Home / Romansa / Noda dalam rumah tangga / Bab 2; Antara pernikahan dan perasaan

Share

Bab 2; Antara pernikahan dan perasaan

Author: Pena Emas
last update Last Updated: 2024-09-11 13:31:31

"Iya, sekarang kita masih bisa membicarakannya dengan baik. Dan jika kita menundanya, boleh jadi tak ada lagi waktu untuk selamat." Alka tak membiarkan istrinya menyelesaikan kata-katanya. Dan ia telah melangkahkan kedua kaki panjangnya hendak keluar dari kamar.

Melihat itu, Amina segera menyingkap selimut besar yang membungkus dirinya. Ia lalu bergerak cepat menuruni ranjangnya hingga seluruh gerakan tubuhnya menjadi tak terkontrol, kemudian dalam satu adegan yang begitu cepat, ia jatuh tepat di bawah kedua kaki Alka.

Karena sudah terjatuh, dan saat pertama kali membuka mata Amina melihat kedua kaki Alka, ia segera memeluk kedua kaki itu dengan erat, "ku mohon Mas jangan lakukan hal itu!" Ia terisak di bawah kaki suaminya sendiri. Memohon dengan hati yang paling dalam.

Alka membeku, ia tadi mendengar dengan jelas suara gedebuk ketika istrinya terjatuh. Boleh jadi, besok ia akan melihat adanya luka pada tubuh istrinya, dan ia tentu tak bisa merelakan hal itu.

Maka dari itu, Alka menjatuhkan seluruh badannya, dan memeluk Amina di atas lantai dingin kamar mereka, "tapi Mas harus melakukannya, Mas sungguh hanya memiliki satu hati, dan telah di penuhi sesak olehmu!"

Amina menggeleng cepat, "tapi Mas tidak boleh melakukannya! Sore tadi Ayah dan Ibu telah berangkat ke rumah Mira, mereka telah mengatakan niat baik itu pada mereka! "

"Niat baik kau bilang?" Alka menatap istrinya tak percaya. Menjadikan seorang gadis baik-baik sebagai seorang istri kedua, mana bisa di bilang sebagai niat baik? "Dengar, boleh jadi memang Ayah dan Ibu telah menyampaikan lamaran itu pada keluarga mereka, tapi Mas yakin! Mereka pasti belum menjawabnya sekarang!"

Amina memohon dengan tangisan di dada Alka, "maka dari itu, Mas! Jika dalam keadaan ini Mas justru datang dan mematahkan niat itu sepihak, bukankah akan sangat merendahkan keluarga mereka?"

"Bukankah akan lebih merendahkan ketika Mas menikahinya hanya untuk memproduksi seorang bayi? Itukah yang kau inginkan? Kau ingin menyakiti hati wanita lain demi kebahagiaan keluarga kita? "

Amina menggeleng putus asa, bukan itu yang ia maksud. Kedua tangannya mencengkeram erat pinggiran baju suaminya, dan ia tak akan membiarkan Alka pergi barang satu langkahpun!

Alka menghembuskan nafasnya, mendongak ke arah langit.

Ia tahu, sungguh teramat tahu, apa yang istrinya pikirkan saat ini. Maka dari itu, melihat istrinya yang begitu putus asa di dadanya, ia tak tahan untuk tidak menggerakkan kedua tangannya dan memeluk hangat tubuh istrinya dan berbisik, "maafkan Mas, Mas yang telah salah, sama sekali tak mau mengerti perasaan mu. " Ia mengelus pelan pundak Amina, dan dalam satu gerakan yang dramatis, mengecup kening Amina lama sekali, "Mas akan menikahinya, tapi ingatlah! Hal ini Mas lakukan semata-mata hanya demi dirimu. "

****

"Apa yang ingin kau katakan!?" Renjana menatap dingin orang yang duduk di kursi kebesaran yang tak jauh di depannya.

"Aku telah memikirkan ucapanmu kemarin, tentang membebaskan 'dia' dari rumah bordil itu." Orang itu, yang apalah daya adalah ayah Renjana sendiri, menghisap rokoknya dalam sekali.

"Kau... " Renjana ragu-ragu sejenak, ia takut dirinya hanya di jebak oleh ayahnya sendiri, seperti yang telah sudah-sudah, "kau sungguh akan membebaskannya?"

Orang itu mengangguk kecil, "aku akan membebaskannya, dengan syarat kau harus mengambil alih tanah seluas tujuh puluh hektare milik keluarga Maheer!"

Kedua tangan Renjana mengepal di dua sisi. Ia tahu, orang itu, yang bahkan tak sudi ia menyebutkan namanya, pasti akan meminta sesuatu yang muluk darinya.

"Kau telah mendapatkan begitu banyak selama ini dariku, bahkan itu semua tak sanggup membebaskannya?"

"Aku telah memberimu jalan keluar, tentang mau atau tidak, itu semua terserah padamu! Lagipun, selama ini juga kamu telah mendapat banyak dari kerja kerasmu itu. Bukankah kau selalu di kenal sebagai Tuan Muda Renjana?"

Renjana mendecih, semua itu tak berarti karena ia tak ubahnya 'kacung' yang melayani keluarga bahagia ayahnya dan Ibu tirinya.

"Mari kita buat surat kesepakatan bermaterai!" Ucap Renjana kemudian.

"Oh, hei! Kau bahkan butuh surat bermaterai untuk mengancam Ayahmu?"

Kedua mata seindah bunga persik milik Renjana menyipit penuh kebencian,"Kau sungguh menganggap dirimu sebagai Ayahku?"

"Aku memang Ayahmu!"

"Tapi aku bukan Anakmu!"

Orang itu menghela nafasnya, merasa percuma berdebat dengan anaknya, "kalau begitu, terserah padamu!" kemudian ia menarik sebuah kertas putih dan menempelkan materai di sana, kemudian menuliskan kesepakatan itu dan menyodorkan nya ke arah Renjana.

Renjana menerima kertas itu, membacanya dengan teliti, kemudian menambahkan kata 'harus' untuk menggantikan kata 'akan' pada kalimat: 'akan membebaskan Ningrum'.

****

Dua minggu kemudian. Tujuh mobil mewah datang dari rumah besar keluarga Tuan Maheer untuk menjemput mempelai wanita dan kerabatnya.

Mira telah memakai pakaian pengantin yang begitu indah, anggun, berkelas, dan sangat sedap di pandang mata.

Wulan, ~adik perempuan Miraa~ meremas pelan tangan kakaknya. Ia tahu apa yang terjadi, namun memutuskan untuk bungkam, dan seolah tak mengerti apa-apa. Sedang ke empat adik laki-laki mereka justru tengah bergaya dengan jas yang di berikan Nyonya Salma seminggu yang lalu.

Butuh waktu satu jam, hingga akhirnya mobil yang mereka tumpangi berhenti di sebuah rumah yang begitu megah.

Kedatangan keluarga dari kalangan rendah itu di sambut hangat oleh tuan rumah. Nyonya Salma bahkan langsung menghampiri Miraa dan mencium wajahnya. (Eh, maksudnya, mencium kain yang menutupi wajah Mira) dengan suka cita.

Mira dan para tamu kemudian di giring memasuki ruang tamu keluarga yang telah di sulap sedemikian rupa, lengkap dengan sebuah satir setinggi satu setengah meter di tengah-tengah mereka.

Aisha kemudian di dudukkan di kursi paling depan dan langsung di sambut oleh sepasang tangan hangat di sampingnya, "Mira, aku senang kau akan segera menjadi adikku. "

Tanpa perlu Mira membuka kain yang menutupi wajahnya, ia tahu siapa yang tengah mengajaknya bicara.

Itu Amina, siapa lagi?

Amina kembali mendekatkan bibirnya ke telinga Mira yang tertutup kain, "di masa mendatang, jika butuh sesuatu, maka tak perlu sungkan untuk mencari ku, ya! "

Tak perlu menunggu lama, suara penghulu terdengar dari pengeras suara yang telah di siapkan, lalu terdengarlah suara Alka yang tegas berwibawa, "saya terima nikah dan kawinnya Almira Bestari binti Bapak Darma dengan mas kawin tersebut, tunai. " Dan para tamu menggumamkan kata 'sah' yang hanya terdengar dari telinga kanan Mira dan keluar lewat telinga kiri.

Amina menggenggam tangan Mira, ia dengan setulus hati mengucapkan, "selamat datang di keluarga kami, Mira. "

Mira masih tetap terdiam, telinganya tiba-tiba tuli dengan gema ucapan 'sah' yang baru saja ia dengar. dan sekali lagi, ia harus merasa bersyukur karena baju pengantinnya yang di lengkapi dengan kain penutup wajah. Karena jika tidak, entah bagaimana ia harus menyembunyikan wajahnya sekarang ini?

"Mbak Amina, " Tanpa sadar, Mira memanggil Amina di sebelahnya.

"Iya, Mira? "

Mira ingin mengucapkan sesuatu, Kata-kata itu telah sampai di tenggorokannya, namun tertelan kembali ketika telah sampai di ambang mulut. Ia semakin menundukkan kepalanya, dan sebagai gantinya, justru berkata, "mohon bimbingannya, " Dengan suara agak sedikit bergetar.

Hari itu, ketika orang-orang bersuka cita dengan pernikahannya, memakan berbagai macam hidangan yang tak mungkin bisa mereka makan di kehidupan sehari-hari, Mira malah sibuk sekali dengan pemikirannya sendiri. Ia bahkan sampai tak menyadari, bagaimana keseluruhan acara itu di langsungkan, bagaimana para tamu (yang bagi keluarga Tuan Maheer tak seberapa, namun bagi keluarga Mira sangat banyak) itu pamit pulang.

Dan yang paling miris, ia bahkan tak menyadari bagaimana bisa ia kini telah berada di sebuah kamar yang begitu luas? Dengan sebuah ranjang king size dengan kasur empuk di atasnya, dan entah bagaimana hari sudah begitu gelap? Matahari yang bersinar terang tadi siang, telah berganti dengan cahaya rembulan yang menyabit indah.

Dengan langkah pelan, Mira mendekatkan diri dengan jendela yang menjulang dari lantai ke langit-langit. Ia meletakkan telapak tangannya pada kaca dingin itu, merasakan cahaya rembulan yang tak mungkin ia gapai.

Tok! Tok! Tok!

Miraa masih sangat asik melihat rembulan di langit, sama sekali tak memperdulikan siapa gerangan yang mengetuk pintu kamarnya, karena ia tahu siapa yang akan masuk.

Ceklek!

Pintu kamarnya terbuka, seseorang masuk, kemudian tertutup lagi, dan Mira masih enggan mengalihkan pandangannya.

"Maaf, karena tak menunggu jawaban darimu terlebih dahulu, dan aku langsung masuk begitu saja, " Dan suara seindah gesekan biola milik Alka terdengar di telinga Mira.

Alka berdiri tepat di depan pintu. Sama sekali tak berniat melangkah lebih dekat ke arah Mira. Ia pun mulai berbicara di sana, "suatu ketika aku pernah mendengar seseorang berkata: hanya seorang wanita yang mengerti perasaan wanita lain. Namun aku tidak tahu, bagaimana kalian para wanita dengan begitu mudahnya mengorbankan perasaan kalian sendiri? "

Alka berdeham pelan, sosok tinggi tegapnya tetap tak berniat melangkah maju. Kedua mata cokelatnya mengikuti arah pandang Mira, memandang rembulan yang menyabit indah, sama sekali tak berniat menatap punggung Mira yang indah berbalut baju pernikahan.

"Hari ini mungkin aku memang menikahi mu, tapi jujur saja, aku sangat mencintai istriku hingga rasanya mustahil hatiku menerima kehadiran hati yang lain. Setiap hari, setiap waktu, aku selalu bisa mencintai istriku tanpa syarat... Aku tahu, mungkin ini memang tak mudah bagimu, namun sekarang akan aku katakan. Amina membagi waktuku untuk kalian berdua dengan begitu adil, semalam di kamarnya, dan semalam lagi di kamarmu, namun karena kita baru saja menikah, maka dalam waktu seminggu ini aku sempurna milikmu."

Terdengar helaan nafas berat, sebelum Alka melanjutkan, "namun hatiku mengatakan agar jangan terlalu egois. Dengan meniduri mu yang boleh jadi tak bisa menerima ketidak berdayaan ku ini, bukankah sama saja aku hanya memanfaatkan mu? Aku melihatmu begitu baik, bahkan, setiap kali Amina berbicara tentangmu, aku selalu berfikir betapa kau adalah seorang gadis yang cantik dan pintar.

Mengingat itu, entah bagaimana cara Ibu membujuk mu, hingga akhirnya kau mau menerima pernikahan yang tak akan pernah sempurna ini?

Maka dari itu aku memutuskan, setiap kali giliran tidur di kamarmu datang, aku akan tidur di kamar tamu. Dan suatu saat, setelah kita bisa lebih bersahabat dengan takdir, dan saat kau telah mau menerima ketidak berdayaan ku ini, maka datanglah ke kamar tamu, dan mari kita lakukan."

Alka berjalan dua langkah ke depan, meraih kartu bank di sakunya, dan meletakkannya di atas meja, dekat dengan buku nikah milik Mira, "di dalam kartu ini, terdapat uang yang akan ku tambah setiap harinya. Kau gunakanlah uang itu! Sandinya 222222."

Setelah mengucapkan hal itu, Alka membalikkan badannya, hendak keluar dari kamar Mira. Namun ketika tangannya telah berhasil memegang handle pintu, ia berhenti, membasahi bibirnya dengan tak nyaman dan berkata, "selamat malam, Mira." Lalu ia benar-benar meninggalkan Mira di malam pertama!

Mira masih terus menatap rembulan dari balik dinding kaca kamarnya. Namun kini pandangan matanya mulai mengembun, membuat kabur bayangan rembulan sabit itu, dan satu tetes air mata lolos membasahi pipinya, menggenang terlebih dahulu di pangkal dagu, kemudian meluncur bebas ke bawah, membasahi lantai murmer yang begitu terasa dingin di kaki telanjangnya.

Malam itu, bahkan langit yang semula cerah tak tersapu awan tiba-tiba menggelap. Bagai ada yang usil menuangkan tinta hitam di sana, maka, hilang sudah rembulan sabit itu, juga jutaan atau bahkan miliaran bintang yang mengiringinya, tergantikan dengan awan hitam pekat sepekat hati Mira.

Lalu perlahan, beberapa tetes air hujan mulai turun, membasahi kota kami dengan begitu murah hati.

Lihatlah! Jika saja Mira memiliki pernikahan yang lebih baik, bukankah segala suasana ini teramat sempurna? Malam yang dingin di sertai suara hujan sebagai musik alami.

Namun sayangnya, Miraa tak bisa merasakan bagaimana indahnya malam pertama yang sering ia baca di novel romansa. Segala suasana malam ini malah terasa begitu memilukan baginya, membuat hati yang menangis kian menjerit, dan membuat mata yang memanas kian memburam.

dalam hatinya, mau tak mau Mira terus membenak: 'Lagi-lagi keluarga ini memberiku uang, menumpukkan rasa perlu membalas budi hingga mungkin bukan hanya aku, bahkan seluruh dunia pun rela bersujud di hadapan mereka! '

Ia berjalan perlahan ke arah meja, meraih kartu bank dan akta nikahnya, lalu memasukkan keduanya ke dalam satu kantung hitam.

Malam ini, Miraa sempurna menghabiskan waktu dengan menangis dan terus menangis.

Di sisi lain, Alka keluar dari kamar Mira dengan hati sesak, dan ketika ia telah berhasil melewati pintu, mau tak mau kedua netranya memandang kamar Amina yang berada tepat di samping kamar tamu. Tanpa sadar kakinya melangkah ke sana, namun ketika ia telah berhasil mencapai depan pintu, akal sehatnya memancarkan sinyal ketidakmungkinan yang kuat, hingga dapat mengendalikan diri untuk tidak menggapai handle kamar yang setiap hari ia buka tanpa perlu mengetuk terlebih dahulu.

Related chapters

  • Noda dalam rumah tangga   bab 3; hati yang tak rela

    Sementara di kamarnya Mira menangis sendirian, di sisi lain, masih di dalam rumah besar yang sama, tepat di samping kamar tamu, tempat kamar utama kedua setelah kamar tuan dan nyonya Maheer, Amina juga tengah meremas dada sesaknya. Angin malam berhembus menusuk hati, menikam perasaan, membelenggu segala pemikiran baik, dan menonjolkan pikiran negatif dalam diri. Ketika pernikahan itu benar-benar terjadi, ketika untuk pertama kalinya dalam empat tahun ini, ia akan menghabiskan malam tanpa suaminya, dan ketika suasana malam begitu romantis menyambut hari pernikahan, ia hanya bisa tergugu sendiri, memeluk erat bantal yang biasanya di pakai oleh suaminya, dan menenggelamkan wajahnya di sana, menghirup aroma yang di tinggalkan. Malam ini, Amina tetap pada posisinya itu hingga pukul dua dini hari! Ia menegakkan tubuhnya, Kerongkongannya terasa kering. Ia pun turun dari ranjang, bagaimana pun, ia tak boleh menangis semalaman penuh, karena kalau ia melakukannya, boleh jadi besok Al

    Last Updated : 2024-09-11
  • Noda dalam rumah tangga   bab 4

    Di dalam hatinya, padahal Mira sedang mengkal dan sama sekali tak ingin di ganggu. Namun, dengan kehadiran Nyonya Salma yang terhormat ini, bagaimana pula ia bisa menolak? "Panggil aku Ibu, Nak! sekarang aku adalah Ibumu!" sebenarnya, Nyonya Salma sungguh berniat baik dengan mendatangi kamar Mira. Hanya saja, Mira yang memang sedang tak bisa berfikir dengan lebih baik, justru membenakkan kata-kata yang buruk di hatinya, yaahh, walau pada permukaan ia masih bisa menampilkan 'sedikit' senyuman. Mira, "Bagaimana Mira bisa, Nyonya?" Nyonya Salma tersenyum, ia bukannya tidak tahu kalau Mira sedang ingin sendiri. Namun jika anak itu tak segera mampu beradaptasi dengan keluarganya, bagaimana pula ia akan menjalankan kehidupan pernikahannya? "Pasti bisa! karena mulai sekarang, aku adalah Ibumu dimana pun berada." Mira terdiam, menenggelamkan kepalanya di antara lutut yang ia lipat. Bila saja ia mendengar kata-kata itu dalam keadaan yang berbeda, boleh jadi ia akan sangat meng

