"Mau kemana Bay?" Suara Mami itu terdengar saat Banyu dengan langkah sedikit terburu melewati ruang tengah. Ia pun menghentikan langkahnya lalu menoleh pada Mami dengan wajah yang lumayan semrawut tapi mencoba dipaksa tersenyum khas Banyu biasanya. "Ada urusan bentar Mi. Gak lama.""Mami tanyanya kemana, bukan ngapain."Aduh, Mami mulai mode interogasi."Ke tempat temen Banyu Mi, dia lagi butuh bantuan Banyu." Sejujurnya ia sudah merasa banyak bersalah hari ini karena membohongi maminya. Namun, kali ini ia belum bisa jujur apalagi ini menyangkut Hira. Lima menit lalu, Hira telepon dan meminta Banyu datang sambil menangis. Entah apa yang terjadi dengan perempuan itu, tapi Banyu cukup tahu dari tangisannya, Hira sedang tidak baik-baik saja. "Kalau gitu boleh kan Mami nebeng ke rumah Jeng Ana?" tanya Mami.Banyu mengingat kembali nama itu. Nama sahabat maminya yang rumahnya tentu saja lawan arah dari apartemen.
Sore itu, Banyu tidak menyangka jika ia ditelpon oleh orang asing menggunakan nomor Hira. Badan yang sudah lelah karena mengurus perusahaan rintisan yang baru dua tahun dibangun dengan berbagai masalahnya. Ia memijat pelipisnya sambil terus menyetir ke tempat dimana orang asing itu menginformasikan lokasi Hira.Atap sebuah Mall besar itu dilingkupi langit yang gelap mendung. Banyu melihat tubuh Hira yang berdiri di ambang pembatas dengan nanar. Ia tahu masalah Hira sangat rumit; orang tua yang tidak peduli, kekasih yang ia cintai memutuskan pergi, dan vonis bahwa ia mengalami gangguan mental ringan. Hira yang ceria, lembut dan penuh senyum itu tak pernah ia lihat lagi. Banyu paham situasi dan ia harus menolong Hira, perempuan yang sejak lama menjadi sahabat yang diam-diam ia sukai.Banyu memanggil Hira dengan penuh kelembutan. Langkahnya perlahan mendekat dan mencoba tak bersuara terlalu keras supaya Hira tak terganggu dengan suara apapun. Angin pertanda hujan yang kian kencang, mener
"Mami istirahat aja ya, udah malam. Biar Sara yang bicara sama Banyu." ujar Sara sambil merangkul bahu maminya dan membawanya berjalan menuju kamar setelah Banyu masuk duluan.Lelaki itu hanya tersenyum terpaksa melihat mami dan Sara pulang bersama. Entah apa yang Banyu pikirkan, tapi ia langsung masuk begitu saja. Mami yang melihat hanya mengucapkan istighfar dan mengelus dadanya.Di depan pintu kamar, mami meraih tangan Sara dan menatap perempuan itu dengan sedih. "Maafin anak Mami ya sayang. Dia gak bisa jaga sikapnya kalau lagi ada masalah. Mami gak tahu masalahnya apa, tapi sejak dulu selalu begitu Sabar-sabar menghadapinya ya."Sara menipiskan bibirnya dan mengangguk. "Iya Mi."Selama ini memangnya Sara kurang sabar apa tinggal satu atap dan menghadapi Banyu setiap hari? Lelaki itu sulit ditebak dan misterius di saat-saat tertentu. Ia extrovert, menjadi manusia paling gamblang sedunia, tapi kadang introvert yang tidak tersentuh da
Banyu pikir, Sara memang punya banyak energi baik yang bisa ditranfer kepadanya. Namun, setelah ia pikir ulang, alasan mengapa ia selalu bisa mengembalikan energinya setelah menyandarkan kepalanya di bahu Sara, itu karena ia sudah berada di titik nyaman. Ya, Banyu merasa nyaman ada di posisi seperti ini hingga ia menyimpulkan bahwa ini adalah formula yang tepat untuk mengisi energinya kembali. Bisa jadi juga karena bau sabun atau shampoo strawberry Sara yang membelai lembut dan menenangkan. Seolah ikut membantu Banyu menjadi sangat relaks.Mereka menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dengan kepala Banyu yang menyeruk nyaman di bahu perempuan itu."Begini, nyaman." ujar Banyu."Bay, Kenapa aku?" tanya Sara.Tentu Banyu tahu apa yang dimaksud Sara. Perempuan ini bertanya soal kebiasaan Banyu meminjam bahunya ini bukan?"Kamu punya banyak energi baik yang bisa di transfer ke aku. Maka berbaik hatilah berbagi."Sara tertawa sumbang
