Sekitar jam lima kurang dua puluh menit, mobil yang dikendarai oleh Samsuri pun sampai di gedung lantai 21 tempat Jessica berkantor. Tak lama kemudian, Jessica yang telah menunggu di Lobby langsung masuk ke dalam mobil dan mobil pun meninggalkan halaman gedung tersebut berbaur dengan kendaraan lainnya. Selama dalam perjalanan menuju rumah sakit swasta yang berada di jalan Haji Juanda Bandung, digunakan oleh Jessica untuk membuka media sosial.Tanpa sengaja jemari tangannya membuka perihal artis bernama Bintang Wiguna. Sejenak Jessica memandang wajah lelaki yang telah memorak-porandakan harga dirinya. Dan saat dilihat Bintang Wiguna berpose bersama seorang wanita muda nan cantik jelita membuat hati Jessica seakan teriris, sakit. Bagaimana tidak sakit, lelaki yang telah memberikan kenikmatan dini hari ternyata bukanlah lelaki baik-baik. Terlebih lelaki tampan itu adalah seorang artis muda yang pastinya hidup sebebas burung dan tak bisa mempunyai komitmen atas apa pun, pikir Jessica.‘Das
Wijaya Atmaja yang melihat kesedihan dari raut wajah Monica atas penolakan putrinya pun, menasihati putrinya, “Jessi..., Papi minta untuk kali ini aja kamu bertemu dengan lelaki itu. Jika memang setelah mengenal kepribadian Revan, hati kamu masih juga nggak sreg kamu bisa menolaknya.”“Ya, Papi sayang. Sekarang istirahat aja biar besok pagi lebih bugar,” cicit Jessica tersenyum memandang Wijaya Atmaja.Setelah itu, Jessica pun merebahkan tubuhnya pada sofa panjang yang berada di depan tempat tidur perawatan Wijaya Atmaja. Sementara Monica sendiri, tidur pada sofa yang ada di ruang tamu pada ruang VIP tersebut. Malam itu, Jessica bermalam di rumah sakit bersama Monica untuk bersama-sama mempersiapkan diri esok hari.Sementara itu, di tempat berbeda Candra dan kru film “Psikopat” berkumpul di halaman belakang Vila milik salah seorang bintang senior bernama Neni yang notabene adalah seorang artis kawakan istri siri dari seorang pengusaha batu bara terkenal. Vila dengan lahan cukup luas y
Tok ... Tok ... Tok ...“Bintang! Jani...!” panggil seorang kru film dari pintu luar kamar Bintang dan Anjani kala jam menunjukkan pukul sembilan pagi.“Ya Bang..., bentar kami gabung.” Terdengar suara Bintang dari dalam kamar.Setelah itu, kru yang membangunkan Bintang itu pun berlalu dari depan pintu kamar tersebut. Sementara di dalam kamar, Bintang yang terbangun karena ketukan pintu dari kru film membangunkan Anjani yang masih tampak terlelap dalam satu selimut dengannya.“Jani! Bangun..., dipanggil tuh sama Om Teguh,” ucap Candra mengguncangkan tubuh Anjani. Kemudian Candra pun, beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi tanpa selembar kain melekat pada tubuhnya.Lima belas menit kemudian, saat Candra keluar dari kamar mandi terlihat Anjani sudah duduk di sisi tempat tidur masih dalam keadaan telanjang bulat. “Udah cepat lo mandi. Tadi Bang Amir yang ketuk kamar kita,” ujar Candra sembari membuka koper tempat pakaiannya dan memakainya.“Semalam kita begituan pake
Sesampai di Vila milik orang tuanya, Jessica pun langsung masuk ke kamarnya dan meminta pada Bibik Emi untuk membuatkan secangkir kopi seraya meminta pada Ujang untuk memberitahukan dirinya kala kedua orang tukang yang telah berjanji dengan Wijaya, bisa bertemu dengannya.“Bik Emi.., tolong buatkan kopi sekalian camilan bawa ke ruang keluarga,” perintah Jessica.“Baik Nona..., ada yang lainnya?” tanya Emi pada Jessica.“Uhm, tolong sekalian minta mang Ujang untuk ke sini,” perintahnya lagi.“Baik Nona...,” jawab Emi berlalu menuju halaman belakang mencari Ujang yang sering mencari kayu dari beberapa pohon pinus yang telah tua untuk dijadikan kayu bakar pada pemanas manual yang ada di ruangan keluarga.Sekitar lima menit kemudian, terlihat Ujang berjalan ke ruang keluarga untuk menemui Jessica.“Nona ... Mang Toha sama mang Dadang, udah datang,” tutur Ujang berdiri menghadap ke arah Jessica dengan jarak sekitar dua meter dari tempatnya berdiri.“Suruh tunggu di dekat kolam ikan yang ma
Usai Candra keluar dari Vila itu, Jessica yang tak mengetahui kalau Dewi menguping sumpah serapah atas diri Candra, baru menyadari kalau ia belum menutup sambungan telepon dari sahabatnya. Dan wanita cantik yang sebenarnya tidak suka menyimpan segala masalah pribadinya, akhirnya mau tidak mau mengatakan apa yang terjadi pada dirinya lewat sambungan telepon pada sahabatnya.“Wi! Elo masih di sana kan?” tanya Jessica dalam sambungan telepon.“Iya,” jawab singkat Dewi tanpa ingin mendesak masalah yang terjadi pada sahabatnya.“Wi..., gue ... Uhm, gue ... Salah jalan. Dan begundal itu kagak sebaik dan sepolos yang elo kira. Lelaki jahanam itu memperkosa gue!” pekik Jessica dengan suara parau menahan tangis dan luka yang teramat dalam hatinya.Sesaat kemudian, tangis Jessica pun pecah. Ada rasa sakit menyusup dalam hatinya kala teringat suatu peristiwa yang tak diduga sama sekali atas kenakalan Candra pada dirinya. Lewat sambungan telepon itu, Jessica dalam tangisnya menceritakan kronologi
Jessica kembali ke Jakarta dan meninggalkan surat dari Candra pada laci kamarnya di Vila Ciwidey. Selama dua hari Jessica melepas lelah dan kepenatannya di daerah pegunungan yang sejuk. Rutinitas yang biasa di jalani pada perusahaan ekspor impor yang telah digeluti oleh keluarganya diganti dengan melihat kebun teh serta menikmati kebersamaan bersama kedua orang tuanya usai Wijaya di perbolehkan ke rumah pasca selesai operasi.Sepanjang perjalanan itu, Jessica yang biasanya senang melihat berita tentang gosip seputar artis dan kehidupannya, kini sama sekali tidak berani membuka berita seputar artis. Karena Jessica tidak ingin melihat wajah Candra atau dalam dunia keartisan mempunyai nama Bintang. Seorang lelaki tampan muda berbakat yang memiliki multi talenta sebagai artis. Terlebih Candra selalu bersikap ramah dan bersahabat pada awak media serta selalu terkena cinta lokasi dengan lawan jenisnya sehingga gosip tentang dirinya sering beredar di berita Infotainment.‘Semoga aja gue kagak
Keesokan harinya, Jessica yang punya janji dengan Santi di jam 9 pagi, telah berada di kantornya sekitar pukul delapan lewat sepuluh menit. Usai Intan menghidangkan kopi, ia pun kembali ke ruangannya dan mulai menghubungi beberapa orang yang hari ini akan bertemu dengan Jessica. “Permisi ... Mbak, saya Santi mau bertemu dengan Ibu Jessica,” sapa Santi bersama dua orang lelaki dengan postur tubuh tinggi serta wajah maskulin.“Oh, baik Buu, silakan..., Ibu Jessica sudah menunggu,” jawab Intan saat jam menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi dari jadwal pertemuan pukul sembilan pagi.Intan mengantarkan ketiga tamu yang terdiri dari seorang wanita sebaya dengan Jessica dan dua orang anak muda berusia sekitar dua puluh lima. Kemudian, ketiga tamu duduk di sebuah sofa yang berada di ruang tamu yang letaknya persis di depan meja kerja Jessica.Jessica yang sedang duduk di meja kerjanya beranjak dari kursinya usai Intan melaporkan kedatangan Santi dan kedua model yang dijanjikannya beberapa
Dua bulan kemudian pada hari Sabtu pagi, Monica dan Wijaya yang telah sembuh dari patah kakinya berkunjung ke rumah Jessica setelah pertemuan Monica dengan sahabatnya Erin yang rencananya menjodohkan Jessica dengan putra sahabatnya yang telah lama di Jerman.“Jessica ... Jessi...,” panggil Monica saat memasuki rumah yang dijadikan tempat tinggal oleh putri semata wayangnya.“Pagi Nyonya ... Tuan ... Nona Jessica masih tidur,” tutur Kani menyambut kedatangan kedua orang tua Jessica.“Apa Jessi pulang malam dan mabuk tiap hari?” tanya Monica menginterogasi pembantunya.“Nona Jessi memang pulang malam. Tapi, nggak mabuk Nyonya..., sepertinya habis pulang kantor,” tutur Kani kembali.“Kok Sepi ... Kemana Wati?” tanya Monica kembali pada Kani.“Mbak Wati berhenti bekerja, Nyonya..., katanya dia dipaksa menikah dengan kakak iparnya sendiri. Soalnya, kakak perempuannya stroke. Begitu yang saya dengar,” jawab Kani menjelaskan salah seorang pelayan di rumah putrinya.“Oh, begitu ... Ya sudah ka