Home / Romansa / Noda dalam rumah tangga / Bab 1; Lamaran menjadi istri kedua

Share

Noda dalam rumah tangga
Noda dalam rumah tangga
Author: Pena Emas

Bab 1; Lamaran menjadi istri kedua

Author: Pena Emas
last update Last Updated: 2024-09-10 18:11:32

"Apa?!" Mira terkejut bukan main mendengar permintaan bapaknya. Bahkan mulut Mira sampai menganga lebar dengan mata terbelalak.

"Bapak yakin meminta Mira jadi istri kedua Mas Alka?" tanya Mira dengan suara bergetar menahan gemuruh di dadanya. Dia menjeda ucapannya sesaat, lalu kembali berkata, "Mira tidak mau, bahkan Mira juga tidak sudi menjadi istri kedua untuk siapapun!"

Tidak bisa menahan rasa terkejut sekaligus rasa sedih dan kecewa yang bercampur aduk menjadi satu, tanpa disadari Mira berbicara dengan nada tinggi pada bapaknya. Bahkan seumur hidupnya, baru kali ini intonasi tinggi itu keluar dari mulut Mira ketika berbicara dengan orang tuanya.

Kedatangan Tuan Maheer Wiraatmadja dan Nyonya Salma kali ini bagaikan malapetaka bagi Mira. Bagaimana tidak, Mira yang tidak pernah bermimpi ingin menjadi madu untuk perempuan lain, malah kini dia diminta bapaknya untuk menikah dengan pria beristri.

"Mira!" hardik Pak Darma yang tidak terima anaknya melawan dengan suara keras seperti itu.

Pak Darma melangkah ke depan mendekati Mira, sedangkan wanita itu mundur ke belakang menghindari bapaknya.

"Kamu sudah berani melawan Bapak?" tanya Pak Darma menatap tajam pada anaknya.

"Mira bukan melawan Bapak, tetapi Mira tidak mau jadi istri kedua! Bapak mau melihat Mira dihujat orang-orang dengan diberi gelar sebagai pelakor? Apalagi Mira belum pernah bertemu dengan Mas Alka, bagaimana kalau dia bukan orang baik-baik?" ungkap Mira mengutarakan isi hatinya.

"Jaga mulutmu, Mira! Selama ini kau juga telah mengenal mereka lebih dari warga lainnya, tidakkah kau lihat mereka itu sebagai keluarga baik-baik?" bentak Pak Darma.

Pak Darma maupun Mira tidak pernah bersitegang seperti ini sebelumnya. Apalagi saling bersahutan dengan intonasi tinggi. Sekarang mereka seakan berada di luar karakter diri masing-masing.

Mata Mira menganak sungai, dadanya terasa sesak bagaikan menahan beban yang begitu berat. Tidak bisa terbayangkan olehnya posisi sebagai istri kedua, apalagi pria itu tidak dikenalinya sama sekali.

"Mira sangat menghormati Bapak, Mira juga akan selalu menuruti perintah Bapak, tetapi Mira mohon jangan meminta Mira menikah dengan pria yang masih berstatus suami orang. Mira tidak mau jadi istri kedua, Pak," mohon Mira dengan suara bergetar, bulir bening yang sedari tadi dia tahan keluar begitu saja dari pelupuk mata gadis itu.

"Kita berhutang budi pada keluarga Tuan Maheer Wiraatmadja. Sudah banyak jasanya yang kita terima. Mereka tidak meminta kita membalas dengan setimpal, hanya meminta kamu jadi menantu mereka. Bahkan permintaan itu suatu kehormatan bagi keluarga kita!" ungkap Pak Darma, terlihat jelas kalau dia ingin anaknya mau menikah dengan anak Tuan Maheer.

Mira tersenyum getir, hatinya bagaikan tersayat ribuan belati ketika bapaknya berbicara soal jasa keluarga Tuan Maheer pada mereka.

"Jasa dan hutang budi?! Apa di mata Bapak jasa mereka pada keluarga kita atas uang dan hadiah yang selalu mereka berikan itu setimpal dengan hidup Mira? Lalu … Bapak tega memberikan putri Bapak sebagai alasan balas budi tersebut, mengikhlaskan Mira menjadi istri kedua dalam keluarga itu? Secara terang-terangan Bapak telah memberi peluang pada orang lain untuk menindas Mira sebagai anak Bapak. Sekejam itukah bapakku?" Mira terisak, tangisnya yang dia tahan akhirnya pecah juga. Bulir bening menghujam keluar dari pelupuk matanya.

"Jika keluarga mereka adalah keluarga baik-baik, maka mereka tidak akan meminta yang namanya balas budi. Apalagi meminta putri Bapak untuk menjadi istri kedua buat anaknya yang masih punya istri sah sampai sekarang. Itu artinya, ada rencana besar yang tengah mereka siapkan ketika memberi keluarga kita hadiah. Pikiran mereka terlalu licik, mereka tidak tulus memberi kita hadiah, mereka bukan keluarga baik-baik, mereka–"

"Mira!" potong Pak Darma berteriak menghentikan ucapan anaknya.

Mendengar perkataan Mira, retak sudah kesabaran Pak Darma. Hingga dengan begitu ringan, sebelah tangannya terangkat dan melayang tepat di pipi sebelah kiri anaknya.

"Bapak tak pernah mengajarimu berkata buruk seperti itu, Mira!" bentak Pak Darma penuh amarah pada Mira yang meringis merasakan sakit dan panas di pipinya.

Mira memegang pipi putihnya, di sana sudah ada cap merah akibat tamparan dari bapaknya yang begitu keras. Rasanya begitu sakit dan perih, tetapi lebih sakit lagi hati Mira yang mendapat perlakuan kasar dari bapaknya.

"Tapi benar 'kan, Pak? Mereka itu licik. Mereka memberi keluarga kita uang dan hadiah lainnya, dibalik itu semua mereka punya rencana besar yang telah mereka susun. Apa yang mereka berikan pada keluarga kita bukan dengan keikhlasan. Buktinya mereka sekarang meminta Mira untuk menjadi istri kedua anaknya. Bapak tahu? Mbak Amina, menantu mereka yang sekarang itu mandul!!"

Mira menjeda ucapannya sesaat, sedangkan Pak Darma mengepalkan tangannya begitu marah pada pemikiran anaknya yang dia rasa sangat singkat.

"Mereka bukan menginginkan Mira untuk menjadi menantu yang akan mereka sayangi, Pak. Mereka hanya ingin rahim Mira untuk melahirkan keturunan! Bukankah mereka sering mengatakan kalau mereka sangat menginginkan cucu dari Mas Alka? Apa Bapak tidak paham maksud mereka?" Air mata Mira kian berderai, merasakan pedih di pipi dan juga di hatinya.

"Cukup! Bapak tahu mana yang terbaik untukmu." Pak Darma menatap tajam pada Mira, kepalanya terasa sakit dan pusing ketika Mira terus membantah dan berani menantangnya sebagai orang tua.

"Jika Bapak tahu mana yang terbaik untuk Mira, tidak mungkin Bapak mau menikahkan Mira untuk jadi istri kedua hanya karena balas budi," sahut Mira membuat Pak Darma makin marah.

"Cukup, Mira! Cukup!" teriak Pak Darma dengan suara membentak.

"Jika kamu tidak mau menikah dengan anak Tuan Maheer, jangan anggap Bapak ini orang tua kamu lagi. Bapak tidak sudi punya anak pembangkang seperti kamu!"

Hancur, itu lah yang dirasakan Mira ketika mendengar pernyataan bapaknya. Pikiran Mira berkecamuk, dia bahkan menyimpan sesal yang teramat dalam. Hanya karena ingin balas budi, bapaknya tega menghancurkan masa depan Mira yang nantinya akan menjadi istri kedua. Yang namanya istri kedua, tidak akan pernah mendapat tempat terbaik di manapun. Itu lah yang kini menggelitik hati dan pikiran Mira.

"Silahkan pilih, mau menikah dengan anak Tuan Maheer atau pergi dari rumah ini dan tidak menganggap bapak orang tuamu lagi, serta adik-adikmu juga bukan lagi keluargamu!"

*****

Pukul tiga dini hari, Mira menengadahkan wajahnya menatap langit berbintang. Angin malam berhembus dingin, menelisip di antara surai panjangnya, membuat mereka terbang, menari-nari, menimbulkan bunyi yang khas, sungguh elok jika di pandang.

Bunyi takbir masih terdengar menggema di sudut-sudut kota kami, namun Mira sudah menulikan telinganya, tak lagi tertarik untuk keluar dan ikut meramaikan.

Beberapa saat kemudian, bunyi keriuhan takbir mulai masuk ke dalam rumah Mira.

Ceklek!

"Kak, waktunya pembagian hadiah! " Ucap Wulan seraya menyembulkan kepalanya memasuki kamar Mira, tak lupa dengan senyum sumringah dan nafas ngos-ngosan nya sehabis empat jam nonstop menggemakan takbir di luar.

Mira mengangguk, buru-buru mengubah mimik wajahnya, "kau kesana lah terlebih dahulu, kakak akan menyusul! "

Dan tibalah Mira di ruang tamu, tempat ia mendapat 'kabar baik' dari Bapaknya tadi, dan Mira mendengar keseruan kelima adiknya dengan hadiah dari Tuan Maheer dan istrinya.

"Waaah, hadiah tahun ini banyak sekali! "

"Iya, aku juga tak menyangka akan sebanyak ini. "

"Tuan Maheer memang sungguh murah hati. "

"aku ingin buka yang kotak paling besar itu! "

"Aku buka yang hijauu... "

Lalu suara Wulan menginterupsi, "kita tunggu kak Mira saja. "

Miraa telah berada di belakang mereka kurang lebih lima menit lamanya, namun rupanya mereka tak menyadari kehadiran nya gara-gara terlalu semangat dengan hadiah itu.

Melihat itu, Mira harus mendesah dalam hati, teringat ucapan Bapaknya enam jam yang lalu.

Benar sudah ucapan Bapaknya, semua orang di desanya, bahkan desa sebelah, atau mungkin seluruh kota juga sangat menyukai keluarga Tuan Maheer yang terhormat itu.

Irham, yang duduk paling dekat dengan tembok segera menyadari kehadiran Mira, "kakak kenapa diam saja di situ? Ayo cepat bagikan hadiah ini. "

"Iya nih, kita rasanya udah nunggu selama satu jam! "

"Ayo, kak! Cepat ke sini! "

Mira tersenyum, berupa sebuah senyum palsu yang terlihat paling alami, "Baiklah, rupanya adik-adik Kakak ini sungguh tidak bisa bersabar... " Lalu membagikan hadiah-hadiah itu dengan adil.

Di belakang Mira, radio jadul yang sejak tadi sore terus membunyikan semarak takbir tak terputus, Tiba-tiba beralih menjadi suara seorang perempuan pembawa acara gosip.

[ "Seperti yang telah kita ketahui, Tuan Muda Renjana ini memang sering kali terlihat memasuki klub yang sama. Namun, hari ini sungguh berbeda! Tuan Muda Renjana terciduk telah berada di dalam klub itu dari pukul tiga sore tadi. Bukankah itu masih terlalu dini? Atau, mungkin Tuan muda Renjana tidak melakukan puasa wajib?"]

Wulan mengerutkan keningnya, "huh, andai saja Tuan Muda Renjana ini mengenalku, boleh jadi dia tak akan terus-terusan memasuki klub malam! "

Mira juga mendengarkan apa yang orang radio itu ucapkan, namun ia tak peduli, bagaimana pula ada orang yang begitu populer dengan tak tahu malu berada di dalam sebuah klub di malam yang indah ini?

Seseorang di balik radio itu masih terus setia berceloteh ria. Berusaha mencari uang dengan membeberkan keadaan seseorang yang bahkan sama sekali tak ada hubungan dengannya. Tanpa tahu, apakah orang itu merasa keberatan atau tidak dengan apa yang ia lakukan itu.

Mungkin hari ini Mira memang tak peduli siapa tuan muda Renjana itu. Namun siapa sangka? Hanya butuh beberapa minggu dari sekarang, semuanya berubah, takdir mempertemukan mereka dalam keadaan yang tidak mungkin, dan tanpa sadar Mira memberikan seluruh hatinya pada si Tuan Muda Renjana yang tak ia pedulikan itu.

Sepuluh menit kemudian, samar-samar terdengar suara ayam jantan berkokok!

Maka dari itu, setelah selesai membagikan hadiah itu, Mira segera mengambil wudhu dan berdoa dengan sepenuh hati.

Malam itu, di hari kemenangan yang bahagia, Mira menangis di atas sajadah birunya. ["Bila memang tiada bisa menghindar, maka akan ku jalani takdir indahku ini."]

Sementara di rumah kecilnya Mira bergelut sedih dengan hatinya, di sisi lain, di sebuah rumah besar milik keluarga terhormat, di dalam sebuah kamar luas yang bahkan hanya bisa di masuki setelah menaiki tangga dengan karpet putih.

Alka memeluk erat istrinya dari belakang.

Sejak seminggu yang lalu, Alka telah merasa keberatan dengan keputusan istrinya yang justru menyetujui ide poligami dari orang tuanya. Ia melayangkan protesnya terhadap Amina, namun apa hendak di kata? Amina juga hanyalah manusia biasa, dan ia juga tak lagi mampu menahan beban kemandulannya itu sehingga membuat sang suami ikut menderita tak memiliki seorang keturunan.

Untuk tahun pertama itu, mereka masih bisa terima, bahkan Amina masih sangat menantikan keajaiban terjadi dan ia bisa hidup layaknya ibu rumah tangga lainnya yang bisa menimang seorang putra. Namun tiga tahun kemudian, Amina merasa lelah, karena hampir setiap hari ia melihat kilatan cahaya redup dalam mata kedua orang tua Alka.

Tentu saja, bagi orang kaya dan terhormat seperti mereka, mempunyai seorang penerus itu adalah hal yang teramat sangat penting. Dan meskipun mereka tak mengucapkannya, Amina tahu, di dalam hati mereka sangat menginginkan seorang pewaris.

Hingga akhirnya, satu minggu yang lalu, entah siapa yang pertama kali memiliki ide hebat itu, hingga akhirnya Amina setuju suaminya berbagi kasih.

Alka semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Amina, dan ia merasakan setetes air mata membasahi punggung tangannya, "sayang, dalam hal poligami ini, bukan hanya kamu yang menderita sendirian, Mas pun juga merasakan hal yang sama. Jadi mas mohon, tarik saja ucapanmu kembali, dan jangan biarkan Mas membagi cinta kita!"

Amina membenamkan wajahnya di dalam bantal, mencoba meredam isak tangisnya yang walaupun sudah ia tahan, namun tetap nakal keluar.

Karena tak mendapatkan jawaban dari istrinya, Alka kembali berkata, "Mas sungguh tak memerlukan seorang putra, dalam hidup ini, memilikimu saja Mas sudah sangat bersyukur, tak lagi muluk-muluk menginginkan hal lain."

Amina menggeleng sedih di antara tangisnya. Ia tahu, suaminya bersedia terus mencintainya tanpa syarat. Tapi sebagai seorang wanita yang tak sempurna, ia tentu memiliki hati yang sangat rapuh dan tak lagi memedulikan hal itu. Karena walau bagaimana pun, kebahagiaan suaminya adalah prioritas utamanya, dan baginya, seseorang akan sempurna merasakan kebahagiaan ketika telah berhasil menimang seorang putra.

Tiba-tiba Alka beranjak berdiri, melepaskan pelukannya pada tubuh Amina, membuat punggung yang awalnya terasa hangat jadi dingin, juga membuat wajah Amina yang semula terbenam di dalam bantal terangkat, "Mas mau kemana?"

"Mau menemui Ayah dan Ibu,"

"Mas! Jangan bilang Mas mau... "

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Vya Kim
aduh sad 🫠
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 2; Antara pernikahan dan perasaan

    "Iya, sekarang kita masih bisa membicarakannya dengan baik. Dan jika kita menundanya, boleh jadi tak ada lagi waktu untuk selamat." Alka tak membiarkan istrinya menyelesaikan kata-katanya. Dan ia telah melangkahkan kedua kaki panjangnya hendak keluar dari kamar. Melihat itu, Amina segera menyingkap selimut besar yang membungkus dirinya. Ia lalu bergerak cepat menuruni ranjangnya hingga seluruh gerakan tubuhnya menjadi tak terkontrol, kemudian dalam satu adegan yang begitu cepat, ia jatuh tepat di bawah kedua kaki Alka. Karena sudah terjatuh, dan saat pertama kali membuka mata Amina melihat kedua kaki Alka, ia segera memeluk kedua kaki itu dengan erat, "ku mohon Mas jangan lakukan hal itu!" Ia terisak di bawah kaki suaminya sendiri. Memohon dengan hati yang paling dalam. Alka membeku, ia tadi mendengar dengan jelas suara gedebuk ketika istrinya terjatuh. Boleh jadi, besok ia akan melihat adanya luka pada tubuh istrinya, dan ia tentu tak bisa merelakan hal itu. Maka dari itu,

    Last Updated : 2024-09-11
  • Noda dalam rumah tangga   bab 3; hati yang tak rela

    Sementara di kamarnya Mira menangis sendirian, di sisi lain, masih di dalam rumah besar yang sama, tepat di samping kamar tamu, tempat kamar utama kedua setelah kamar tuan dan nyonya Maheer, Amina juga tengah meremas dada sesaknya. Angin malam berhembus menusuk hati, menikam perasaan, membelenggu segala pemikiran baik, dan menonjolkan pikiran negatif dalam diri. Ketika pernikahan itu benar-benar terjadi, ketika untuk pertama kalinya dalam empat tahun ini, ia akan menghabiskan malam tanpa suaminya, dan ketika suasana malam begitu romantis menyambut hari pernikahan, ia hanya bisa tergugu sendiri, memeluk erat bantal yang biasanya di pakai oleh suaminya, dan menenggelamkan wajahnya di sana, menghirup aroma yang di tinggalkan. Malam ini, Amina tetap pada posisinya itu hingga pukul dua dini hari! Ia menegakkan tubuhnya, Kerongkongannya terasa kering. Ia pun turun dari ranjang, bagaimana pun, ia tak boleh menangis semalaman penuh, karena kalau ia melakukannya, boleh jadi besok Al

    Last Updated : 2024-09-11
  • Noda dalam rumah tangga   bab 4

    Di dalam hatinya, padahal Mira sedang mengkal dan sama sekali tak ingin di ganggu. Namun, dengan kehadiran Nyonya Salma yang terhormat ini, bagaimana pula ia bisa menolak? "Panggil aku Ibu, Nak! sekarang aku adalah Ibumu!" sebenarnya, Nyonya Salma sungguh berniat baik dengan mendatangi kamar Mira. Hanya saja, Mira yang memang sedang tak bisa berfikir dengan lebih baik, justru membenakkan kata-kata yang buruk di hatinya, yaahh, walau pada permukaan ia masih bisa menampilkan 'sedikit' senyuman. Mira, "Bagaimana Mira bisa, Nyonya?" Nyonya Salma tersenyum, ia bukannya tidak tahu kalau Mira sedang ingin sendiri. Namun jika anak itu tak segera mampu beradaptasi dengan keluarganya, bagaimana pula ia akan menjalankan kehidupan pernikahannya? "Pasti bisa! karena mulai sekarang, aku adalah Ibumu dimana pun berada." Mira terdiam, menenggelamkan kepalanya di antara lutut yang ia lipat. Bila saja ia mendengar kata-kata itu dalam keadaan yang berbeda, boleh jadi ia akan sangat meng

    Last Updated : 2024-10-01
  • Noda dalam rumah tangga   Bab 5

    Pagi itu, untuk pertama kalinya dalam sejarah keluarga Tuan Maheer, mereka makan dengan meninggalkan salah satu anggota keluarga yang tak memiliki udzur apapun. Dan ketika Alka dan Tuan Maheer telah berangkat kerja, saat itulah Nyonya Salma mendekati Amina di ruang tamu. Amina, "tidak, sebaiknya semua bunga itu kalian taruh saja di luar! Dan rangkailah beberapa tangkai yang masih cantik untuk hiasan di beberapa titik! Lalu buang saja yang lain! " Si pelayan yang di ajak bicara, "baik, Bu..." Pelayan itu sudah hendak pergi melakukan apa yang Amina katakan, sebelum kemudian ia kembali lagi seolah baru saja melupakan sesuatu, "lalu bagaimana dengan gabus-gabus besar itu?" Amina melihat gabus berukuran besar yang melengkapi dekorasi nikahan suaminya kemarin. berfikir sejenak, lalu berkata, "kau bakar sajalah, lagipun seperti nya kita tak akan menggunakannya lagi." Si pelayan, "baik, Bu." Amina melangkahkan dua kaki jenjangnya ke depan, hendak memeriksa bagaimana kondisi di luar.

    Last Updated : 2024-10-02
  • Noda dalam rumah tangga   Bab 6

    Amina, "aku berjanji akan memperlakukanmu dengan baik, dan tak akan berubah hingga kapanpun!" Mendengar itu, perlahan Mira membuka bibirnya, hendak mengucapkan sesuatu, "sungguh kah?" Amina mengangguk dengan keras, "sungguh!" Mira, "sampai kapanpun kau akan tetap menjadi Mbak Amina ku yang baik hati? Yang terus memperhatikanku?" Amina, "sampai kapanpun! Kau akan selalu menjadi adikku satu-satunya!" Mira, "maukah kau berjanji?" Dan hari itu, mereka berjanji dengan kelingking untuk selalu akur selamanya! Dengan perjanjian itu, setidaknya Mira tak perlu khawatir akan pemikiran buruk tentang Madunya yang jahat. dan kalaupun di kemudian hari ia merasa sedih, setidaknya ia tahu, akan selalu ada tempat untuk bersandar. Namun siapa yang tahu, sakit hati dan rasa cemburu akan mengubah semua itu dalam sekejap? Dan Mira harus kembali menahan nafas saat waktu itu datang! **** Sore harinya, ketika tuan Maheer kembali dari kantor, ia melihat istrinya tengah melamun di dalam ka

    Last Updated : 2024-10-11
  • Noda dalam rumah tangga   Bab; 7

    Tuan Maheer memang menasihati istrinya untuk memberi waktu pada Mira, namun dalam hatinya (sebagai kepala keluarga utama rumah besar itu) ia tentu tak bisa menerima sikap Mira yanng menurutnya egois itu. Baginya, bila sudah menikah maka harus bisa menerima segala kekurangan suami dan keluarganya. Tapi lihatlah apa yang Mira lakukan! Di hari pertama bahkan ia telah berani melanggar tradisi keluarga yang paling di hormati semua orang hanya karena mementingkan perasaannya sendiri, bukankah itu adalah perlakuan egois dan sangat tidak pantas? Seumur hidup, Tuan Maheer telah di ajarkan untuk disiplin dan benar-benar mematuhinya hingga kini usianya telah mencapai kepala lima. Maka dari itu, ketika Nyonya Salma memejamkan kedua mata khawatir nya, ia beranjak keluar dari kamar utama tanpa membersihkan badan terlebih dahulu. Di depan pintu, ia melihat seorang pelayan yang tengah membersihkan meja hias, "apakah Nona Mira telah keluar?" Pelayan itu menunduk, menunjukkan rasa hormat ya

    Last Updated : 2024-10-12
  • Noda dalam rumah tangga   Bab 8

    Sementara Amina terus memikirkan bagaimana pernikahan suaminya dengan Mira, di dalam kamarnya, Mira justru masih bertahan terdiam di sana. Malam telah kembali menyapa, sedang ia tak kunjung bisa memuaskan hatinya yang lara. Makanan di meja telah dingin sejak beberapa jam yang lalu, itu adalah makanan kedua yang Amina kirim untuknya, dan ia sama sekali tak berselera dengan makanan yang kaya akan rasa itu. Tok! Tok! Tok! Mira menghela nafasnya, hari ini, terhitung lebih dari sepuluh kali pintu kamarnya di ketuk. Dan pelakunya siapa lagi, kalau bukan Amina atau pelayan? Amina berjalan mendekat setelah menghidupkan sakelar lampu sebelah pintu, dan terlihatlah Mira yang masih setia duduk memeluk kakinya di atas ranjang. "Kau bahkan sama sekali tak menyentuh makananmu?" Mira mendongak, melihat Amina yang tersenyum dengan senampan makanan yang masih mengeluarkan kepulan uap di atasnya. Huh, Lagi-lagi tentang makan! Amina, "kau boleh marah pada semua orang, bahkan tidak ter

    Last Updated : 2024-10-13
  • Noda dalam rumah tangga   Bab 9

    Sedang di seberang kota Rintis, tempat tinggal Mira dan keluarga tuan Maheer berada, Renjana baru saja keluar dari sebuah kamar VIP di suatu club malam. Jam dua dini hari, dan ia telah membayar untuk wanita langganannya untuk semalam full, namun ia telah keluar dan di sambut dengan banyak sekali gadis di luar kamar itu.Luna, salah satu di antara para gadis duduk tak jauh dari mereka. Melihat Tuan Muda yang selalu di kaguminya itu tengah mencumbu beberapa di antara mereka. Gadis satu, "Tuan Muda, kau begitu tampan dan kaya, dan aku juga tidak buruk. Bagaimana jika menjadikan ku simpanan keduamu?"Gadis dua, "jangan hanya dia, aku juga.""Lalu bagaimana denganku?""Aku juga mau!"Renjana tertawa, mengangguk-anggukkan kepalanya, "kalian para gadis cantik," Ia mendongak, melihat seorang gadis yang juga ingin mendekatinya namun seperti nya takut? "Kemarilah sayang! Kenapa tidak ikut bergabung?"Gadis yang takut itu, jika di bandingkan dengan para gadis yang tengah bergelanyut manja pada

    Last Updated : 2024-10-14

Latest chapter

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 24

    Renjana berhenti, menatap kebelakang, tanpa senyum menggoda seperti biasa, hanya senyum sopan sebagai seorang pria. "Kalau kau ingin memarahiku, silahkan saja. Bagaimana pun aku juga ada salah, telah menggoda istri orang."Mira menahan senyumnya, ternyata pria ini memiliki sedikit rasa empati juga! Ia mengulurkan tangan ke arah Renjana, "saat pertama kali aku melihatmu, aku memang sangat marah. Bahkan, baru saja aku juga merasa begitu. Hanya saja, setelah aku pikir-pikir, dari seluruh orang yang berada di dalam kapal raksasa ini sekarang, hanya kau orang yang ku kenal. Jadi, mungkin kita bisa berteman?"Renjana menatap uluran tangan Mira sebentar, mengedikkan bahu, membalas uluran tangannya, "aku tidak biasa berteman dengan seorang wanita sebagaimana mestinya, kau tentu tahu itu. Tapi bagi seorang wanita terhormat seperti mu, hatiku meminta pengecualian."Sebenarnya Mira lumayan faham dengan apa yang Renjana katakan. Hanya saja, karena takut salah menebak, Mira perlu memastikannya, "

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 23

    "Kenapa? Kau sakit jantung?"Renjana menggeleng sedih, "bukan jantung, tapi hati."Setelah di dorong oleh Renjana tadi, jarak antara Mira dan pintu menjadi agak jauh. Dan sekarang Mira kembali berjalan mendekati pintu dan membukanya, "aku bukan dokter! Kalau kau sakit cepat pergi ke ruang kesehatan, kalau kau tak tahu jalannya, kau lurus saja dari sini, nanti naik ke lantai dua, di sana ada ruang kesehatan paling luas di kapal!"Wajah Renjana jadi muram, "aku tak mau ke dokter!""Kenapa? Kau bukan orang miskin yang kekurangan uang! Lagi pun, bagi pelanggan VIP, fasilitas kesehatan itu bisa kau ambil secara gratis!"Renjana terlihat tak ingin menjawab perkataan Mira. Ia malah berjalan santai ke arah kasur gadis itu. Mira yang tak menduga apa yang akan Renjana lakukan sebelumnya merasa kaget, "apa yang kau lakukan? Pergi dari sana!"Dengan santai Renjana melepas sepatunya dan berbaring di ranjang Mira, "kau sama sekali tak tahu masalah hati antara pria dan wanita ya?"Merasa khawatir,

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 22

    Drrrt drrt drrtt! Sedari tadi ia berjalan menuju kamarnya, Renjana terus merasa kan ponselnya bergetar asa yang menelpon. Namun memang sengaja tak ia angkat kala mengetahui siapa sumber dari suara itu. Sekarang ketika ia berbaring dengan lelah di atas kasurnya, ponsel itu tak henti mengeluarkan getaran menyebalkan! Dan ketika Renjana hendak menonaktifkan ponselnya, sebuah pesan dengan huruf besar-besar muncul, "ANGKAT TELPONNYA BODOH!!!" Renjana tak ingin menghiraukannya. Namun tangannya gatal untuk menekan ikon hijau dan mendengar apa yang akan orang itu katakan, {"AKU MENYURUHMU KE KOTA RINTIS DAN MENGAMBIL ALIH TANAH KELUARGA MAHEER, BUKAN MALAH NGELAYAP DENGAN KAPAL ITU!!!"} Suara teriakan itu, membuat Renjana langsung menjauhkan ponselnya dari telinga, ia menjawab dengan tenang, "kau hampir membuatku tuli!" Si penelepon, Tuan Daksa, yang apalah daya adalah ayahnya sendiri di sebrang sana tengah uring-uringan. Ia tadi mendapat kabar dari asisten nya bahwa Renjana mengung

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 21

    "Tapi itu fitnah!" Renjana sudah akan memasukkan satu suapan ke dalam mulutnya. Tiba-tiba ia seolah dapat ide besar, "kalau begitu, bagaimana kalau kita jadikan itu tidak fitnah?" Mira memikirkan dengan baik apa yang di maksud dengan ucapan Renjana. Dan ketika ia menyadari nya, ia hampir berteriak karena kesal! Untung saja, pikiran normalnya mampu menganalisis keadaan sehingga tam melakukan hal bodoh itu. Dan sebagai gantinya, Mira menatap Renjana penuh remeh, "jadi, begitu caramu merayu semua wanita?" Dengan ringan Renjana menjawab, "tidak juga, kebanyakan mereka yang menggodaku. Boleh di bilang, aku baru melakukan ini untukmu saja!" Mira mendengus dengan mulut penuh, sama sekali tak percaya yang Renjana katakan, "omong kosong!" "Kata siapa omong kosong?" "Kataku, tentu saja!" Renjana menaikkan sebelah alisnya, "kau tak lihat apa yang barusan Maria lakukan padaku?" "Namanya Ling Ling!" "Ya itu dia, Ling Ling!" "Tidak!" Dengan segera Renjana meletakkan alat

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 20

    Habis sudah seluruh kata-kata dalam benak Mira. Bagaimana bisa ada orang yang begitu mudah berkata ingin menjadi pacarnya! Renjana, "pertama-tama, aku ingin tahu siapa namamu dulu?"Lihatlah! Ia bahkan tak tahu siapa namanya! Renjana kembali meneruskan kata-kata nya, "jadi, mari kita lupakan masalah kemarin dan berkenalan dengan lebih baik. Namaku Renjana..." Ia mengulurkan tangannya ke arah Mira. Mira, "...."Entah mengapa pria itu selalu bisa membuat mulutnya terbungkam! Renjana, "ayolah, kita berdua sama-sama telah dewasa, lupakan masalah kemarin, bukankah kita berdua sama-sama salah? Kau salah memasuki kabinku, dan aku salah mengenalimu sebagai gadis penghibur."Mira telah membuka mulutnya hendak protes, namun sebuah suara yang sangat merdu menginterupsi nya, "kak Renjana, kau ada di sini juga?"Seorang gadis berwajah oriental yang khas, berkulit putih dengan mata sipit dan tubuh ramping, datang dan langsung mendudukkan dirinya di pangkuan Renjana. Renjana sama sekali tak me

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 19

    Malam harinya, Mira kembali membersihkan diri dan keluar untuk makan. Sejak pagi tadi, karena merasa terlalu kesal, Mira bahkan sampai tam merasakan lapar sama sekali. Namun sekarang justru perutnya terasa keroncongan. Di kapal itu sebenarnya menyediakan layanan antar makanan hingga ke kamar. Tapi karena Mira sudah merasa sumpek di kamar seharian, ia memilih keluar sekalian jalan-jalan. Untung saja ketika kemarin ia memutari hampir setengah isi kapal demi mencari kamarnya, ia sempat melihat restauran besar di bagian tengah. Jadi, ketika sekarang akan keluar, Mira tak perlu khawatir tersesat. Mira mengedarkan pandangannya, tempat makan itu begitu luas, mewah, dan sangat bersih. Banyak sekali orang dari kalangan elit tengah makan di jam ini. Meskipun begitu, masih terlihat beberapa meja kosong di bagian ia berdiri. Mira tersenyum, "bahkan sebuah kapal bisa memiliki restauran seluas pasar!""Tentu saja, Nona. Kapal ini sangat besar, dengan sembilan ratus tiga puluh kamar, bisa me

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 18

    Setelah berganti pakaian, Mira merasa sedikit lebih baik, meski rasa jengkel masih menancap di hatinya. Ia lalu menghempaskan tubuhnya di atas kasur dan menatap dompet tebal dari Alka, "ternyata dia mewarisi sikap keras kepala ibunya,"Ia lalu membuka dompet itu, dan terbengong melihat segepok uang di dalamnya, "di malam pertama kau memberiku kartu bank, dan sekarang memberiku banyak uang!" Apakah Alka hanya memperistri nya untuk berfoya-foya? Mira mengedikkan bahunya, biarlah apa yang Alka lakukan! Selagi pria itu tak berbuat jahat, Mira bisa menerimanya. Ketika Mira hendak menutup dompet itu kembali, ia melihat sebuah kertas yang lain berada di baris paling pojok uang itu. Seperti memang berniat agar ia bisa melihatnya. Baiklah, apa lagi kali ini? Ia membuka selembar kertas putih itu, dan terlihatlah tulisan tangan yang rapi dan berkarakter! [Ini nomorku, telepon aku jika terjadi sesuatu!] lalu di bawahnya tertera nomor yang berjumlah dua belas. Mira tersenyum, "jadi, beginik

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 17

    Setelah suara itu lenyap, Renjana segera kembali ke arah pintu dan menempelkan kartunya di sana. Setelah terdengar bunyi klik, ia menyeringai kecil, dan kembali menutup pintunya dari dalam. Maka, saat itulah ia melihat koper milik Mira yang masih tergeletak di pojok ruangan! "Saking kesalnya padaku, dia bahkan lupa membawa koper miliknya. Lalu, ia akan ganti pakai apa?"Renjana mengingat nomor kabin Mira dengan baik. Ia berjalan maju, meraih koper itu dan segera menggeretnya pelan. Namun, setelah di pikir-pikir. Bukankah akan lebih baik jika membiarkannya yang datang sendiri untuk mengambil? Memikirkan dapat melihat wajah memelas gadis keras kepala itu, wajah Renjana menyeringai senang. "Sepertinya, liburan kali ini tak akan pernah merasa bosan!"****Mira masih berada di jalan ketika pengumuman itu bergema di seluruh kapal. Dan saat ia telah mencapai pintu, salah satu di antara petugas yang mengantarnya berkata, "Nona, untuk memastikan sekali lagi bahwa ini adalah kabinmu yang

  • Noda dalam rumah tangga   Bab 16

    Mira merasakan dunianya tiba-tiba berputar dan hampir limbung karenanya. Dengan segera ia meraih tiket miliknya untuk ia baca berulang kali. Sayangnya, entah seratus kali pun ia membaca, tulisan di sana juga tak akan berubah dalam sekejap. Ia menghembuskan nafas berat, melirik tajam ke arah Renjana yang menatap penuh kemenangan. Lalu, dengan begitu impulsif ia berjalan hendak keluar dari kamar itu. Nyatanya, Mira melupakan bahwa ia sama sekali tak tahu di mana letak persisnya kamar VIP B nomor 12 itu. Dan ketika ingat, tangannya yang telah meraih handle pintu terhenti, "kalau begitu, bisakah kalian antar saya ke kamar ini?" Ia melambaikan tiket ~yang andai kata mampu, akan langsung ia telah hingga remuk~ di depan wajahnya. Salah satu petugas mengangguk penuh sopan, ia lalu mempersilahkan Mira untuk berjalan lebih dulu. Namun, baru saja Mira berhasil kembali meraih handle pintu, suara Renjana menginterupsi, "kau yakin akan k

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status