Tiba-tiba dering bunyi telepon mengganggu keasyikan percakapan mereka. Verrel mengambilkan ponsel Angela di atas nakas. Tanpa sadar sekilas ia menatap nama panggilan yang ada di layar telepon. Wajah Verrel berubah pias tapi ia berusaha menekan emosinya mengingat Angela sedang masa pemulihan.
"Telepon untukmu," kata Verrel pelan.
Angela menerima telepon itu dari tangan Verrel. Ia terkejut saat melihat panggilan dari Yohan di ponselnya. Dengan gugup ia meletakkan piring yang berisikan buah di pangkuannya. Ia melirik ke arah Verrel, tapi lelaki itu memilih melihat ke arah lain. Dengan gugup Angela mengangkat panggilan dari Yohan.
"Ya, halo," jawab Angela pelan.
"Bagaimana keadaanmu sekarang, sudah lebih baik?" tanya Yohan.
"Ya, aku baik-baik saja," jawab Angela sambil melirik ke arah Verrel.
"Kenapa dari nada suaramu datar saja, apa ada suamimu di sana?" tanya Yohan.
"Ya, kalau begitu sudah ya. Aku mau istirahat," jawab Angela gugup.
"Tunggu!" kata Yohan. Tapi sayangnya Angela sudah buru-buru mematikan teleponnya.
Verrel berbalik melihat ke arah Angela, tatapannya berubah menjadi tidak seramah sebelumnya. "Aku akan pergi dari sini, istirahatlah," kata Verrel pelan. Sepertinya ada sesuatu yang tertahan dan urung ia bicarakan.
"Tunggu!" cegah Angela tiba-tiba.
Verrel berhenti di depan pintu tapi tubuhnya tidak berbalik menatap Angela.
"Terima kasih karena sudah memperhatikan anak kita," kata Angela.
"Ya, sama-sama ... sekarang istirahatlah," kata Verrel. Ia melangkah pergi meninggalkan kamar Angela. Di dadanya seperti ada sebongkah batu yang menahannya. Rasanya begitu sesak dan menyakitkan.
Di kamarnya Verrel tidak bisa tidur, ia memilih membuka laptopnya dan menyibukkan diri dengan pekerjaan. Sayangnya, bayangan Angela menelepon Yohan masih memenuhi alam pikirnya. Ia tidak dapat konsentrasi bekerja kalau seperti ini.
"Sial, ia masih saja memikirkan laki-laki itu. Di anggap apa aku ini!" gerutu Verrel. Jari-jari Verrel mengetik kasar di tiap tombol laptopnya.
"Aaargh!" Verrel mengacak-acak rambutnya sendiri. Ia merasa Angela selalu membuat hatinya seperti rooler coaster.
Terkadang wanita itu seperti menanggapi perasaannya. Tapi terkadang juga menjatuhkan hatinya yang sudah terbang ke awang-awang ke titik terendah.
Verrel sangat mencintai Angela ia tidak ingin jauh darinya. Apalagi perut Angela semakin buncit membuat Verrel bertambah kasihan dan sayang. Ia tidak ingin mengulang kecerobohannya di masa lalu sehingga mengakibatkan kehilangan Angela. Meski sekarang Angela belum ingat sepenuhnya, ia harus tetap berusaha untuk bertahan dan menerima kondisi Angela yang terkadang menyakiti hatinya. Verrel berusaha menahan dirinya untuk tidak emosi di hadapan Angela.
Di kamar Angela menatap langit-langit, ia juga tidak bisa tidur memikirkan kejadian yang baru saja terjadi. Ia tahu Verrel agak cemburu gara-gara Yohan telepon. Tapi, ia juga tidak bisa menghentikan situasi yang telah terlanjur terjadi.
Makin ke sini Angela semakin bingung dengan apa yang terjadi sebenarnya. Ia harus mencari jawaban, apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Angela tidak tahu sejak kapan ia mengalami hilang ingatan.
Jika ia ingin tahu, maka orang yang perlu di tanyai adalah Verrel. Tapi, melihat wajah Verrel tadi yang di liputi mendung membuat Angela takut untuk menanyainya. Sayangnya, Angela tidak mampu mengingat siapa saja orang yang dapat di tanyai mengenai hubungan mereka. Tapi, Angela tidak akan menyerah, ia harus mencari tahu yang sebenarnya.
Di sudut lain Clara dan Mark tengah berencana untuk menjenguk Angela. Ia ingin tahu keadaan Angela sekarang. Apakah sudah baik-baik saja.
"Sayang, cepatlah apa yang sedang kau lakukan di kamar mandi selama itu?" tanya Mark.
"Sebentar lagi!" seru Clara dari dalam kamar mandi. Ia sedang penasaran karena sudah dua minggu tidak mengalami menstruasi. Secara diam-diam ia membeli tespek untuk mengobati rasa penasarannya.
Clara menutup matanya sejenak, ia memicingkan matanya saat melihat alat penguji tes kehamilan itu. Jarinya satu persatu terbuka, matanya membelalak kaget ketika ia melihat dua buah garis merah terpampang dengan jelas.
"Apa, aku hamil?" gumam Clara. Ia langsung buru-buru menyembunyikan hasil tespek itu. Entahlah, ia belum siap mengatakannya pada Mark. Clara juga belum tahu apa Mark siap dan mau menjadi seorang papa.
Dengan wajah di tekuk Clara keluar dari kamar mandi. Ia kaget karena melihat Mark sudah berdiri di depan pintu. "Kenapa kau melihatku sangat terkejut seperti itu?" tanya Mark mendekati Clara yang masih memakai bathrobe.
"Kau belum berganti pakaian?" tanya Mark. Jemarinya tiba-tiba menyusup di sela lipatan kimono bathrobe yang masih di pakai Clara.
"Aaah," desis Clara ketika Mark berhasil meremas bukit kembarnya yang belum memakai bra.
"Hentikan, kau nakal sekali," ucap Clara memukul dada bidang Mark.
"Sebentar, ijinkan aku mencecapnya dulu sebelum kita pergi," pinta Mark. Clara tidak ada alasan menolak keinginan Mark. Karena sekarang ia sudah mulai terbiasa dengan sentuhan lelaki itu.
Mark menarik tali bathrobe Clara, ia meraba dua buah gundukan kenyal itu lalu menghisap puncaknya bergantian. Saking gemasnya, Mark meninggalkan jejak kissmark di sana. Clara hanya bisa membalasnya dengan desisan perlahan. Bagian inti bawahnya juga telah berkedut seperti meminta untuk di masuki.
Mark menurunkan resletingnya, ia hanya mengeluarkan miliknya saja meskipun ia masih berpakaian lengkap. Hanya bagian miliknya yang menegang yang ia keluarkan kemudian ia tancapkan di bagian inti Clara.
Desisan suara lirih itu berubah menjadi desahan yang lebih keras. Bathrobe Clara akhirnya teronggok di lantai. Tubuhnya polos tanpa mengenakan sehelai benangpun. Sementara Mark malahan masih memakai lengkap kemejanya dan celananya. Ia hanya mengeluarkan miliknya yang menegang di hujamkan ke dalam inti Clara.
Dengan sedikit gerakan cepat Mark memompa Clara, ia tidak ingin bermain terlalu lama. Yang penting hasratnya segera tuntas, karena setelah ini mereka harus pergi ke rumah Verrel.
Tidak memakan waktu lama hasrat mereka telah berada di puncak. Mark juga berhasil menanamkan benihnya di rahim Clara. Ia mencium Clara sebagai ucapan terima kasih."Eeemh, terima kasih sayang. Maaf kalau hari ini terlalu cepat," kata Mark mencium puncak kepala Clara.
----Bersambung---
Setibanya di rumah Verrel kedatangan Mark di sambut hangat oleh pemilik rumah. Tapi lain halnya dengan Angela, ia merasa tidak mengenal kedua orang yang sedang bertandang ke rumahnya."Nyonya, ini aku Clara. Aku adalah asisten pribadi di perusahaanmu. Selama kau sakit, aku yang bertanggung jawab terhadap semua urusan di perusahaan Anda," terang Clara."Tapi, aku merasa tidak pernah bertemu denganmu," ucap Angela bingung. Clara melihat ke arah Mark, ia juga merasa bingung dengan perkataan Angela. Mark kemudian maju memperkenalkan diri pada Angela."Kalau aku Mark, teman semasa kecilmu dulu. Apa kau masih ingat?" tanya Mark. Angela memberi jawaban lewat gelengan kepalanya. Lalu Verrel datang dari arah tangga, ia menyambut ramah kedatangan kedua temannya."Kalian baru ingat jika punya teman?" sindir Verrel.Mark dan Clara hanya tersenyum mendengar celotehan saudara angkatnya. Ia tahu Verrel selalu berkata tidak enak di telinganya, tapi itu
Setelah Mark dan Clara pergi berpamitan dari rumahnya, Angela melihat ke arah Verrel. "Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Verrel. "Tidak, aku hanya berpikir sepertinya kau sangat dekat dengan Mark," kata Angela. "Tentu saja, dia saudara angkatku. Kami di besarkan bersama-sama, jadi wajar jika kami sangat dekat," terang Verrel. "Mereka terlihat sangat serasi ya," kata Angela. "Hemm, bagaimana dengan kita?" ucap Verrel sembari melirik Angela. "Ki ... kita ... tentu saja," jawab Angela gugup. Verrel melingkarkan tangannya di pinggang Angela. "Kita jauh lebih serasi daripada mereka," ucap Verrel menyombongkan diri. Angela menunduk tersipu malu tidak menjawab perkataan Verrel. "Aku lapar, bisakah kita makan?" tanya Angela mengalihkan perhatiannya. "Bayi kecilku sudah lapar rupanya," kata Verrel mengusap perut Angela. Hati Angela merasakan kasih sayang di tiap sentuhan Verrel. 'Ya, Tuhan apakah benar cinta
Sinar matahari pagi masuk lewat celah-celah ventilasi udara. Angela sudah terbangun dari tidurnya yang lelap. Baru kali ini ia merasakan tidur yang sangat nyaman tidak seperti biasanya. Angela merentangkan tangannya, ia kaget Verrel tidak ada lagi di sampingnya.Ia baru ingat jika mereka selama ini memang tidurnya terpisah. Dirinya sendiri yang awalnya meminta untuk tidur terpisah, kenapa Angela sekarang menyesalinya.Angela keluar dari kamarnya, ia menengok kamar Verrel yang tidak terkunci, matanya melihat ke semua sudut ruangan namun tidak menemukan Verrel di sudut mana pun. Sentuhan jari di pundak Angela, cukup mengagetkannya."Nyonya cari, Tuan?" tanya seorang pelayan."Iya, Tuan Verrel apa sudah berangkat kerja?" tanya Angela."Benar, Tuan Verrel sudah berangkat pagi-pagi tadi. Ia terlihat terburu-buru karena ada seseorang yang meneleponnya,” terang pelayan."Oh, ya sudah kalau begitu. Tolong siapkan makanan untukku di
Angela menangis terisak di dalam lift, ia buru-buru menyekanya karena tidak ingin di lihat oleh karyawan lainnya."Bodoh, kenapa aku menangisi pria brengsek itu, harusnya aku bersyukur karena mengetahui belangnya," kata Angela berusaha menguatkan hatinya.Pintu lift terbuka, Angela bergegas keluar dari lift dan berjalan agak cepat menuju ke parkiran mobilnya. Dadanya sudah sangat sakit mengingat apa yang baru saja di lihatnya. Saat sampai di pintu utama, tiba-tiba tubuh Angela limbung karena rasa sakit di kepalanya.Beberapa karyawan yang melihat langsung berteriak histeris. Untung tiba-tiba Verrel muncul dari belakang dan menahan tubuh istrinya."Tolong, kalian minggirlah!" Beberapa karyawan yang berkerumun langsung memberi jalan. Verrel membopong tubuh Angela dan memasukkannya di jok mobil belakang bersama dirinya."Cepat!""Ke rumah sakit sekarang!" perintah Verrel pada sopirnya.Mobil mulai keluar dari park
Angela masih saja terbaring di rumah sakit, Verrel bolak-balik dari kantor ke rumah sakit untuk menjenguk istrinya. Setelah mendapatkan telepon dari dokter bahwa jari tangan Angela bergerak-gerak, Verrel langsung menuju ke rumah sakit. Ia ingin menjadi orang pertama yang di lihat Angela.Namun, setelah sampai di ruang perawatan, Angela masih memejamkan matanya. Verrel agak kecewa, padahal di tangannya sudah membawa buket mawar putih yang indah. Mawar itu ia tunjukkan pada Angela jika membuka mata. Akhirnya nasib buket mawar itu berakhir di vas bunga, di atas meja yang tak jauh dari brangkar.Verrel menggenggam tangan Angela, menciumi punggung tangan yang memiliki jari-jari lentik itu. Ia sangat merindukan suara istrinya. Jika di suruh memilih lebih baik ia mendengar makian Angela daripada melihatnya tak berdaya seperti ini."Sayang, aku datang lagi membawakan buket bunga mawar putih kesukaanmu. Cepat bangunlah, dan lihatlah ... bunganya sangat cantik seper
Di apartemen Clara, Mark terperanjat kaget saat menemukan bukti tespek Clara yang terjatuh di lantai. Lebih mengejutkan lagi, tespek itu memiliki garis merah dua. Rasanya Mark sudah tidak tahan menunggu Clara keluar dari kamar mandi.Ia membuka pintu kamar mandi sehingga mengagetkan Clara. Wanita itu masih berendam di dalam bathup."Katakan, ini milik siapa?" tanya Mark. Clara kaget, bagaimana alat penguji kehamilan itu bisa jatuh ke tangan Mark."I ... itu, milik temanku," kata Clara berbohong."Clara, aku tahu siapa dirimu, kau bukanlah wanita yang lihai dalam berbohong. Jadi, katakan sejujurnya milik siapa ini?" tanya Mark lagi.Clara terdiam, ia bingung antara mengutarakan kebenaran atau menyembunyikannya. Ia takut jika Mark tidak suka anak-anak."Cepat katakan!" kata Mark lebih tegas."Mi ... milikku," jawab Clara sedikit ketakutan. Wajah Mark tiba-tiba berubah, sebuah senyuman tersungging di bibirnya.
Clara melihat ponselnya menyala ia menerima kabar jika Amber akan berangkat ke luar negeri. Ia meletakkan ponselnya kembali, padahal Amber ingin bertemu untuk terakhir kalinya karena ia akan tinggal di Amerika mengikuti suaminya. Clara meneguhkan hatinya untuk tidak menemui Amber. Lagipula ia masih sangat lelah karena ulah Mark.Mark sudah berpakaian rapi memakai pakaian kantornya, ia lalu mengecup kening Clara. "Sayang, mulai sekarang kamu istirahat saja di rumah tidak usah kerja. Aku ingin bayi kita tumbuh dengan sehat," kata Mark."Tapi, Nyonya Angela belum sepenuhnya pulih, ia juga tengah mengandung. Kasihan jika aku meninggalkannya," kata Clara."Hemm, akan aku bantu cari karyawan yang handal yang mampu mengatasi masalahmu. Di dunia ini banyak sekali orang pintar, kita bisa memilih salah satunya," kata Mark."Baiklah, terserah dirimu saja," jawab Clara."Oke, sekarang aku berangkat kerja dulu. Jika butuh sesuatu minta tolong saja pada pelayan
Sepulang dari rumah sakit, Verrel lebih meluangkan waktu untuk Angela. Ia juga sudah memutuskan kontrak kerja sama dengan Donita. Meskipun ia harus membayar ganti rugi yang cukup besar, tapi kebahagiaannya dengan Angela jauh lebih penting dari segalanya.Angela terkejut dengan surprise yang di berikan Verrel. Sebuah kamar bayi yang indah lengkap dengan mainan dan perabotan serta pakaian bayi sudah tertata rapi di lemari. Angela mengambil satu helai pakaian bayi yang ada di lemari dan mengusap bahan kainnya lalu menempelkannya di pipinya. Ia mencium baju mungil itu dengan penuh kasih sayang."Kaukah yang menyiapkan semua ini?" tanya Angela tak percaya."Mana mungkin sayang, bukankah selama ini aku sibuk di kantor dan rumah sakit menjengukmu," terang Verrel."Lalu siapa?" tanya Angela penasaran."Para pelayan kita dan desainer interior yang aku sewa untuk memperindah kamar ini," kata Verrel."Oh, ya. Terima kasih, pasti kau yang menyuruh
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu