"Baiklah, tenang saja aku tidak akan melakukan apapun," kata Verrel menegaskan. Angela mengangguk mengiyakan, sementara Verrel membantu menyelimutinya.
Mereka lalu tidur saling memunggungi satu sama lain. Bagian tengah kosong tak berpenghuni hanya ada guling sebagai pembatasnya.
Pagi pun tiba, cahaya matahari yang hangat masuk melalui ventilasi udara. Tidak ada yang tahu sejak kapan mereka berpelukan satu sama lain.
Angela sangat kaget mendapati dirinya tanpa sadar memeluk Verrel. Kepalanya ia sandarkan pada dada bidang pria yang masih terpejam di sampingnya. Ia tidak ingin Verrel mengetahui jika dirinya sudah memeluk pria itu lebih dulu. Padahal ia yang sudah koar-koar melarang adanya kontak fisik.
Tiba-tiba Verrel yang masih dalam keadaan mata terpejam menarik tubuhnya ke dalam pelukannya. Angela merasa tidak bisa berkutik lagi. Verrel terlalu erat memeluknya sampai ia bisa merasakan nafas pria itu. Dengan Yohan saja ia tidak pernah sedekat ini.
Melihat Verrel menggerakkan kelopak matanya, Angela buru-buru pura-pura memejamkan matanya. Saat Verrel membuka mata, ia kaget kenapa tubuhnya terasa berat. Ternyata kepala Angela bersandar pada tubuhnya yang bidang. Sampai-sampai ia mengucek matanya berulangkali. Kemungkinan apa yang di lihatnya salah. Tapi tidak ada yang salah dengan matanya. Gadis cantik tanpa riasan itu memeluknya dengan erat.
Gilanya lagi Verrel kembali terobsesi dengan bibir ranum Angela. Ia seperti melihat bidadari cantik sedang tertidur pulas dalam pelukannya. Jari-jari Verrel menyentuh bibir Angela.
Tiba-tiba Angela merasakan ada sesuatu yang kenyal menempel di bibirnya. Bibir itu semakin masuk ke dalam bibirnya, mengabsennya satu
persatu. Sialnya lagi, Angela tidak bisa berkutik dalam sutuasi yang tengah di hadapinya. Seharusnya ia menolak, tapi sensasi yang ia rasakan sudah meluruhkan akal sehatnya. Ia bahkan membiarkan Verrel menikmati manis bibirnya.Verrel merasa Angela membalas ciumannya. Tapi saat ia melihat ke arah Angela gadis itu masih tertidur lelap.
Ah ... mungkin hanya pikiranku saja, batin Verrel.
Dalam hati Angela merutuki dirinya sendiri kenapa membalas ciuman Verrel, bukankah seharusnya ia menolak ciuman itu. Hati Angela tak karuan. Kenapa ia bisa serapuh itu di hadapan Verrel padahal ia sudah berjanji pada dirinya sendiri agar tidak terjadi kontak fisik dengan Verrel.
Verrel menjauhkan bibirnya, ia merasa sudah kelewat batas dengan Angela. Bagaimana mungkin dirinya menggilai bibir gadis itu. Meskipun tidak dosa, karena secara hukum agama dan undang-undang Angela tetaplah istrinya yang sah. Tapi berdasarkan perjanjian awal tidak adanya kontak fisik membuat Verrel malu pada dirinya sendiri.
Ia juga sering menegaskan pada dirinya sendiri agar tidak tertarik pada Angela. Sebelum kesalahannya bertambah fatal, Verrel menjauhkan tubuhnya dari Angela. Ia lebih dulu bangun dan ke kamar mandi.
Di dalam kamar mandi Verrel melihat wajahnya di kaca toilet, ia mengusap bibirnya sendiri dengan tangannya.
Kau sudah gila, pikir Verrel.
Ia tidak mempercayai kejadian yang baru saja ia lakukan pagi ini. Bagaimana mungkin ia bisa seceroboh itu menyentuh bibir Angela. Bukankah gadis itu baru saja sakit semalaman, kenapa setelah paginya ia melumat bibir gadis itu dengan rakusnya.
Verrel mengguyur tubuhnya dengan kucuran air shower. Ia berusaha menyadarkan dirinya dari pikiran kotor. Hasratnya sudah di ubun-ubun tatkala dengan sangat terpaksa ia melepaskan bibir Angela. Verrel berusaha keras menyadarkan dirinya sendiri.
Angela terlihat sudah bangun dari tidurnya, ia bingung harus bersikap bagaimana dengan Verel nantinya.
Bukankah ia tidak tahu jika aku tadi sebenarnya sudah bangun. Jadi tidak masalah jika aku pura-pura tidak tahu saja, batin Angela.
Verrel keluar dari kamar mandi, tubunhnya hanya berbalutkan handuk yang melilit di bagian perutnya. Tubuhnya yang atletis menggambarkan jika lelaki itu gemar ke fitnes. Di permukaan kulitnya masih menempel buliran air.
"Sudah baikan?" tanya Verrel.
"I ... iya," jawab Angela gugup. Kenapa ia malah gugup tidak bisa bersikap biasanya. Apalagi melihat tubuh Verrel yang hanya berbalut handuk dari batas pingganggnya membuat pikiran Angela berselancar ke mana-mana.
"Cepatlah ganti baju sana!" Muka Angela tiba-tiba memerah, ia langsung turun dari ranjang berjalan melewati Verrel menuju ke kamar mandi.
Sekilas Verrel bisa melihat perubahan pada air muka Angela. Ia tahu jika pipi wanita itu bersemu merah.
Tidak mungkin ia tahu jika aku telah menciumnya pagi ini, batin Verrel.
Angela sudah mengganti pakaiannya dengan dress yang cukup ketat. Verrel heran dengan sikap Angela. Ia penasaran mau kemana gadis itu berdandan secantik itu.
"Mau kemana?" tanya Verrel.
"Keluar untuk sarapan," jawab Angela.
"Berdandan seperti ini?" tanya Verrel mengernyit heran.
"Aku ingin memberi kesan baik pada pacarku," ucap Angela seraya memoleskan lipstik di bibirnya. Lagi-lagi Verrel melihat bibir Angela ia menelan salivanya.
Dengan cepat ia memutar tubuh Angela."Jangan bertemu dengan pria lain di hari pernukahan kita,"ucap Verrel.
"Pernikahan kita? Anda tidak salah Tuan Verrel?" sindir Angela.
"Maksudnya, kita baru saja menikah. Tolong jangan buat ulah yang menyolok di hadapan publik. Pernikahan kita baru selesai kemarin, jika kau tertangkap media bertemu dengan pria lain, apa kata keluarga kita," terang Verrel.
Angela terdiam sebentar. Ia merasa ada benarnya yang di katakan Verrel, tapi ia juga bosan jika seharian di kamar.
"Lalu ... apa seharian kita akan di kamar terus-terusan?" ujar Angela. Ia sudah merasa bosan di dalam kamar terus.
"Kita bisa melakukan aktivitas lainnya seperti _," Terlihat senyuman nakal di wajah Verrel.
"Tidak .... tidak, aku tidak mau!" Angela menolak mentah-mentah. Ia takut jika Verrel nekat meminta jatahnya.
"Aku belum bilang apa-apa tapi kau sudah tidak mau. Memang apa yang akan aku lakukan padamu?" tanya Verrel terkekeh. Ia menjitak kening Angela.
"Aww!! Sakit tahu!" Angela meringis kesakitan mengusap keningnya.
Siapa yang tidak takut diam-diam kau menciumku, tetap saja kita dua orang dewasa. Meskipun tidak ada rasa cinta bukankah terkadang nafsu juga selalu mengambil peran diantara dua manusia yang berada dalam satu jamar, batin Angela.
"Kita gunakan saja tiket bulan madu ini untuk jalan-jalan." Verrel mengibaskan lembar tiket bulan madu yang ada di tangannya.
"Tapi ... kita tidak beneran bulan madu kan? Maksudku hanya sekedar jalan-jalan kan?" Angela masih saja terus memastikan. Ia takut jika kesalahan di malam hari kembali di lakukan Verrel meskipun ia ikut menikmatinya.
"Iya ... iya," jawab Verrel. Padahal dalam hatinya ia tidak bisa menjanjikannya. Verrel tidak tahu entah kenapa ia merasa nyaman jika dekat dengan Angela. Padahal ia belum kenal lama.Tapi gengsi Verrel terkadang lebih besar ia tidak tahu tentang perasaannya sendiri. Apalagi statusnya masih berpacaran dengan Hellen.----Bersambung----Bali adalah salah satu tujuan bulan madu mereka. Di sana menyajikan hamparan pantai yang luas dengan pasir putihnya. Sesampainya di hotel, Angela memutuskan untuk menelpon mamanya,"Hallo, Ma ..., ini Angela sedang di hotel."Mana suamimu, sayang?" tanya mama Yanti.Angela menggedor-nggedor pintu kamar mandi karena sepertinya mamanya tidak percaya dengan perkataan Angela.Verrel yang keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di perutnya membuat pipi Angela memerah. Rambutnya masih basah dan wajahnya jelihatan lebih segar"Nih, mama tanyain kamu."Angela menyerahkan ponselnya pada Verrel. "Hallo, Ma ini Verrel." ."Jaga Angela baik-baik ya, semoga sukses bulan madunya," kata mama Yanti sambil tertawa terkikik.Angela menyambar ponselnya dari tangan Verrel. "Ih ..., mama apaan sih. Kita hanya jalan-jalan saja kok.""Heem, terserah kalian mau jalan-jalan atau bulan madu. Yang penting Mama nitip oleh-oleh cucu ya kalau pula
Verrel melihat Angela menatap dalam ke arah Brian. Ia tidak suka jika Angela bersikap begitu di hadapannya. Apalagi memperhatikan pria lain selain dirinya. Selama ini ia terlalu percaya diri Angela akan jatuh hati padanya. Tak tahunya Angela juga memiliki masa lalu dengan cinta pertamanya."Maaf, Tuan kami sedang berbulan madu. Jadi tolong hargai privasi kami,"kata Verrel dengan tatapan tidak suka."Senior, kok bisa ada di sini?" Angela berusaha mencairkan suasana. Ia tahu jika Verrel menatap tidak suka ke arah seniornya."Hemm, kamu sangat berbeda hari ini terlihat sangat cantik di antara tamu lainnya," Brian menatap Angela dari atas hingga kebawah lalu terbitlah sebuah senyuman di bibirnya.Seorang laki-laki memberikan serangan melalui tatapan tajamnya kearah Pak Brian, "Ehem!! Verrel tampak kesal melihat keakraban keduanya. Apalagi Angela terlihat sangat senan
Angela masuk kedalam kamar hotelnya ia merasa tidak nyaman memakai gaun indah pemberian Verrel. Bagaimanapun baju tidur adalah baju terbaik dan paling nyaman sedunia."Tolong bantu aku menurunkan sedikit resleting di punggungku, sedikit saja. Awas kalau berani macam-macam," ancam Angela."Ya, elah belum ngapa-ngapain sudah di ancam." Verrel mendekat kearah Angela. Ia menurunkan perlahan resleting gaun Angela. Pikirannya kembali mesum."Sudah?" tanya Angela. Ia merasa Verrel sudah selesai tapi kenapa malah hanya berdiri diam di belakangnya."Iya, sudah."Lamunan Verrel menjadi buyar. Bayangan pikiran kotornya lenyap seketika, tapi tidak dengan tingkah adik kecilnya di bawah. Justru celananya tiba-tiba makin sesak."Sebentar, aku ke kamar mandi dulu." Verrel buru-buru masuk ke kamar mandi.
Angela mendorong tubuh Verrel setelah mendapatkan kontrol dirinya.Merasa tubuhnya di dorong Angela, Verrel menanggapinya dengan marah."Kenapa tiba-tiba mendorongku? Apa kau teringat dengan kekasihmu," sindir Verrel.Angela terdiam. Ia menurunkan kakinya di lantai dan masuk ke kamar mandi. Merasa dirinya di abaikan Verrel bertambah marah. Ia menyusul Angela ke kamar mandi. Saat itu Angela sudah melepas kancing bajunya hingga terlihat sedikit bukit yang tersembunyi di dalamnya."Kenapa kau masuk ke sini!" sentak Angela."Kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau mendorongku!" tanya Verrel. Hasratnya tengah di ubun-ubun gadis itu malah seenaknya mengakhirinya."Tuan Verrel yang terhormat, kita memang suami istri. Tapi berdasarkan kesepakatan tidak boleh ada kontak fisik. Tidak boleh ada perasaan lain dengan pasangannya. Apa perkataan saya kurang jelas?" tandas A
Verrel langsung menghempaskan tubuh Angela di atas ranjang. Tatapannya penuh kemarahan. Angela telah menurunkan harga dirinya sebagai seorang suami.Verrel berkacak pinggang. "Puas kau berciuman dengan kekasihmu!""Dasar tidak tahu malu! Meskipun kita berada di pantai terpencil sekalipun, banyak mata-mata media yang mengawasi gerak-gerik kita. Kau malah enak-enakan bermesraan dengan kekasihmu!" kata Verrel marah.Angela mencoba bangun dari ranjangnya, memilih untuk duduk."Bukankah sudah ku bilang dari awal salah satu di antara kita tidak saling mencampuri urusan masing-masing !" tandas Angela seraya menatap tajam ke arah Verrel.Verrel tidak mengeluarkan satu kata pun, ia keluar dari kamar dengan membanting pintu sangat keras. Angela sampai kaget di buatnya.
"Apa ada yang sakit?" tanya Angela seraya membantu Verrel bangkit. Sebenarnya tubuh Verrel tidak terlalu sakit, tapi inilah kesempatannya mendapatkan perhatian dari Angela."Tolong, bantu aku berdiri," kata Verrel meringis kesakitan. Ia berusaha bangkit sendiri tapi tidak bisa.Angela dengan susah payah membantu Verrel berdiri. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang nyata. Verrel berhasil berbaring di atas ranjang. Ia bisa melihat jika Angela memang benar-benar mengkhawatirkannya. Ini kesempatan yang langka membuat wanita itu bersikap sedikit jinak."Apa tulang punggungmu ada yang patah?" tanya Angela penasaran.Gadis ini bodoh sekali, mana mungkin tulang punggungku patah hanya karena jatuh dari ranjang, pikir Verrel."Tidak, tapi rasanya sakit sekali," rintih Verrel pura-pura.Angela bertambah khawatir."Apa kita ke rumah sakit saja?" ajak Angela
"Kemarin aku melepaskanmu ... tapi tidak lain kali," bisik Verrel di telinga Angela. Ia memang sengaja mengatakan itu untuk menggoda istrinya.Angela hampir saja tersedak sandwich yang sedang di makannya."Pelan-pelan sayang, aku tahu kau sudah tidak sabar menungguku melakukannya malam ini," goda Verrel lagi. Mata Angela mendelik tajam ke arah Verrel.Verrel dengan santainya mengambilkan segelas air minum untuk Angela.Siapa yang tidak sabar? Justru dia yang menginginkannya, batin Angela."Bagaimana kalau kita ke pantai setelah sarapan," ajak Verrel."Ya," jawab Angela cuek. Verrel senang Angela mau menerima ajakannya.Suasana pantai hari ini masih sepi karena mungkin masih terlalu pagi. Mereka berdua berjalan menyusuri bibir pantai. Mata Angela tidak lepas memandangi luasnya hamparan lautan dan ombak yang me
Verrel keluar dari kamar Hellen, berusaha mencari keberadaan Angela. Ia tidak ingin pria itu melakukan hal macam-macam pada istrinya. Aneh perasaannya pada Hellen entah sejak kapan menguap begitu saja. Ia justru merasa nyaman berada di dekat Angela.Ia kembali menyusuri pantai barangkali Angela masih berada di sana. Dan memang benar dugaannya, Angela sedang berjalan-jalan dengan Yohan sambil bergandengan tangan. Mereka tampak bahagia, terlihat wajah Angela tersenyum kepada Yohan.Verrel cemburu melihat kemesraan Angela dan kekasihnya.Tunggu saja, apa yang akan ku lakukan padamu sehingga kau tidak akan berani melirik pria lain, batin Verrel.Ingin sekali Verrel memberi pelajaran pada Yohan, tapi di urungkan niatnya. Ia memilih kembali ke hotel saja. Verrel akui, ia memang cemburu dengan sikap ramah Angela pada kekasihnya. Kalau mereka tidak berada di keramaian ia pasti sudah memukul Yohan
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu