Setelah Mark dan Clara pergi berpamitan dari rumahnya, Angela melihat ke arah Verrel. "Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Verrel.
"Tidak, aku hanya berpikir sepertinya kau sangat dekat dengan Mark," kata Angela.
"Tentu saja, dia saudara angkatku. Kami di besarkan bersama-sama, jadi wajar jika kami sangat dekat," terang Verrel.
"Mereka terlihat sangat serasi ya," kata Angela.
"Hemm, bagaimana dengan kita?" ucap Verrel sembari melirik Angela.
"Ki ... kita ... tentu saja," jawab Angela gugup.
Verrel melingkarkan tangannya di pinggang Angela. "Kita jauh lebih serasi daripada mereka," ucap Verrel menyombongkan diri.
Angela menunduk tersipu malu tidak menjawab perkataan Verrel. "Aku lapar, bisakah kita makan?" tanya Angela mengalihkan perhatiannya.
"Bayi kecilku sudah lapar rupanya," kata Verrel mengusap perut Angela. Hati Angela merasakan kasih sayang di tiap sentuhan Verrel.
'Ya, Tuhan apakah benar cinta Verrel memang sangat besar untukku?' batin Angela.
Verrel menggiring tubuh Angela ke dapur, ia langsung mengusir beberapa pelayan yang berada di sana. Setelah dapur sepi tidak ada pelayan berseliweran, Verrel merangkul Angela dan mencium keningnya.
"Kamu mau makan apa sayang, biar aku siapkan," kata Verrel lembut sambil membuka pintu kulkas yang berukuran besar itu. Mata Angela di manjakan dengan sajian aneka makanan yang menggoda.
Ia mengambil cake coklat dan buah anggur di piring sajian. Verrel membantu mengeluarkan makanan yang lainnya. Angela sampai melongo karena yang di keluarkan Verrel banyak sekali.
"Aku tidak mungkin menghabiskan semua makanan ini," kata Angela.
"Siapa bilang kau akan menghabiskan makananmu sendirian, aku juga mau menemanimu makan," kata Verrel.
Angela tersenyum mendengar perkataan Verrel. Rasanya bertambah nikmat jika makan ada temannya. Mereka berdua seperti anak kecil yang tengah kelaparan. Mulut Angela sampai belepotan karena makan cake. Sesekali Verrel membantu mengelap bibir Angela. Wanita itu menjadi agak canggung menerima perhatian dari Verrel.
"Mau ini?" tawar Verrel.
Angela menggeleng, agaknya ia sudah cukup kekenyangan. Tak terasa seharian bersama Verrel ia lupa jika Yohan menunggunya di cafe. Padahal sebelumnya Yohan telah mengirimkan pesan singkat pada Angela, tapi karena tiba-tiba Mark dan Clara datang jadi pikirannya teralihkan.
Ia sebenarnya sudah menolak ajakan Yohan, tetapi lelaki itu bersikeras ingin bertemu dengannya karena ada hal penting yang ingin di bicarakannya.
Di luar hujan sangat deras, Angela sudah selesai makan. Ia berniat untuk melihat hujan dari balik jendela kamarnya. Verrel memapah Angela menuju kamarnya. Ia menutup tirai jendela, tapi Angela mencegahnya.
"Jangan, aku ingin melihat hujan," cegah Angela.
"Baiklah, akan ku temani dirimu di sini," ucap Verrel. Ia menarik kursi untuk tempat mereka duduk. Verrel menyuruh Angela duduk di pangkuannya, untung saja kursi sofanya cukup lebar.
"Kenapa kau ingin melihat hujan? Bukankah dulu kau sangat takut jika ada petir?" tanya Verrel.
"Benarkah? Ceritakan padaku bagaimana diriku yang dulu," kata Angela.
"Hemm, kau adalah wanita terangkuh yang pernah aku kenal," kata Verrel.
Mata Angela menyipit tak percaya. “Benarkah?"
"Ya, begitulah. Kita menikah bukan atas dasar cinta tapi karena di jodohkan. Kau dan aku mencintai orang lain," jelas Verrel.
"Lalu, apakah kau masih memikirkannya?" Angela memberanikan diri untuk bertanya.
"Menurutmu, apakah aku terlihat mencintai wanita lain?" Verel malah balik bertanya.
"Entahlah, mana bisa aku membaca pikiran orang lain," sahut Angela.
"Barangkali saja kau jadi cenayang setelah hilang ingatanmu," goda Verrel. Angela mencubit Verrel karena gemas.
"Aww, sakit sayang," rintih Verrel. Keduanya kini terdiam menikmati rintik hujan yang turun dari langit. Angela yang masih duduk di paha Verrel merasakan jemari Verrel merayap membuka kancing bajunya.
"A ... apa yang mau kau lakukan?" kata Angela lirih.
"Diamlah, biarkan aku menyenangkanmu," bisik Verrel. Setelah Verrel berhasil membuka seluruh kancing baju Angela tangannya mulai bergerak meremas kedua benda kenyal yang menjadi favoritnya. Sambil menatap rintik hujan, Angela mendesis lirih menikmati kedua bukit kembarnya di remas Verrel dengan lembut.
"Aaah, kau nakal sekali," kata Angela sambil mendesah.
"Aku hanya ingin memanjakan istriku." Verrel memilin puncak gunung kembar Angela. Sentuhan Verrel membuat Angela tidak fokus menikmati rintik hujan.
Verrel lalu membopong tubuh Angela yang sudah bertambah berat badannya. Ia merebahkan di atas ranjang, menghisap puncak bukit kembar Angela satu persatu. Setelah berhasil meninggalkan jejaknya di sana. Verrel menaikkan selimut di tubuh Angela.
"Tidurlah, aku akan kembali ke kamarku," kata Verrel mengusap dahi Angela dengan bibirnya.
Angela menarik tangan Verrel matanya menatap lekat ke arah bola mata lelaki itu. Dan di mata Verrel hanya ada bayangan wajah Angela saja.
"Temani aku tidur, aku takut jika ada petir," kata Angela masih menatap mata Verrel penuh arti.
Pria tampan itu menyunggingkan senyumnya. Ia lalu menyibakkan selimut Angela dan ikut masuk ke dalam selimut itu. Memeluk tubuh Angela dari belakang.
"Kau akan aman bersamaku," bisik Verrel di telinga Angela. Dan akhirnya Angela dengan tenang bisa memejamkan matanya.
---Bersambung---Sinar matahari pagi masuk lewat celah-celah ventilasi udara. Angela sudah terbangun dari tidurnya yang lelap. Baru kali ini ia merasakan tidur yang sangat nyaman tidak seperti biasanya. Angela merentangkan tangannya, ia kaget Verrel tidak ada lagi di sampingnya.Ia baru ingat jika mereka selama ini memang tidurnya terpisah. Dirinya sendiri yang awalnya meminta untuk tidur terpisah, kenapa Angela sekarang menyesalinya.Angela keluar dari kamarnya, ia menengok kamar Verrel yang tidak terkunci, matanya melihat ke semua sudut ruangan namun tidak menemukan Verrel di sudut mana pun. Sentuhan jari di pundak Angela, cukup mengagetkannya."Nyonya cari, Tuan?" tanya seorang pelayan."Iya, Tuan Verrel apa sudah berangkat kerja?" tanya Angela."Benar, Tuan Verrel sudah berangkat pagi-pagi tadi. Ia terlihat terburu-buru karena ada seseorang yang meneleponnya,” terang pelayan."Oh, ya sudah kalau begitu. Tolong siapkan makanan untukku di
Angela menangis terisak di dalam lift, ia buru-buru menyekanya karena tidak ingin di lihat oleh karyawan lainnya."Bodoh, kenapa aku menangisi pria brengsek itu, harusnya aku bersyukur karena mengetahui belangnya," kata Angela berusaha menguatkan hatinya.Pintu lift terbuka, Angela bergegas keluar dari lift dan berjalan agak cepat menuju ke parkiran mobilnya. Dadanya sudah sangat sakit mengingat apa yang baru saja di lihatnya. Saat sampai di pintu utama, tiba-tiba tubuh Angela limbung karena rasa sakit di kepalanya.Beberapa karyawan yang melihat langsung berteriak histeris. Untung tiba-tiba Verrel muncul dari belakang dan menahan tubuh istrinya."Tolong, kalian minggirlah!" Beberapa karyawan yang berkerumun langsung memberi jalan. Verrel membopong tubuh Angela dan memasukkannya di jok mobil belakang bersama dirinya."Cepat!""Ke rumah sakit sekarang!" perintah Verrel pada sopirnya.Mobil mulai keluar dari park
Angela masih saja terbaring di rumah sakit, Verrel bolak-balik dari kantor ke rumah sakit untuk menjenguk istrinya. Setelah mendapatkan telepon dari dokter bahwa jari tangan Angela bergerak-gerak, Verrel langsung menuju ke rumah sakit. Ia ingin menjadi orang pertama yang di lihat Angela.Namun, setelah sampai di ruang perawatan, Angela masih memejamkan matanya. Verrel agak kecewa, padahal di tangannya sudah membawa buket mawar putih yang indah. Mawar itu ia tunjukkan pada Angela jika membuka mata. Akhirnya nasib buket mawar itu berakhir di vas bunga, di atas meja yang tak jauh dari brangkar.Verrel menggenggam tangan Angela, menciumi punggung tangan yang memiliki jari-jari lentik itu. Ia sangat merindukan suara istrinya. Jika di suruh memilih lebih baik ia mendengar makian Angela daripada melihatnya tak berdaya seperti ini."Sayang, aku datang lagi membawakan buket bunga mawar putih kesukaanmu. Cepat bangunlah, dan lihatlah ... bunganya sangat cantik seper
Di apartemen Clara, Mark terperanjat kaget saat menemukan bukti tespek Clara yang terjatuh di lantai. Lebih mengejutkan lagi, tespek itu memiliki garis merah dua. Rasanya Mark sudah tidak tahan menunggu Clara keluar dari kamar mandi.Ia membuka pintu kamar mandi sehingga mengagetkan Clara. Wanita itu masih berendam di dalam bathup."Katakan, ini milik siapa?" tanya Mark. Clara kaget, bagaimana alat penguji kehamilan itu bisa jatuh ke tangan Mark."I ... itu, milik temanku," kata Clara berbohong."Clara, aku tahu siapa dirimu, kau bukanlah wanita yang lihai dalam berbohong. Jadi, katakan sejujurnya milik siapa ini?" tanya Mark lagi.Clara terdiam, ia bingung antara mengutarakan kebenaran atau menyembunyikannya. Ia takut jika Mark tidak suka anak-anak."Cepat katakan!" kata Mark lebih tegas."Mi ... milikku," jawab Clara sedikit ketakutan. Wajah Mark tiba-tiba berubah, sebuah senyuman tersungging di bibirnya.
Clara melihat ponselnya menyala ia menerima kabar jika Amber akan berangkat ke luar negeri. Ia meletakkan ponselnya kembali, padahal Amber ingin bertemu untuk terakhir kalinya karena ia akan tinggal di Amerika mengikuti suaminya. Clara meneguhkan hatinya untuk tidak menemui Amber. Lagipula ia masih sangat lelah karena ulah Mark.Mark sudah berpakaian rapi memakai pakaian kantornya, ia lalu mengecup kening Clara. "Sayang, mulai sekarang kamu istirahat saja di rumah tidak usah kerja. Aku ingin bayi kita tumbuh dengan sehat," kata Mark."Tapi, Nyonya Angela belum sepenuhnya pulih, ia juga tengah mengandung. Kasihan jika aku meninggalkannya," kata Clara."Hemm, akan aku bantu cari karyawan yang handal yang mampu mengatasi masalahmu. Di dunia ini banyak sekali orang pintar, kita bisa memilih salah satunya," kata Mark."Baiklah, terserah dirimu saja," jawab Clara."Oke, sekarang aku berangkat kerja dulu. Jika butuh sesuatu minta tolong saja pada pelayan
Sepulang dari rumah sakit, Verrel lebih meluangkan waktu untuk Angela. Ia juga sudah memutuskan kontrak kerja sama dengan Donita. Meskipun ia harus membayar ganti rugi yang cukup besar, tapi kebahagiaannya dengan Angela jauh lebih penting dari segalanya.Angela terkejut dengan surprise yang di berikan Verrel. Sebuah kamar bayi yang indah lengkap dengan mainan dan perabotan serta pakaian bayi sudah tertata rapi di lemari. Angela mengambil satu helai pakaian bayi yang ada di lemari dan mengusap bahan kainnya lalu menempelkannya di pipinya. Ia mencium baju mungil itu dengan penuh kasih sayang."Kaukah yang menyiapkan semua ini?" tanya Angela tak percaya."Mana mungkin sayang, bukankah selama ini aku sibuk di kantor dan rumah sakit menjengukmu," terang Verrel."Lalu siapa?" tanya Angela penasaran."Para pelayan kita dan desainer interior yang aku sewa untuk memperindah kamar ini," kata Verrel."Oh, ya. Terima kasih, pasti kau yang menyuruh
Donita tersenyum senyum sendiri, ia melihat wajahnya di pantulan cermin. Wajah yang berbeda tidak seperti biasanya. Ia memakai wig, kacamata dan softlens yang berbeda. Siapa pun yang pernah mengenalnya pasti tidak tahu jika dia adalah Donita.Hari ini ia mendengar jika Verrel akan menghadiri pesta peresmian tempat bisnis baru koleganya. Tentunya di sana pasti akan ramai oleh para tamu undangan dari kelas atas. Dan itulah kesempatan Donita untuk beraksi.Di dalam tasnya ia sudah memasukkan botol kecil yang berisikan serbuk perangsang. Dan obat itulah yang akan membantunya bekerja untuk mengelabui Verrel agar jatuh ke pelukannya. Angan-angan Donita sudah sangat jauh, ia membayangkan berada dalam satu kamar dan bercinta dengan Verrel. Wanita itu tersenyum-senyum sendiri seperti orang gila.Kini saatnya ia berangkat ke tempat itu. Sebuah mobil berwarna silver meluncur membawa dirinya. Ia tampak percaya diri memakai dress berwarna hitam pekat dengan bawahan gau
Donita menangis meraung-raung sambil mencengkeram selimut yang menutupi tubuhnya. Ia juga merasakan sakit yang teramat sangat di bagian daerah sensitifnya setelah Alex berhasil meloloskan miliknya.Terdengar kucuran air shower dari kamar mandi, pertanda Alex masih berada di dalam sana. Sementara Donita dengan bersusah payah meraih pakaiannya yang berserakan di lantai. Yang ia pikirkan adalah kabur dari tempat itu sebelum Alex keluar dari kamar mandi dan melampiaskan nafsunya kembali.Dengan langkah tertatih-tatih ia meraih highheelsnya setelah selesai berpakaian, untung saja yang di robek Alex adalah lingerie nya bukan pakaiannya yang masih tergeletak aman.Donita merasa hidupnya sial karena harus bermalam dengan pria tidak di cintainya. Ia ingin merusak kehormatan Verrel, malah kehormatannya yang terenggut. Seluruh tubuh Donita masih terasa lengket, ia terus melangkahkan kaki keluar dari hotel itu.Hari yang sial dahi Donita, lain halnya deng