Mobil hitam milik David berhenti pada resort mewah tempat Niki dan teman-temannya menginap.Kedua orang itu langsung melenggang masuk dan mendapati teman-temannya sedang bersantai menikmati sinar matahari pagi.“Roland, Eveline… ,” sapa David dengan ekspresi senang.Dua orang yang dipanggil itu langsung menoleh dan bangkit. Eveline berlari lalu menyapa David.“Hello Dave, lama tidak bertemu, aku merindukan mu” ucap seorang perempuan cantik berambut coklat.David ikut tertawa. “Aku juga merindukan mu, bagaimana kabar kalian, Roland, Eveline?”"Aku baik," jawab Roland singkat.“Kabar ku baik. Bagaimana dengan mu, Dave?” jawab Eveline dengan ekspresi senang.“Aku juga dalam keadaan baik,” balas David.“Ashley, mantan suami mu terlihat semakin tampan,” ucap Roland, teman Dave dan Niki.Nicole Ashley biasa dipanggil Ashley oleh teman-temannya. Hanya David dan keluarganya yang memanggil perempuan itu dengan sebutan Niki.Wanita berdarah campuran Indonesia Perancis itu tertawa. “Ya, dia seja
Setelah tidak sengaja mendengar semua percakapan antara David dan Niki, pikiran Daniel semakin kacau. Pria itu memang terkejut dengan kabar pernikahan Erin, tapi Daniel jauh lebih terkejut dengan kenyataan yang baru saja didengarnya. ‘Mereka hanya menikah kontrak?’ tanya Daniel dalam hati. “Dani! Kamu udah selesai sarapan?” Laki-laki yang dipanggil oleh pamannya itu terkejut hingga menjatuhkan gelas plastik yang ada di dekatnya. David dan Niki berpandangan dengan ekspresi kaget. Keduanya memikirkan hal yang sama. ‘Apa sejak tadi ada yang mendengar pembicaraan ini?’ “Udah, ini saya baru mau kesana,” ucap Daniel yang kemudian bergegas pergi. Niki mengernyitkan keningnya. “Orang yang tadi bukan kenalan mu kan? Mungkin dia mendengar semuanya?” David terdiam selama beberapa waktu. Ia merasa pernah mendengar nama yang mirip, tapi pria tampan itu tidak bisa mengingatnya. “Aku tidak punya kenalan yang namanya Dani, dari seragamnya mungkin dia pekerja di resort ini.” Wanita yang duduk
Setelah kemarin bertemu dengan teman-teman David, Erin menemui Niki seperti yang dijanjikan sebelumnya. Gadis itu menyarankan bar EL Noir sebagai tempat pertemuan tersebut. “Hai kak Niki, maaf aku datang terlambat, kelas ku selesai lebih lama.” Niki menoleh dengan gelas yang masih di tangannya. “Tidak apa, aku juga jadi lebih bisa menyiapkan diri.” ‘Menyiapkan diri?’ tanya Erin dalam hati. Suasana bar itu tidak ramai seperti biasanya, bahkan hanya ada Niki yang duduk di kursi bar pada bagian depan. Erin ikut duduk di samping Niki lalu memesan minuman. Niki sempat melirik sebentar lalu meneguk minumannya sendiri. Wanita bermata hazel itu mengagumi paras Erin dan sikapnya yang tenang. Ia sudah mencaritahu tentang gadis itu dan merasa iri dengan putri satu-satunya konglomerat yang disebut salah satu orang terkaya di kota tersebut. “Apa tidak apa membicarakannya disini? Atau kak Niki mau tempat yang lebih sepi? Disini ada ruangan lain juga untuk pertemuan,” ucap Erin memastikan. “
“Erin, aku ingin bertemu dengan mu.” “Ada apa tiba-tiba?” Perempuan bermata coklat menatap ke arah Niki yang tampak tidak peduli. Ia bangkit lalu menjauh beberapa langkah. “Ada yang ingin ku bicarakan.” “Apa tidak bisa dibicarakan lewat telfon saja, kak Dani?” “Apa kamu sesibuk itu atau kamu sedang menghindari ku?” Apa yang dikatakan Daniel memang benar. Erin saat ini sedang menghindar bertemu laki-laki lain untuk menghindari rumor. “Kak Dani kan tau, aku akan menikah, tidak baik kalau aku bertemu lawan jenis berdua saja… .” “Erin, aku tau pernikahan mu itu hanya kontrak… ,” ucap Daniel yang sudah tidak sabar mengulur waktu. Mata Erin terbelalak. “Apa?” “Aku tidak sengaja mendengarnya, karena itu ayo bertemu.” Tangan Erin mengepal. Ia merasa semuanya menjadi berantakan. “Aku tidak bisa menemui kak Dani sekarang.” “Kenapa?” “Aku sedang bertemu teman.” “Kamu bisa bertemu tem
Esoknya…..“Kamu daritadi nunggu disini?” tanya David yang baru saja tiba di depan rumah Erin.“Iya, sekalian hirup udara pagi, lalu aku tadi dapat kabar kalau kelas pagi ini dibatalin.”David mengernyitkan keningnya. “Kalau gitu mau keliling aja sekalian sarapan?”“Boleh,” jawab Erin sambil menguap.“Kamu tidur jam berapa? Pagi begini masih ngantuk.”David membukakan pintu mobil untuk Erin. Gadis itu masuk masih dengan ekspresi mengantuk.“Aku nggak bisa tidur.”“Kenapa? Apa terkait yang mau kamu omongin tapi nggak jadi kemarin itu?”Erin mengangguk, ia terlihat sedang berpikir keras. “Ada orang lain yang tau pernikahan kontrak itu.”David tampak kaget tapi berusaha tetap fokus menyetir.“Kamu memberitahu seseorang?”Ekspresi gadis bermata coklat itu tampak kesal. “Dia bilang nggak sengaja dengar waktu mas David ngobrol sama kak Niki soal itu.”Pria tampan tersebut mengernyitkan keningnya. Mencoba mengingat saat ia membicarakan hal tersebut dengan Niki ketika di resort.“Waktu itu
Nathan dan Emmy menjadi sering terlihat bersama akhir-akhir ini. Mereka kadang bertemu tanpa sengaja saat sedang ada di gazebo taman fakultas. Setelah percakapan terakhirnya dengan Nathan, Emmy merasa bersalah. Ia bisa sedikit memahami perasaan laki-laki itu. Ia mengerti rasanya dibenci hampir semua orang dan kehilangan semua hal karena kebodohan diri sendiri. Emmy bukannya membela Nathan yang telah melakukan kesalahan seperti dirinya. Empatinya yang muncul secara alami dan perlahan itulah membuatnya merasa harus bersikap baik ke Nathan. Keduanya pun jadi sering mengobrol meski berjauhan. Pembicaraan singkat yang membahas materi kuliah atau tentang game membuat mereka dekat secara alami. Lambat laun pembicaraan mereka mulai membahas tentang kenangan masa lalu. Sesekali tertawa bersama dan sesekali sedih bersama meski status pertemanan mereka pun tidak jelas. Emmy dan Nathan tertawa lepas bersama saat membahas kebodohan di masa lalu. Kejadian itu lah yang sempat dilihat oleh Erin
Seperti yang sudah diduga oleh Emmy, kedekatannya dengan Nathan menjadi bahan pembicaraan. Banyak orang yang mengira keduanya menjalin hubungan spesial.Kabar tersebut sampai di telinga Erin dan membuatnya kembali merasa tidak senang. ‘Kenapa masih ada yang mau dekat dengannya padahal dia sudah melakukan hal buruk?’Erin menjadi tidak fokus dan merasa terganggu saat mengingat Nathan yang tampak biasa saja dan malah terlihat bahagia. “Erin?”Tatapan mata Erin memang melihat ke arah buku di depannya, namun ia sedang memikirkan hal lain hingga tidak mendengar saat dosen memanggilnya. ‘Apa Nathan mendekati gadis itu?’“Erina Kiana!”Jessie langsung menepuk tangan Erin pelan untuk menyadarkannya dari lamunan.Erin menoleh dengan ekspresi bingung. Ia berucap pelan, “ada apa?”Jessie memberi kode dengan melirikan matanya ke arah depan, ia tidak berani mengucapkan apa pun karena sedang diawasi. Erin pun menoleh lalu mendapati dosen yang sedang mengajar tampak marah.Gadis itu bisa dengan cep
-Beberapa hari kemudian...- . . “Kamu akan kembali ke Perancis hari ini?” “Iya bu, urusan Niki disini sudah selesai.” Amelian tampak sedih mendengar perkataan Niki tersebut. “Apa kamu nggak bisa disini lebih lama? Ibu masih kangen… ,” ucap Amelian setengah memohon. “Aku inginnya begitu tapi aku tetap harus kembali. Nicho juga mulai sering menanyakan ku, sepertinya aku terlalu lama jauh darinya.” “Seharusnya kamu bawa dia juga kesini.” “Aku tidak bisa melakukan itu, bu.” “Ibu mengerti kok, tadi itu hanya bercanda,” ucap Amelian memaksa tersenyum. “Niki akan datang lagi saat pernikahan David nanti," ucap Niki mencoba menghibur. Suasana menjadi hening, ekspresi Amelian berubah tidak nyaman setelah mendengar kalimat tersebut. Niki merasa heran saat melihat wajah wanita paruh baya itu. “Ibu kenapa?” tanya Niki memastikan. “Ibu sebenarnya tidak setuju dengan pernikahan David,” ucap Amelian jujur dengan ekspresi sendu. “Kenapa begitu? Bukannya ibu sudah merestui?” Wanita paru
Suasana menjadi hening usai David membenarkan apa yang ditanyakan Erin. Pria tersebut tidak mengatakan hal lain dan membiarkan istrinya memahami pengakuannya. Erin tampak terkejut dengan apa yang didengarnya meski sudah mendengar hal tersebut dari Niki terlebih dahulu. Ia memandang ke arah cincin di jari kanannya dengan ekspresi cemas sekaligus lega. ‘Jadi, sebenarnya aku dan mas David saling menyukai?’ “Itu hanya akan membuat mu semakin bingung saat mengambil keputusan kan?” tanya Davis setelah terdiam dalam waktu yang cukup lama. Pandangan mata Erin beralih ke arah David. “Nggak… bukan begitu, aku hanya sedang berpikir.” “Jangan mempertimbangkan tentang ini, jangan pikirkan aku, kita bisa lakukan sesuai rencana.” “Nggak, tunggu dulu,” balas Erin dengan ekspresi cemas. Perempuan tersebut sejak tadi berusaha menyusun kalimat yang ingin dikatakan. Namun otaknya kali ini terasa sulit berfungsi sebagaimana mestinya. “Erin, dengar, aku mengatakan itu bukan untuk membuat mu bingung,
Semua asumsi dan pikiran buruk memenuhi kepalanya. David menghela nafas panjang lagi lalu memijat dahinya pelan. Ia berusaha tidak memikirkan semua itu lebih dulu. Setelah membereskan barang-barang milik Erin, pria tersebut langsung pergi berbelanja bahan masakan dan membeli buah-buahan kesukaan istrinya. Meski ia dalam keadaan tidak tenang, pria tersebut tetap memasak karena ingin menyambut kepulangan istrinya dengan hangat. Erin terbangun menjelang sore hari ketika Harsano sudah pulang ke rumah. Semua makanan yang dimasak David sudah tersedia lengkap di meja makan. “Sepertinya aku tidur sangat lama? Kenapa papa atau mas David nggak membangunkan ku?” “Perjalanan dari Italia kan sangat jauh, tentu saja kamu harus cukup istirahat,” balas Harsano dengan senyum yang dipaksakan. ‘Kenapa papa ekspresinya begitu?’ “Ayo makan,” ucap Harsano memperbaiki ekspresinya. Makan malam yang diselenggarakan lebih awal tersebut berlangsung cukup hangat. Namun Erin merasa ada yang lain dari eksp
Ekspresi Elisa masih tampak tetap teduh. Namun ada sedikit rasa cemas yang terpancar dari sorot matanya. “Lalu apa yang kamu inginkan?” “Aku hanya nggak mau membohongi semua orang lebih lama lagi, nek.” Wanita tua di sebelah Erin tersebut tersenyum. “Kali ini nenek tidak akan memaksakan satu hal, nenek akan mendukung apa pun keputusan mu.” “Aku akan coba berpikir lagi.” “Kamu bisa membicarakan itu dengannya, katakan secara jujur lalu ambil keputusan setelah kamu tidak lagi bimbang.” Elisa bangkit dari tempat duduknya lalu mengusap kepala Erin sebelum kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar tersebut. Erin menghempaskan tubuhnya di kasur. Matanya menatap langit-langit kamar dengan ekspresi sendu. Semua perasaan yang muncul membuat ia semakin bingung. ‘Walau mendengar semuanya, kenapa aku tetap terus teringat kalau mas David membantu ku karena merasa berhutang budi?’ Ia bukannya tidak bisa melihat ketulusan Dav
“Ini tentang David kan?” tanya Elisa lagi. Pupil mata Erin membesar setelah mendengar ucapan sang nenek. Namun ia tidak mengiyakan secara langsung tebakan Elisa. “Kamu tidak perlu khawatir tentang itu, kali ini nenek tidak akan sembarangan berkomentar,” ucap Elisa meyakinkan. Tatapan mata tua itu tampak teduh, tapi tetap tidak berhasil meyakinkan Erin untuk bercerita lebih dulu. Erin sudah terlanjur menganggap sang nenek membenci David. Baginya menceritakan tentang pria tersebut hanya akan membawa hal yang lebih buruk. Elisa masih menunggu dengan tenang selama selama beberapa waktu. Namun Erin tetap diam dengan ekspresi ragu. “David beberapa kali menghubungi nenek untuk menanyakan keadaan mu...,” ucap Elisa setelah cukup lama terdiam di tempatnya. “Mas David menghubungi nenek?” “Ya.” “Kenapa? Mas David kan bisa bertanya langsung ke Erin…” “Kamu menghindarinya, jadi dia bertanya langsung ke nenek.” Pandangan mata Erin beralih ke arah lain dengan ekspreii gelisah. ‘Jadi mas D
Niki menatap Erin dalam waktu lama. Ia beberapa kali menghela nafas kemudian menggelengkan kepalanya pelan. “Sudahlah, itu bukan urusan ku juga. Semoga semua rencana mu berjalan lancar.” Wanita bermata hazel itu bermaksud melangkah pergi, tapi Erin menahan pergelangan tangannya. “Tunggu, jelaskan dulu.” “Untuk apa?” Erin melepaskan genggaman tangannya. “Tolong jelaskan dulu, paling nggak, aku bisa tau hal yang sebenarnya.” “Apa David nggak mengatakannya padamu?” Perempuan di seberang Niki itu menggenggam tangannya sendiri sambil berusaha mempertahankan ekspresi datarnya. “Sepertinya udah, tapi ku pikir itu hanya ucapan asal untuk menenangkan ku.” “Asal? Apa kamu nggak bisa membedakan bagaimana raut wajah seseorang saat mengatakan hal yang sesungguhnya?!” Intonasi suaranya meninggi. Niki tidak bisa menahan emosinya karena menghadapi Erin yang memilih buta akan semua hal di sekelilingnya. “Aku nggak mau salah paham…,” balas Erin beralasan. Ada jeda yang cukup panjang sebelum
Waktu berlalu cepat, tidak terasa Erin sudah berada di Italia selama hampir 4 bulan lamanya. Musim dingin kali ini datang lebih cepat dari tahun sebelumnya. Salju putih menyelimuti banyak kota sejak awal bulan. Erin tetap menjalani hari demi hari dengan baik. Belajar tentang bisnis, ikut memberi solusi pada masalah-masalah yang sedang terjadi pada perusahaan yang dikelola tante dan neneknya. Meski Erin sering teringat David, ia tetap melakukan semua kegiatannya dengan sempurna. Ia berusaha mengatur otaknya agar membedakan urusan pekerjaan dan urusan pribadi. Bertambahnya usia dan pertemuannya dengan berbagai orang dengan latar belakang berbeda juga membuat ia banyak belajar tentang kehidupan. Perempuan itu menyadari banyak hal. Semua yang sudah dilakukannya dan balas dendamnya yang tidak membawa manfaat apa pun pada akhirnya akan melukai banyak orang, termasuk dirinya sendiri. “Kamu beneran mau berangkat sendiri? Tidak perlu nenek temani?”
