Verrel dan Angela sedang pergi berlibur. Saga menginap di rumah temannya sedangkan Viona tinggal sendirian di rumah bersama para pelayan.
"Mama sama papa enak- enakan pergi berlibur, sedangkan aku di tinggal sendiri di rumah," gerutu Viona melempar bantalnya ke lantai.
Tiba-tiba ia bangkit dari acara rebahannya dan terbersit ide di kepala kecilnya. "Hemm, ini tidak bisa di biarkan, kalau mereka bisa pergi bersenang-senang, aku juga bisa melakukan hal yang sama," kata Viona berbicara pada dirinya sendiri.
Viona beringsut turun dari ranjang kemalasannya. Ia membuka pintu lemarinya. Jarinya naik-turun mencari pakaian yang pas untuk dirinya. Akhirnya ia menjatuhkan pilihannya pada kaos casual dan rok pendek berwarna pink muda.
Tapi kemudian dia tiba-tiba ragu, akan kemana dirinya pergi dengan pakaian itu. Pacar tidak punya, bahkan selalu patah hati sebelum menyatakan perasaannya. Dulu, ia pernah naksir dengan kakak kelasnya. Eh, malahan yang
"Apa kau akan masuk butik dalam keadaan wajah kotor seperti itu?" tanya Devan mulai membuka suara."Lalu aku harus bagaimana? Pulang ke rumahku dulu, pasti para pelayanku akan banyak bertanya padaku," jawab Viona sambil menyetir."Ke apartemenku. Maksudku, kau bisa membersihkan dirimu di sana. Nanti akan ku suruh pegawaiku membelikanmu baju," ucap Devan.Viona menatap curiga pada Devan, laki-laki itu baru saja di kenalnya. Bisa saja laki-laki itu menjebaknya dan melakukan sesuatu padanya. Viona terus saja membatin yang tidak-tidak. Dan sepertinya Devan cukup peka dengan pemikiran Viona."Baiklah jika kau tidak mau. Di sana ada pelayan yang akan mengurusi keperluanmu. Tapi, kalau tidak mau kita langsung ke butik sekarang," ucap Devan."Aku mau," kata Viona cepat."Apa?" tanya Devan karena suara Viona terlalu lirih."Aku mau ke apartemenmu, tapi jangan macam-macam," peringat Viona."Hei, aku juga tidak mungkin berselera denganmu!
Devan masih saja berdiri mematung mendengarkan percakapan Viona. Entah sejak ia menjadi orang yang sok ingin tahu. Devan melihat Viona tampak berbicara akrab dengan lawan bicaranya. Kaki jenjang Viona berayun-ayun naik turun membuat junior Devan bergerak tidak beraturan.'Lama-lama jika di sini terus menerus aku takut tidak bisa menahannya,' batin Devan. Ia lalu memutuskan keluar dari kamar Viona yanpa sepengetahuan gadis itu.Devan kembali ke kamarnya sendiri, ia segera melonggarkan celananya. Tak tahan ia membiarkan juniornya berdesakan di dalam. Devan merasa dirinya cukup tersiksa melihat kemolekan tubuh Viona. Ingin rasanya ia melahap tubuh wanita itu. Tapi, semuanya hanya sekedar angan-angannya saja.Setelah selesai berpakaian Viona mencari keberadaan Devan. Ia mengetuk pintu kamar lelaki itu. Viona tampak terkejut melihat Devan hanya bertelanjang dada dan memakai boxer ketat."Kau ... kenapa tidak pakai baju?" Viona langsung membalikkan tubuhnya
Sepulang dari apartemen Devan ia seperti orang bengong. Meraba sendiri bibirnya, baru kali ini ia merasakan ciuman selembut itu. Viona benci pada dirinya sendiri kenapa tidak bisa menolak ciuman Devan. Pria tampan itu seperti magnet baginya.Viona tahu jika Devan sudah memiliki kekasih, jadi ia mengatai pria itu brengsek karena mencium wanita lain yang bukan pacarnya.Di perjalanan pulang Saga melihat perempuan yang di selamatkannya tadi sedang berjalan di trotoar sendirian. Tubuh ramping semampai bak peragawati itu menggugah hati Saga untuk menepikan mobilnya. Ia lalu keluar dari mobil dan melangkah mendekati wanita itu."Hei, tunggu!"Wanita itu menghentikan langkahnya membalikkan tubuhnya melihat Saga. Pria tinggi proporsional itu berjalan mendekat. "Kenapa jalan kaki?" tanya Saga."Taksinya tidak ada yang lewat," kata perempuan itu."Oh, ayo ku antar," tawar Saga.Wanita itu sedikit ragu menatap Saga, bagaimana tidak ia baru
Saga merasa dirinya sangat bodoh, kenapa bisa begitu mudah terjerat rayuan Chika, gadis yang baru saja di kenalnya. Sambil menyetir mobilnya ia menguyel rambutnya. Tubuh Chika memang sangat menggoda. Siapa pun pasti bisa dengan mudah jatuh di pelukannya jika Chika merayunya seperti itu.Padahal awalnya ia terburu-buru pulang untuk menemui saudara kembarnya. Tapi, kenapa malahan mengantarkan Chika ke apartemennya. Untung saja belum terlalu jauh, kalau tidak jika Chika hamil dia akan menikmati menikah muda.Sesampainya di rumah, Saga langsung mencari Viona. Ia menaiki anak tangga menuju kamar Viona yang bersebelahan dengan kamarnya.Tok ... tok ... tokTak ada sahutan dari dalam, akhirnya Saga memberanikan diri untuk membuka pintunya. Dan seperti dugaannya pintunya tidak di kunci. Saga melihat Viona duduk termenung di kursi sambil melihat pantulan wajahnya sendiri di cermin."Woi, apa sekarang kau sudah mulai tuli!" seru Saga pada Viona.&
Mark melihat ke arah Clara seperti meminta persetujuan untuk menceritakan masalah mereka yang sebenarnya. Clara menjawabnya dengan anggukan. Akhirnya setelah mendapatkan persetujuan dari Clara untuk menceritakannya barulah Mark buka suara."Putri kami sejak bayi di culik di rumah sakit, jadi sekarang kami hidup sendiri," kata Mark."Apa? Di culik? Bagaimana bisa?" tanya Angela."Lalu, apa kalian sudah pernah mencarinya?" Verrel ikut penasaran."Kami sudah bersikeras mencarinya kemanapun, tapi tetap saja hasilnya nihil. Sekarang kami tidak tahu putri kami masih hidup atau sudah tiada," kata Clara.Angela dan Verrel saling melihat satu sama lain, mereka sangat prihatin mendengarkan cerita Mark dan Clara. Angela tidak menyangka jika kebahagiaan mereka terganjal seorang anak."Kenapa kalian tidak mencoba memiliki anak lagi?" tanya Angela kemudian."Kami sudah berusaha, tapi mungkin Clara terlalu stres dengan pikirannya karena kehila
"Sayang, kau sudah janji kan. Kita akan main-main di hotel hari ini," kata pria itu.Saga menjadi makin marah mendengar perkataan lelaki hidung belang itu."Tidak bisa, kau harus ikut denganku!" Saga menarik lengan Chika dengan paksa dan memasukkannya ke mobilnya.Di dalam Chika merebut kunci mobil Saga. Ia tidak mau ikut mobil lelaki yang baru kemarin di kenalnya."Mana kuncinya." Tangan Saga menengadah meminta kunci mobil pada Chika."Tidak, aku tidak mau memberikannya," tolak Chika."Percuma, kau tidak akan bisa keluar dari mobil ini," peringat Saga. Dan benar, Chika sudah mencoba membuka pintu mobil itu tapi sia-sia saja."Aargh!""Apa maumu sebenarnya, kenapa kau selalu mencampuri urusanku!" sentak Chika."Karena kau bertindak bodoh!" tukas Saga."Kau bukan saudaraku, juga bukan apa-apaku. Jadi, tolong jangan campuri urusanku," kata Chika bersedekap."Berikan kunciny
"Ku pikir kau ketiduran di dalam," ucap Saga melihat Chika sudah keluar dari kamar mandi.Chika hanya menjawabnya dengan senyuman. Ia lalu kembali merebahkan tubuhnya. Saga sudah siap membuka tali bathrobe Chika. Tiba-tiba Chika mencekal tangan Saga."Bisa kau matikan AC nya. Dingin sekali," ucap Chika."Kita kan bisa mengecilkan volumenya," kata Saga mengambil remote ACnya."Sudah, bisa kita mulai sekarang," kata Saga menindih tubuh Chika. Perlahan ia menyibak anakan rambut Chika mengusap wajah gadis itu dengan lembut.Jari-jari Saga mulai menyusup ke celah bathrobe Chika. Jantung Chika naik turun. Apalagi saat Saga sudah menemukan bukit kembarnya yang tidak terbalut bra. Saga memilin puncaknya dengan lembut."Bagaimana? Kau menyukainya?" tanya Saga.Chika bingung harus menjawab apa, ia hanya tersenyum hambar. Saat tangan Saga mengelus perutnya yang rata, hati Chika sudah deg-degan tak karuan. Mata Chika tertuju pada kaca
"Terus terang, aku belum pernah melakukannya!" seru Chika."Apa?!" Saga rasanya tidak percaya mendengar pernyataan Chika.Chika kemudian duduk di pinggiran ranjang. "Terus terang, aku takut ... selama ini aku hanya menemani mereka berkencan tidak lebih. Jika mereka mau macam-macam biasanya aku beri obat tidur terlebih dahulu," terang Chika.Saga terkikik geli mendengar pernyataan Chika. Sungguh di luar dugaan wanita penghibur itu masih perawan. Ia berinisiatif menggoda Chika lagi."Lalu, bagaimana sekarang? Jika kau tidak melakukannya berarti kau tidak akan mendapatkan upahmu," goda Saga.Chika bingung, ia takut jika meneruskannya. Tapi, dia juga butuh uang dari Saga. "Berikan aku lima puluh persen, setidaknya aku sudah menemanimu," tawar Chika."Tidak bisa, kau belum menyelesaikan semua pekerjaanmu. Mana bisa aku membayarmu," kata Saga."Ya, sudah aku pulang sekarang," kata Chika cemberut."Eits, tunggu." Saga mencekal l