Erin meletakkan ponselnya dengan ekspresi kesal. Ia sebenarnya pernah memperkirakan David mungkin akan berhenti di tengah jalan. Namun setelah melihat David yang tampak bersungguh-sungguh, Erin merasa ikut yakin, tapi sekarang hubungan kerjasama itu menjadi tidak jelas.‘Ya lagipula memang tidak ada alasan yang kuat untuknya membantu ku… ,’ gumam Erin dalam hati. Jari-jarinya mengetuk pelan meja berwarna putih itu.Gadis bermata coklat itu mulai berpikir mencari pengganti untuk tetap menjalankan rencananya. Namun selama ini yang ia kenal hanya beberapa laki-laki di luar urusan pekerjaan.Tok..tok..“Ya, masuk.”Seorang wanita muda muncul dengan ekspresi tenang. “Saya ingin mengingatkan, jam 1 nanti nona Erin ada kelas.”“Ah iya, terimakasih sudah mengingatkan ku, Milley. Aku hampir lupa.”Erin segera bangkit dari tempat duduknya setelah memeriksa catatan di ponsel. ‘Oke tidak ada tugas.’“Mau saya antarkan?” tanya asisten pribadi Erin.“Tidak perlu, Alen akan kesini untuk mengantar mo
“Soal yang kamu tanyakan tadi, ya kita memang pernah kenal sebelumnya… ,” ucap Daniel tiba-tiba. “Eh? Benarkah?” “Kamu beneran nggak ingat aku ya?” ucap Daniel sambil tertawa. “Maafkan saya… apa kak Daniel bisa memberitahu saya dimana kita pernah kenal?” Daniel memandangi mata Erin yang tampak berkilau terkena cahaya lampu. Pria yang memiliki tahi lalat di bawah mata itu tersenyum. “Kita pernah satu sekolah SMA dulu.” Erin terdiam memandangi wajah Daniel sambil mencoba mencari sosok pria itu dalam ingatannya tapi yang ia temukan hanyalah ingatan tentang Nathan. “Maafkan saya, saya tidak ingat,” ucap Erin dengan ekspresi murung. Ia baru menyadari sejak dulu yang ada di dekatnya hanya Nathan. Semua hal yang diingatnya hanya tentang Nathan. Ia bahkan tidak ingat nama teman sekelasnya saat SMA. David tertawa. “Ehmm, aku cuma bercanda kok, sebenarnya aku cuma mengenal mu sepihak.” Erin semakin merasa bersalah karena dulu dunianya hanya tentang Nathan. Ia bahkan tidak menyisakan sed
Nathan telah mengatakan kerelaannya dan membujuk David untuk tidak memutuskan hubungan dengan Erin hanya karena dirinya. Meski begitu ia sebenarnya masih menyayangi Erin, sudut lain hatinya masih menyimpan harapan yang dipendam, tapi kali ini ia benar-benar mencoba memahami dan mengutamakan kebahagiaan gadis itu.David tidak mengatakan apa pun dan hanya mendengarkan semua yang dikatakan Nathan. Ia bisa mengerti adiknya itu masih sangat mencintai Erin.Setelah mendengar semua yang dikatakan adiknya, David merasa semakin terjebak dalam situasi yang sulit. Ia masih tidak bisa memutuskan harus mengambil langkah apa. Namun tiba-tiba David mendapatkan informasi dari sebuah nomor tidak dikenal yang mengatakan bahwa Erin membatalkan semua urusan pekerjaan dan akan berkenalan dengan seorang laki-laki.David mencoba menghubungi Erin berkali-kali namun gadis itu tampak tidak peduli dan mengabaikan panggilan telfon darinya. Pria itu merasa khawatir Erin melakukan hal-hal buruk dan menyakitinya di
David datang lima belas menit lebih awal sebelum Erin tiba. Meski terlihat tenang, pria itu sebenarnya sedang memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi. “Mas David udah datang sejak tadi?” tanya Erin yang baru saja tiba. “Tidak juga, saya baru sebentar disini.” “Apa yang ingin dibicarakan?” “Tentang penawaran mu waktu itu.” Erin memandang ke arah pria di seberangnya lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain sesegera mungkin. “Saya tidak keberatan kalau mas David ingin berhenti.” “Saya tidak akan berhenti.” “Kenapa?” “Salah satu orang mu mengatakan kamu berkenalan dengan pria lain.” ‘Orang ku? Alen?’ tanya Erin dalam hati. Gadis itu terdiam sejenak, mengatur ekspresinya lalu menatap kesal ke arah David. “Jadi mas David bilang tidak akan berhenti karena itu? Anda bercanda ya?” “Saya serius, saya juga akan meminta izin secara resmi ke ayah mu.” “Apa yang sebenarnya mas David rencanakan?” tanya Erin dengan ekspresi curiga. “Bukannya itu yang harus saya tanyakan ke ka
Setelah meminta restu kepada ayah Erin. David mengungkapkan maksudnya kepada orang tuanya sendiri. Hardion mendukung sedangkan Amelian mengiyakan tanpa tersenyum. Nathan lebih banyak diam dan menghabiskan waktu luangnya untuk belajar dan mencontoh kakaknya dalam mengelola bisnis. Meski terlihat tenang, ia kadang menangis sendiri saat tengah malam karena tiba-tiba teringat Erin. Penyesalan sudah tidak ada gunanya. Hati yang sudah terluka tidak mungkin bisa kembali seperti semula. Walau sebelumnya banyak yang menghujat laki-laki itu, sebagian orang yang sudah mendengar kabar pernikahan Erin mulai bersimpati kepada Nathan. Kabar tersebut baru beredar di kalangan karyawan yang bekerja di perusahaan S&L. Tentu saja itu adalah hal yang disengaja oleh Erin. Sebelum memberikan pengumuman resmi, gadis itu meminta Milley untuk menyebarkan kabar tersebut agar para pekerja di perusahaan keluarganya mulai bergosip dan menceritakan kepada saudaranya. Erin sengaja melakukan itu lebih dulu sebe
Setelah mendengar penjelasan Sandi tentang calon suami Erin yang ternyata adalah seorang duda, Daniel semakin penasaran dan mulai mencaritahu lebih banyak tentang David. Mendapatkan informasi tentang hal tersebut sangat mudah karena pernikahan David dulu bukan sesuatu yang dirahasiakan. Daniel sangat terkejut saat mengetahui David telah memiliki seorang putra. Ia yang awalnya berusaha merelakan Erin, sekarang justru sangat menentang pernikahan tersebut. Tatapan mata pria itu tampak berat karena ia tidak tidur sepanjang malam untuk mencari informasi tersebut. Wajah yang biasanya tampak segar terlihat lelah pada pagi itu. Sesekali matanya terpejam sambil memikirkan berbagai kemungkinan. ‘Waktu ku tanya apa dia cinta orang itu atau nggak, Erin cuma bilang dia ngerasa nyaman… .’ Matanya terbuka lagi saat memikirkan kemungkinan lain. Pria itu bergumam pelan, “apa Erin menikah hanya untuk mengalihkan sakit hatinya karena dulu diselingkuhi?” Daniel menyenderkan punggungnya di kursi, ta
Mobil hitam milik David berhenti pada resort mewah tempat Niki dan teman-temannya menginap.Kedua orang itu langsung melenggang masuk dan mendapati teman-temannya sedang bersantai menikmati sinar matahari pagi.“Roland, Eveline… ,” sapa David dengan ekspresi senang.Dua orang yang dipanggil itu langsung menoleh dan bangkit. Eveline berlari lalu menyapa David.“Hello Dave, lama tidak bertemu, aku merindukan mu” ucap seorang perempuan cantik berambut coklat.David ikut tertawa. “Aku juga merindukan mu, bagaimana kabar kalian, Roland, Eveline?”"Aku baik," jawab Roland singkat.“Kabar ku baik. Bagaimana dengan mu, Dave?” jawab Eveline dengan ekspresi senang.“Aku juga dalam keadaan baik,” balas David.“Ashley, mantan suami mu terlihat semakin tampan,” ucap Roland, teman Dave dan Niki.Nicole Ashley biasa dipanggil Ashley oleh teman-temannya. Hanya David dan keluarganya yang memanggil perempuan itu dengan sebutan Niki.Wanita berdarah campuran Indonesia Perancis itu tertawa. “Ya, dia seja
Setelah tidak sengaja mendengar semua percakapan antara David dan Niki, pikiran Daniel semakin kacau. Pria itu memang terkejut dengan kabar pernikahan Erin, tapi Daniel jauh lebih terkejut dengan kenyataan yang baru saja didengarnya. ‘Mereka hanya menikah kontrak?’ tanya Daniel dalam hati. “Dani! Kamu udah selesai sarapan?” Laki-laki yang dipanggil oleh pamannya itu terkejut hingga menjatuhkan gelas plastik yang ada di dekatnya. David dan Niki berpandangan dengan ekspresi kaget. Keduanya memikirkan hal yang sama. ‘Apa sejak tadi ada yang mendengar pembicaraan ini?’ “Udah, ini saya baru mau kesana,” ucap Daniel yang kemudian bergegas pergi. Niki mengernyitkan keningnya. “Orang yang tadi bukan kenalan mu kan? Mungkin dia mendengar semuanya?” David terdiam selama beberapa waktu. Ia merasa pernah mendengar nama yang mirip, tapi pria tampan itu tidak bisa mengingatnya. “Aku tidak punya kenalan yang namanya Dani, dari seragamnya mungkin dia pekerja di resort ini.” Wanita yang duduk
Suasana menjadi hening usai David membenarkan apa yang ditanyakan Erin. Pria tersebut tidak mengatakan hal lain dan membiarkan istrinya memahami pengakuannya. Erin tampak terkejut dengan apa yang didengarnya meski sudah mendengar hal tersebut dari Niki terlebih dahulu. Ia memandang ke arah cincin di jari kanannya dengan ekspresi cemas sekaligus lega. ‘Jadi, sebenarnya aku dan mas David saling menyukai?’ “Itu hanya akan membuat mu semakin bingung saat mengambil keputusan kan?” tanya Davis setelah terdiam dalam waktu yang cukup lama. Pandangan mata Erin beralih ke arah David. “Nggak… bukan begitu, aku hanya sedang berpikir.” “Jangan mempertimbangkan tentang ini, jangan pikirkan aku, kita bisa lakukan sesuai rencana.” “Nggak, tunggu dulu,” balas Erin dengan ekspresi cemas. Perempuan tersebut sejak tadi berusaha menyusun kalimat yang ingin dikatakan. Namun otaknya kali ini terasa sulit berfungsi sebagaimana mestinya. “Erin, dengar, aku mengatakan itu bukan untuk membuat mu bingung,
Semua asumsi dan pikiran buruk memenuhi kepalanya. David menghela nafas panjang lagi lalu memijat dahinya pelan. Ia berusaha tidak memikirkan semua itu lebih dulu. Setelah membereskan barang-barang milik Erin, pria tersebut langsung pergi berbelanja bahan masakan dan membeli buah-buahan kesukaan istrinya. Meski ia dalam keadaan tidak tenang, pria tersebut tetap memasak karena ingin menyambut kepulangan istrinya dengan hangat. Erin terbangun menjelang sore hari ketika Harsano sudah pulang ke rumah. Semua makanan yang dimasak David sudah tersedia lengkap di meja makan. “Sepertinya aku tidur sangat lama? Kenapa papa atau mas David nggak membangunkan ku?” “Perjalanan dari Italia kan sangat jauh, tentu saja kamu harus cukup istirahat,” balas Harsano dengan senyum yang dipaksakan. ‘Kenapa papa ekspresinya begitu?’ “Ayo makan,” ucap Harsano memperbaiki ekspresinya. Makan malam yang diselenggarakan lebih awal tersebut berlangsung cukup hangat. Namun Erin merasa ada yang lain dari eksp
Ekspresi Elisa masih tampak tetap teduh. Namun ada sedikit rasa cemas yang terpancar dari sorot matanya. “Lalu apa yang kamu inginkan?” “Aku hanya nggak mau membohongi semua orang lebih lama lagi, nek.” Wanita tua di sebelah Erin tersebut tersenyum. “Kali ini nenek tidak akan memaksakan satu hal, nenek akan mendukung apa pun keputusan mu.” “Aku akan coba berpikir lagi.” “Kamu bisa membicarakan itu dengannya, katakan secara jujur lalu ambil keputusan setelah kamu tidak lagi bimbang.” Elisa bangkit dari tempat duduknya lalu mengusap kepala Erin sebelum kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar tersebut. Erin menghempaskan tubuhnya di kasur. Matanya menatap langit-langit kamar dengan ekspresi sendu. Semua perasaan yang muncul membuat ia semakin bingung. ‘Walau mendengar semuanya, kenapa aku tetap terus teringat kalau mas David membantu ku karena merasa berhutang budi?’ Ia bukannya tidak bisa melihat ketulusan Dav
“Ini tentang David kan?” tanya Elisa lagi. Pupil mata Erin membesar setelah mendengar ucapan sang nenek. Namun ia tidak mengiyakan secara langsung tebakan Elisa. “Kamu tidak perlu khawatir tentang itu, kali ini nenek tidak akan sembarangan berkomentar,” ucap Elisa meyakinkan. Tatapan mata tua itu tampak teduh, tapi tetap tidak berhasil meyakinkan Erin untuk bercerita lebih dulu. Erin sudah terlanjur menganggap sang nenek membenci David. Baginya menceritakan tentang pria tersebut hanya akan membawa hal yang lebih buruk. Elisa masih menunggu dengan tenang selama selama beberapa waktu. Namun Erin tetap diam dengan ekspresi ragu. “David beberapa kali menghubungi nenek untuk menanyakan keadaan mu...,” ucap Elisa setelah cukup lama terdiam di tempatnya. “Mas David menghubungi nenek?” “Ya.” “Kenapa? Mas David kan bisa bertanya langsung ke Erin…” “Kamu menghindarinya, jadi dia bertanya langsung ke nenek.” Pandangan mata Erin beralih ke arah lain dengan ekspreii gelisah. ‘Jadi mas D
Niki menatap Erin dalam waktu lama. Ia beberapa kali menghela nafas kemudian menggelengkan kepalanya pelan. “Sudahlah, itu bukan urusan ku juga. Semoga semua rencana mu berjalan lancar.” Wanita bermata hazel itu bermaksud melangkah pergi, tapi Erin menahan pergelangan tangannya. “Tunggu, jelaskan dulu.” “Untuk apa?” Erin melepaskan genggaman tangannya. “Tolong jelaskan dulu, paling nggak, aku bisa tau hal yang sebenarnya.” “Apa David nggak mengatakannya padamu?” Perempuan di seberang Niki itu menggenggam tangannya sendiri sambil berusaha mempertahankan ekspresi datarnya. “Sepertinya udah, tapi ku pikir itu hanya ucapan asal untuk menenangkan ku.” “Asal? Apa kamu nggak bisa membedakan bagaimana raut wajah seseorang saat mengatakan hal yang sesungguhnya?!” Intonasi suaranya meninggi. Niki tidak bisa menahan emosinya karena menghadapi Erin yang memilih buta akan semua hal di sekelilingnya. “Aku nggak mau salah paham…,” balas Erin beralasan. Ada jeda yang cukup panjang sebelum
Waktu berlalu cepat, tidak terasa Erin sudah berada di Italia selama hampir 4 bulan lamanya. Musim dingin kali ini datang lebih cepat dari tahun sebelumnya. Salju putih menyelimuti banyak kota sejak awal bulan. Erin tetap menjalani hari demi hari dengan baik. Belajar tentang bisnis, ikut memberi solusi pada masalah-masalah yang sedang terjadi pada perusahaan yang dikelola tante dan neneknya. Meski Erin sering teringat David, ia tetap melakukan semua kegiatannya dengan sempurna. Ia berusaha mengatur otaknya agar membedakan urusan pekerjaan dan urusan pribadi. Bertambahnya usia dan pertemuannya dengan berbagai orang dengan latar belakang berbeda juga membuat ia banyak belajar tentang kehidupan. Perempuan itu menyadari banyak hal. Semua yang sudah dilakukannya dan balas dendamnya yang tidak membawa manfaat apa pun pada akhirnya akan melukai banyak orang, termasuk dirinya sendiri. “Kamu beneran mau berangkat sendiri? Tidak perlu nenek temani?”
David langsung mengunjungi rumah orang tuanya setelah pulang kerja. Namun hanya ada Nicho karena saat itu Niki belum kembali.“Halo paman,” sapa Nicho sambil tersenyum begitu melihat David sampai di rumah tersebut.“Paman?”“Ya, mama sudah memberitahu ku dan melarang ku memanggil paman dengan sebutan daddy lagi…”Amelian menatap bocah kecil tersebut dengan ekspresi bingung. Ia juga cukup terkejut saat Nicho memanggil David dengan sebutan paman.Wanita tua itu memilih menyimpan rasa penasarannya lalu melangkah menuju dapur untuk meyiapkan makan malam.“Hmm begitu? Jadi Nicho tidak mau memanggil daddy lagi?” tanya David yang kemudian duduk di sebelah bocah tersebut.Bocah kecil itu menatap David dalam waktu lama lalu tersenyum. “Nicho tidak ingin merepotkan paman lebih banyak lagi.”Jawaban tersebut tidak menjawab pertanyaan David. Namun pria berkumis tipis itu tahu betul bahwa itu adalah keputusan yang sudah disepakati oleh Niki dan Nicho.Meski ada rasa tidak nyaman yang muncul dalam
Erin mematung di tempatnya saat mendengar pertanyaan David dari seberang telepon. Ia tidak menyangka akan ditanya tentang hal itu. ‘Kenapa mas David bertanya itu? Apa nenek mengatakan sesuatu? Tentu nggak, aku sudah memintanya untuk berpura-pura nggak tau…’ “Erin?” tanya David memastikan sambungan teleponnya tidak terputus. “Ya… aku masih disini…” “Jadi nenek mu tahu tentang itu?” tanya David lagi. “Nggak… kenapa mas David mikir begitu?” Hening, David yang tidak langsung menjawab semakin membuat Erin merasa cemas. ‘Apa mas David tau sesuatu?’ “Kamu udah janji mau jawab jujur…,” ucap David setelah terdiam cukup lama. “Aku sudah menjawab jujur, mas…” “Erin… kita udah sepakat untuk mengakhiri semua dengan cara baik, aku juga butuh mengetahui keadaan sebenarnya…” Perempuan bermata coklat itu menggenggam erat ponselnya. Matanya terpejam sedangkan ekspresinya tampak semakin cemas. “Kita bicarakan itu nanti ya? Aku sudah harus pergi ke kantor sebentar lagi…” /klik…/ Erin langsu
Penampilan Nathan terlihat berbeda dari biasanya. Itu pertama kalinya Emmy melihat Nathan memakai jas. Jas hitam tersebut membuat penampilan Nathan tampak lebih dewasa. Penataan rambutnya sekarang juga membuat pria itu terlihat semakin tampan. Kalau David memiliki tampilan pria matang yang menantang, Nathan justru terlihat sebagai pria muda segar yang tenang. “Emmy?” Perempuan berambut pendek itu langsung menggelengkan kepalanya pelan saat menyadari sudah terlalu lama menatap Nathan. “Ah maaf, aku sedang melamun…” “Tumben?” “Biasalah… ngomong-ngomong penampilan kak Nathan sekarang terlihat beda, aku sampai nggak mengenali…” “Aku nggak mau terus-terusan dibilang ngikutin penampilan mas David…” Emmy mengernyitkan keningnya. Tanpa sadar ia mulai membandingkan penampilan David dengan Nathan sebelumnya. Perempuan itu beberapa kali memang pernah melihat tampilan Nathan yang serupa dengan kakaknya. Namun ia tidak menilai buruk karena berpikir Nathan melakukan itu karena mengidolaka