan kasih sayang yang besar terhadap putrinya."Maafkan Ibu, sayang. Kalau tidak begini, kau takkan pernah berubah. Apa kau tidak bosan terus menerus menyakiti hati pria secara bergantian?"Vianca sontak bangkit dari posisi tiduran. Dia duduk menghadap sang Ibu."Tetapi, Ibu, aku ingin terus hidup seperti ini. Kalau aku menikah, itu artinya aku berpisah dengan Ayah da
Vianca dan Herion melirik ke dalam ruangan. Keduanya menemukan orang tua mereka tengah duduk di meja yang sama."Kenapa Paman dan Bibi juga ada di sini?" tanya Vianca kepada Melina dan George."Tentu saja untuk bertemu denganmu, sayang," jawab Melina.Keluarga Vianca dan Herion sudah mengenal baik sejak dahulu. Terlebih lagi Melina berteman dekat dengan Shally. Tidak jarang mereka mengadakan acara gabungan antara dua keluarga.Hubungan keluarga Lotze serta keluarga Heigels terkenal sangat baik. Sehingga tidak heran mengapa Vianca bisa mengenal Herion sedari kecil. Walau hubungan keduanya buruk, tetapi orang tua mereka tetap saja masih sering berhubungan satu sama lain."Cepat masuk kalian berdua! Duduk di sini." George memanggil mereka untuk segera masuk ke dalam ruangan.Dengan langkah ragu-ragu, mereka berdua akhirnya memilih masuk daripada nanti kena amuk oleh Melina dan Shally. Entah kenapa firasat Vianca berkata buruk soal pertemuan kali ini."Kenapa bertemu di sini? Biasanya kit
Jun terperanjat kaget mendapati Melina — Ibu kandung Herion muncul di hadapannya. Melina tidak mengabari Herion bahwa hari ini dia akan mengunjungi perusahaan sang putra. Sekarang Jun kebingungan harus mencari alasan yang seperti apa untuk mencegah Melina masuk ke ruangan Herion."Nyonya, kapan Anda datang? Sekarang Tuan—""Apa kau sedang mencoba untuk mencegahku masuk?"Melina melipat kedua tangan di dada sembari menatap tajam Jun. Sontak saat itu Jun berkeringat dingin sebab dia tahu seberapa menakutkannya Melina."T-Tidak, Nyonya. S-Saya tidak melarang Anda masuk." Jun gelagapan memberi jawaban kepada Melina."Baguslah. Biarkan aku masuk sekarang dan melihat sendiri apa yang sedang dilakukan anak kurang ajar itu."Jun menepuk keningnya, dia tidak bisa berbuat banyak demi menyelamatkan Herion dari amukan Melina.'Semoga Tuan diberi umur panjang oleh Tuhan,' batin Jun berdoa.Melina menerobos masuk ke dalam ruang kerja Herion. Melina tidak terkejut menyaksikan Herion berpelukan mesra