“Maaf, suaminya sedang keluar saya adik iparnya," kata Mark.
"Kalau begitu tolong sampaikan, operasi berjalan dengan lancar. Sekarang pasien sedang istirahat," kata dokter.
"Baik, namti akan saya sampaikan," kata Mark.
"Kalau begitu, kami pamit untuk melihat kondisi pasien lainnya," kata dokter.
"Silahkan, sebelumnya terima kasih banyak," ucap Mark.
"Sama-sama."
Mark melihat kondisi Angela dari balik kaca, ia tidak tega jika menyampaikan berita itu padanya. Tentu ia sangat terguncang jika mengetahui bayinya sudah tidak ada.
Kasihan Angela, kenapa dia bisa mengalami nasib naas ini. Aku harap Verrel tidak menyalahkannya. Tapi ... jika di lihat dari wajahnya tadi dia sanfat marah pada Angela, batin Mark.
Verrel tak kunjung datang meskipun Angela sudah siuman, Mark akhirnya masuk ke dalam ruangan untuk menjenguk Angela.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Mark.
"Seperti yang kau lihat, tubuhku masih sakit semua.
Verrel kembali pulang dalam keadaan mabuk, di depan pintu sudah menunggu Mark yang menghadang langkahnya."Sejak kapan kau suka melampiaskan amarahmu dengan mabuk-mabukan!" sentak Mark."Minggirlah ... aku mau lewat." Verrel berusaha menerobos Mark. Tetapi lelaki itu tetap menghadangnya. Hingga Verrel jatuh terjerembab. Ia berusaha bangkit tertatih-tatih, mencoba memukul Mark tetapi tidak sampai. Mark sekali lagi membuat lelaki itu jatuh terjengkang."Apa maumu! Hah!" bentak Verrel. 8a sudah tidak bisa menguasai tubuhnya yang sempoyongan."Seharusnya kau berada di rumah sakit, menemani Angela. Dia sudah sadar, mencarimu, menunggumu tapi kau tidak kunjung datang," terang Mark."Kau saja yang menemaninya, bukankah sudah bertahun-tahun kau mencarinya! Kurasa kalian akan menjadi pasangan yang serasi!" jawab Verrel seenaknya.PLAKK!Sebuah tamparan menyakitkan mendarat di pipi Verrel. Lelaki itu mengusap darah yang keluar dari sudut
Saat tiba di depan pintu kamarnya, Verrel melihat Angela dari balik kaca. Terlihat Mark tidur menelungkupkan tangannya, dan kepalanya bersandar di tepian ranjang. Mark tidak sadar jika tangannya saat itu menggenggam tangan Angela."Sial, kupikir kau akan merasa kehilangan setelah kepergian bayi kita. Ternyata kau merajut kasih dengan mantanmu," ujar Verrel lirih. Tangannya mengepal erat, hingga buku-bukunya terlihat jelas.**Angela terbangun dari tidurnya, ia kaget mendapati Mark di sampingnya menenggelamkan kepalanya di antara kedua lengannya. Sudah dua hari dia di rumah sakit tapi tak sekalipun Angela mendapati Verrel menjenguknya. Padahal ia sangat berharap Verrel mendampinginya di saat dia sakit. Hari ini adalah hari kepulangannya, meskipun badannya masih terasa sakit tetapi ia bersikeras meminta pada Mark untuk mengurus semua administrasinya.Angela sengaja tidak memberitahu orang tuanya karena ia tidak ingin menjawab pertanyaan yang membuat hatinya
Angela sudah sampai di rumahnya, ia tidak mendapati Verrel di sana. Sepertinya Verrel belum pulang. Mark dengan di bantu beberapa pelayan membawa barang bawaan yang di keluarkan dari bagasi mobil. Angela masih sangat lemah, dengan di bantu dua orang pelayannya ia memasuki kamar. Lalu merebahkan dirinya di atas ranjang sembari menahan sakit di perutnya. Sebetulnya Angela tidak di perbolehkan pulang. Akan tetapi ia terus memaksa Mark agar membawanya pulang.Setiap hari memikirkan Verrel yang tak kunjung datang menjenguknya, membuat hatinya bagai teriris sembilu. Ia tahu jika Verrel marah padanya karena tidak mau menjaga bayi mereka. Bukannya tidak mau, lebih tepatnya ia teledor.Angela memandangi langit-langit kamarnya, ia merasa kesepian tanpa kehadiran suaminya. Tak lama kemudian muncullah Mark di depan pintu, melihat Angela melamun sendirian, lagi-lagi membuatnya kasihan.Andai dirinya yang di inginkan Angela, pasti dengan senang hati ia sudah
Mark tiba di depan pintu, ia melihat Verrel tengah berhadapan dengan Angela. "Hentikan!" "Tolong, jangan katakan apapun!" cegah Mark. Angela terlihat bingung melihat ke arah Mark dan Verrel secara bergantian. Entah apa yang di sembunyikan kedua pria itu. "Sebenarnya, apa yang ingin kalian bicarakan?" tanya Angela dengan bibir gemetar. Angela yang masih merasakan sakit di bagian perutnya yang di sesar harus merasakan rasa sakit lebih dalam. "Angela, sepertinya pernikahan kita harus berakhir. Kau boleh bahagia dengan orang yang kau cintai," kata Verrel. Tubuh Angela membeku seketika, bukan ini yang ia harapkan dari Verrel. Ia ingin sebuah pelukan hangat, kata-kata maaf karena tidak datang menjenguknya. Apa kesalahannya memang tidak bisa di maafkan, ia sudah cukup menyesal karena ceroboh mengajak berenang di laut hingga sampai kehilangan bayi yang di kandungnya. "Aku pasti salah dengar kan?" tanya Angela
Sepanjang jalan Angela menatap keluar jendela, ia tak berhenti mengeluarkan air mata. Kesedihannya terlalu mendalam sampai-sampai ia tidak mengajak bicara Mark yang tengah menyetir di sampingnya."Kita mau berhenti dimana?" tanya Mark."Oh, ya maaf." Angela menyeka air matanya.Angela membagikan maps ke ponsel Mark. "Ini, kita ke sana," kata Angela."Ini villa siapa?" tanya Mark."Villaku, aku yang membelinya ketika aku belum menjadi istri Verrel. Tempat itu satu-satunya tempat yang tidak di ketahui olehnya," jawab Angela."Kau benar-benar ingin menghilang darinya?" tanya Mark."Entahlah, yang jelas untuk saat ini aku tidak ingin melihatnya sama sekali," ucap Angela.Mark melihat sekilas ke arah Angela lalu ia fokus menyetir lagi. Bukannya hatinya malah senang karena Angela akan semakin jauh dengan Verrel peluangnya makin besar. Justru mengetahui Angela menjauhi Verrel membuat Mark semakin yakin jika cinta Angela pada Ver
Di kantor Siska terus mendekati Verrel, tapi lelaki itu justru semakin bersikap dingin melebihi biasanya. Wajahnya terlihat menyeramkan kalau sedang marah. Banyak karyawan kantor yang ketakutan ketika berpapasan dengannya. Selalu saja ada hal yang salah di mata Verrel.BRAAK! Siska menumpuk berkas di atas meja Pak Delon."Huh, menyebalkan kenapa Pak Verrel akhir-akhir ini uring-uringan terus," kata Siska lirih."Sudah ku katakan, kau tidak akan pernah berhasil mendekatinya. Daripada kau sibuk mengurusinya, lebih baik kau urus diriku," kata Delon mengusap bibir tipis Siska dengan jarinya."Jangan sembarangan menyentuhku, bagaimana kalau karyawan lainnya melihat," ucap Siska melirik ke arah pintu.Delon bangkit dari tempat duduknya lalu mengunci pintu ruangannya.Ceklek"Apa maksudmu dengan mengunci pintu itu?" tanya Siska."Tentu saja mengajakmu bersenang-senang." Delon melingkarkan kedua tangannya di pinggang rampin
"Apa sudah benar-benar kau pikirkan matang-matang, mengenai perceraian ini?" tanya Mark."Tentu saja aku sudah memikirkannya, lagi pula aku tidak memiliki anak darinya. Jadi lebih mudah, karena tidak ada yang harus aku pikirkan," jawab Angela."Tapi ... kau terlihat masih mencintainya," ujar Mark."Aku akan segera menguburnya dalam-dalam, jangan khawatirkan itu," ucap Angela."Tolong pikirkan lagi sebelum aku mengirimkan surat ini pada Verrel," kata Mark berusaha meyakinkan Angela."Tidak ada yang perlu di percepat, aku ingin surat permohonan cerai ini sampai padanya. Biarkan kurir yang mengantarnya. Jika kau yang memberikannya maka jau hanya akan menjadi sasaran kemarahannya saja," terang Angela."Baiklah, kalau begitu aku akan pergi. Ku harap ini memang yang terbaik untukmu," ucap Mark.Angela melihat tubuh Mark memutar punggungnya keluar dari pintu. Angela menghela nafasnya berat, ia pikir mungkin inilah yang terbaik. Awalnya
Verrel melihat seorang gadis berjalan cepat keluar dari sebuah minimarket dengan menenteng paperbag di tangannya. Ia tidak asing dengan wanita itu meskipun matanya tertutupi kaca mata hitam.Siapa lagi kalau bukan Angela, ia masuk ke dalam mobilnya. Segera Verrel membuntutinya dari belakang. Ia tidak ingin kehilangan jejak lagi,'Kemana wanita itu?' batin Verrel.Angela tidak tahu jika Verrel membuntutinya. Setelah melewati beberapa hari untuk menyembuhkan dirinya, akhirnya ia bisa menghirup udara segar dunia luar. Karena setelah di pikir-pikir buat apa mengurung diri terus-menerus. Angela tidak ingin menjadi wanita pengecut.Sudah saatnya ia bangkit dari keterpurukan dan memulai lembaran baru. Meskipun sekarang ia belum sepenuhnya menjabat status janda. Tetapi persiapan mental lebih baik daripada merenungi nasib.Angela sudah mempersiapkan diri untuk meneruskan kembali bisnis mamanya. Banyak hal yang harus di lakukan tanpa harus
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu