Home / Romansa / Noda dalam rumah tangga / bab 3; hati yang tak rela

Share

bab 3; hati yang tak rela

Author: Pena Emas
last update Last Updated: 2024-09-11 13:31:49

Sementara di kamarnya Mira menangis sendirian, di sisi lain, masih di dalam rumah besar yang sama, tepat di samping kamar tamu, tempat kamar utama kedua setelah kamar tuan dan nyonya Maheer, Amina juga tengah meremas dada sesaknya.

Angin malam berhembus menusuk hati, menikam perasaan, membelenggu segala pemikiran baik, dan menonjolkan pikiran negatif dalam diri.

Ketika pernikahan itu benar-benar terjadi, ketika untuk pertama kalinya dalam empat tahun ini, ia akan menghabiskan malam tanpa suaminya, dan ketika suasana malam begitu romantis menyambut hari pernikahan, ia hanya bisa tergugu sendiri, memeluk erat bantal yang biasanya di pakai oleh suaminya, dan menenggelamkan wajahnya di sana, menghirup aroma yang di tinggalkan.

Malam ini, Amina tetap pada posisinya itu hingga pukul dua dini hari!

Ia menegakkan tubuhnya, Kerongkongannya terasa kering. Ia pun turun dari ranjang, bagaimana pun, ia tak boleh menangis semalaman penuh, karena kalau ia melakukannya, boleh jadi besok Alka akan menyadarinya dan sesuatu yang tak di inginkan akan terjadi.

Maka ia langkahkan kakinya menuju meja di sudur ruangan, meraih teko air, namun karena teko itu sempurna kosong, ia pun melangkah keluar, hendak mengambil air di dapur.

Mendengar suara pintu di buka, kedua mata berat Nyonya Salma langsung terbuka, dan ia mendapati menantu pertamanya tertegun melihat kehadirannya.

"Ibu? Kenapa Ibu ada di sini?"Amina menanyakan pertanyaan itu, padahal dalam hatinya ia tentu tahu alasan Nyonya Salma tertidur di balik pintu kamarnya.

" Kau butuh apa-apa nak? Ada yang bisa Ibu bantu?"

Amina menggeleng, merasa sangat terharu dengan mertuanya itu, "tidak, Bu. Amina hanya ingin mengambil air di dapur."

"Kalau begitu biar Ibu ambilkan, kau tunggu saja di sini, ya?" Ia segera melangkahkan kedua kakinya, namun belum genap langkah kedua, Amina telah mencekal lengannya.

"Amina bisa sendiri, Bu."Amina lalu mencoba menuntun mertuanya ke arah kamar utama, " Ibu istirahat saja, tak perlu khawatirkan Amina."

"Tapi, Nak. Di jam segini dan cuaca yang dingin seperti ini, tidak baik bagimu mengenakan pakaian tipis ini. Kau harus lebih mementingkan kesehatanmu dengan menambah pakaian yang kau miliki."

"Iya, Bu. Nanti Amina pakai baju tiga lapis." Ia tersenyum, menyuruh mertuanya memasuki kamar lewat isyarat tangan dengan sopan.

Amina ingat, dua bulan setelah pernikahannya dengan Alka dulu, ia sempat mengalami demam tinggi akibat cuaca yang terlampau dingin.

Saat itu, Nyonya Salma dengan telaten membuatkannya minuman jahe dan memberinya pakaian yang lebih banyak.

Waktu itu, Amina kira Nyonya Salma hanya menyuruh pelayan yang membuatkan minuman jahe itu, kemudian beliau yang memberikannya padanya. Namun siapa sangka, jika ternyata Nyonya Salma benar-benar membuat minuman jahe itu dengan kedua tangannya sendiri? Dan Amina baru mengetahui kenyataan itu setelah seorang pelayan yang mengatakannya padanya.

Di kota kami, siapa yang tak kenal keluarga Tuan Maheer Wiraatmadja yang arif dan terhormat itu? Keluarga pemilik tanah seluas tujuh puluh hektare yang mereka tempati, pemilik ladang-ladang yang mereka garap untuk mengais rezeki. Kalian sebutkan saja salah satu nama mereka di pasar, di sawah, di peternakan, bahkan di gang sempit tempat para pemuda nakal menegak minuman terlarang mereka, maka dengan segan mereka akan mendengarkan.

Dan untuk kesekian kalinya, Amina harus merasa bersyukur, telah menjadi salah satu bagian dari keluarga baik ini.

Tiba-tiba kedua mata Nyonya Salma mengembun, lalu sedetik kemudian ia memeluk erat tubuh menantu pertamanya itu, "maafkan Ibu, nak. Maaf..."

"Tak ada yang perlu di maafkan, Bu. Amina... Baik-baik saja."

Amina berkata ia baik-baik saja, namun suaranya jelas terasa bergetar di telinga Nyonya Salma, "dalam hal ini, kau patut menyalahkan Ibu, Nak! Ibu lah yang terlalu egois menginginkan seorang keturunan!"

Amina membalas pelukan Nyonya Salma tak kalah erat, namun ia sama sekali tak menitihkan air matanya. Karena jika ia menangis, boleh jadi mertuanya itu akan semakin khawatir.

"Tidak, Bu! Ibu sama sekali tak bersalah. Amina juga ingin menimang seorang anak. Dan boleh jadi, ini adalah cara sang Maha Kuasa untuk memenuhi keinginan Amina itu."

Kedua mata Nyonya Salma yang memang telah mengembun, tak lagi mampu membendung air di dalamnya, "tapi kau harus mengorbankan perasaanmu sendiri, Ibu sungguh minta maaf, Nak. "

Tanpa mereka sadari, di belakang mereka, tepatnya di sela-sela pintu kamar tamu yang tak di tutup rapat, terdapat sepasang mata berembun yang mengamati mereka dengan perasaan haru. Dan lagi-lagi, pemilik mata itu harus membenak: kenapa semua wanita harus selalu mengorbankan perasaan mereka dan menyalahkan diri sendiri?

Ia tetap mengawasi dua wanita yang sangat ia cintai itu dari jauh. Lalu sebelah tangannya menekan jari manis yang kini memakai dua cincin pernikahan.

****

Pagi harinya, sudah menjadi tradisi keluarga besar Tuan Maheer untuk selalu melakukan sarapan bersama. Dan sudah dua kali seorang pelayan bolak balik ke kamar Mira untuk mengingatkan hal itu, namun Mira sama sekali tak mengindahkannya, dan ia justru hanya duduk termenung di atas kasurnya saja.

Ketika pelayan itu kembali ke ruang makan, dan melaporkan hasil yang ia dapat dari kamar Mira, semuanya sama sekali belum menggerakkan tangan untuk makan.

Demi mendengar hal itu, Nyonya Salma langsung berdiri dan melangkahkan kakinya ke arah kamar Mira.

Tok tok tok!

Dari dalam, Mira mendengar pintu kamarnya di ketuk, namun karena menduga bahwa mungkin yang mengetuk itu hanyalah pelayan yang telah dua kali masuk pagi ini, ia tak menghiraukannya.

Tok tok tok!

Terserahlah! Entah seratus kalipun pelayan itu mengetuk pintu, Mira juga tak mau membukakannya, karena ia tahu, pelayan itu hanya akan menyuruhnya makan! padahal rasa mual di hatinya telah merambat hingga ke seluruh bagian tubuh, dan ia tak mampu membayangkan jika ada makanan barang secuilpun masuk ke dalam mulutnya.

Ia sungguh tak merasa lapar, meski terkahir kali ia makan di pagi hari sebelum hari pernikahan. Itu artinya, dua hari sudah perut Mira tak kemasukan apapun!

Ceklek!

Mendengar pintunya yang di buka dari luar, Mira mendecih kecil. Lihatlah! Pelayan itu bahkan sangat memaksanya untuk hanya sekedar makan! bagi seseorang yang terbiasa hidup sederhana, hal itu terasa sangat mengganggu baginya.

"Mira!"

Suara itu? Mira sangat mengenalinya, dan ia segera membenarkan posisi duduknya ketika sang pemilik suara mulai maju mendekatinya (itu adalah gerakan reflek yang sering di lakukan orang-orang di desanya ketika tahu, salah satu dari keluarga terhormat Tuan Maheer datang).

"Nyonya Salma!"

Nyonya Salma tersenyum, mendaratkan dirinya tepat di samping Mira dan mengelus pelan rambut halusnya, "mari sarapan!"

Mira ingat, ini bukanlah pertama kalinya nyonya Salma memegang kepalanya, dulu, saat ia bersedia meneruskan sekolah dengan di biayai oleh keluarga nya, Nyonya Salma juga melakukan hal yang sama.

Bahkan, Nyonya Salma mendo'akannya dengan begitu tulus, agar dapat meraih kebahagiaan di masa depan.

"Tapi, Nyonya, Mira tidak lapar."

"Jangan panggil aku Nyonya sayang!"

Related chapters

  • Noda dalam rumah tangga   bab 4

    Di dalam hatinya, padahal Mira sedang mengkal dan sama sekali tak ingin di ganggu. Namun, dengan kehadiran Nyonya Salma yang terhormat ini, bagaimana pula ia bisa menolak? "Panggil aku Ibu, Nak! sekarang aku adalah Ibumu!" sebenarnya, Nyonya Salma sungguh berniat baik dengan mendatangi kamar Mira. Hanya saja, Mira yang memang sedang tak bisa berfikir dengan lebih baik, justru membenakkan kata-kata yang buruk di hatinya, yaahh, walau pada permukaan ia masih bisa menampilkan 'sedikit' senyuman. Mira, "Bagaimana Mira bisa, Nyonya?" Nyonya Salma tersenyum, ia bukannya tidak tahu kalau Mira sedang ingin sendiri. Namun jika anak itu tak segera mampu beradaptasi dengan keluarganya, bagaimana pula ia akan menjalankan kehidupan pernikahannya? "Pasti bisa! karena mulai sekarang, aku adalah Ibumu dimana pun berada." Mira terdiam, menenggelamkan kepalanya di antara lutut yang ia lipat. Bila saja ia mendengar kata-kata itu dalam keadaan yang berbeda, boleh jadi ia akan sangat meng

    Last Updated : 2024-10-01
  • Noda dalam rumah tangga   Bab 5

    Pagi itu, untuk pertama kalinya dalam sejarah keluarga Tuan Maheer, mereka makan dengan meninggalkan salah satu anggota keluarga yang tak memiliki udzur apapun. Dan ketika Alka dan Tuan Maheer telah berangkat kerja, saat itulah Nyonya Salma mendekati Amina di ruang tamu. Amina, "tidak, sebaiknya semua bunga itu kalian taruh saja di luar! Dan rangkailah beberapa tangkai yang masih cantik untuk hiasan di beberapa titik! Lalu buang saja yang lain! " Si pelayan yang di ajak bicara, "baik, Bu..." Pelayan itu sudah hendak pergi melakukan apa yang Amina katakan, sebelum kemudian ia kembali lagi seolah baru saja melupakan sesuatu, "lalu bagaimana dengan gabus-gabus besar itu?" Amina melihat gabus berukuran besar yang melengkapi dekorasi nikahan suaminya kemarin. berfikir sejenak, lalu berkata, "kau bakar sajalah, lagipun seperti nya kita tak akan menggunakannya lagi." Si pelayan, "baik, Bu." Amina melangkahkan dua kaki jenjangnya ke depan, hendak memeriksa bagaimana kondisi di luar.

    Last Updated : 2024-10-02
  • Noda dalam rumah tangga   Bab 6

    Amina, "aku berjanji akan memperlakukanmu dengan baik, dan tak akan berubah hingga kapanpun!" Mendengar itu, perlahan Mira membuka bibirnya, hendak mengucapkan sesuatu, "sungguh kah?" Amina mengangguk dengan keras, "sungguh!" Mira, "sampai kapanpun kau akan tetap menjadi Mbak Amina ku yang baik hati? Yang terus memperhatikanku?" Amina, "sampai kapanpun! Kau akan selalu menjadi adikku satu-satunya!" Mira, "maukah kau berjanji?" Dan hari itu, mereka berjanji dengan kelingking untuk selalu akur selamanya! Dengan perjanjian itu, setidaknya Mira tak perlu khawatir akan pemikiran buruk tentang Madunya yang jahat. dan kalaupun di kemudian hari ia merasa sedih, setidaknya ia tahu, akan selalu ada tempat untuk bersandar. Namun siapa yang tahu, sakit hati dan rasa cemburu akan mengubah semua itu dalam sekejap? Dan Mira harus kembali menahan nafas saat waktu itu datang! **** Sore harinya, ketika tuan Maheer kembali dari kantor, ia melihat istrinya tengah melamun di dalam ka

    Last Updated : 2024-10-11
  • Noda dalam rumah tangga   Bab; 7

    Tuan Maheer memang menasihati istrinya untuk memberi waktu pada Mira, namun dalam hatinya (sebagai kepala keluarga utama rumah besar itu) ia tentu tak bisa menerima sikap Mira yanng menurutnya egois itu. Baginya, bila sudah menikah maka harus bisa menerima segala kekurangan suami dan keluarganya. Tapi lihatlah apa yang Mira lakukan! Di hari pertama bahkan ia telah berani melanggar tradisi keluarga yang paling di hormati semua orang hanya karena mementingkan perasaannya sendiri, bukankah itu adalah perlakuan egois dan sangat tidak pantas? Seumur hidup, Tuan Maheer telah di ajarkan untuk disiplin dan benar-benar mematuhinya hingga kini usianya telah mencapai kepala lima. Maka dari itu, ketika Nyonya Salma memejamkan kedua mata khawatir nya, ia beranjak keluar dari kamar utama tanpa membersihkan badan terlebih dahulu. Di depan pintu, ia melihat seorang pelayan yang tengah membersihkan meja hias, "apakah Nona Mira telah keluar?" Pelayan itu menunduk, menunjukkan rasa hormat ya

    Last Updated : 2024-10-12
  • Noda dalam rumah tangga   Bab 8

    Sementara Amina terus memikirkan bagaimana pernikahan suaminya dengan Mira, di dalam kamarnya, Mira justru masih bertahan terdiam di sana. Malam telah kembali menyapa, sedang ia tak kunjung bisa memuaskan hatinya yang lara. Makanan di meja telah dingin sejak beberapa jam yang lalu, itu adalah makanan kedua yang Amina kirim untuknya, dan ia sama sekali tak berselera dengan makanan yang kaya akan rasa itu. Tok! Tok! Tok! Mira menghela nafasnya, hari ini, terhitung lebih dari sepuluh kali pintu kamarnya di ketuk. Dan pelakunya siapa lagi, kalau bukan Amina atau pelayan? Amina berjalan mendekat setelah menghidupkan sakelar lampu sebelah pintu, dan terlihatlah Mira yang masih setia duduk memeluk kakinya di atas ranjang. "Kau bahkan sama sekali tak menyentuh makananmu?" Mira mendongak, melihat Amina yang tersenyum dengan senampan makanan yang masih mengeluarkan kepulan uap di atasnya. Huh, Lagi-lagi tentang makan! Amina, "kau boleh marah pada semua orang, bahkan tidak ter

    Last Updated : 2024-10-13
  • Noda dalam rumah tangga   Bab 9

    Sedang di seberang kota Rintis, tempat tinggal Mira dan keluarga tuan Maheer berada, Renjana baru saja keluar dari sebuah kamar VIP di suatu club malam. Jam dua dini hari, dan ia telah membayar untuk wanita langganannya untuk semalam full, namun ia telah keluar dan di sambut dengan banyak sekali gadis di luar kamar itu.Luna, salah satu di antara para gadis duduk tak jauh dari mereka. Melihat Tuan Muda yang selalu di kaguminya itu tengah mencumbu beberapa di antara mereka. Gadis satu, "Tuan Muda, kau begitu tampan dan kaya, dan aku juga tidak buruk. Bagaimana jika menjadikan ku simpanan keduamu?"Gadis dua, "jangan hanya dia, aku juga.""Lalu bagaimana denganku?""Aku juga mau!"Renjana tertawa, mengangguk-anggukkan kepalanya, "kalian para gadis cantik," Ia mendongak, melihat seorang gadis yang juga ingin mendekatinya namun seperti nya takut? "Kemarilah sayang! Kenapa tidak ikut bergabung?"Gadis yang takut itu, jika di bandingkan dengan para gadis yang tengah bergelanyut manja pada