David langsung mengunjungi rumah orang tuanya setelah pulang kerja. Namun hanya ada Nicho karena saat itu Niki belum kembali.“Halo paman,” sapa Nicho sambil tersenyum begitu melihat David sampai di rumah tersebut.“Paman?”“Ya, mama sudah memberitahu ku dan melarang ku memanggil paman dengan sebutan daddy lagi…”Amelian menatap bocah kecil tersebut dengan ekspresi bingung. Ia juga cukup terkejut saat Nicho memanggil David dengan sebutan paman.Wanita tua itu memilih menyimpan rasa penasarannya lalu melangkah menuju dapur untuk meyiapkan makan malam.“Hmm begitu? Jadi Nicho tidak mau memanggil daddy lagi?” tanya David yang kemudian duduk di sebelah bocah tersebut.Bocah kecil itu menatap David dalam waktu lama lalu tersenyum. “Nicho tidak ingin merepotkan paman lebih banyak lagi.”Jawaban tersebut tidak menjawab pertanyaan David. Namun pria berkumis tipis itu tahu betul bahwa itu adalah keputusan yang sudah disepakati oleh Niki dan Nicho.Meski ada rasa tidak nyaman yang muncul dalam
Erin mematung di tempatnya saat mendengar pertanyaan David dari seberang telepon. Ia tidak menyangka akan ditanya tentang hal itu. ‘Kenapa mas David bertanya itu? Apa nenek mengatakan sesuatu? Tentu nggak, aku sudah memintanya untuk berpura-pura nggak tau…’ “Erin?” tanya David memastikan sambungan teleponnya tidak terputus. “Ya… aku masih disini…” “Jadi nenek mu tahu tentang itu?” tanya David lagi. “Nggak… kenapa mas David mikir begitu?” Hening, David yang tidak langsung menjawab semakin membuat Erin merasa cemas. ‘Apa mas David tau sesuatu?’ “Kamu udah janji mau jawab jujur…,” ucap David setelah terdiam cukup lama. “Aku sudah menjawab jujur, mas…” “Erin… kita udah sepakat untuk mengakhiri semua dengan cara baik, aku juga butuh mengetahui keadaan sebenarnya…” Perempuan bermata coklat itu menggenggam erat ponselnya. Matanya terpejam sedangkan ekspresinya tampak semakin cemas. “Kita bicarakan itu nanti ya? Aku sudah harus pergi ke kantor sebentar lagi…” /klik…/ Erin langsu
Penampilan Nathan terlihat berbeda dari biasanya. Itu pertama kalinya Emmy melihat Nathan memakai jas. Jas hitam tersebut membuat penampilan Nathan tampak lebih dewasa. Penataan rambutnya sekarang juga membuat pria itu terlihat semakin tampan. Kalau David memiliki tampilan pria matang yang menantang, Nathan justru terlihat sebagai pria muda segar yang tenang. “Emmy?” Perempuan berambut pendek itu langsung menggelengkan kepalanya pelan saat menyadari sudah terlalu lama menatap Nathan. “Ah maaf, aku sedang melamun…” “Tumben?” “Biasalah… ngomong-ngomong penampilan kak Nathan sekarang terlihat beda, aku sampai nggak mengenali…” “Aku nggak mau terus-terusan dibilang ngikutin penampilan mas David…” Emmy mengernyitkan keningnya. Tanpa sadar ia mulai membandingkan penampilan David dengan Nathan sebelumnya. Perempuan itu beberapa kali memang pernah melihat tampilan Nathan yang serupa dengan kakaknya. Namun ia tidak menilai buruk karena berpikir Nathan melakukan itu karena mengidolaka