"Pesawat kita hampir mendarat, apa kau sudah punya tempat tinggal sementara selama liburan di Belanda, Celia?" tanya Daniel Van Siege dari samping kursi gadis itu.Celia menggelengkan kepala, dia memang baru akan membuka aplikasi pemesanan hotel melalui aplikasi online sesampainya di Bandara Schiphol Amsterdam. "Belum. Kenapa? Kau tinggal di mana, Danny?" balas Celia sambil lalu tanpa berniat menumpang tempat tinggal."Aku akan pulang ke Giethoorn. Di sana harus melewati jalur air dengan perahu karena tidak ada jalan raya. Namun, kujamin pemandangannya sangat indah. Mungkin kau tertarik untuk berkunjung?" tawar Daniel dengan senyuman hangat. Sebenarnya dia berharap Celia mau ikut bersama dia ke sana."Apakah aman bila aku bepergian denganmu? Kita baru saja berkenalan, kau tidak curiga aku seorang penipu atau pencuri?" tanya Celia sembari tertawa jail.Daniel pun ikut tertawa. "Kurasa akulah yang akan menculikmu karena kau sangat cantik, Celia. Oya, apa kau sudah menikah atau berpacara
"Bos, saya sudah mengikuti Nona Celia ke Amsterdam. Ada sedikit kabar yang mungkin akan membuat Anda tak tenang. Jadi seorang pria tampan menemaninya dari pesawat sampai di hotel dan tak hanya itu, mereka check in di kamar yang sama. Maaf untuk aktivitas di dalam kamar tersebut, saya tidak bisa melaporkannya karena tidak mungkin menerobos masuk atau mengintip dari kaca jendela di lantai sebelas!" Matt Davis tertawa tegang di telepon.Keheningan dari sisi Morgan membuat Matt sedikit cemas karena dia mengetahui perasaan istimewa kliennya ke Celia Richero. Sayangnya memang seperti cinta bertepuk sebelah tangan saja. Gadis itu lebih memilih kebebasannya dan enggan terikat kepada siapa pun. Bahkan, Morgan yang tulus mencintainya.Akhirnya keheningan itu pecah dengan jawaban Morgan. "Aku akan menyelesaikan pekerjaanku di Houston lalu menyusul Celia ke Amsterdam. Sementara ini pantau terus gerak gerik pria yang bersama Celia, jangan-jangan dia punya niat jahat, Matt!""Tentu saja, Bos. Merek
Tetes-tetes air sisa hujan badai semalam menitik dari atap-atap rumah penduduk di kota Amsterdam dan sekitarnya. Beruntung pagi hari berikutnya matahari muncul bersinar terang. Para petugas kebersihan kota membereskan jalanan agar bisa dilalui lagi oleh kendaraan.Celia pun terbangun dari tidur lelap. Listrik telah pulih dayanya yang semalaman padam. Dia menyelinap turun dari tempat tidur, meninggalkan Daniel yang masih belum kembali dari alam mimpi. Entah turun sampai suhu berapa tadi malam, tetapi cukup untuk membuat seseorang terserang hipotermia. Cara Daniel membuat mereka berdua bisa bertahan melewati badai cukup efektif. Karena sudah pukul 07.00, Celia memutuskan untuk mandi air hangat. Mereka berencana melakukan wisata berdua mengelilingi kota Amsterdam dan berkunjung ke beberapa obyek wisata menarik di sekitarnya hari ini.Suara gemericik air dari kamar mandi membangunkan Daniel. Pria itu menyadari bahwa Celia telah pergi dari sisinya. Dia meraih handphone di nakas dan membac
"Terima kasih sudah mau mampir ke kampung halamanku, Celia. Ngomong-ngomong apa kamu pernah mengunjungi Venesia?" ujar Daniel yang sedang mendayung perahu miliknya untuk pulang ke rumah. Jalur sungai yang lebar dengan pemandangan bangunan berjejer di kanan kiri dan juga pepohonan serta tanaman hias menyambut kedatangan Celia di Giethoorn. Gadis itu terkesan dengan daerah yang disebut Venesia Dari Utara. "Seharusnya aku yang berterima kasih, Daniel. Tempat ini sungguh menakjubkan bagaikan berada di negeri dongeng. Kebetulan aku belum banyak menjelajahi benua Eropa. Dulu sewaktu kecil, papaku memang sempat mengajak aku dan kakakku mengunjungi Paris, Milan, Amsterdam, dan Madrid. Hanya kota-kota besar itu saja!" jawab Celia sambil memandangi obyek menarik di sekelilingnya.Mereka hanya naik perahu kayu berdua menyusuri sungai. Di sisi yang lain ada beberapa perahu yang melalui jalur air tersebut. Perjalanan dari Amsterdam cukup jauh sehingga mereka baru sampai di sana pada sore hari. C
"Hai, Celia. Silakan duduk, ayo kita makan malam!" sapa Daniel ramah. Dia duduk di meja makan bundar dari kayu Ek menunggu kedatangan Celia.Dalam benaknya, Celia merasakan pria yang dia temui kali ini sama seperti Daniel dalam versi 'normal'. Dia memperhatikan sikap Daniel lebih teliti lagi. "Hello, Danny. Nampaknya masakan makan malam ini lezat. Siapa yang memasaknya?" jawab Celia berbasa-basi."Koki rumahku yang membuat semua hidangan makan malam kita, Celia. Kuharap akan cocok di lidahmu. Apa istirahatmu cukup sore tadi?" balas Daniel ramah. Dia mengambil sup ercis ke dalam mangkuk keramik dan membiarkan Celia memilih menu apa pun yang tersaji di hadapan mereka."Iya, aku cukup tidur sepanjang sore tadi. Bagaimana dengan tamanmu?" Celia memakan salad sayur segar sebagai hidangan pembuka."Tukang kebunku, Zavier sudah merencanakan renovasinya. Yeah ... itulah risiko tinggal di sisi aliran sungai. Air meluap akan merusak properti!" jawab Daniel seraya tertawa ringan.Celia pun terse
"Mister Darwin, isi surat wasiat yang kusebutkan tadi tolong jangan sampai ada anggota keluarga Richero yang tahu sebelum aku meninggal dunia!" pesan Tuan Arnold yang terbaring lemah di tempat tidurnya.Notaris kepercayaan keluarga Richero itu menyimpan lembaran draft tulisan tangan yang tadi didikte oleh kliennya. "Jangan kuatir, Sir. Saya paham, isi surat ini akan saya jamin kerahasiaannya hingga tiba waktu dibacakan!""Bagus. Saya percaya penuh kepada Anda, Mister Darwin. Anda bisa pulang bila sudah tidak ada lagi yang perlu dibahas. Hati-hati di jalan!" ujar Tuan Arnold Richero. Dia memberi kode agar Carlos mengantarkan tamunya ke depan kamar.Di sofa ruang tengah Emilia Pilscher sengaja duduk minum teh sembari menunggu notaris kepercayaan suaminya itu meninggalkan kamar tidur utama di kediaman Richero. Dia bangkit dari tempat duduknya lalu menyambut Oliver Darwin dengan senyuman manis tersungging di bibir merahnya. "Selamat siang, Tuan Notaris. Silakan minum dulu kopinya sebelum
"TING TONG. TING TONG. TING TONG!"Morgan menekan bel pintu depan rumah Daniel Van Siege berulang kali di malam yang larut. Namun, tak ada tanda-tanda tuan rumah membukakan pintu untuknya."Damn it! Kenapa Daniel tidak membukakan pintu untuk kita? Seharusnya dengan bunyi bel terus menerus dia akan terganggu dan setidaknya memeriksa siap tamu iseng ini!" gerutu Morgan gelisah memikirkan Celia."Sir, jangan-jangan rumah ini kosong. Aku akan coba memeriksa dari kaca jendela kamar-kamar sebentar!" usul Matt Davis yang segera mendapat anggukan setuju dari Morgan.Sementara itu Morgan mulai menggedor-gedor pintu kayu Ek yang berpelitur cokelat terang tersebut. Dia tak peduli kalau pun tetangga Daniel terbangun dan mendatanginya. Kekasih sekaligus calon istrinya ditawan oleh seniman tak jelas pemilik rumah di tepi sungai tersebut.Dalam beberapa menit, Matt Davis bersa
"Ukh ... kepalaku!" Celia merasakan kepalanya seperti berputar-putar begitu pening. Seingatnya semalam dia tidur awal dan nyaman di dalam kamar tamu rumah Daniel Van Siege.Saat matanya terbuka lebar dan memindai sekeliling, Celia terkejut setengah mati. "Di mana ini? Seperti dalam kabin sebuah kapal yacht kecil!" ucapnya lirih spontan.Tak lama setelahnya mesin dimatikan dan kapal itu terombang-ambing di atas aliran air sungai yang tidak terlalu deras. Davidoff turun ke kabin bawah kapal untuk menjumpai Celia."Danny, bagaimana kita bisa berada dalam kapal?" cicit Celia panik tanpa curiga sama sekali.Pria berwajah mirip dengan Daniel van Siege itu duduk di tepi ranjang kapal lalu membelai rambut panjang Celia yang tergerai. "Hai, Cantik. Kita berada di kapalku. Mungkin aku harus memperkenalkan diri sekali lagi. Daniel adalah adik kembarku, namaku Dave. Semalam aku telah melukismu saat kau ter
"Ini surat kaleng yang harus dikirim ke Esmeralda dan Celia. Dan apa hari ini kau jadi menyuruh anak buahmu mengutak-atik mobil Arnold?" ujar Emilia sembari menyerahkan dua amplop surat yang dia tulis tangan untuk dua anak tirinya ke John Barlow.Ekspresi wajah pria itu hanya datar saja, dia memang menuruti keinginan Emilia kali ini. Namun, enggan terlibat langsung. Surat kaleng yang diberikan wanita itu dia terima dan dimasukkan ke dalam kantong celana panjang seragam oranye penjara. "Okay. Mobil pria tua itu sangat banyak di garasinya karena dia konglomerat kaya raya. Anak buahku akan menguntitnya saat pergi ke luar rumah dan membuat rem mobil yang dipakainya blong. Cukup sekali saja ya aku menuruti maumu untuk membalas dendam selebihnya tidak!" ujar John dengan keengganan terlihat jelas di wajah serta perkataannya.Emilia agak kecewa karena tidak sesuai rencananya justru John tak mendukung pembalasan dendamnya. "Kenapa begini, John? Katamu dulu musuhku juga musuhmu!" tegurnya halu
"Di rumah sakit mana Morgan dirawat, Celia?" tanya Carlos Peron sembari membantu nona mudanya turun dari tangga private jet usai pendaratan dini hari di Bandara Washington DC.Celia memang agak mengantuk dan letih tentunya karena kurang istirahat. Pikirannya tak tenang mengetahui suaminya dirawat di IGD hingga kini belum sadarkan diri."Morgan diopname di Medstar Washington Hospital Center. Dia ditemani Chef Eugene dan Chef Thomas. Kita naik taksi saja ke sana!" jawab Celia sembari melangkah keluar dari gerbang kedatangan penumpang pesawat. Fabio dan Louis mengawalnya sambil membawakan koper milik Celia. Taksi bandara stand by 24 jam di area sekitar pintu keluar. Mereka memakai satu taksi saja meskipun Celia jadi harus duduk di bangku depan dan ketiga pria besar itu berdempetan di bangku belakang.Perjalanan yang tak terlalu jauh jaraknya itu berakhir juga pada pukul 03.00. Rumah sakit masih lengang tak banyak pengunjung dan juga tenaga medis yang bersliweran di sana. Celia menghampi
"Kau kenapa, Morgan?!" seru Elizabeth berpura-pura panik. Dia lalu berteriak meminta tolong ke pegawai bar and lounge hotel agar membantunya memapah Morgan ke lift untuk kembali ke kamarnya.Rencana Elizabeth nampaknya berjalan mulus. Mata chef tampan itu nyaris terpejam tak fokus lagi melihat sekelilingnya, badan kekarnya limbung ditopang oleh dua waiter di dalam lift."Ada apa dengan tuan ini, Nona? Apakah Anda istri atau kekasihnya?" tanya salah satu waiter bernama Ronny."Dia terlalu lelah beraktivitas dan tadi minum-minum sedikit. Aku istrinya!" jawab Elizabeth berakting begitu meyakinkan.Akhirnya, kedua waiter itu membawa Morgan ke kamar Elizabeth dan membaringkannya di atas tempat tidur. Dengan segera Elizabeth memberikan tip untuk mereka lalu berterima kasih. Dia langsung mengunci pintu kamar lalu berjingkat-jingkat menghampiri mantan kekasihnya itu. "Morgan Darling, apa kau mendengarku?" ucap Elizabeth sembari membelai wajah pria itu. Peluh Morgan bercucuran di dahinya, di
Morgan semakin merindukan Celia setelah telepon mereka berakhir. Dia menghela napas lalu mengisi daya ponsel di nakas samping tempat tidur. Masih lusa barulah dia bisa kembali ke Kansas. Pekerjaan memasak di Gedung Putih tidak bisa diwakilkan bila tidak dalam keadaan sangat terpaksa karena menyangkut reputasi bisnis jasa boga Tasty Guaranted yang dia besarkan dari nol.Malam bergulir lambat menuju pagi, alarm di handphone Morgan meraung-raung berusaha membangunkan chef tampan yang masih membenamkan wajahnya di bantal. "Huhh ... cepat sekali pagi tiba!" gumam Morgan seraya meraih benda pipih yang terus berisik memekakkan telinganya.Dia menatap angka jam di layar ponsel lalu menyeret tubuhnya ke bawah shower. Air dingin menjadi opsi terbaik agar sel-sel sarafnya dapat tersegarkan setelah terlelap semalaman.Pikiran Morgan terbagi antara pekerjaan dapur yang akan dikerjakannya di The White House dan istrinya. Dia sangat ri
"Creamy Mushroom Black Pepper Salmon with Spinach apa sudah siap?" seru Morgan di tengah dapur Gedung Putih yang hectic dengan suara alat masak berbunyi bergantian bak orchestra.Chef Eugene Botswa yang terbiasa menjadi asisten executive chef menyahut, "Ready, Chef!""Minta pelayan mengeluarkan kereta hidangan salmon setelah ini kita fokus ke dessert sebagai penutup makan malam tamu Mister President!" ujar Morgan sembari memeriksa progres Tres Leches Cake atau yang dikenal dengan nama Dulce De Tres Leches, dessert lezat berupa kue bolu ringan yang direndam dalam tiga campuran susu manis dengan topping whipcream dan stroberi segar. Kue dingin ini terkenal di Mexico dan Amerika.Aroma manis susu menguar di dalam dapur dan menerbitkan air liur bagi siapa pun yang menciumnya. Kepiawaian Morgan sebagai executive chef tak diragukan oleh kru dapurnya. Pilihan menu darinya tak pernah monoton dan selalu extraordinary
Hurricane Restoran. Papan nama berhias lampu neon terang mengelilingi tulisan berwarna merah keemasan yang menyiratkan kemewahan itu menyambut mobil-mobil para pengunjung yang berhenti menurunkan penumpang. John memarkir sendiri mobilnya dan menolak jasa vallet parking usai menurunkan Emilia Pilscher di depan pintu masuk restoran. Alasannya agak jika terjadi sesuatu tak terduga, dia dapat langsung kabur dengan mobil miliknya karena tahu di mana lokasi terparkir.Sesaat menunggu John bergabung dengannya di depan pintu restoran menyisakan ketegangan di wajah Emilia. Dari kaca pintu restoran dia melihat keluarga Richero ditemani seorang pria muda perlente duduk mengelilingi meja makan bundar. Mereka tertawa riang sembari berbincang seru.'Ahh sialan! Bagaimana bisa restoran yang dimiliki kolega John juga dipilih sebagai tempat keluarga laknat itu makan malam?!' gerutu Emilia sambil mengamati rombongan kecil itu dari depan pintu restoran.John menghampiri wanita itu dan menepuk bahunya.