    Last Updated : 2024-10-01
  • Noda dalam rumah tangga   Bab 5

    Pagi itu, untuk pertama kalinya dalam sejarah keluarga Tuan Maheer, mereka makan dengan meninggalkan salah satu anggota keluarga yang tak memiliki udzur apapun. Dan ketika Alka dan Tuan Maheer telah berangkat kerja, saat itulah Nyonya Salma mendekati Amina di ruang tamu. Amina, "tidak, sebaiknya semua bunga itu kalian taruh saja di luar! Dan rangkailah beberapa tangkai yang masih cantik untuk hiasan di beberapa titik! Lalu buang saja yang lain! " Si pelayan yang di ajak bicara, "baik, Bu..." Pelayan itu sudah hendak pergi melakukan apa yang Amina katakan, sebelum kemudian ia kembali lagi seolah baru saja melupakan sesuatu, "lalu bagaimana dengan gabus-gabus besar itu?" Amina melihat gabus berukuran besar yang melengkapi dekorasi nikahan suaminya kemarin. berfikir sejenak, lalu berkata, "kau bakar sajalah, lagipun seperti nya kita tak akan menggunakannya lagi." Si pelayan, "baik, Bu." Amina melangkahkan dua kaki jenjangnya ke depan, hendak memeriksa bagaimana kondisi di luar.

    Last Updated : 2024-10-02
  • Noda dalam rumah tangga   Bab 6

    Amina, "aku berjanji akan memperlakukanmu dengan baik, dan tak akan berubah hingga kapanpun!" Mendengar itu, perlahan Mira membuka bibirnya, hendak mengucapkan sesuatu, "sungguh kah?" Amina mengangguk dengan keras, "sungguh!" Mira, "sampai kapanpun kau akan tetap menjadi Mbak Amina ku yang baik hati? Yang terus memperhatikanku?" Amina, "sampai kapanpun! Kau akan selalu menjadi adikku satu-satunya!" Mira, "maukah kau berjanji?" Dan hari itu, mereka berjanji dengan kelingking untuk selalu akur selamanya! Dengan perjanjian itu, setidaknya Mira tak perlu khawatir akan pemikiran buruk tentang Madunya yang jahat. dan kalaupun di kemudian hari ia merasa sedih, setidaknya ia tahu, akan selalu ada tempat untuk bersandar. Namun siapa yang tahu, sakit hati dan rasa cemburu akan mengubah semua itu dalam sekejap? Dan Mira harus kembali menahan nafas saat waktu itu datang! **** Sore harinya, ketika tuan Maheer kembali dari kantor, ia melihat istrinya tengah melamun di dalam ka

    Last Updated : 2024-10-11
  • Noda dalam rumah tangga   Bab; 7

    Tuan Maheer memang menasihati istrinya untuk memberi waktu pada Mira, namun dalam hatinya (sebagai kepala keluarga utama rumah besar itu) ia tentu tak bisa menerima sikap Mira yanng menurutnya egois itu. Baginya, bila sudah menikah maka harus bisa menerima segala kekurangan suami dan keluarganya. Tapi lihatlah apa yang Mira lakukan! Di hari pertama bahkan ia telah berani melanggar tradisi keluarga yang paling di hormati semua orang hanya karena mementingkan perasaannya sendiri, bukankah itu adalah perlakuan egois dan sangat tidak pantas? Seumur hidup, Tuan Maheer telah di ajarkan untuk disiplin dan benar-benar mematuhinya hingga kini usianya telah mencapai kepala lima. Maka dari itu, ketika Nyonya Salma memejamkan kedua mata khawatir nya, ia beranjak keluar dari kamar utama tanpa membersihkan badan terlebih dahulu. Di depan pintu, ia melihat seorang pelayan yang tengah membersihkan meja hias, "apakah Nona Mira telah keluar?" Pelayan itu menunduk, menunjukkan rasa hormat ya

    Last Updated : 2024-10-12
  • Noda dalam rumah tangga   Bab 8

    Sementara Amina terus memikirkan bagaimana pernikahan suaminya dengan Mira, di dalam kamarnya, Mira justru masih bertahan terdiam di sana. Malam telah kembali menyapa, sedang ia tak kunjung bisa memuaskan hatinya yang lara. Makanan di meja telah dingin sejak beberapa jam yang lalu, itu adalah makanan kedua yang Amina kirim untuknya, dan ia sama sekali tak berselera dengan makanan yang kaya akan rasa itu. Tok! Tok! Tok! Mira menghela nafasnya, hari ini, terhitung lebih dari sepuluh kali pintu kamarnya di ketuk. Dan pelakunya siapa lagi, kalau bukan Amina atau pelayan? Amina berjalan mendekat setelah menghidupkan sakelar lampu sebelah pintu, dan terlihatlah Mira yang masih setia duduk memeluk kakinya di atas ranjang. "Kau bahkan sama sekali tak menyentuh makananmu?" Mira mendongak, melihat Amina yang tersenyum dengan senampan makanan yang masih mengeluarkan kepulan uap di atasnya. Huh, Lagi-lagi tentang makan! Amina, "kau boleh marah pada semua orang, bahkan tidak ter

    Last Updated : 2024-10-13
  • Noda dalam rumah tangga   Bab 9

    Sedang di seberang kota Rintis, tempat tinggal Mira dan keluarga tuan Maheer berada, Renjana baru saja keluar dari sebuah kamar VIP di suatu club malam. Jam dua dini hari, dan ia telah membayar untuk wanita langganannya untuk semalam full, namun ia telah keluar dan di sambut dengan banyak sekali gadis di luar kamar itu.Luna, salah satu di antara para gadis duduk tak jauh dari mereka. Melihat Tuan Muda yang selalu di kaguminya itu tengah mencumbu beberapa di antara mereka. Gadis satu, "Tuan Muda, kau begitu tampan dan kaya, dan aku juga tidak buruk. Bagaimana jika menjadikan ku simpanan keduamu?"Gadis dua, "jangan hanya dia, aku juga.""Lalu bagaimana denganku?""Aku juga mau!"Renjana tertawa, mengangguk-anggukkan kepalanya, "kalian para gadis cantik," Ia mendongak, melihat seorang gadis yang juga ingin mendekatinya namun seperti nya takut? "Kemarilah sayang! Kenapa tidak ikut bergabung?"Gadis yang takut itu, jika di bandingkan dengan para gadis yang tengah bergelanyut manja pada

    Last Updated : 2024-10-14
  • Noda dalam rumah tangga   Bab 10

    Sebenarnya Amina tak ada masalah jika Mira memang ingin berjalan kaki. Hanya saja, ia takut Mira melakukannya karena merasa tak layak menggunakan mobil keluarga. Karena itulah, dengan penuh ragu Amina bertanya, "kau yakin?" Yang kemudian mendapat jawaban mantap dari Mira, "yakin!"Dengan itu, Mira langsung mempersiapkan diri untuk segera berangkat ke kantor Alka. Dalam perjalanan, Mira hanya perlu bertanya satu kali pada seorang pejalan kaki. Orang itu menjelaskan dengan cukup gamblang, dan Mira juga memiliki otak yang cepat tanggap. Jadi, setelah dua puluh menit berjalan kaki dengan langkah lebar, Mira pun sampai di depan gedung kantor Alka.Mira menghembuskan nafasnya, bahkan hanya di lihat dari luarnya saja, gedung itu terasa besar sekali untuk bisa ia gapai dengan tangan mungilnya. Tak sangka, justru kini ia menyandang status sebagai istri kedua pemilik gedung lima lantai itu. Alka baru saja kembali dari meeting di luar, dan saat ia berdiri di depan resepsionis dengan asisten

    Last Updated : 2024-10-15

Latest chapter

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 24

    Renjana berhenti, menatap kebelakang, tanpa senyum menggoda seperti biasa, hanya senyum sopan sebagai seorang pria. "Kalau kau ingin memarahiku, silahkan saja. Bagaimana pun aku juga ada salah, telah menggoda istri orang."Mira menahan senyumnya, ternyata pria ini memiliki sedikit rasa empati juga! Ia mengulurkan tangan ke arah Renjana, "saat pertama kali aku melihatmu, aku memang sangat marah. Bahkan, baru saja aku juga merasa begitu. Hanya saja, setelah aku pikir-pikir, dari seluruh orang yang berada di dalam kapal raksasa ini sekarang, hanya kau orang yang ku kenal. Jadi, mungkin kita bisa berteman?"Renjana menatap uluran tangan Mira sebentar, mengedikkan bahu, membalas uluran tangannya, "aku tidak biasa berteman dengan seorang wanita sebagaimana mestinya, kau tentu tahu itu. Tapi bagi seorang wanita terhormat seperti mu, hatiku meminta pengecualian."Sebenarnya Mira lumayan faham dengan apa yang Renjana katakan. Hanya saja, karena takut salah menebak, Mira perlu memastikannya, "

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 23

    "Kenapa? Kau sakit jantung?"Renjana menggeleng sedih, "bukan jantung, tapi hati."Setelah di dorong oleh Renjana tadi, jarak antara Mira dan pintu menjadi agak jauh. Dan sekarang Mira kembali berjalan mendekati pintu dan membukanya, "aku bukan dokter! Kalau kau sakit cepat pergi ke ruang kesehatan, kalau kau tak tahu jalannya, kau lurus saja dari sini, nanti naik ke lantai dua, di sana ada ruang kesehatan paling luas di kapal!"Wajah Renjana jadi muram, "aku tak mau ke dokter!""Kenapa? Kau bukan orang miskin yang kekurangan uang! Lagi pun, bagi pelanggan VIP, fasilitas kesehatan itu bisa kau ambil secara gratis!"Renjana terlihat tak ingin menjawab perkataan Mira. Ia malah berjalan santai ke arah kasur gadis itu. Mira yang tak menduga apa yang akan Renjana lakukan sebelumnya merasa kaget, "apa yang kau lakukan? Pergi dari sana!"Dengan santai Renjana melepas sepatunya dan berbaring di ranjang Mira, "kau sama sekali tak tahu masalah hati antara pria dan wanita ya?"Merasa khawatir,

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 22

    Drrrt drrt drrtt! Sedari tadi ia berjalan menuju kamarnya, Renjana terus merasa kan ponselnya bergetar asa yang menelpon. Namun memang sengaja tak ia angkat kala mengetahui siapa sumber dari suara itu. Sekarang ketika ia berbaring dengan lelah di atas kasurnya, ponsel itu tak henti mengeluarkan getaran menyebalkan! Dan ketika Renjana hendak menonaktifkan ponselnya, sebuah pesan dengan huruf besar-besar muncul, "ANGKAT TELPONNYA BODOH!!!" Renjana tak ingin menghiraukannya. Namun tangannya gatal untuk menekan ikon hijau dan mendengar apa yang akan orang itu katakan, {"AKU MENYURUHMU KE KOTA RINTIS DAN MENGAMBIL ALIH TANAH KELUARGA MAHEER, BUKAN MALAH NGELAYAP DENGAN KAPAL ITU!!!"} Suara teriakan itu, membuat Renjana langsung menjauhkan ponselnya dari telinga, ia menjawab dengan tenang, "kau hampir membuatku tuli!" Si penelepon, Tuan Daksa, yang apalah daya adalah ayahnya sendiri di sebrang sana tengah uring-uringan. Ia tadi mendapat kabar dari asisten nya bahwa Renjana mengung

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 21

    "Tapi itu fitnah!" Renjana sudah akan memasukkan satu suapan ke dalam mulutnya. Tiba-tiba ia seolah dapat ide besar, "kalau begitu, bagaimana kalau kita jadikan itu tidak fitnah?" Mira memikirkan dengan baik apa yang di maksud dengan ucapan Renjana. Dan ketika ia menyadari nya, ia hampir berteriak karena kesal! Untung saja, pikiran normalnya mampu menganalisis keadaan sehingga tam melakukan hal bodoh itu. Dan sebagai gantinya, Mira menatap Renjana penuh remeh, "jadi, begitu caramu merayu semua wanita?" Dengan ringan Renjana menjawab, "tidak juga, kebanyakan mereka yang menggodaku. Boleh di bilang, aku baru melakukan ini untukmu saja!" Mira mendengus dengan mulut penuh, sama sekali tak percaya yang Renjana katakan, "omong kosong!" "Kata siapa omong kosong?" "Kataku, tentu saja!" Renjana menaikkan sebelah alisnya, "kau tak lihat apa yang barusan Maria lakukan padaku?" "Namanya Ling Ling!" "Ya itu dia, Ling Ling!" "Tidak!" Dengan segera Renjana meletakkan alat

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 20

    Habis sudah seluruh kata-kata dalam benak Mira. Bagaimana bisa ada orang yang begitu mudah berkata ingin menjadi pacarnya! Renjana, "pertama-tama, aku ingin tahu siapa namamu dulu?"Lihatlah! Ia bahkan tak tahu siapa namanya! Renjana kembali meneruskan kata-kata nya, "jadi, mari kita lupakan masalah kemarin dan berkenalan dengan lebih baik. Namaku Renjana..." Ia mengulurkan tangannya ke arah Mira. Mira, "...."Entah mengapa pria itu selalu bisa membuat mulutnya terbungkam! Renjana, "ayolah, kita berdua sama-sama telah dewasa, lupakan masalah kemarin, bukankah kita berdua sama-sama salah? Kau salah memasuki kabinku, dan aku salah mengenalimu sebagai gadis penghibur."Mira telah membuka mulutnya hendak protes, namun sebuah suara yang sangat merdu menginterupsi nya, "kak Renjana, kau ada di sini juga?"Seorang gadis berwajah oriental yang khas, berkulit putih dengan mata sipit dan tubuh ramping, datang dan langsung mendudukkan dirinya di pangkuan Renjana. Renjana sama sekali tak me

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 19

    Malam harinya, Mira kembali membersihkan diri dan keluar untuk makan. Sejak pagi tadi, karena merasa terlalu kesal, Mira bahkan sampai tam merasakan lapar sama sekali. Namun sekarang justru perutnya terasa keroncongan. Di kapal itu sebenarnya menyediakan layanan antar makanan hingga ke kamar. Tapi karena Mira sudah merasa sumpek di kamar seharian, ia memilih keluar sekalian jalan-jalan. Untung saja ketika kemarin ia memutari hampir setengah isi kapal demi mencari kamarnya, ia sempat melihat restauran besar di bagian tengah. Jadi, ketika sekarang akan keluar, Mira tak perlu khawatir tersesat. Mira mengedarkan pandangannya, tempat makan itu begitu luas, mewah, dan sangat bersih. Banyak sekali orang dari kalangan elit tengah makan di jam ini. Meskipun begitu, masih terlihat beberapa meja kosong di bagian ia berdiri. Mira tersenyum, "bahkan sebuah kapal bisa memiliki restauran seluas pasar!""Tentu saja, Nona. Kapal ini sangat besar, dengan sembilan ratus tiga puluh kamar, bisa me

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 18

    Setelah berganti pakaian, Mira merasa sedikit lebih baik, meski rasa jengkel masih menancap di hatinya. Ia lalu menghempaskan tubuhnya di atas kasur dan menatap dompet tebal dari Alka, "ternyata dia mewarisi sikap keras kepala ibunya,"Ia lalu membuka dompet itu, dan terbengong melihat segepok uang di dalamnya, "di malam pertama kau memberiku kartu bank, dan sekarang memberiku banyak uang!" Apakah Alka hanya memperistri nya untuk berfoya-foya? Mira mengedikkan bahunya, biarlah apa yang Alka lakukan! Selagi pria itu tak berbuat jahat, Mira bisa menerimanya. Ketika Mira hendak menutup dompet itu kembali, ia melihat sebuah kertas yang lain berada di baris paling pojok uang itu. Seperti memang berniat agar ia bisa melihatnya. Baiklah, apa lagi kali ini? Ia membuka selembar kertas putih itu, dan terlihatlah tulisan tangan yang rapi dan berkarakter! [Ini nomorku, telepon aku jika terjadi sesuatu!] lalu di bawahnya tertera nomor yang berjumlah dua belas. Mira tersenyum, "jadi, beginik

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 17

    Setelah suara itu lenyap, Renjana segera kembali ke arah pintu dan menempelkan kartunya di sana. Setelah terdengar bunyi klik, ia menyeringai kecil, dan kembali menutup pintunya dari dalam. Maka, saat itulah ia melihat koper milik Mira yang masih tergeletak di pojok ruangan! "Saking kesalnya padaku, dia bahkan lupa membawa koper miliknya. Lalu, ia akan ganti pakai apa?"Renjana mengingat nomor kabin Mira dengan baik. Ia berjalan maju, meraih koper itu dan segera menggeretnya pelan. Namun, setelah di pikir-pikir. Bukankah akan lebih baik jika membiarkannya yang datang sendiri untuk mengambil? Memikirkan dapat melihat wajah memelas gadis keras kepala itu, wajah Renjana menyeringai senang. "Sepertinya, liburan kali ini tak akan pernah merasa bosan!"****Mira masih berada di jalan ketika pengumuman itu bergema di seluruh kapal. Dan saat ia telah mencapai pintu, salah satu di antara petugas yang mengantarnya berkata, "Nona, untuk memastikan sekali lagi bahwa ini adalah kabinmu yang

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 16

    Mira merasakan dunianya tiba-tiba berputar dan hampir limbung karenanya. Dengan segera ia meraih tiket miliknya untuk ia baca berulang kali. Sayangnya, entah seratus kali pun ia membaca, tulisan di sana juga tak akan berubah dalam sekejap. Ia menghembuskan nafas berat, melirik tajam ke arah Renjana yang menatap penuh kemenangan. Lalu, dengan begitu impulsif ia berjalan hendak keluar dari kamar itu. Nyatanya, Mira melupakan bahwa ia sama sekali tak tahu di mana letak persisnya kamar VIP B nomor 12 itu. Dan ketika ingat, tangannya yang telah meraih handle pintu terhenti, "kalau begitu, bisakah kalian antar saya ke kamar ini?" Ia melambaikan tiket ~yang andai kata mampu, akan langsung ia telah hingga remuk~ di depan wajahnya. Salah satu petugas mengangguk penuh sopan, ia lalu mempersilahkan Mira untuk berjalan lebih dulu. Namun, baru saja Mira berhasil kembali meraih handle pintu, suara Renjana menginterupsi, "kau yakin akan k

DMCA.com Protection Status