    Last Updated : 2024-10-14
  • Noda dalam rumah tangga   Bab 10

    Sebenarnya Amina tak ada masalah jika Mira memang ingin berjalan kaki. Hanya saja, ia takut Mira melakukannya karena merasa tak layak menggunakan mobil keluarga. Karena itulah, dengan penuh ragu Amina bertanya, "kau yakin?" Yang kemudian mendapat jawaban mantap dari Mira, "yakin!"Dengan itu, Mira langsung mempersiapkan diri untuk segera berangkat ke kantor Alka. Dalam perjalanan, Mira hanya perlu bertanya satu kali pada seorang pejalan kaki. Orang itu menjelaskan dengan cukup gamblang, dan Mira juga memiliki otak yang cepat tanggap. Jadi, setelah dua puluh menit berjalan kaki dengan langkah lebar, Mira pun sampai di depan gedung kantor Alka.Mira menghembuskan nafasnya, bahkan hanya di lihat dari luarnya saja, gedung itu terasa besar sekali untuk bisa ia gapai dengan tangan mungilnya. Tak sangka, justru kini ia menyandang status sebagai istri kedua pemilik gedung lima lantai itu. Alka baru saja kembali dari meeting di luar, dan saat ia berdiri di depan resepsionis dengan asisten

    Last Updated : 2024-10-15
  • Noda dalam rumah tangga   Bab 11

    Karena efek berjalan mengantarkan makan siang Alka tadi siang, malam harinya Mira merasa hatinya jauh lebih baik saat berada di rumah besar keluarga Tuan Maheer. Bahkan ketika makan malam tiba, walau ia sepenuhnya belum bisa menatap Alka, setidaknya ia sedikit lebih bisa membuka diri pada Nyonya Salma dan Tuan Maheer yang sesekali bertanya. Menyadari hal itu, Nyonya Salma memandang penuh arti pada menantu pertamanya, dan ia percaya bahwa putra dan menantu keduanya benar-benar akan segera melakukan perjalanan bulan madu dalam waktu dekat. Ketika makan malam berakhir, justru Amina yang merasa tertekan akibat ucapan impulsif-nya siang tadi. Maka, di sinilah ia sekarang. Berjalan mondar-mandir tepat di depan kamar Mira. Dan ketika tangannya telah mengambang ke udara hendak mengetuk, si pintu itu justru telah terbuka dengan sendirinya dari dalam. Mira terbengong di tempat berdirinya, "Kak Amina? Baru saja aku hendak mencarimu."Amina gelagapan, "o-oh iya? Ada perlu apa?"Mira sadar a

    Last Updated : 2024-10-17

Latest chapter

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 24

    Renjana berhenti, menatap kebelakang, tanpa senyum menggoda seperti biasa, hanya senyum sopan sebagai seorang pria. "Kalau kau ingin memarahiku, silahkan saja. Bagaimana pun aku juga ada salah, telah menggoda istri orang."Mira menahan senyumnya, ternyata pria ini memiliki sedikit rasa empati juga! Ia mengulurkan tangan ke arah Renjana, "saat pertama kali aku melihatmu, aku memang sangat marah. Bahkan, baru saja aku juga merasa begitu. Hanya saja, setelah aku pikir-pikir, dari seluruh orang yang berada di dalam kapal raksasa ini sekarang, hanya kau orang yang ku kenal. Jadi, mungkin kita bisa berteman?"Renjana menatap uluran tangan Mira sebentar, mengedikkan bahu, membalas uluran tangannya, "aku tidak biasa berteman dengan seorang wanita sebagaimana mestinya, kau tentu tahu itu. Tapi bagi seorang wanita terhormat seperti mu, hatiku meminta pengecualian."Sebenarnya Mira lumayan faham dengan apa yang Renjana katakan. Hanya saja, karena takut salah menebak, Mira perlu memastikannya, "

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 23

    "Kenapa? Kau sakit jantung?"Renjana menggeleng sedih, "bukan jantung, tapi hati."Setelah di dorong oleh Renjana tadi, jarak antara Mira dan pintu menjadi agak jauh. Dan sekarang Mira kembali berjalan mendekati pintu dan membukanya, "aku bukan dokter! Kalau kau sakit cepat pergi ke ruang kesehatan, kalau kau tak tahu jalannya, kau lurus saja dari sini, nanti naik ke lantai dua, di sana ada ruang kesehatan paling luas di kapal!"Wajah Renjana jadi muram, "aku tak mau ke dokter!""Kenapa? Kau bukan orang miskin yang kekurangan uang! Lagi pun, bagi pelanggan VIP, fasilitas kesehatan itu bisa kau ambil secara gratis!"Renjana terlihat tak ingin menjawab perkataan Mira. Ia malah berjalan santai ke arah kasur gadis itu. Mira yang tak menduga apa yang akan Renjana lakukan sebelumnya merasa kaget, "apa yang kau lakukan? Pergi dari sana!"Dengan santai Renjana melepas sepatunya dan berbaring di ranjang Mira, "kau sama sekali tak tahu masalah hati antara pria dan wanita ya?"Merasa khawatir,

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 22

    Drrrt drrt drrtt! Sedari tadi ia berjalan menuju kamarnya, Renjana terus merasa kan ponselnya bergetar asa yang menelpon. Namun memang sengaja tak ia angkat kala mengetahui siapa sumber dari suara itu. Sekarang ketika ia berbaring dengan lelah di atas kasurnya, ponsel itu tak henti mengeluarkan getaran menyebalkan! Dan ketika Renjana hendak menonaktifkan ponselnya, sebuah pesan dengan huruf besar-besar muncul, "ANGKAT TELPONNYA BODOH!!!" Renjana tak ingin menghiraukannya. Namun tangannya gatal untuk menekan ikon hijau dan mendengar apa yang akan orang itu katakan, {"AKU MENYURUHMU KE KOTA RINTIS DAN MENGAMBIL ALIH TANAH KELUARGA MAHEER, BUKAN MALAH NGELAYAP DENGAN KAPAL ITU!!!"} Suara teriakan itu, membuat Renjana langsung menjauhkan ponselnya dari telinga, ia menjawab dengan tenang, "kau hampir membuatku tuli!" Si penelepon, Tuan Daksa, yang apalah daya adalah ayahnya sendiri di sebrang sana tengah uring-uringan. Ia tadi mendapat kabar dari asisten nya bahwa Renjana mengung

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 21

    "Tapi itu fitnah!" Renjana sudah akan memasukkan satu suapan ke dalam mulutnya. Tiba-tiba ia seolah dapat ide besar, "kalau begitu, bagaimana kalau kita jadikan itu tidak fitnah?" Mira memikirkan dengan baik apa yang di maksud dengan ucapan Renjana. Dan ketika ia menyadari nya, ia hampir berteriak karena kesal! Untung saja, pikiran normalnya mampu menganalisis keadaan sehingga tam melakukan hal bodoh itu. Dan sebagai gantinya, Mira menatap Renjana penuh remeh, "jadi, begitu caramu merayu semua wanita?" Dengan ringan Renjana menjawab, "tidak juga, kebanyakan mereka yang menggodaku. Boleh di bilang, aku baru melakukan ini untukmu saja!" Mira mendengus dengan mulut penuh, sama sekali tak percaya yang Renjana katakan, "omong kosong!" "Kata siapa omong kosong?" "Kataku, tentu saja!" Renjana menaikkan sebelah alisnya, "kau tak lihat apa yang barusan Maria lakukan padaku?" "Namanya Ling Ling!" "Ya itu dia, Ling Ling!" "Tidak!" Dengan segera Renjana meletakkan alat

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 20

    Habis sudah seluruh kata-kata dalam benak Mira. Bagaimana bisa ada orang yang begitu mudah berkata ingin menjadi pacarnya! Renjana, "pertama-tama, aku ingin tahu siapa namamu dulu?"Lihatlah! Ia bahkan tak tahu siapa namanya! Renjana kembali meneruskan kata-kata nya, "jadi, mari kita lupakan masalah kemarin dan berkenalan dengan lebih baik. Namaku Renjana..." Ia mengulurkan tangannya ke arah Mira. Mira, "...."Entah mengapa pria itu selalu bisa membuat mulutnya terbungkam! Renjana, "ayolah, kita berdua sama-sama telah dewasa, lupakan masalah kemarin, bukankah kita berdua sama-sama salah? Kau salah memasuki kabinku, dan aku salah mengenalimu sebagai gadis penghibur."Mira telah membuka mulutnya hendak protes, namun sebuah suara yang sangat merdu menginterupsi nya, "kak Renjana, kau ada di sini juga?"Seorang gadis berwajah oriental yang khas, berkulit putih dengan mata sipit dan tubuh ramping, datang dan langsung mendudukkan dirinya di pangkuan Renjana. Renjana sama sekali tak me

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 19

    Malam harinya, Mira kembali membersihkan diri dan keluar untuk makan. Sejak pagi tadi, karena merasa terlalu kesal, Mira bahkan sampai tam merasakan lapar sama sekali. Namun sekarang justru perutnya terasa keroncongan. Di kapal itu sebenarnya menyediakan layanan antar makanan hingga ke kamar. Tapi karena Mira sudah merasa sumpek di kamar seharian, ia memilih keluar sekalian jalan-jalan. Untung saja ketika kemarin ia memutari hampir setengah isi kapal demi mencari kamarnya, ia sempat melihat restauran besar di bagian tengah. Jadi, ketika sekarang akan keluar, Mira tak perlu khawatir tersesat. Mira mengedarkan pandangannya, tempat makan itu begitu luas, mewah, dan sangat bersih. Banyak sekali orang dari kalangan elit tengah makan di jam ini. Meskipun begitu, masih terlihat beberapa meja kosong di bagian ia berdiri. Mira tersenyum, "bahkan sebuah kapal bisa memiliki restauran seluas pasar!""Tentu saja, Nona. Kapal ini sangat besar, dengan sembilan ratus tiga puluh kamar, bisa me

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 18

    Setelah berganti pakaian, Mira merasa sedikit lebih baik, meski rasa jengkel masih menancap di hatinya. Ia lalu menghempaskan tubuhnya di atas kasur dan menatap dompet tebal dari Alka, "ternyata dia mewarisi sikap keras kepala ibunya,"Ia lalu membuka dompet itu, dan terbengong melihat segepok uang di dalamnya, "di malam pertama kau memberiku kartu bank, dan sekarang memberiku banyak uang!" Apakah Alka hanya memperistri nya untuk berfoya-foya? Mira mengedikkan bahunya, biarlah apa yang Alka lakukan! Selagi pria itu tak berbuat jahat, Mira bisa menerimanya. Ketika Mira hendak menutup dompet itu kembali, ia melihat sebuah kertas yang lain berada di baris paling pojok uang itu. Seperti memang berniat agar ia bisa melihatnya. Baiklah, apa lagi kali ini? Ia membuka selembar kertas putih itu, dan terlihatlah tulisan tangan yang rapi dan berkarakter! [Ini nomorku, telepon aku jika terjadi sesuatu!] lalu di bawahnya tertera nomor yang berjumlah dua belas. Mira tersenyum, "jadi, beginik

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 17

    Setelah suara itu lenyap, Renjana segera kembali ke arah pintu dan menempelkan kartunya di sana. Setelah terdengar bunyi klik, ia menyeringai kecil, dan kembali menutup pintunya dari dalam. Maka, saat itulah ia melihat koper milik Mira yang masih tergeletak di pojok ruangan! "Saking kesalnya padaku, dia bahkan lupa membawa koper miliknya. Lalu, ia akan ganti pakai apa?"Renjana mengingat nomor kabin Mira dengan baik. Ia berjalan maju, meraih koper itu dan segera menggeretnya pelan. Namun, setelah di pikir-pikir. Bukankah akan lebih baik jika membiarkannya yang datang sendiri untuk mengambil? Memikirkan dapat melihat wajah memelas gadis keras kepala itu, wajah Renjana menyeringai senang. "Sepertinya, liburan kali ini tak akan pernah merasa bosan!"****Mira masih berada di jalan ketika pengumuman itu bergema di seluruh kapal. Dan saat ia telah mencapai pintu, salah satu di antara petugas yang mengantarnya berkata, "Nona, untuk memastikan sekali lagi bahwa ini adalah kabinmu yang

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 16

    Mira merasakan dunianya tiba-tiba berputar dan hampir limbung karenanya. Dengan segera ia meraih tiket miliknya untuk ia baca berulang kali. Sayangnya, entah seratus kali pun ia membaca, tulisan di sana juga tak akan berubah dalam sekejap. Ia menghembuskan nafas berat, melirik tajam ke arah Renjana yang menatap penuh kemenangan. Lalu, dengan begitu impulsif ia berjalan hendak keluar dari kamar itu. Nyatanya, Mira melupakan bahwa ia sama sekali tak tahu di mana letak persisnya kamar VIP B nomor 12 itu. Dan ketika ingat, tangannya yang telah meraih handle pintu terhenti, "kalau begitu, bisakah kalian antar saya ke kamar ini?" Ia melambaikan tiket ~yang andai kata mampu, akan langsung ia telah hingga remuk~ di depan wajahnya. Salah satu petugas mengangguk penuh sopan, ia lalu mempersilahkan Mira untuk berjalan lebih dulu. Namun, baru saja Mira berhasil kembali meraih handle pintu, suara Renjana menginterupsi, "kau yakin akan k

DMCA.com Protection Status