Setelah Mark dan Clara pergi berpamitan dari rumahnya, Angela melihat ke arah Verrel. "Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Verrel.
"Tidak, aku hanya berpikir sepertinya kau sangat dekat dengan Mark," kata Angela.
"Tentu saja, dia saudara angkatku. Kami di besarkan bersama-sama, jadi wajar jika kami sangat dekat," terang Verrel.
"Mereka terlihat sangat serasi ya," kata Angela.
"Hemm, bagaimana dengan kita?" ucap Verrel sembari melirik Angela.
"Ki ... kita ... tentu saja," jawab Angela gugup.
Verrel melingkarkan tangannya di pinggang Angela. "Kita jauh lebih serasi daripada mereka," ucap Verrel menyombongkan diri.
Angela menunduk tersipu malu tidak menjawab perkataan Verrel. "Aku lapar, bisakah kita makan?" tanya Angela mengalihkan perhatiannya.
"Bayi kecilku sudah lapar rupanya," kata Verrel mengusap perut Angela. Hati Angela merasakan kasih sayang di tiap sentuhan Verrel.
'Ya, Tuhan apakah benar cinta Verrel memang sangat besar untukku?' batin Angela.
Verrel menggiring tubuh Angela ke dapur, ia langsung mengusir beberapa pelayan yang berada di sana. Setelah dapur sepi tidak ada pelayan berseliweran, Verrel merangkul Angela dan mencium keningnya.
"Kamu mau makan apa sayang, biar aku siapkan," kata Verrel lembut sambil membuka pintu kulkas yang berukuran besar itu. Mata Angela di manjakan dengan sajian aneka makanan yang menggoda.
Ia mengambil cake coklat dan buah anggur di piring sajian. Verrel membantu mengeluarkan makanan yang lainnya. Angela sampai melongo karena yang di keluarkan Verrel banyak sekali.
"Aku tidak mungkin menghabiskan semua makanan ini," kata Angela.
"Siapa bilang kau akan menghabiskan makananmu sendirian, aku juga mau menemanimu makan," kata Verrel.
Angela tersenyum mendengar perkataan Verrel. Rasanya bertambah nikmat jika makan ada temannya. Mereka berdua seperti anak kecil yang tengah kelaparan. Mulut Angela sampai belepotan karena makan cake. Sesekali Verrel membantu mengelap bibir Angela. Wanita itu menjadi agak canggung menerima perhatian dari Verrel.
"Mau ini?" tawar Verrel.
Angela menggeleng, agaknya ia sudah cukup kekenyangan. Tak terasa seharian bersama Verrel ia lupa jika Yohan menunggunya di cafe. Padahal sebelumnya Yohan telah mengirimkan pesan singkat pada Angela, tapi karena tiba-tiba Mark dan Clara datang jadi pikirannya teralihkan.
Ia sebenarnya sudah menolak ajakan Yohan, tetapi lelaki itu bersikeras ingin bertemu dengannya karena ada hal penting yang ingin di bicarakannya.
Di luar hujan sangat deras, Angela sudah selesai makan. Ia berniat untuk melihat hujan dari balik jendela kamarnya. Verrel memapah Angela menuju kamarnya. Ia menutup tirai jendela, tapi Angela mencegahnya.
"Jangan, aku ingin melihat hujan," cegah Angela.
"Baiklah, akan ku temani dirimu di sini," ucap Verrel. Ia menarik kursi untuk tempat mereka duduk. Verrel menyuruh Angela duduk di pangkuannya, untung saja kursi sofanya cukup lebar.
"Kenapa kau ingin melihat hujan? Bukankah dulu kau sangat takut jika ada petir?" tanya Verrel.
"Benarkah? Ceritakan padaku bagaimana diriku yang dulu," kata Angela.
"Hemm, kau adalah wanita terangkuh yang pernah aku kenal," kata Verrel.
Mata Angela menyipit tak percaya. “Benarkah?"
"Ya, begitulah. Kita menikah bukan atas dasar cinta tapi karena di jodohkan. Kau dan aku mencintai orang lain," jelas Verrel.
"Lalu, apakah kau masih memikirkannya?" Angela memberanikan diri untuk bertanya.
"Menurutmu, apakah aku terlihat mencintai wanita lain?" Verel malah balik bertanya.
"Entahlah, mana bisa aku membaca pikiran orang lain," sahut Angela.
"Barangkali saja kau jadi cenayang setelah hilang ingatanmu," goda Verrel. Angela mencubit Verrel karena gemas.
"Aww, sakit sayang," rintih Verrel. Keduanya kini terdiam menikmati rintik hujan yang turun dari langit. Angela yang masih duduk di paha Verrel merasakan jemari Verrel merayap membuka kancing bajunya.
"A ... apa yang mau kau lakukan?" kata Angela lirih.
"Diamlah, biarkan aku menyenangkanmu," bisik Verrel. Setelah Verrel berhasil membuka seluruh kancing baju Angela tangannya mulai bergerak meremas kedua benda kenyal yang menjadi favoritnya. Sambil menatap rintik hujan, Angela mendesis lirih menikmati kedua bukit kembarnya di remas Verrel dengan lembut.
"Aaah, kau nakal sekali," kata Angela sambil mendesah.
"Aku hanya ingin memanjakan istriku." Verrel memilin puncak gunung kembar Angela. Sentuhan Verrel membuat Angela tidak fokus menikmati rintik hujan.
Verrel lalu membopong tubuh Angela yang sudah bertambah berat badannya. Ia merebahkan di atas ranjang, menghisap puncak bukit kembar Angela satu persatu. Setelah berhasil meninggalkan jejaknya di sana. Verrel menaikkan selimut di tubuh Angela.
"Tidurlah, aku akan kembali ke kamarku," kata Verrel mengusap dahi Angela dengan bibirnya.
Angela menarik tangan Verrel matanya menatap lekat ke arah bola mata lelaki itu. Dan di mata Verrel hanya ada bayangan wajah Angela saja.
"Temani aku tidur, aku takut jika ada petir," kata Angela masih menatap mata Verrel penuh arti.
Pria tampan itu menyunggingkan senyumnya. Ia lalu menyibakkan selimut Angela dan ikut masuk ke dalam selimut itu. Memeluk tubuh Angela dari belakang.
"Kau akan aman bersamaku," bisik Verrel di telinga Angela. Dan akhirnya Angela dengan tenang bisa memejamkan matanya.
---Bersambung---Sinar matahari pagi masuk lewat celah-celah ventilasi udara. Angela sudah terbangun dari tidurnya yang lelap. Baru kali ini ia merasakan tidur yang sangat nyaman tidak seperti biasanya. Angela merentangkan tangannya, ia kaget Verrel tidak ada lagi di sampingnya.Ia baru ingat jika mereka selama ini memang tidurnya terpisah. Dirinya sendiri yang awalnya meminta untuk tidur terpisah, kenapa Angela sekarang menyesalinya.Angela keluar dari kamarnya, ia menengok kamar Verrel yang tidak terkunci, matanya melihat ke semua sudut ruangan namun tidak menemukan Verrel di sudut mana pun. Sentuhan jari di pundak Angela, cukup mengagetkannya."Nyonya cari, Tuan?" tanya seorang pelayan."Iya, Tuan Verrel apa sudah berangkat kerja?" tanya Angela."Benar, Tuan Verrel sudah berangkat pagi-pagi tadi. Ia terlihat terburu-buru karena ada seseorang yang meneleponnya,” terang pelayan."Oh, ya sudah kalau begitu. Tolong siapkan makanan untukku di
Angela menangis terisak di dalam lift, ia buru-buru menyekanya karena tidak ingin di lihat oleh karyawan lainnya."Bodoh, kenapa aku menangisi pria brengsek itu, harusnya aku bersyukur karena mengetahui belangnya," kata Angela berusaha menguatkan hatinya.Pintu lift terbuka, Angela bergegas keluar dari lift dan berjalan agak cepat menuju ke parkiran mobilnya. Dadanya sudah sangat sakit mengingat apa yang baru saja di lihatnya. Saat sampai di pintu utama, tiba-tiba tubuh Angela limbung karena rasa sakit di kepalanya.Beberapa karyawan yang melihat langsung berteriak histeris. Untung tiba-tiba Verrel muncul dari belakang dan menahan tubuh istrinya."Tolong, kalian minggirlah!" Beberapa karyawan yang berkerumun langsung memberi jalan. Verrel membopong tubuh Angela dan memasukkannya di jok mobil belakang bersama dirinya."Cepat!""Ke rumah sakit sekarang!" perintah Verrel pada sopirnya.Mobil mulai keluar dari park
Angela masih saja terbaring di rumah sakit, Verrel bolak-balik dari kantor ke rumah sakit untuk menjenguk istrinya. Setelah mendapatkan telepon dari dokter bahwa jari tangan Angela bergerak-gerak, Verrel langsung menuju ke rumah sakit. Ia ingin menjadi orang pertama yang di lihat Angela.Namun, setelah sampai di ruang perawatan, Angela masih memejamkan matanya. Verrel agak kecewa, padahal di tangannya sudah membawa buket mawar putih yang indah. Mawar itu ia tunjukkan pada Angela jika membuka mata. Akhirnya nasib buket mawar itu berakhir di vas bunga, di atas meja yang tak jauh dari brangkar.Verrel menggenggam tangan Angela, menciumi punggung tangan yang memiliki jari-jari lentik itu. Ia sangat merindukan suara istrinya. Jika di suruh memilih lebih baik ia mendengar makian Angela daripada melihatnya tak berdaya seperti ini."Sayang, aku datang lagi membawakan buket bunga mawar putih kesukaanmu. Cepat bangunlah, dan lihatlah ... bunganya sangat cantik seper
Di apartemen Clara, Mark terperanjat kaget saat menemukan bukti tespek Clara yang terjatuh di lantai. Lebih mengejutkan lagi, tespek itu memiliki garis merah dua. Rasanya Mark sudah tidak tahan menunggu Clara keluar dari kamar mandi.Ia membuka pintu kamar mandi sehingga mengagetkan Clara. Wanita itu masih berendam di dalam bathup."Katakan, ini milik siapa?" tanya Mark. Clara kaget, bagaimana alat penguji kehamilan itu bisa jatuh ke tangan Mark."I ... itu, milik temanku," kata Clara berbohong."Clara, aku tahu siapa dirimu, kau bukanlah wanita yang lihai dalam berbohong. Jadi, katakan sejujurnya milik siapa ini?" tanya Mark lagi.Clara terdiam, ia bingung antara mengutarakan kebenaran atau menyembunyikannya. Ia takut jika Mark tidak suka anak-anak."Cepat katakan!" kata Mark lebih tegas."Mi ... milikku," jawab Clara sedikit ketakutan. Wajah Mark tiba-tiba berubah, sebuah senyuman tersungging di bibirnya.
Clara melihat ponselnya menyala ia menerima kabar jika Amber akan berangkat ke luar negeri. Ia meletakkan ponselnya kembali, padahal Amber ingin bertemu untuk terakhir kalinya karena ia akan tinggal di Amerika mengikuti suaminya. Clara meneguhkan hatinya untuk tidak menemui Amber. Lagipula ia masih sangat lelah karena ulah Mark.Mark sudah berpakaian rapi memakai pakaian kantornya, ia lalu mengecup kening Clara. "Sayang, mulai sekarang kamu istirahat saja di rumah tidak usah kerja. Aku ingin bayi kita tumbuh dengan sehat," kata Mark."Tapi, Nyonya Angela belum sepenuhnya pulih, ia juga tengah mengandung. Kasihan jika aku meninggalkannya," kata Clara."Hemm, akan aku bantu cari karyawan yang handal yang mampu mengatasi masalahmu. Di dunia ini banyak sekali orang pintar, kita bisa memilih salah satunya," kata Mark."Baiklah, terserah dirimu saja," jawab Clara."Oke, sekarang aku berangkat kerja dulu. Jika butuh sesuatu minta tolong saja pada pelayan
Sepulang dari rumah sakit, Verrel lebih meluangkan waktu untuk Angela. Ia juga sudah memutuskan kontrak kerja sama dengan Donita. Meskipun ia harus membayar ganti rugi yang cukup besar, tapi kebahagiaannya dengan Angela jauh lebih penting dari segalanya.Angela terkejut dengan surprise yang di berikan Verrel. Sebuah kamar bayi yang indah lengkap dengan mainan dan perabotan serta pakaian bayi sudah tertata rapi di lemari. Angela mengambil satu helai pakaian bayi yang ada di lemari dan mengusap bahan kainnya lalu menempelkannya di pipinya. Ia mencium baju mungil itu dengan penuh kasih sayang."Kaukah yang menyiapkan semua ini?" tanya Angela tak percaya."Mana mungkin sayang, bukankah selama ini aku sibuk di kantor dan rumah sakit menjengukmu," terang Verrel."Lalu siapa?" tanya Angela penasaran."Para pelayan kita dan desainer interior yang aku sewa untuk memperindah kamar ini," kata Verrel."Oh, ya. Terima kasih, pasti kau yang menyuruh
Donita tersenyum senyum sendiri, ia melihat wajahnya di pantulan cermin. Wajah yang berbeda tidak seperti biasanya. Ia memakai wig, kacamata dan softlens yang berbeda. Siapa pun yang pernah mengenalnya pasti tidak tahu jika dia adalah Donita.Hari ini ia mendengar jika Verrel akan menghadiri pesta peresmian tempat bisnis baru koleganya. Tentunya di sana pasti akan ramai oleh para tamu undangan dari kelas atas. Dan itulah kesempatan Donita untuk beraksi.Di dalam tasnya ia sudah memasukkan botol kecil yang berisikan serbuk perangsang. Dan obat itulah yang akan membantunya bekerja untuk mengelabui Verrel agar jatuh ke pelukannya. Angan-angan Donita sudah sangat jauh, ia membayangkan berada dalam satu kamar dan bercinta dengan Verrel. Wanita itu tersenyum-senyum sendiri seperti orang gila.Kini saatnya ia berangkat ke tempat itu. Sebuah mobil berwarna silver meluncur membawa dirinya. Ia tampak percaya diri memakai dress berwarna hitam pekat dengan bawahan gau
Donita menangis meraung-raung sambil mencengkeram selimut yang menutupi tubuhnya. Ia juga merasakan sakit yang teramat sangat di bagian daerah sensitifnya setelah Alex berhasil meloloskan miliknya.Terdengar kucuran air shower dari kamar mandi, pertanda Alex masih berada di dalam sana. Sementara Donita dengan bersusah payah meraih pakaiannya yang berserakan di lantai. Yang ia pikirkan adalah kabur dari tempat itu sebelum Alex keluar dari kamar mandi dan melampiaskan nafsunya kembali.Dengan langkah tertatih-tatih ia meraih highheelsnya setelah selesai berpakaian, untung saja yang di robek Alex adalah lingerie nya bukan pakaiannya yang masih tergeletak aman.Donita merasa hidupnya sial karena harus bermalam dengan pria tidak di cintainya. Ia ingin merusak kehormatan Verrel, malah kehormatannya yang terenggut. Seluruh tubuh Donita masih terasa lengket, ia terus melangkahkan kaki keluar dari hotel itu.Hari yang sial dahi Donita, lain halnya deng
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu