"Ah, jangan bilang ini tentang gadis kecil yang sering kau ceritakan padaku dulu," tebak Verrel.
"Benar, aku mau mencarinya, jika bertemu aku ingin menikahinya," kata Mark.
"Kau sudah gila apa? Bagaimana kalau dia sekarang sudah menikah? Apa kau tetap akan menikahinya?" tanya Verrel.
"Itu kan baru perumpamaan, belum tentu dia sekarang sudah menikah," bantah Mark.
"Terserah padamu, tapi menurutku carilah wanita lain. Kau tidak selamanya hidup sendiri," nasehat Verrel.
Angela mengamati keduanya berbincang-bincang. Ia tidak menyangka Verrel memiliki saudara. Mereka kelihatan akrab sekali. Angela melihat Mark seperti teringat sesuatu tetapi apa, ia sendiri tidak bisa menjabarkannya.
"Aku mau berangkat ke kantor, apa kau mau ikut? Setidaknya kau perlu belajar untuk bekerja di perusahaan," kata Verrel.
"Besok saja, hari ini aku sangat lelah sekali," jawab Mark.
"Ya sudah kalau begitu, jika perlu apa-apa bilang pada pelayan. Jangan co
Mark tidak ingin mengatakan yang sebenarnya pada Angela. Ia tidak ingin merusak hubungan pernikahan Angela dengan Verrel. Meskipun ia merasa kecewa dengan apa yang baru saja ia ketahui. Kekecewaannya karena gadis kecil yang selama ini ia cari sudah menikah dengan saudara angkatnya.Angela merasa Mark bersikap tidak seperti biasanya, ia lebih banyak diam tidak berbuat banyak ulah. Ia tidak lagi ceria seperti kemarin. Tapi Angela tidak berani bertanya terlalu mendalam karena ia baru mengenal pria itu.Saat berpapasan Mark memilih menghindar dari Angela. Kalau Angela lagi menonton TV, Mark memilih di dalam kamar. Tapi Angela tidak menganggap itu suatu yang berarti besar, karena yang terpenting hubungannya dengan Verrel baik-baik saja.Saat Mark mencari minuman di kulkas, Angela tengah duduk menikmati buah asamnya. Ia melihat Mark seperti buru-buru melewatinya.Kaki Angela di jegalkan di depan Mark, hingga membuat lelaki itu hampir terjatuh."Maa
Angela melihat Verrel dengan tatapan kecewa, ia meminta asisten rumah tangga untuk membuatkan jahe hangat buat meredakan mabuknya."Minumlah," kata Angela menyodorkan secangkir jahe hangat untuk Verrel. Tetapi lelaki itu lemah tak berdaya, akhirnya terpaksa Angela yang menyuapinya sesendok demi sesendok air jahenya. Lalu ia letakkan di atas nakas."Kenapa kau mabuk? Seharusnya, kau bisa menolak permintaan mereka!" kata Angela penuh amarah. Angela tidak tahan dengan bau alkoholnya, ia langsung berlari menuju kamar mandi dan muntah-muntah. Sepertinya dia bisa gila jika satu kamar dengan Verrel. Bau alkohol yang menyengat membuatnya ingin muntah terus."Kau tidur saja di sini, aku tidur di kamarku atas. Percuma aku marah pada orang mabuk, kau tidak akan mendengar," kata Angela.Tiba-tiba tangan Verrel mencekal lengan Angela. "Jangan tinggalkan aku," kata Verrel lirih.Angela mengibaskan pegangan Verrel karena perutnya kembali mual-mual jika berd
"Aku tidak akan lagi menangis, jika kau memang sudah bosan denganku, karena aku sekarang gendut, tidak lagi langsing seperti dulu. Kau melirik wanita lain yang lebih seksi, lebih baik kau tinggalkan aku," ucap Angela dingin.Verrel tahu istrinya sedang marah dan ia paham dirinya pantas mendapatkan amarah dari Angela. Wanita mana yang tidak akan cemburu melihat suaminya pulang malam-malam bersama wanita lain."Bukan begitu, sedikit pun aku tidak pernah berpikir berpaling darimu. Apalagi dalam perutmu ada buah cinta kita," kata Verrel. Ia berusaha merengkuh tubuh Angela tapi Angela menepisnya lagi."Angela, aku minta maaf ... apakah kau belum bisa memaafkanku?" Verrel masih menunggu jawaban dari Angela. Ia sebenarnya tidak suka terjadi perang dingin dengan istrinya."Apa kau pikir semudah itu aku memaafkanmu?" Angela menatap nanar pada suaminya."Angela dulu ketika kasusku dengan Hellen kau percaya padaku, sekarang tidak bisakah kau mempercayai
Mark melihat keduanya sudah baik-baik saja, tidak ada lagi pertengkaran bahkan terlihat lebih mesra. Antara senang dan sedih ia melihat kenyataan itu. Senang karena Angela tidak lagi merasa bersedih, sedih karena ia merasa bukan siapa-siapa di hadapan Angela."Ehem, sepertinya ada yang bahagia nih pagi-pagi," goda Mark mencairkan suasana. Ia tidak ingin terlihat jika dirinya cemburu melihat kebersamaan mereka."Mendingan kamu segera menikah sana, agar tidak ngiler liat kemesraan kami," ejek Verrel."Lagian juga, kenapa kau masih tinggal di sini. Apa kamu tidak punya uang untuk tinggal di hotel?" tanya Verrel."Kenapa? Kau merasa terganggu!" balas Mark tidak terima.Angela menengahi keduanya. "Eeh, sudahlah, tidak ada yang boleh bertengkar lagi di sini," ucap Angela.Verrel dan Mark masih bersitegang, kemudian Mark pergi meninggalkan Verrel dengan menginjak kaki Verrel."Aduh, awas ya." Verrel berlari mengejar Mark yang terlebih
"Sana-sana pergi, menjauhlah dari kami," usir Verrel. Ia merasa Mark seperti hantu yang selalu datang mengganggu."Sudah cari gadis sana, jangan membuntuti kita," lanjut Verrel."Malas, mereka tidak ada yang cocok denganku," jawab Mark."Cobalah untuk berkenalan dengan gadis lainnya daripada kau memikirkan teman masa kecilmu. Mungkin sekarang dia sudah menikah," bujuk Verrel lagi.Mark terdiam, ia melihat ke arah Angela lalu berganti ke arah Verrel. "Aku ingin istri seperti kakak ipar, apa ada lagi stoknya," ucap Mark yang sempat membuat kaget Verrel. Tidak mungkin anak itu naksir istrinya, pikir Verrel."Tidak ada, di dunia ini hanya ada satu. Lagi pula aku tidak suka jika wanita yang aku cintai di lirik pria lain, ucap Verrel.Angela menjadi bingung dengan pernyataan Mark, kenapa dia bilang seperti itu. Menurutnya itu bisa memecah belah dirinya dengan Verrel."Bisa tidak kalian berhenti bertengkar memperdebatkan hal yang
“Maaf, suaminya sedang keluar saya adik iparnya," kata Mark."Kalau begitu tolong sampaikan, operasi berjalan dengan lancar. Sekarang pasien sedang istirahat," kata dokter."Baik, namti akan saya sampaikan," kata Mark."Kalau begitu, kami pamit untuk melihat kondisi pasien lainnya," kata dokter."Silahkan, sebelumnya terima kasih banyak," ucap Mark."Sama-sama."Mark melihat kondisi Angela dari balik kaca, ia tidak tega jika menyampaikan berita itu padanya. Tentu ia sangat terguncang jika mengetahui bayinya sudah tidak ada.Kasihan Angela, kenapa dia bisa mengalami nasib naas ini. Aku harap Verrel tidak menyalahkannya. Tapi ... jika di lihat dari wajahnya tadi dia sanfat marah pada Angela, batin Mark.Verrel tak kunjung datang meskipun Angela sudah siuman, Mark akhirnya masuk ke dalam ruangan untuk menjenguk Angela."Bagaimana keadaanmu?" tanya Mark."Seperti yang kau lihat, tubuhku masih sakit semua.
Verrel kembali pulang dalam keadaan mabuk, di depan pintu sudah menunggu Mark yang menghadang langkahnya."Sejak kapan kau suka melampiaskan amarahmu dengan mabuk-mabukan!" sentak Mark."Minggirlah ... aku mau lewat." Verrel berusaha menerobos Mark. Tetapi lelaki itu tetap menghadangnya. Hingga Verrel jatuh terjerembab. Ia berusaha bangkit tertatih-tatih, mencoba memukul Mark tetapi tidak sampai. Mark sekali lagi membuat lelaki itu jatuh terjengkang."Apa maumu! Hah!" bentak Verrel. 8a sudah tidak bisa menguasai tubuhnya yang sempoyongan."Seharusnya kau berada di rumah sakit, menemani Angela. Dia sudah sadar, mencarimu, menunggumu tapi kau tidak kunjung datang," terang Mark."Kau saja yang menemaninya, bukankah sudah bertahun-tahun kau mencarinya! Kurasa kalian akan menjadi pasangan yang serasi!" jawab Verrel seenaknya.PLAKK!Sebuah tamparan menyakitkan mendarat di pipi Verrel. Lelaki itu mengusap darah yang keluar dari sudut
Saat tiba di depan pintu kamarnya, Verrel melihat Angela dari balik kaca. Terlihat Mark tidur menelungkupkan tangannya, dan kepalanya bersandar di tepian ranjang. Mark tidak sadar jika tangannya saat itu menggenggam tangan Angela."Sial, kupikir kau akan merasa kehilangan setelah kepergian bayi kita. Ternyata kau merajut kasih dengan mantanmu," ujar Verrel lirih. Tangannya mengepal erat, hingga buku-bukunya terlihat jelas.**Angela terbangun dari tidurnya, ia kaget mendapati Mark di sampingnya menenggelamkan kepalanya di antara kedua lengannya. Sudah dua hari dia di rumah sakit tapi tak sekalipun Angela mendapati Verrel menjenguknya. Padahal ia sangat berharap Verrel mendampinginya di saat dia sakit. Hari ini adalah hari kepulangannya, meskipun badannya masih terasa sakit tetapi ia bersikeras meminta pada Mark untuk mengurus semua administrasinya.Angela sengaja tidak memberitahu orang tuanya karena ia tidak ingin menjawab pertanyaan yang membuat hatinya
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu