"Sebentar biar aku bukakan pintunya," kata Angela. Sementara Verrel masih duduk menikmati mienya.
Ceklek
Wanita berambut panjang memakai pakaian yang cukup seksi menyerobot masuk melewati Angela.
"Tunggu!"
"Kamu tidak boleh masuk," cegah Angela.Terlambat gadud itu sudah masuk ke dalam rumah tanpa permisi. Matanya nyalang mencari-cari seseorang.
"Berhenti!" sentak Angela.
Nyali gadis itu menciut juga, ia menghentikan langkahnya. Berdiri membelakangi Angela. Lalu ia memutar tubuhnya mengibaskan rambutnya yang panjang dan melepaskan kacamata yang di pakainya.
"Kamu siapa? Berani menyuruhku berhenti!" sentak wanita itu.
Verrel tiba-tiba datang untuk melihat kegaduhan yang tengah terjadi.
"Ada apa?" tanya Verrel yang baru saja datang dari dapur.
"Oh, sayang ... aku merindukanmu," ucap Hellen bergelayut mesra di lengan Verrel.
"Siapa wanita ini?" tanya Hellen.
"Dia yang di jodohkan denganku," jawab Verrel.
"Apa? Kalian tinggal serumah?" tanya Hellen.
"Tidak, kamar kami bersebelahan,"jelas Verrel.
"Tetap saja kalian serumah kan?" kata Hellen seraya memainkan jentik jarinya di dada bidang Verrel.
Angela jijik melihat tingkah Hellen layaknya wanita penggoda. Ia melangkah mendekat ke arah Verrel.
"Dengar, aku tidak peduli kamu pacaran atau tidur dengan perempuan ini. Tapi tolong ... jaga privasiku juga. Aku tidak membawa pacarku ke sini, demikian juga dirimu. Jadi ... tolong kau urusi kekasihmu ini! Selamat malam," kata Angela tegas seraya naik ke atas tangga menuju kamar atas.
Verrel melihat Angela berlalu dari hadapannya. Ganti ia melihat ke arah Hellen.
"Tolong, pulanglah. Kau malah akan mempersulit posisiku di sini. Semua pembantu di sini adalah mata-mata papa, jadi aku harap kau mengerti," ucap Verrel.
"Tapi ... aku tidak ingin kau terlalu dekat dengannya. Ternyata dia tidak jelek. Aku khawatir sayang," ucap Hellen.
"Percayalah ... aku tidak akan jatuh cinta padanya. Dia gadis yang menyebalkan,"kata Verrel.
"Baiklah, aku pergi dulu." Helen berjinjit mencium bibir Verrel sebentar.
"Dah, jangan lupa telepon ya," kata Hellen.
"Iya, tenang saja nanti pasti ku telepon," kata Verrel mengantar kekasihnya sampai depan pintu utama. Hellen masuk mobil pribadinya, ia menyetir mobilbya hingga meninggalkan halaman mansion Verrel.
Setelah Hellen pergi Verrel berniat menemui Angela.
Tok
Tok
Tok
"Masuk, tidak di kunci!" jawab Angela dari dalam.
"Kau baik-baik saja?" tanya Verrel.
"Mengapa mengkhawatirkanku, seharusnya kau khawatirkan kekasihmu itu," kata Alesa seraya menyisir rambutnya.
"Aku tidak enak saja, dia tiba-tiba ke sini,"ungkap Verrel.
"Tidak masalah kau pacaran dengannya tapi jangan di rumah ini," ucap Alesa.
"Aku mau tidur, pergilah," ucap Angela.
Tiba-tiba lampu mendadak padam.
Arrgh!! Angela ketakutan.
"Verrel kamu dimana?" tanya Angela.
Tak ada jawaban, Angela merasa ada seseorang yang naik ke ranjangnya.
"Aaah, hantuu!!" Wajah Verrel seperti hantu tatkala ia membawa senter dari cahaya ponselnya.
Tapi tiba-tiba cahaya senter itu padam.
"Yah, habis batrenya." Terdengar suara Verrel di depan Angela.
"Makanya jangan nakutin, dong!" keluh Angela.
Tiba-tiba ada kilat masuk lewat jendela, petir menyambar-nyambar. Angela mengigil ketakutan, terdengar lirih suara isak tangisnya.
"Mama ... aku takut," kata Angela di iringi isak tangisnya. Ia merasa seseorang merengkuh kepalanya lalu memeluknya.
"Tenang, aku di sini bersamamu," Verrel mendekap Angela. Ia merasa gadis yang biasanya bersikap jutek padanya berubah seperti kucing kecil yang kehilangan induknya.
Angela merangkul erat pinggang Verrel ia tidak menyadari jika posisinya sekarang terlalu dekat dengan Verrel. Dagu Verrel bersandar di atas kepala Angela. Ia bisa merasakan deru nafas gadis itu di iringi isak tangisnya.
Verrel tidak menyangka jika gadis yang biasanya selalu berselisih paham dengannya sangat rapuh hanya karena petir dan lampu mati.
Ia meraba pipi Angela menyeka air matanya di antara gelapnya suasana.
"Ponselmu dimana?" bisik Verrel.
"Aku lupa meletakkannya," jawab Angela.
"Barangkali bisa menggunakan senter dari ponselmu," kata Verrel.
Verrel mencoba beranjak dari ranjang dan turun mencari sandalnya. Angela merapat ke punggung Verrel.
"Jangan tinggalin ... aku takut," kata Angela lirih.
"Iya, ni aku mau cari ponselmu,"sahut Verrel lembut
Sampai di depan pintu, Verrel meraba meja rias Angela. Barangkali ponselnya ada di sana. Namun gerakan tangannya yang sembarangan membuat Verrel tak sengaja menjatuhkan botol plastik alat make up Angela. Saat mau melangkah kakinya tergelincir botol plastik itu hingga membuat tubuhnya jatuh menindih tubuh Angela.
"Aduh, kamu gimana sih ...," gerutu Angela.
Lampu tiba-tiba menyala.
Posisi Verrel masih berada di atas Angela. Mereka ternyata jatuh di atas ranjang. Mata Angela membulat karena Verrel tak kunjung beranjak dari atas tubuhnya. Pria itu menatap Angela dengan pandangan berbeda. Namun tiba-tiba sorot mata Verrel jatuh ke bibir ranum Angela.
Entah sihir apa yang merasuki pikiran Verrel. Ia ingin mencicipi bibir ranum itu. Perlahan namun pasti ia menempelkan bibirnya di bibir Angela. Awalnya Angela berusaha memberontak, namun perlakuan Verrel yang lembut membuatnya berhenti meronta.
Verrel merasakan bibir Angela begitu manis, teksturnya yang kenyal tipis berwarna merah muda meskipun tanpa lipstik membuatnya terbawa dalam suasana.
Tiba-tiba suara petir menggelegar.
Sontak membuat pikiran Angela tersadar tentang apa yang telah di lakukannya. Ia mendorong tubuh Verrel sekuatnya.
"Hentikan!" Angela mengelap bibirnya dengan lengannya.
"Keluar dari sini sekarang!" teriak Angela.
Merasa dirinya memang telah membuat kesalahan. Verrel meminta maaf pada Angela.
"Maaf, aku khilaf ...," ucap Verrel lirih lalu ia keluar dari pintu kamar Angela.
'Ck, setan apa yang telah merasukiku," sesal Verrel.
Ia kembali ke kamarnya. Merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Matanya nanar menatap langit-langit. Ia merasa menjadi manusia bodoh malam ini. Bukankah ia srndiri yang mengatakan tidak akan tergoda dengan gadis itu. Tapi kenapa malam ini benteng pertahanannya runtuh. Ia malah mencium bibir Angela dalam waktu yang lama.
Verrel tahu Angela sempat memberontak, tetapi ia yang memaksa mencium gadis itu. Ia merasa Angela berbeda dengan Hellen. Jika Hellen kelihatan sangat berpengalaman, sedangkan Angela justru sebaliknya.
'Mungkinkah ini pertama kalinya ia berciuman dengan seorang pria? Lalu apa yang di lakukannya selama pacaran? Tidak mungkin dia hanya jalan bareng dan ngobrol saja,' batin Verrel menduga-duga.
Sementara di kamar Angela menangis terisak-isak. Ia sudah berjanji akan memberikan ciuman pertamqmya untuk suaminya kelak. Meskipun Verrel nantinya adalah suaminya, tapi yang di inginkan Angela adalah Yohan sebagai suaminya bukan Verrel.
Ia merasa Verrel memanfaatkan situasi, apalagi Angela tahu Verrel sudah memiliki kekasih yang di cintainya. Tentu baginya perasaan terhadap dirinya hanya sesaat, dan Amgela benci itu. Benci karena Verrel seolah-olah memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Lagi-lagi ia menyeka air matanya yang turun deras melewati pipinya.
Ponsel yang ia cas tiba-tiba menyala. Sepertinya ada pesan masuk. Angela membukanya, ia kesal ternyata bukan pesan dari Yohan melainkan pesan dari Verrel.
"Maafkan aku, kucing kecil," pesan singkat dari Verrel.'Kucing kecil, memangnya aku hewan peliharaannya!' rutuk Angela dalam hati.----Bersambung---
Setelah kejadian semalam Angela lebih memilih menghindar dari Verrel. Saat Verrel berangkat kerja Angela masih di kamarnya, dan ia baru keluar ketika Verrel sudah tidak ada di rumah.Sarapan, ya Angela sangat lapar karena menunggu kepergian Verrel baru bisa sarapan. Ia tidak mau bertatap muka dengan pria itu.Angela berjingkat-jingkat menuju ruang makan. Ia melihat menu sarapan sudah di siapkan di meja."Maaf, Nona. Tuan sudah berangkat kerja tadi pagi," ucap salah seorang pelayan."Heem, iyakah. Saya tadi masih di kamar jadi tidak tahu." Angela menarik kursi dan bersiap untuk duduk memulai aktivitas sarapannya."Tadi Tuan bilang tidak usah membangunkan Nona, karena katanya Nona kecapekan karena jalan-jalan kemarin," terang pelayan itu."Saya tinggal dulu Nona, kalau ada apa-apa tinggal bilamg sama saya," ucapnya.Angela mengangguk mengiyakan. Ia tidak ingin mengingat kejadian semalam dimana ia telah melakukan kebodohan besar denga
Angela melihat wajahnya di pantulan cermin, dalam hati ia cukup terkejut dengan perubahan penampilannya. Ada setitik kekaguman dalam hatinya, ia tidak menyangka jika dirinya berubah menjadi sangat cantik dengan mengenakan gaun pengantin itu."Nona, Anda terlihat sangat cantik sekali. Tuan Verrel sangat beruntung mendapatkan Anda," puji penata riasnya.'Tapi aku tidak menginginkan pernikahan ini,' batin Angela. Pernikahan yang baginya hanya untuk memenuhi perjanjian kedua belah pihak. Angela ingin menyenangkan hati mamanya, untuk sementara ini ia memilih mengalah daripada menyakiti hati mamamya."Mari saya bantu," ucap penata riasnya seraya membantu Angela keluar dari kamar hotel. Di luar telah menunggu mama Yanti yang juga memakai baju kebaya dengan detail brokat berwarna senada dengan Angela."Ya, Tuhan kamu cantik sekali sayang," puji mama Yanti. Nyonya Kamila
Verrel mengetuk pintu berulangkali tapi tidak ada sahutan."Hei, apa yang sebenarnya kau lakukan di dalam sana?" Terdengar suara kucuran air shower lebih keras mengalahkan suara Verrel.Pria muda itu merasa gemas karena Angela mengabaikannya. Sepasang matanya melirik ke arah knop pintu kamar mandi. Lalu ia menekan knop pintunya, tak terkunci seperti dugaannya.Terserah kalau marah padaku. Siapa yang akan bertanggung jawab kalau kau mati di dalam? batin Verrel.Pria bertubuh tegap seperti foto model itu memaksa masuk ke dalam kamar mandi. Kekhawatiran yang cukup besar mengalahkan egonya. Ia tidak ingin terjadi sesuatu pada wanita yang baru di nikahinya itu.Ceklek"Apa yang kau lakukan di sini!" Mata Angela tak kalah ganasnya dari mata elang yang siap melahap mangsanya."Kau gila, sudah tiga puluh menit kau tidak keluar. Aku pikir kau mati di dalam!"
"Baiklah, tenang saja aku tidak akan melakukan apapun," kata Verrel menegaskan. Angela mengangguk mengiyakan, sementara Verrel membantu menyelimutinya.Mereka lalu tidur saling memunggungi satu sama lain. Bagian tengah kosong tak berpenghuni hanya ada guling sebagai pembatasnya.Pagi pun tiba, cahaya matahari yang hangat masuk melalui ventilasi udara. Tidak ada yang tahu sejak kapan mereka berpelukan satu sama lain.Angela sangat kaget mendapati dirinya tanpa sadar memeluk Verrel. Kepalanya ia sandarkan pada dada bidang pria yang masih terpejam di sampingnya. Ia tidak ingin Verrel mengetahui jika dirinya sudah memeluk pria itu lebih dulu. Padahal ia yang sudah koar-koar melarang adanya kontak fisik.Tiba-tiba Verrel yang masih dalam kead
Bali adalah salah satu tujuan bulan madu mereka. Di sana menyajikan hamparan pantai yang luas dengan pasir putihnya. Sesampainya di hotel, Angela memutuskan untuk menelpon mamanya,"Hallo, Ma ..., ini Angela sedang di hotel."Mana suamimu, sayang?" tanya mama Yanti.Angela menggedor-nggedor pintu kamar mandi karena sepertinya mamanya tidak percaya dengan perkataan Angela.Verrel yang keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di perutnya membuat pipi Angela memerah. Rambutnya masih basah dan wajahnya jelihatan lebih segar"Nih, mama tanyain kamu."Angela menyerahkan ponselnya pada Verrel. "Hallo, Ma ini Verrel." ."Jaga Angela baik-baik ya, semoga sukses bulan madunya," kata mama Yanti sambil tertawa terkikik.Angela menyambar ponselnya dari tangan Verrel. "Ih ..., mama apaan sih. Kita hanya jalan-jalan saja kok.""Heem, terserah kalian mau jalan-jalan atau bulan madu. Yang penting Mama nitip oleh-oleh cucu ya kalau pula
Verrel melihat Angela menatap dalam ke arah Brian. Ia tidak suka jika Angela bersikap begitu di hadapannya. Apalagi memperhatikan pria lain selain dirinya. Selama ini ia terlalu percaya diri Angela akan jatuh hati padanya. Tak tahunya Angela juga memiliki masa lalu dengan cinta pertamanya."Maaf, Tuan kami sedang berbulan madu. Jadi tolong hargai privasi kami,"kata Verrel dengan tatapan tidak suka."Senior, kok bisa ada di sini?" Angela berusaha mencairkan suasana. Ia tahu jika Verrel menatap tidak suka ke arah seniornya."Hemm, kamu sangat berbeda hari ini terlihat sangat cantik di antara tamu lainnya," Brian menatap Angela dari atas hingga kebawah lalu terbitlah sebuah senyuman di bibirnya.Seorang laki-laki memberikan serangan melalui tatapan tajamnya kearah Pak Brian, "Ehem!! Verrel tampak kesal melihat keakraban keduanya. Apalagi Angela terlihat sangat senan
Angela masuk kedalam kamar hotelnya ia merasa tidak nyaman memakai gaun indah pemberian Verrel. Bagaimanapun baju tidur adalah baju terbaik dan paling nyaman sedunia."Tolong bantu aku menurunkan sedikit resleting di punggungku, sedikit saja. Awas kalau berani macam-macam," ancam Angela."Ya, elah belum ngapa-ngapain sudah di ancam." Verrel mendekat kearah Angela. Ia menurunkan perlahan resleting gaun Angela. Pikirannya kembali mesum."Sudah?" tanya Angela. Ia merasa Verrel sudah selesai tapi kenapa malah hanya berdiri diam di belakangnya."Iya, sudah."Lamunan Verrel menjadi buyar. Bayangan pikiran kotornya lenyap seketika, tapi tidak dengan tingkah adik kecilnya di bawah. Justru celananya tiba-tiba makin sesak."Sebentar, aku ke kamar mandi dulu." Verrel buru-buru masuk ke kamar mandi.
Angela mendorong tubuh Verrel setelah mendapatkan kontrol dirinya.Merasa tubuhnya di dorong Angela, Verrel menanggapinya dengan marah."Kenapa tiba-tiba mendorongku? Apa kau teringat dengan kekasihmu," sindir Verrel.Angela terdiam. Ia menurunkan kakinya di lantai dan masuk ke kamar mandi. Merasa dirinya di abaikan Verrel bertambah marah. Ia menyusul Angela ke kamar mandi. Saat itu Angela sudah melepas kancing bajunya hingga terlihat sedikit bukit yang tersembunyi di dalamnya."Kenapa kau masuk ke sini!" sentak Angela."Kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau mendorongku!" tanya Verrel. Hasratnya tengah di ubun-ubun gadis itu malah seenaknya mengakhirinya."Tuan Verrel yang terhormat, kita memang suami istri. Tapi berdasarkan kesepakatan tidak boleh ada kontak fisik. Tidak boleh ada perasaan lain dengan pasangannya. Apa perkataan saya kurang jelas?" tandas A
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu