"Cepat buka pintunya!" Saga menggedor pintu kamar mandi Viona.
Viona yang memakai bathrobe dengan rambutnya yang di balut handuk keluar dari kamar mandi dengan wajah manyun.
"Ada apa sih, perasaan di rumah ini kamar mandi ada banyak. Kenapa gangguin aku sih," cerocos Viona sambil mengambil hair drayer untuk mengeringkan rambutnya.
"Masalahnya ada berita penting yang harus aku sampaikan," kata Saga tak sabar.
"Apaan sih?" tanya Viona.
"Kamu masih inget tidak, cowok yang pernah naksir kamu terus kamu tolak di depan teman-teman sekelasmu dulu," kata Saga.
"Iya, terus kenapa?" Viona masih sibuk mengeringkan rambutnya.
"Dia kembali ke Indonesia, dan sekarang kamu pasti tidak akan mengenalinya. Dia sekarang tampan tidak cupu kayak dulu," terang Saga.
"Ya, biarkan saja. Kalau dulu aku tidak tertarik, sekarang juga tidak. Pokoknya tidak ada bedanya. Mau dia berubah jadi katak, jadi pangeran, pokoknya aku tidak tertarik. Titik tid
Verrel dan Angela sedang pergi berlibur. Saga menginap di rumah temannya sedangkan Viona tinggal sendirian di rumah bersama para pelayan."Mama sama papa enak- enakan pergi berlibur, sedangkan aku di tinggal sendiri di rumah," gerutu Viona melempar bantalnya ke lantai.Tiba-tiba ia bangkit dari acara rebahannya dan terbersit ide di kepala kecilnya. "Hemm, ini tidak bisa di biarkan, kalau mereka bisa pergi bersenang-senang, aku juga bisa melakukan hal yang sama," kata Viona berbicara pada dirinya sendiri.Viona beringsut turun dari ranjang kemalasannya. Ia membuka pintu lemarinya. Jarinya naik-turun mencari pakaian yang pas untuk dirinya. Akhirnya ia menjatuhkan pilihannya pada kaos casual dan rok pendek berwarna pink muda.Tapi kemudian dia tiba-tiba ragu, akan kemana dirinya pergi dengan pakaian itu. Pacar tidak punya, bahkan selalu patah hati sebelum menyatakan perasaannya. Dulu, ia pernah naksir dengan kakak kelasnya. Eh, malahan yang
"Apa kau akan masuk butik dalam keadaan wajah kotor seperti itu?" tanya Devan mulai membuka suara."Lalu aku harus bagaimana? Pulang ke rumahku dulu, pasti para pelayanku akan banyak bertanya padaku," jawab Viona sambil menyetir."Ke apartemenku. Maksudku, kau bisa membersihkan dirimu di sana. Nanti akan ku suruh pegawaiku membelikanmu baju," ucap Devan.Viona menatap curiga pada Devan, laki-laki itu baru saja di kenalnya. Bisa saja laki-laki itu menjebaknya dan melakukan sesuatu padanya. Viona terus saja membatin yang tidak-tidak. Dan sepertinya Devan cukup peka dengan pemikiran Viona."Baiklah jika kau tidak mau. Di sana ada pelayan yang akan mengurusi keperluanmu. Tapi, kalau tidak mau kita langsung ke butik sekarang," ucap Devan."Aku mau," kata Viona cepat."Apa?" tanya Devan karena suara Viona terlalu lirih."Aku mau ke apartemenmu, tapi jangan macam-macam," peringat Viona."Hei, aku juga tidak mungkin berselera denganmu!
Devan masih saja berdiri mematung mendengarkan percakapan Viona. Entah sejak ia menjadi orang yang sok ingin tahu. Devan melihat Viona tampak berbicara akrab dengan lawan bicaranya. Kaki jenjang Viona berayun-ayun naik turun membuat junior Devan bergerak tidak beraturan.'Lama-lama jika di sini terus menerus aku takut tidak bisa menahannya,' batin Devan. Ia lalu memutuskan keluar dari kamar Viona yanpa sepengetahuan gadis itu.Devan kembali ke kamarnya sendiri, ia segera melonggarkan celananya. Tak tahan ia membiarkan juniornya berdesakan di dalam. Devan merasa dirinya cukup tersiksa melihat kemolekan tubuh Viona. Ingin rasanya ia melahap tubuh wanita itu. Tapi, semuanya hanya sekedar angan-angannya saja.Setelah selesai berpakaian Viona mencari keberadaan Devan. Ia mengetuk pintu kamar lelaki itu. Viona tampak terkejut melihat Devan hanya bertelanjang dada dan memakai boxer ketat."Kau ... kenapa tidak pakai baju?" Viona langsung membalikkan tubuhnya
Sepulang dari apartemen Devan ia seperti orang bengong. Meraba sendiri bibirnya, baru kali ini ia merasakan ciuman selembut itu. Viona benci pada dirinya sendiri kenapa tidak bisa menolak ciuman Devan. Pria tampan itu seperti magnet baginya.Viona tahu jika Devan sudah memiliki kekasih, jadi ia mengatai pria itu brengsek karena mencium wanita lain yang bukan pacarnya.Di perjalanan pulang Saga melihat perempuan yang di selamatkannya tadi sedang berjalan di trotoar sendirian. Tubuh ramping semampai bak peragawati itu menggugah hati Saga untuk menepikan mobilnya. Ia lalu keluar dari mobil dan melangkah mendekati wanita itu."Hei, tunggu!"Wanita itu menghentikan langkahnya membalikkan tubuhnya melihat Saga. Pria tinggi proporsional itu berjalan mendekat. "Kenapa jalan kaki?" tanya Saga."Taksinya tidak ada yang lewat," kata perempuan itu."Oh, ayo ku antar," tawar Saga.Wanita itu sedikit ragu menatap Saga, bagaimana tidak ia baru
Saga merasa dirinya sangat bodoh, kenapa bisa begitu mudah terjerat rayuan Chika, gadis yang baru saja di kenalnya. Sambil menyetir mobilnya ia menguyel rambutnya. Tubuh Chika memang sangat menggoda. Siapa pun pasti bisa dengan mudah jatuh di pelukannya jika Chika merayunya seperti itu.Padahal awalnya ia terburu-buru pulang untuk menemui saudara kembarnya. Tapi, kenapa malahan mengantarkan Chika ke apartemennya. Untung saja belum terlalu jauh, kalau tidak jika Chika hamil dia akan menikmati menikah muda.Sesampainya di rumah, Saga langsung mencari Viona. Ia menaiki anak tangga menuju kamar Viona yang bersebelahan dengan kamarnya.Tok ... tok ... tokTak ada sahutan dari dalam, akhirnya Saga memberanikan diri untuk membuka pintunya. Dan seperti dugaannya pintunya tidak di kunci. Saga melihat Viona duduk termenung di kursi sambil melihat pantulan wajahnya sendiri di cermin."Woi, apa sekarang kau sudah mulai tuli!" seru Saga pada Viona.&
Mark melihat ke arah Clara seperti meminta persetujuan untuk menceritakan masalah mereka yang sebenarnya. Clara menjawabnya dengan anggukan. Akhirnya setelah mendapatkan persetujuan dari Clara untuk menceritakannya barulah Mark buka suara."Putri kami sejak bayi di culik di rumah sakit, jadi sekarang kami hidup sendiri," kata Mark."Apa? Di culik? Bagaimana bisa?" tanya Angela."Lalu, apa kalian sudah pernah mencarinya?" Verrel ikut penasaran."Kami sudah bersikeras mencarinya kemanapun, tapi tetap saja hasilnya nihil. Sekarang kami tidak tahu putri kami masih hidup atau sudah tiada," kata Clara.Angela dan Verrel saling melihat satu sama lain, mereka sangat prihatin mendengarkan cerita Mark dan Clara. Angela tidak menyangka jika kebahagiaan mereka terganjal seorang anak."Kenapa kalian tidak mencoba memiliki anak lagi?" tanya Angela kemudian."Kami sudah berusaha, tapi mungkin Clara terlalu stres dengan pikirannya karena kehila
"Sayang, kau sudah janji kan. Kita akan main-main di hotel hari ini," kata pria itu.Saga menjadi makin marah mendengar perkataan lelaki hidung belang itu."Tidak bisa, kau harus ikut denganku!" Saga menarik lengan Chika dengan paksa dan memasukkannya ke mobilnya.Di dalam Chika merebut kunci mobil Saga. Ia tidak mau ikut mobil lelaki yang baru kemarin di kenalnya."Mana kuncinya." Tangan Saga menengadah meminta kunci mobil pada Chika."Tidak, aku tidak mau memberikannya," tolak Chika."Percuma, kau tidak akan bisa keluar dari mobil ini," peringat Saga. Dan benar, Chika sudah mencoba membuka pintu mobil itu tapi sia-sia saja."Aargh!""Apa maumu sebenarnya, kenapa kau selalu mencampuri urusanku!" sentak Chika."Karena kau bertindak bodoh!" tukas Saga."Kau bukan saudaraku, juga bukan apa-apaku. Jadi, tolong jangan campuri urusanku," kata Chika bersedekap."Berikan kunciny
"Ku pikir kau ketiduran di dalam," ucap Saga melihat Chika sudah keluar dari kamar mandi.Chika hanya menjawabnya dengan senyuman. Ia lalu kembali merebahkan tubuhnya. Saga sudah siap membuka tali bathrobe Chika. Tiba-tiba Chika mencekal tangan Saga."Bisa kau matikan AC nya. Dingin sekali," ucap Chika."Kita kan bisa mengecilkan volumenya," kata Saga mengambil remote ACnya."Sudah, bisa kita mulai sekarang," kata Saga menindih tubuh Chika. Perlahan ia menyibak anakan rambut Chika mengusap wajah gadis itu dengan lembut.Jari-jari Saga mulai menyusup ke celah bathrobe Chika. Jantung Chika naik turun. Apalagi saat Saga sudah menemukan bukit kembarnya yang tidak terbalut bra. Saga memilin puncaknya dengan lembut."Bagaimana? Kau menyukainya?" tanya Saga.Chika bingung harus menjawab apa, ia hanya tersenyum hambar. Saat tangan Saga mengelus perutnya yang rata, hati Chika sudah deg-degan tak karuan. Mata Chika tertuju pada kaca
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu