"Bersiap - siaplah, temani aku ke pesta," kata Verrel.
Angela melotot kearah Verrel.
"Aku tidak mau. Bukankah kau punya Hellen. Jangan bilang kalau kau sudah bosan dengannya," sindir Angela.
"Benar sekali. Dan sekarang aku hanya ingin main - main denganmu." jawab Verrel sinis.
"Sayangnya aku tidak tertarik sama sekali," kata Angela melenggang pergi.
"Bagaimana jika ku telepon mamamu, ku katakan bahwa kau hanya mengajakku main-main dalam pernikahan ini. Selebihnya semua modal yang di kucurkan perusahaan Burhan Prayoga akan di tarik secepatnya? Kau bisa bayangkan perusahaan peninggalan papamu akan gulung tikar!" ancam Verrel.
Angela menghentikan langkahnya. Ia termenung sesaat. Laki - laki itu selalu saja mempunyai alasan untuk memaksakan kehendaknya.
"Persiapkan dirimu!" Verrel meletakkan paperbag yang berisi gaun pesta.
Angela melirik kearah paperbag nya setelah Verrel pergi. Tak ada jalan lain selain menuruti perkataan Verrel. Ia mengenakan baju berwarna merah dengan dress yang panjang sedikit belahan panjang yang menunjukkan kemulusan kakinya yang jenjang.
Gaun tanpa lengan dengan leher yang agak rendah. Verrel juga menyiapkan aksesoris mulai dari kalung dan anting serta gelang. Semuanya asli tidak imitasi. Angela memakainya satu persatu. Ia kelihatan sangat cantik dan sempurna.
Ia mengambil nafas panjang kemudian mengeluarkannya.
"Kamu bisa Angela, ini hanya akting." Angela mencoba menghibur dirinya sendiri.
Ia pun keluar dan menuruni anak tangga. Bak seorang Cinderella Angela tampak begitu anggun. Verrel tak berkedip menatap Adelia dari bawah hingga ke atas. Tapi ia segera mengalihkan pandangannya kearah lain.
"Ayo, kamu lama sekali," kata Verrel berusaha menutupi rasa kagumnya.
Angela menyerahkan kalung pemberian Verrel.
"Bantu aku memakainya!" perintah Angela.
Verrel mendekat menerima kalungnya dan memakaikan di leher putih jenjang milik Angela. Verrel menelan salivanya. Ia sangat tergoda untuk mencium leher Angela.
"Sudah!" Suara Angela mengagetkan lamunan Verrel.
"Ehm, iya sudah," kata Verrel kecewa.
"Ayo, tunggu apalagi," ajak Angela.
"Sepertinya kau sangat bersemangat sekali," sindir Verrel.
"Oh, ya tentu saja. Barangkali disana aku akan bertemu pangeran yang menyelamatkanku dari cengkeraman singa!" jawab Angela tak kalah ketusnya.
"Kau lupa statusmu?" sindir Verrel.
"Ingat. Istri pura - pura CEO Verrel Burhan Prayoga yang terhormat," imbuh Adelia tersenyum sinis.
Tiba - tiba Angela terseok kakinya. Buru - buru Verrel menangkap pinggangnya. Sesaat mereka beradu tatap. Jantung Angela berdesir hebat begitu juga dengan Verrel. Angela mengagumi ketampanan lelaki yang menangkap tubuhnya.
"Apa kau sudah selesai mengagumiku?" tanya Verrel.
"Siapa yang mengagumimu?! sanggah Angela.
"Sebaiknya kau berpegangan padaku," Verrel menawarkan lengannya pada Angela. Iapun menerima tawaran Verrel karena ia memang butuh pegangan.
Mobil sport mewah tampak berhenti di depan sebuah gedung yang megah. Angela turun dari mobil, Verrel sudah siap menggandengnya. Siapa pun yang melihat mereka seperti pasangan yang sempurna. Yang satunya tampan dan satunya cantik.
"Jangan kemana - mana tunggu aku disini. Aku akan menyapa temanku yang lain." kata Verrel.
Angela mengangguk. Memang ia mau kemana disini tidak ada satu pun yang dikenalnya. Ia memutuskan untuk menikmati makanan saja. Tersedia aneka minuman yang sangat menggoda, dan cake kesukaannya.
Tampak seorang laki - laki mendekati Angela.
"Hola Hermosa ,(Hai cantik) sapa seorang lelaki memakai bahasa Spanyol
Adelia hanya tersenyum. Ia membenarkan anting di telinganya. Secara tidak langsung ia menunjukkan cincin pernikahannya. Lelaki itu langsung mundur selangkah setelah melihat cincin yang tersemat di jari Adelia.
"Disculpe lamento interrumpir" (Permisi maaf mengganggu). Adelia mengangguk memamerkan senyumnya.
"Oh, maaf." Seorang laki - laki lainnya tiba - tiba datang menubruk Angela. Segelas wine berhasil membasahi baju indahnya.
" Saya ke toilet dulu," Angela menyingkir dari kerumunan. Angela bingung arah dimana toiletnya.
"Nona, biar saya mengantar Anda," kata lelaki itu.
"Tapi saya mau ke toilet wanita," jawab Angela.
"Saya hanya menunjukkan arahnya saja. Sebagai ungkapan maaf." tawar Felix.
"Heem, baiklah." jawab Angela pertanda setuju.
Mereka berjalan berdampingan sesekali mengobrol memperkenalkan dirinya masing - masing.
"Hai, aku Felix. Kamu?"
"Aku Angela." Mereka berjabat tangan saling melepas senyuman.
"Hemm, aku lihat kamu terburu - buru tadi sampai tidak sengaja menyenggolku. Kenapa?" tanya Angela.
"Itu karena aku menghindari seseorang?" jawab Felix.
"Heem, mantan pacar ya," tebak Angela.
"Iya," jawab Felix.
"Masih sayang kenapa harus menghindar?" tanya Angela.
"Dia sudah menikah dengan temanku," jawab Felix.
"Ooh, benar juga jika harus menghindar," jawab Angela.
"Eh, sudah sampai di toiletnya. Terima kasih sudah mau antar," kata Angela mengakhiri pembicaraannya.
"Sama - sama. Ini kartu namaku. Jika suatu saat butuh pertolongan kau bisa menemuiku," tawar Felix.
"Oh, ya. Terima kasih." Angela menerima kartu nama Felix.
Angela memasuki toilet wanita seraya membersihkan gaunnya yang terkena minuman. Ia bingung apakah ia harus berdiam diri di toilet menunggu gaunnya kering.
TOK .. TOK ... TOK
"Nona Angela, Anda di dalam. Saya mengantarkan gaun untuk Anda," kata seorang perempuan dari luar.
Angela membukakan pintunya separuh. Hanya kepalanya yang menyembul keluar. Ia menerima paperbag yang di sodorkan untuknya.
"Ini kiriman dari Pak Felix, sebagai permintaan maaf." ucap pelayan di depannya.
"Oh, iya. Terima kasih." Angela mengambilnya dan menutup pintu toiletnya kembali. Ia mengeluarkan isi dari paperbag nya. Ternyata sebuah gaun yang indah sekali. Angrls sempat ragu memakainya. Namun tak ada pilihan lain. Bajunya yang pertama sudah basah dan butuh waktu lama untuk mengeringkannya.
Akhirnya ia memutuskan untuk mengganti bajunya dengan baju kiriman dari Felix. Setidaknya ia merasakan kenyamanan memakai baju kering. Setelah selesai berganti pakaian ia keluar dari toilet. Ternyata Brian sudah menunggu Angela di depan pintu.
"Aku takut jika kamu nyasar," kata Felix.
Angela tersenyum malu. Ia seperti anak kecil yang main tidak tahu arah jalan pulang.
"Tuan Felix bisa saja. Oh ya, terima kasih bajunya," kata Angela.
"Kamu sangat cantik memakai baju itu," puji Felix. Wajah Angela menjadi merah merona. Mereka berjalan menuju ruang utama tempat di adakannya pesta. Sementara Verrel sibuk mencari Angela. Ia mencari wanita yang memakai gaun merah. Tapi tidak ada wanita memakai gaun berwarna merah. Sejenak ia merasa mendengar suara tawa Angela. Verrel pun menoleh. Angela tampil cantik dengan gaun warna baby pink. Ia heran dari mana wanitanya itu bisa mendapatkan baju lainnya.
Verrel bertambah jengkel tatkala melihat Angela tertawa dengan pria lain. Ia bisa tertawa lepas tanpa beban tidak sama ketika bersamanya. Ia pun memutuskan untuk mendekati Angela.
Angela kaget tiba - tiba ada sentuhan hangat di pinggang langsingnya. Ternyata Verrel merangkulnya.
"Sayang, aku mencarimu kemana - mana rupanya kau disini," sindir Verrel.
Angela terbelalak kaget. Verrel muncul secara tiba-tiba. Ia lupa kalau harus bersandiwara sebagai istrinya. Angela sudah tidak peduli.
"Ayo sayang kita berdansa," ajak Verrel.
"Maaf, ini wanitaku. Permisi." Verrel pamit pada Felix seolah menegaskan kalau Angela adalah miliknya.
Angela hanya bisa pasrah mengikuti langkah Verrel. Ia mulai ke lantai dansa. Tangan Angela memegang kedua pundak Verrel. Sementara Verrel merangkul pinggang Angela. Perlahan - lahan mereka mulai berdansa.
"Kau lupa kau milikku, jadi jangan pikir bisa tertawa dengan pria lain." ancam Verrel.
----Bersambung----
Angela hanya bisa pasrah mengikuti langkah Verrel. Ia mulai ke lantai dansa. Tangan Adelia memegang kedua pundak Verrel. Sementara Verrel merangkul pinggang Angela. Perlahan - lahan mereka mulai berdansa."Kau lupa kau milikku, jadi jangan pikir bisa tertawa dengan pria lain." ancam Verrel.Angela tersenyum sinis menanggapi pernyataan Verrel. Ia sangat membenci pria di depannya yang selalu saja mengatur gerak - geriknya. Angela memegang pundak Verrel matanya melihat kearah lain. Ia enggan menatap Verrel. Tatapan Angela berhenti pada seorang lelaki yang berdiri di pojok yang berusaha melihat wajahnya di antara kerumunan. Iya dialah Yohan, mantan kekasih Angela. Ia bersama wanita lain.Buru - buru Angela menyembunyikan wajahnya. Jantungnya berdetak kencang ia tidak ingin bertemu dengan Yohan di saat seperti ini. Tanpa sadar wajah Angela terlalu dekat dengan Verrel. Angela melirik kearah Yohan, lelaki itu tampak melangkah mendekatinya. Angela semakin gugup. Ia tida
"Sudahlah, aku lelah. Tak ada gunanya kau jelaskan padaku," kata Angela masuk ke dalam mobil.Sepanjang perjalanan Angela hanya terdiam. Terlalu banyak kejadian yang menimbulkan rasa pusing di kepalanya. Pertemuan yang tak di inginkan dengan Yohan, sosok Felix, hinaan wanita yang bersama Yohan dan terlebih lagi sikap arogan Verrel Burhan Prayoga."Angela," panggil Verrel."Cih," gerutu Verrel memperhatikan sikap Angela yang hanya melamun menatap jendela mobil mengabaikan panggilannya.Ya baru kali ini ia di acuhkan oleh seorang gadis. Biasanya ia yang mulai cuek setelah para gadis mulai tertarik padanya."Angela!" seru Verrel sekali lagi.Kontan saja Angela tersentak dari lamunannya. Ia langsung menoleh ke arah Verrel."Apa kau sudah gila berteriak padaku!" seru Angela."Aku tidak suka kau mengenakan baju pemberian lelaki itu," protes Verrel."Lelaki itu punya nama!" bantah Angela."Kau menyukainya?! Kenapa kau membelanya,"
Verrel Burhan Prayoga menatap tubuhnya pada cermin yang cukup besar di hadapannya sembari mengancingkan jas hitamnya yang melekat pas di tubuhnya yang perfect.Wanita mana pun yang melihatnya saat ini pasti terpesona dengan ketampanannya. Verrel keluar dari kamarnya bersiap - siap untuk pergi ke kantor. Angela sibuk menyiapkan sarapan di dapur.Sekilas Angela mencium parfum yang sangat familiar untuknya. Siapa lagi kalau bukan Verrel Burhan Prayoga yang datang ke meja makan untuk menyantap sarapannya. Angela dengan cekatan sudah menata semuanya di meja lengkap dengan minumannya.Ia tidak berkata banyak. Hanya menyodorkan makanan kepada Verrel kemudian kembali ke tempat duduknya untuk menyantap makanannya sendiri. Sesekali Verrel melirik kearah Angela, namun gadis itu lebih asyik menikmati makanannya.Seusai makan Verrel menghampiri Angela."Kau bisa membeli segala sesuatu menggunakan ini." Verrel menyerahkan black card pada Angela."Tidak, t
Angela dan Verrel masuk ke ruangan pribadi CEO. Verrel mengunci pintunya, Angela melirik heran tapi ia pura - pura tidak tahu. Ia menata berkas - berkas yang ada di mejanya. Sudah saatnya ia mengerjakan berkas yang sudah di taruh di atas meja kerjanya. Keinginan keras Verrel agar dirinya senantiasa bersamanya saat kerja membuat Angela tidak nyaman.Tiba - tiba Angela merasakan ada sebuah tangan melingkar di perut langsingnya. Siapa lagi kalau bukan Verrel suaminya."Aku merindukanmu," kata Verrel menyandarkan kepalanya di pundak Angela. Mencium bau sampo tiap helaian rambutnya."Jangan begini. Ini kantor," peringat Angela menggeser punggungnya."Ini kantorku, aku bisa melakukan apa saja," kata Verrel.Pria itu membalikkan tubuh Angela. Mereka berhadapan. Kedua tangan Verrel masih melingkar di pinggangnya Angela. Verrel mengecup kening istrinya, tangannya naik ke atas mengusap bukit kembar yang terlihat menonjol dalam balutan baju kerja Angela yang membe
Seorang wanita berpakaian seksi dengan leher rendah datang ke kantor Verrel. Sepertinya ia sudah terbiasa dengan kantor Verrrel, tampak sekali resepsionist, para pegawai menyapanya ramah dan meloloskan wanita itu ke lantai paling atas untuk menemui Verrel Burhan Prayoga.Ia tampak percaya diri sesekali membenarkan letak kacamatanya dan menggerai rambutnya sebahu dengan berjalan menuju lift. Ia sudah hafal nomor berapa yang harus ia tekan, senyumnya merekah dengan lipstik warna merah marun matte.TingPintu lift terbuka, kaki jenjangnya melangkah menyusuri lantai granit berukuran bigsize dengan kualitas platinum, menuju ke sebuah pintu yang bertuliskan ruang Ceo.CeklekPintu tidak terkunci, membuatnya bisa masuk leluasa. Verrel masih sibuk berkutat dengan laptopnya. Angela baru keluar dari ruangan untuk mengambil sesuatu.Suara ketukan higheels melangkah mendekat menggema di atas permukaan lantai membuat laki-laki di depann
"Sayang, apa suamimu tahu kalau kau menginap di sini?" tanya Yanti. "Tahu, Ma. Dia sedang sibuk jadi tidak bisa mengantar Angel," terang Angela. "Ya, sudah kamu bersihkan dulu tubuhmu setelah ini makan," kata Yanti. Angela mengangguk, ia lalu bergegas ke kamarnya yang terletak di lantai atas. Saat membuka pintu kamarnya, ia heran kenapa mamanya tidak merubah apapun dekorasi kamarnya. Semua barang pernak-pernik tempatnya masih sama. Kamar dimana dulu ia masih single belum menikah. Rasanya ia sudah ingin menikmati ranjang yang empuk. Angela tidak membawa koper karena baju-bajunya yang lama masih banyak tersimpan di lemari. Ia membersihkan badannya di kamar mandi, kucuran air shower cukup menyegarkannya. Ia ingin jauh dari masalah dengan Verrel yang membuat suasana hatinya semakin gerah. Setelah berganti pakaian yang lebih santai Angela turun tangga untuk menikmati makanan yang telah di siapkan mamanya. "Duduklah
Pagi telah tiba, mereka tidak menyadari jika guling yang jadi pembatasnya sudah raib kemana. Sepertinya jatuh ke lantai, sementara keduanya asyik berpelukan. Verrel terbangun terlebih dahulu, ia kaget melihat Angela sudah menyusupkan kepalanya di dadanya dengan nyaman. Rasanya sayang jika bangun lebih cepat, Verrel memilih pura-pura tidur saja sembari menikmati pelukan Angela. Verrel senang Angela memeluknya, entah kapan lagi ia bisa melewati momen seperti ini.Angela membuka matanya perlahan, saat merasa kakinya kedinginan. Ia mengeratkan kakinya di kaki Verrel yang di kiranya adalah guling.Samar-samar ia mulai sadar bahwa yang di peluknya adalah Verrel hampir saja ia berteriak kalau ia tidak segera menyadari bahwa ia sedang di rumah mamanya.Tunggu dia kan sedang tidur, dia tidak tahu jika aku memeluknya, jadi aman, batin Angela.Tiba-tiba Verrel menempelkan bibirnya ke bibir Angela membuat mata perempuan itu langsung membulat sempurna karena kag
Verrel menuruni anak tangga melihat kedua orang ibu dan anak itu sedang mengobrol. Mereka bercanda tawa, baru kali ini Verrel melihat Angela tertawa lepas, apa selama ini ia hidup satu rumah dengannya merasa terpenjara. Kenapa ia tidak pernah melihat tawa itu. "Eh, menantu mama sudah bangun. Angela layani suamimu, siapkan sarapannya," kata Yanti lembut. "Biar saya ambil sendiri, Ma," kata Verrel. "Eh, jangan. Sudah menjadi tugas istri melayani suami, baik di tempat tidur maupun melayani kebutuhan lainnya," terang Yanti. "Kok mama bawa-bawa tempat tidur sih, Angel dengarnya agak risih, Ma," kata Angela. "Kamu ini, sudah menikah jangan seperti anak kecil. Suamimu pria yang tampan, bagaimana jika ada perempuan lain yang mau. Kamu pasti menyesal," kata Yanti. "Biarin aja, kalau mau ambil, ambil saja." Tak! Angela menaruh piring agak keras. Ia jengkel jika mengingat kata perempuan lain. Jelas-jelas ada perempuan lain d
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu