Share

Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!
Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!
Author: Miss Yune

Bab 01

Author: Miss Yune
last update Last Updated: 2025-03-24 10:31:30

“Mas Rafli, aku ingin bicara,” ucapku sambil menatap punggungnya yang sibuk dengan telepon genggam.

Dia mendongak sekilas, lalu kembali menatap layar ponselnya. “Nanti saja, Farah. Aku sedang membalas pesan Karina.”

Jantungku mencelos. Lagi-lagi, Karina. Aku mendekatinya, berdiri di depan sofa tempat dia duduk. "Apa yang dia mau sekarang?" tanyaku, mencoba terdengar tenang, meski dalam hatiku sudah berkecamuk.

"Alia sedang demam. Dia butuh seseorang untuk membantunya mengantar Alia ke dokter," jawab Mas Rafli tanpa menatapku.

Aku berusaha menahan amarah yang perlahan menggerogoti kesabaranku. “Dia tidak bisa menghubungi orang lain? Bukannya Karina punya keluarga atau teman lain selain kamu?”

Mas Rafli menghela napas panjang, meletakkan ponselnya di meja. “Kamu tahu sendiri, Farah. Setelah Yudhi meninggal, Karina tidak punya siapa-siapa. Aku tidak bisa membiarkannya sendirian.”

Nada suaranya seolah mengatakan bahwa aku ini tidak berperasaan, bahwa aku salah karena mempertanyakan perhatiannya pada sahabat lamanya itu.

“Aku tahu Karina kehilangan suaminya, Mas. Aku juga tahu dia butuh dukungan. Tapi kamu sadar tidak, kamu selalu ada untuk dia dan hampir tidak pernah ada untuk aku? Aku ini istrimu,” suaraku bergetar, separuh karena marah, separuh karena ingin menangis.

Mas Rafli menatapku, wajahnya sedikit mengerut. "Kamu ini kenapa sih? Bukannya aku juga selalu pulang ke rumah? Kamu masih punya aku, Farah. Karina hanya punya aku."

Kata-katanya menghantamku lebih keras daripada pukulan fisik mana pun. Hanya punya aku. Aku yang berdiri di sini, yang berbagi tempat tidur dengannya, yang mengandung anaknya, tiba-tiba terasa seperti orang asing di hidupnya.

“Kamu serius, Mas? Apa kamu lupa kalau aku juga sedang membutuhkanmu? Aku hamil, dan aku bahkan harus pergi ke pemeriksaan kehamilan sendiri karena kamu lebih memilih menemani Alia yang merupakan anak Karina.”

Dia terlihat canggung sejenak, seolah berusaha mencari pembenaran. "Aku minta maaf soal itu, Farah. Tapi aku juga tidak bisa membiarkan Alia merasa kehilangan sosok ayah. Dia masih kecil. Kamu harus mengerti."

"Apa aku juga harus mengerti kalau aku ini prioritas terakhir bagimu? Karina dan Alia selalu lebih penting, Mas. Selalu.”

Aku menunggu. Menunggu dia menyangkal, menunggu dia mengatakan aku salah, menunggu dia memelukku dan meyakinkanku bahwa aku salah paham. Tapi dia hanya diam. Diam yang menyakitkan.

“Farah, aku tidak mau bertengkar. Karina butuh aku malam ini. Aku janji, aku akan bicara denganmu nanti.” Dia mengambil jaketnya dari sofa dan berjalan menuju pintu.

“Kalau begitu, kapan aku butuh kamu, aku harus antre ya?” tanyaku dengan nada penuh luka.

Langkahnya terhenti, tetapi dia tidak berbalik. “Aku akan pulang secepatnya.” Lalu pintu itu tertutup di belakangnya, meninggalkanku dalam kesunyian yang dingin.

Aku duduk di meja makan, menatap makanan yang tidak tersentuh. Tanganku refleks mengusap perutku yang mulai membesar. “Kamu dengar itu, Nak? Sepertinya Ayahmu lebih peduli pada orang lain daripada kita.”

Air mata jatuh tanpa bisa kutahan lagi. Aku tidak pernah merasa serendah ini sebelumnya. Karina. Nama itu seperti duri yang menusukku setiap kali disebut.

Aku tahu Mas Rafli dan Karina sudah bersahabat sejak lama, bahkan sebelum aku hadir di hidupnya. Aku juga tahu mereka dekat, tapi kedekatan itu berubah menjadi ancaman bagiku setelah Yudhi meninggal.

Satu bulan pertama, aku mencoba mengerti. Aku ikut mengantar Mas Rafli ke rumah duka, ikut memberi semangat pada Karina. Tapi perlahan, aku mulai merasa disingkirkan. Karina mulai sering menghubungi Mas Rafli untuk hal-hal kecil. Dari meminta diantar ke pasar, memperbaiki keran bocor, hingga sekadar menemani ngobrol.

Dan Mas Rafli selalu ada untuknya. Selalu.

Aku mengambil ponselku dan membuka galeri foto. Ada foto kami berdua dari satu tahun lalu, saat Mas Rafli masih penuh perhatian. Dia tersenyum lebar di foto itu, memelukku erat di sebuah taman bunga. Waktu itu, aku merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia.

Tapi sekarang? Aku merasa seperti orang asing dalam pernikahanku sendiri.

*

Suaraku tercekat ketika mendengar pintu depan terbuka. Langkah kaki Mas Rafli terdengar mendekat. Aku melirik jam dinding. Sudah hampir tengah malam.

Dia masuk ke ruang tamu dan langsung menuju dapur tanpa melihatku. Aku menegakkan tubuhku, menunggu dia berbicara lebih dulu, tapi dia hanya mengambil segelas air dan duduk di kursi.

"Alia baik-baik saja?" tanyaku akhirnya, dengan nada yang sengaja kutahan agar tidak terdengar sinis.

Dia mengangguk sambil meminum airnya. “Alia sudah tidur. Dokter bilang itu hanya demam biasa.”

Aku menunggu dia menanyakan bagaimana kabarku atau bayinya. Tapi tidak ada. Hanya hening.

“Mas Rafli,” aku memecah kesunyian. “Kamu benar-benar tidak melihat ada yang salah dengan semua ini?”

Dia mendongak. “Salah? Maksud kamu apa?”

Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan diriku. “Kamu tidak sadar kalau selama ini kamu mengabaikan aku? Kamu tidak sadar kalau aku merasa sendirian dalam pernikahan ini?”

Dia menghela napas berat, seperti orang yang lelah menghadapi omelan yang sama. “Farah, aku sudah bilang, Karina butuh bantuan. Dia itu sahabatku. Apa kamu mau aku meninggalkannya begitu saja?”

“Bukan begitu, Mas Rafli! Aku tidak menyuruhmu meninggalkan Karina. Aku hanya ingin kamu berhenti memperlakukannya seperti prioritas utama dalam hidupmu. Aku istrimu, Mas. Aku juga berhak mendapatkan perhatianmu.”

“Farah, kamu ini terlalu sensitif. Jangan terlalu dipikirkan. Kamu tahu aku sayang sama kamu.”

“Sayang?” Aku tertawa pahit. “Kalau kamu benar-benar sayang, kenapa aku tidak merasa begitu? Kenapa aku selalu merasa seperti bayang-bayang di hidupmu?”

Dia berdiri, wajahnya terlihat lelah. “Farah, aku capek. Aku harus bekerja, membantu Karina, dan sekarang menghadapi keluhanmu setiap hari. Aku butuh istirahat.”

Kata-katanya membuat dadaku sesak. Aku berdiri, menahan air mata yang hampir tumpah. “Kalau kamu capek, Mas,  aku juga capek. Tapi aku tidak pernah memilih untuk lari dari masalah. Aku menghadapi semuanya karena aku pikir kita akan menghadapi ini bersama. Tapi aku salah.”

Aku melangkah menuju kamar, meninggalkannya di ruang tamu. Tapi sebelum aku masuk, aku berhenti di ambang pintu dan berbalik menatapnya.

“Mas Rafli,” suaraku rendah namun tegas. “Kalau kamu terus seperti ini, kamu akan kehilangan aku.”

Aku tidak menunggu responsnya. Aku masuk ke kamar dan mengunci pintu, membiarkan air mata yang kutahan akhirnya mengalir deras.

Di luar, aku mendengar suara ponselnya berbunyi. Dan meskipun aku tidak bisa mendengar percakapannya, aku tahu pasti siapa yang menelepon.

Aku terbangun beberapa jam kemudian karena mendengar suara langkah kaki. Pintu kamar terbuka perlahan, dan aku berpikir Mas Rafli akhirnya datang untuk meminta maaf. Tapi suara itu tidak berhenti di pintu kamar. Langkah kaki itu beranjak menuju pintu depan.

Aku bangkit dari tempat tidur dan mengintip dari balik tirai jendela. Mas Rafli keluar dari rumah, naik ke mobil, dan pergi.

Aku tidak tahu ke mana dia pergi di tengah malam seperti ini, tapi di dalam hatiku, aku tahu jawabannya.

Dia pergi menemui Karina, batinku dengan hati teriris.

*

Bersambung...

Terima kasih telah membaca ❤️

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 02

    “Aku cuma butuh kamu sedikit lebih pengertian, Farah,” suara Mas Rafli memecah keheningan pagi. Dia berdiri di dekat meja makan, wajahnya tampak lelah namun tetap mencoba menampilkan kesabaran yang mulai menipis.“Pengertian?” aku meletakkan gelas di tanganku dengan sedikit keras, menatapnya tajam.“Seberapa pengertian lagi aku harus bersikap, Mas? Aku sudah mencoba memahami hubungan kalian, tapi ini sudah melewati batas. Karina tidak hanya bergantung padamu. Dia seperti menjadikanmu suaminya.” Aku benar-benar lelah dengan semua keadaan ini.Wajah Mas Rafli menegang. “Kamu terlalu jauh, Farah. Karina bukan orang seperti itu.”Aku tertawa kecil, penuh ironi. “Oh, tentu saja dia tidak terlihat seperti itu. Tapi apa kamu sadar, Mas? Setiap langkahnya, setiap permintaannya, selalu membuatmu memilih dia daripada aku.”“Dia tidak memilih, Farah,” ucap MasRafli membantah. “Aku yang memutuskan membantu dia karena dia membutuhkan itu. Kamu tahu sendiri, aku dan Yudhi bersahabat sejak lama. Aku

    Last Updated : 2025-03-24
  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 03

    “Kenapa harus menuruti semua permintaan Karina?” tanyaku tajam ketika Mas Rafli menjelaskan rencananya.Dia baru pulang dari rumah Karina, dan kini dia mengatakan sesuatu yang bahkan lebih tak masuk akal.“Ada masalah dengan atap rumah Karina. Bocor, dan tukangnya nggak bisa langsung datang. Aku nggak mungkin biarkan dia dan anaknya tidur di rumah yang nggak layak,” jawab Mas Rafli dengan nada datar.“Kenapa harus kamu, Mas? Ada banyak orang lain yang bisa dia hubungi. Dia bisa menyewa jasa apa pun. Kenapa harus kamu yang selalu ada untuknya?”“Karina nggak punya siapa-siapa lagi,” katanya, suaranya mulai meninggi. “Dia cuma punya aku. Apa kamu nggak bisa mengerti itu?”Aku berdiri, memeluk perutku yang kian membesar.“Aku juga cuma punya kamu, Mas. Tapi apa aku harus teriak-teriak dulu baru kamu sadar kalau aku ini istrimu, dan aku sedang membutuhkanmu?” ucapku.Dia terdiam. Tapi bukan karena menyadari kesalahannya, melainkan karena kelelahan menghadapi argumen yang baginya tidak ber

    Last Updated : 2025-03-24
  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 04

    Aku mengabaikan pesan dari Karina. Kalau aku semakin tersulut dengan ucapannya, dirinya akan semakin merasa menang. Kuhampiri suamiku yang baru pulang dari kantor. Mas Rafli sedang duduk sambil memainkan ponselnya.“Apa yang sebenarnya Karina inginkan darimu, Mas?” tanyaku di ruang tamu, memulai percakapan dengan nada lirih yang hampir tak terdengar. Aku tak sanggup lagi menahan gejolak di dadaku.Dia menatapku dari deretan chat entah dari siapa. “Kenapa kamu terus-menerus mempermasalahkan ini, Farah?”“Karena aku merasa semakin hari aku kehilangan suamiku. Aku kehilangan kamu, Mas Rafli. Aku istrimu, tapi aku seperti tidak ada di hidupmu lagi.”Dia mendesah panjang, meletakkan korannya. “Farah, aku sudah bilang, Karina butuh bantuanku. Dia baru kehilangan suaminya. Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja.”“Dan aku? Aku ini siapa di hidupmu? Apakah aku harus menunggumu selesai mengurus Karina dulu baru kamu ingat kalau aku ini istrimu?” suaraku pecah, air mata mulai menggenang

    Last Updated : 2025-03-24
  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 05

    "Jangan asal bicara, Farah. Justru, Karina yang memaksa aku untuk segera datang ke rumah sakit. Dia sangat peduli padamu," balas Mas Rafli membalas ucapanku.Mataku mengerjap mendengar semua ucapan Mas Rafli. Sangat mustahil bila Karina memaksa untuk segera datang. Kenyataannya, suamiku itu malah mengantarkan Alia ke rumah neneknya terlebih dahulu."Sudahlah, Nak Rafli. Farah terserempet motor hingga dirinya terbaring di rumah sakit. Syukurlah tidak terjadi apa pun dalam kandungannya. Bila memang kami peduli pada istrimu, seharusnya kamu yang pertama kali datang pada Farah," ujar Ibu angkat bicara.Aku menatap Ibu dengan nanar. Tidak pernah aku bermaksud membuat Ibu mengetahui tentang rumah tanggaku. Ditutupi seperti apa pun Mas Rafli tetapi membela sahabatnya."Seharusnya, Ibu bersyukur karena bisa saja Farah kehilangan janin yang ada dalam kandungannya," tukas Karina tanpa mempedulikan akibat dari ucapannya.Ibuku, Bu Reni adalah seorang perempuan yang lemah lembut. Dia membesarkank

    Last Updated : 2025-03-24
  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 06

    "Hentikan ucapanmu itu, Farah. Kenapa kamu tidak pernah mengerti kalau aku dan Karina tidak memiliki hubungan lebih dari sekadar sahabat," ujar Mas Rafli dengan frustasi."Sahabat seperti apa yang kamu maksud, Mas? Sahabat yang selalu meminta tolong di setiap keadaan?" balasku dengan sinis. "Dia tidak memiliki siapa pun, Farah. Dia hanya memiliki diriku untuk bergantung!" tukas Mas Rafli.Mulutku ternganga tidak membalas ucapan suami yang telah membersamaiku selama dua tahun itu. Tidak menyangka bila kehadiran Karina dapat mengubah diri Mas Rafli.Mas Rafli menatapku tanpa rasa bersalah, aku tidak tahu lagi cara menyadarkan suamiku. Pria itu masih saja menyebutkan kalau Karina yang menjadi prioritas Mas Rafli saat ini. "Karina memiliki orang tua, Mas. Kamu tidak perlu repot meladeni setiap permintaannya," balasku dengan menahan emosi. "Sudah aku katakan dia hanya memilikiku, tolong mengerti bila kami hanya sekadar sahabat. Aku tidak mungkin menghancurkan persahabatanku yang sudah l

    Last Updated : 2025-04-12
  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 07

    Aku merasakan kembali terbaring di rumah sakit. Kepalaku terus berputar, pusing melandaku. Kutatap langit putih bersih rumah sakit. Terlihat wajah Mas Rafli yang menungguku. Ada sesuatu yang salah di sini. Ibuku berada di sampingku menatapku dengan berbeda. Ada yang disembunyikan oleh keduanya."Apa yang terjadi?" tanyaku pada Mas Rafli."Kamu sudah sadar? Bagaimana keadaanmu?" jawab Mas Rafli membalikkan pertanyaan."Aku pusing, perutku juga sakit. Bagaimana keadaan anakku?" balasku.Dua orang yang sedang menungguku itu terdiam, tidak mengatakan apa pun. Hal itu semakin membuatku gelisah. Pasti ada yang terjadi dengan kandunganku."Apa yang terjadi? Semua baik-baik saja kan, Bu?"Air mata jatuh dari pipi ibuku. Seketika hatiku mencelos. Ada yang disembunyikan oleh kedua orang yang memandangku iba."Dia baik-baik aja, kan? Bayiku baik-baik saja?" tanyaku lagi. "Nak, kamu harus bersabar. Semua sudah takdir. Ibu akan selalu mendampingimu," jawab Ibu masih menangis.Pun Mas Rafli hanya

    Last Updated : 2025-04-13
  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 08

    POV Rafli ..Sebelum Yudhi meninggal, aku segan untuk berdekatan dengan Karina. Dia merupakan sahabat karibku sejak SMA. Namun, semua berubah ketika Yudhi meninggal karena kecelakaan.Karina menjadi bergantung padaku, apa pun dia katakan padaku. Bahkan, tak segan dia memintaku untuk sesuatu yang sebenarnya bisa dia lakukan sendiri.Namun, semua itu membuat Farah terganggu, dia selalu mempertanyakan semua perhatianku pada Karina. Perempuan itu menjadi berubah dan sangat cerewet. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya ada dalam pikirannya."Kamu akan lelah bila terus mempertanyakan persahabatanku dengan Karina," ujarku pada saat Farah kembali merajuk. "Tapi, kamu selalu saja lebih mendahulukan dia dibandingkan aku yang sedang hamil anakmu." "Sudahlah, aku harus pergi ke rumah Karina. Dia membutuhkanku saat ini. Jangan berpikiran negatif tentang hubunganku dengan Karina," ucapku berusaha untuk pergi dari hadapan Farah.Sebenarnya itu adalah salah satu caraku untuk menghindari pertanyaan

    Last Updated : 2025-04-14
  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 09

    POV Rafli.."Aku ingin kamu menjauhi Karina, tidak ada alasan lagi untuk terus bertemu dengan dirinya," ucap Farah dengan tenang."Sudah berulang kali aku katakan padamu, tidak ada hubungan antara aku dan Karina. Tidak perlu cemburu seperti itu," balasku.Aku merasa sangat aneh dengan sikap Farah. Selama ini aku memang lebih memperhatikan Karina dan tidak mengindahkan Farah. Apa sikapku membuat Farah berubah?"Kalau kamu masih ingin berhubungan dengan Karina silakan, Mas. Aku akan menggugat cerai dirimu. Kamu bisa bebas bertemu dengan Karina tanpa larangan dariku," ucap Farah dengan mata nanar. Kulihat mata Farah mencerminkan wajah yang putus asa. Tidak bisa aku memutuskan saat ini tentang hubunganku dengan Karina. Masih belum rela rasanya melepaskan diri dari sahabatku yang sudah menjanda itu. Padahal Karina masih memiliki orang tua, tetapi aku tidak tenang karena dia adalah sosok yang lemah lembut berbeda dengan Farah yang terlihat lebih mandiri. Namun, keadaan Farah yang baru s

    Last Updated : 2025-04-14

Latest chapter

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 10

    POV Farah..Apa yang sebenarnya Mas Rafli inginkan dari pernikahan ini? Aku tidak pernah menginginkan pernikahan tanpa cinta yang dia berikan padaku, batinku dipenuhi dengan tanda tanya. Pernikahan tanpa cinta, itulah yang telah terjadi pada pernikahan kami. Meskipun, dia terus mengatakan kalau ingin mengubah keadaan ini. Aku tetap tidak bisa mempercayai ucapan yang dia katakan tanpa pembuktian yang jelas. “Hari ini, kamu dapat pulang. Benarkah kamu tidak ingin kembali ke rumah kita?” tanya Mas Rafli membuka pembicaraan di pagi hari."Aku menginginkan ketenangan. Kalau kamu tidak bisa ikut di rumahku tidak apa-apa. Aku tidak memaksamu," jawabku yang sudah duduk di ranjang tempat tidur. Mas Rafli menggeleng, dia bersikeras untuk ikut ke rumahku. "Aku akan ikut bersamamu. Walau jarak kantor dan rumah Ibu cukup jauh. Aku tidak apa-apa," ujar Rafli."Terserah kamu saja, Mas," balasku kemudian mendahuluinya. Perawat membantuku menaiki kursi roda, Mas Rafli membantuku untuk naik ke mo

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 09

    POV Rafli.."Aku ingin kamu menjauhi Karina, tidak ada alasan lagi untuk terus bertemu dengan dirinya," ucap Farah dengan tenang."Sudah berulang kali aku katakan padamu, tidak ada hubungan antara aku dan Karina. Tidak perlu cemburu seperti itu," balasku.Aku merasa sangat aneh dengan sikap Farah. Selama ini aku memang lebih memperhatikan Karina dan tidak mengindahkan Farah. Apa sikapku membuat Farah berubah?"Kalau kamu masih ingin berhubungan dengan Karina silakan, Mas. Aku akan menggugat cerai dirimu. Kamu bisa bebas bertemu dengan Karina tanpa larangan dariku," ucap Farah dengan mata nanar. Kulihat mata Farah mencerminkan wajah yang putus asa. Tidak bisa aku memutuskan saat ini tentang hubunganku dengan Karina. Masih belum rela rasanya melepaskan diri dari sahabatku yang sudah menjanda itu. Padahal Karina masih memiliki orang tua, tetapi aku tidak tenang karena dia adalah sosok yang lemah lembut berbeda dengan Farah yang terlihat lebih mandiri. Namun, keadaan Farah yang baru s

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 08

    POV Rafli ..Sebelum Yudhi meninggal, aku segan untuk berdekatan dengan Karina. Dia merupakan sahabat karibku sejak SMA. Namun, semua berubah ketika Yudhi meninggal karena kecelakaan.Karina menjadi bergantung padaku, apa pun dia katakan padaku. Bahkan, tak segan dia memintaku untuk sesuatu yang sebenarnya bisa dia lakukan sendiri.Namun, semua itu membuat Farah terganggu, dia selalu mempertanyakan semua perhatianku pada Karina. Perempuan itu menjadi berubah dan sangat cerewet. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya ada dalam pikirannya."Kamu akan lelah bila terus mempertanyakan persahabatanku dengan Karina," ujarku pada saat Farah kembali merajuk. "Tapi, kamu selalu saja lebih mendahulukan dia dibandingkan aku yang sedang hamil anakmu." "Sudahlah, aku harus pergi ke rumah Karina. Dia membutuhkanku saat ini. Jangan berpikiran negatif tentang hubunganku dengan Karina," ucapku berusaha untuk pergi dari hadapan Farah.Sebenarnya itu adalah salah satu caraku untuk menghindari pertanyaan

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 07

    Aku merasakan kembali terbaring di rumah sakit. Kepalaku terus berputar, pusing melandaku. Kutatap langit putih bersih rumah sakit. Terlihat wajah Mas Rafli yang menungguku. Ada sesuatu yang salah di sini. Ibuku berada di sampingku menatapku dengan berbeda. Ada yang disembunyikan oleh keduanya."Apa yang terjadi?" tanyaku pada Mas Rafli."Kamu sudah sadar? Bagaimana keadaanmu?" jawab Mas Rafli membalikkan pertanyaan."Aku pusing, perutku juga sakit. Bagaimana keadaan anakku?" balasku.Dua orang yang sedang menungguku itu terdiam, tidak mengatakan apa pun. Hal itu semakin membuatku gelisah. Pasti ada yang terjadi dengan kandunganku."Apa yang terjadi? Semua baik-baik saja kan, Bu?"Air mata jatuh dari pipi ibuku. Seketika hatiku mencelos. Ada yang disembunyikan oleh kedua orang yang memandangku iba."Dia baik-baik aja, kan? Bayiku baik-baik saja?" tanyaku lagi. "Nak, kamu harus bersabar. Semua sudah takdir. Ibu akan selalu mendampingimu," jawab Ibu masih menangis.Pun Mas Rafli hanya

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 06

    "Hentikan ucapanmu itu, Farah. Kenapa kamu tidak pernah mengerti kalau aku dan Karina tidak memiliki hubungan lebih dari sekadar sahabat," ujar Mas Rafli dengan frustasi."Sahabat seperti apa yang kamu maksud, Mas? Sahabat yang selalu meminta tolong di setiap keadaan?" balasku dengan sinis. "Dia tidak memiliki siapa pun, Farah. Dia hanya memiliki diriku untuk bergantung!" tukas Mas Rafli.Mulutku ternganga tidak membalas ucapan suami yang telah membersamaiku selama dua tahun itu. Tidak menyangka bila kehadiran Karina dapat mengubah diri Mas Rafli.Mas Rafli menatapku tanpa rasa bersalah, aku tidak tahu lagi cara menyadarkan suamiku. Pria itu masih saja menyebutkan kalau Karina yang menjadi prioritas Mas Rafli saat ini. "Karina memiliki orang tua, Mas. Kamu tidak perlu repot meladeni setiap permintaannya," balasku dengan menahan emosi. "Sudah aku katakan dia hanya memilikiku, tolong mengerti bila kami hanya sekadar sahabat. Aku tidak mungkin menghancurkan persahabatanku yang sudah l

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 05

    "Jangan asal bicara, Farah. Justru, Karina yang memaksa aku untuk segera datang ke rumah sakit. Dia sangat peduli padamu," balas Mas Rafli membalas ucapanku.Mataku mengerjap mendengar semua ucapan Mas Rafli. Sangat mustahil bila Karina memaksa untuk segera datang. Kenyataannya, suamiku itu malah mengantarkan Alia ke rumah neneknya terlebih dahulu."Sudahlah, Nak Rafli. Farah terserempet motor hingga dirinya terbaring di rumah sakit. Syukurlah tidak terjadi apa pun dalam kandungannya. Bila memang kami peduli pada istrimu, seharusnya kamu yang pertama kali datang pada Farah," ujar Ibu angkat bicara.Aku menatap Ibu dengan nanar. Tidak pernah aku bermaksud membuat Ibu mengetahui tentang rumah tanggaku. Ditutupi seperti apa pun Mas Rafli tetapi membela sahabatnya."Seharusnya, Ibu bersyukur karena bisa saja Farah kehilangan janin yang ada dalam kandungannya," tukas Karina tanpa mempedulikan akibat dari ucapannya.Ibuku, Bu Reni adalah seorang perempuan yang lemah lembut. Dia membesarkank

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 04

    Aku mengabaikan pesan dari Karina. Kalau aku semakin tersulut dengan ucapannya, dirinya akan semakin merasa menang. Kuhampiri suamiku yang baru pulang dari kantor. Mas Rafli sedang duduk sambil memainkan ponselnya.“Apa yang sebenarnya Karina inginkan darimu, Mas?” tanyaku di ruang tamu, memulai percakapan dengan nada lirih yang hampir tak terdengar. Aku tak sanggup lagi menahan gejolak di dadaku.Dia menatapku dari deretan chat entah dari siapa. “Kenapa kamu terus-menerus mempermasalahkan ini, Farah?”“Karena aku merasa semakin hari aku kehilangan suamiku. Aku kehilangan kamu, Mas Rafli. Aku istrimu, tapi aku seperti tidak ada di hidupmu lagi.”Dia mendesah panjang, meletakkan korannya. “Farah, aku sudah bilang, Karina butuh bantuanku. Dia baru kehilangan suaminya. Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja.”“Dan aku? Aku ini siapa di hidupmu? Apakah aku harus menunggumu selesai mengurus Karina dulu baru kamu ingat kalau aku ini istrimu?” suaraku pecah, air mata mulai menggenang

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 03

    “Kenapa harus menuruti semua permintaan Karina?” tanyaku tajam ketika Mas Rafli menjelaskan rencananya.Dia baru pulang dari rumah Karina, dan kini dia mengatakan sesuatu yang bahkan lebih tak masuk akal.“Ada masalah dengan atap rumah Karina. Bocor, dan tukangnya nggak bisa langsung datang. Aku nggak mungkin biarkan dia dan anaknya tidur di rumah yang nggak layak,” jawab Mas Rafli dengan nada datar.“Kenapa harus kamu, Mas? Ada banyak orang lain yang bisa dia hubungi. Dia bisa menyewa jasa apa pun. Kenapa harus kamu yang selalu ada untuknya?”“Karina nggak punya siapa-siapa lagi,” katanya, suaranya mulai meninggi. “Dia cuma punya aku. Apa kamu nggak bisa mengerti itu?”Aku berdiri, memeluk perutku yang kian membesar.“Aku juga cuma punya kamu, Mas. Tapi apa aku harus teriak-teriak dulu baru kamu sadar kalau aku ini istrimu, dan aku sedang membutuhkanmu?” ucapku.Dia terdiam. Tapi bukan karena menyadari kesalahannya, melainkan karena kelelahan menghadapi argumen yang baginya tidak ber

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 02

    “Aku cuma butuh kamu sedikit lebih pengertian, Farah,” suara Mas Rafli memecah keheningan pagi. Dia berdiri di dekat meja makan, wajahnya tampak lelah namun tetap mencoba menampilkan kesabaran yang mulai menipis.“Pengertian?” aku meletakkan gelas di tanganku dengan sedikit keras, menatapnya tajam.“Seberapa pengertian lagi aku harus bersikap, Mas? Aku sudah mencoba memahami hubungan kalian, tapi ini sudah melewati batas. Karina tidak hanya bergantung padamu. Dia seperti menjadikanmu suaminya.” Aku benar-benar lelah dengan semua keadaan ini.Wajah Mas Rafli menegang. “Kamu terlalu jauh, Farah. Karina bukan orang seperti itu.”Aku tertawa kecil, penuh ironi. “Oh, tentu saja dia tidak terlihat seperti itu. Tapi apa kamu sadar, Mas? Setiap langkahnya, setiap permintaannya, selalu membuatmu memilih dia daripada aku.”“Dia tidak memilih, Farah,” ucap MasRafli membantah. “Aku yang memutuskan membantu dia karena dia membutuhkan itu. Kamu tahu sendiri, aku dan Yudhi bersahabat sejak lama. Aku

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status