"Wow, Emmy kau sangat beruntung dipuja oleh sang penguasa penjara!" sanjung Anne yang melihat koleksi perawatan tubuh dan juga kosmetik yang dimiliki teman satu sel tahanannya itu.Lilly pun menimpali, "Rambutmu yang dipangkas cepak oleh Katlin Rookie juga sudah tumbuh makin panjang berkat shampo dan krim yang diberikan oleh John Barlow!"Senyuman sombong terukir di bibir Emilia Pilscher, dia memang bak seorang ratu kecil di penjara wanita Kansas City saat ini melengserkan posisi Katlin Rookie. Wanita malang sok hebat itu mengalami depresi berat akibat pembalasan dari John tempo hari karena memimpin pengeroyokan serta penganiayaan atas dirinya.Katlin kini dijauhi oleh seisi penjara wanita, terkadang senior juga membully dia seenak perut mereka. Tak ada lagi bekingan dari John Barlow yang membuat narapidana berkepala plontos itu mengangkat dagunya arogan di hadapan penghuni penjara lainnya."Aku mema
"Peter, pulanglah duluan ke rumah. Petang ini aku akan diantarkan oleh Dokter Jeffrey Norton!" titah Esmeralda kepada sopir yang menjemputnya di depan pintu keluar Richero Center Building.Dokter tampan itu memang belum tiba di tempat kerja Esmeralda, lalu lintas sore pada jam pulang kantor selalu macet. Maka Esmeralda duduk menunggu di coffee shop yang ada di lantai lobi. Dia memesan segelas Iced Caramel Machiato untuknya dan Caffe Americano untuk Dokter Jeff sembari memeriksa ponselnya.Nampaknya Celia sudah pulang dari perjalanan bulan madu panjangnya bersama Morgan sore ini, Esmeralda mendapat pesan dari papanya. Sejenak memang Esme pernah merasa tertarik dengan Morgan Bradburry. Chef itu sangat tampan dan berkharisma, wanita mana yang tidak jatuh hati. Akan tetapi, hubungannya dengan Celia semakin membaik pasca Emilia Pilscher dijatuhi vonis pidana. Esmeralda memupus rasa suka yang berlebihan di hatinya.Saat dia se
Pesawat yang membawa rombongan kecil itu kembali ke Kansas seusai liburan bulan madu Celia bersama Morgan. Penerbangan dari Asia Tenggara itu menuju Amerika Serikat menghabiskan waktu seharian."Hubby, apa kau tidak kelelahan? Sesampainya di Kansas, kamu harus segera berangkat ke Washington!" ujar Celia cemas. Dia sendiri merasakan badannya begitu letih dan mulai jetlag."Memang pasti melelahkan, tetapi aku harus menjalani pekerjaan itu, Sayang. Yang terpenting, selama kutinggalkan ke luar kota, kamu jaga diri baik-baik ya!" pesan Morgan. Dia tetap akan menempatkan pengawal menjaga Celia, tetapi istrinya juga harus berhati-hati."Iya. Aku janji akan jaga diri baik-baik selama kamu pergi bekerja. Dan tolong beri kabar sesering yang kau bisa selama berada di Washington. Aku pencemburu bila menyangkut pria yang kucintai, ada Elizabeth di sana bersamamu. Sebenarnya aku kurang suka!" Celia mengungkapkan keberatannya, te