Hal yang tidak terduga menyapa Sara. Babal meneleponnya pagi-pagi untuk mengabarkan jika ia pergi ke IGD karena diare setelah makan mie instan yang kemasukan cicak mati.Iyuhh!!Namun, ada yang lebih tidak terduka lagi selain kisah memilukan Babal, yaitu ternyata Papa dan Mami Lucy pernah saling mengenal. Rupanya Papa adalah teman sekolah tante Ana yang kemarin mentraktirnya makan di cafenya. Melihat interaksi kedua orang di depannya ini membuatnya sangsi bahwa ini adalah papanya yang biasa ia lihat; kalem dan tidak banyak bicara. Namun sekarang berbeda seratus delapan puluh derajat. Atau mungkin karena Mami Lucy pandai membawa suasana, yang jelas ruangan penjengukan yang tidak seberapa luasnya ini diisi oleh tawa lepas keduanya. "Ana itu dulu sering banget curhat soal kamu. Dia tuh generasi sakit jiwa yang naksir kamu juga. Astaga, ternyata kita malah besanan begini." Mario tertawa. Ia tidak menyangka jika ibu Banyu adalah sahabat Ana —teman sekelasnya yang dulu naksir berat padanya
Posisinya, Banyu dan Sara duduk di sofa yang sama, sedangkan Ardi duduk di single sofa. Ardi, yang notabene adalah orang yang diundang untuk makan siang bersama, tapi justru menyita seluruh atensi Sara dari awal makan sampai sekarang. Mereka berdua asyik sekali ngobrol. Sementara Banyu sudah seperti bawang kosong saja yang tidak terlalu diperhatikan. Ini sih bukan makan siang yang Banyu harapkan. Ia bahkan tidak bisa menyela obrolan mereka sama sekali. Ah! Akhirnya, Banyu hanya menikmati makannya dengan kesal. Kadang ia sengaja menjatuhkan sendok, kadang menarik lauk yang ada di depan Ardi sampai sengaja mengacaukan makannya, kadang juga ia mengeluarkan suara-suara aneh dari mulutnya demi mencari atensi Sara, entah suara burung keselek, harimau mengerang atau kuntilanak tes vocal. Namun nihil. Sepertinya Sara ke sini hanya untuk bertemu Ardi, bukan dirinya.Lalu, Saat Banyu menyerah dengan usahanya mencari perhatian, ia pun menaruh alat makannya dengan kesal dan menyandarkan punggun
Sara memukul stir mobilnya sambil menggerutu. "Banyu tuh gak bisa lihat bibir perempuan kotor dikit apa? Tiap kali gue belepotan dia kecup seenaknya, alasannya membersihkan kotoran. Halah! Memang pakai tangan gak bisa?!" Di satu sisi, Sara kesal karena Banyu melakukannya tiba-tiba seperti biasanya, membuatnya tampak bodoh karena linglung seketika. Di sisi yang lain, sepanjang jalan, kadang ia tersenyum sendiri, kadang juga ia meraba bibirnya yang bekas di kecup oleh Banyu. Sial! Jelas Sara menyangkal bahwa ia senang karena perlakuan Banyu. Oh jelas! Ia meyakinkan diri bahwa ini semua terjadi karena terbawa suasana saja. Pagi tadi ia baru saja menjenguk papanya bersama mami Lucy, mendengarkan cerita manis kisah masa SMA mereka, bercanda dengan Ardi dan makan ice cream. Otomatis itu semua membuat moodnya naik berkali lipat. Eh, Banyu malah memancing! Kalau Babal lihat betapa uring-uringannya Sara di mobil setelah kepulangannya dari kantor Banyu ini, Sara sudah pasti jadi bahan ejeka
Benar kata Banyu, jika ternyata mental Mami Lucy lebih kuat daripada dirinya. Sara mengakui itu saat Mami kini tidak jadi mengundur waktu keberangkatannya ke Oman. Beliau tetap mau berangkat pagi ini, meski kemarin mengalami syok berat karena insiden tetangga durjana itu. Tentu saja setelah memberikan wejangan dan berbagai nasehat kepada Banyu dan Sara. Hampir selama perjalanan menuju bandara yang memakan waktu satu setengah jam, Mami terus berbicara kepada Sara dan Banyu soal rumah tangga. Sara dan Banyu hanya manggut-manggut saja seperti patung kucing di toko China."Pokoknya Mami akan sering pulang ke Indonesia kalau begini. Apalagi kalau ada cucu, wah bisa-bisa Mami bujuk papi buat pindah kerja di sini lagi.""Mi, jangan berlebihan. Nanti Mami capek bolak-balik Oman-Indo kalau sering-sering. Papi juga pasti bete tuh ditinggal terus.""Idih! Mami mau menemui menantu cantik Mami. Jangan ge-er ya kamu."Sara terkekeh karena melihat Banyu sudah memanyunkan bibirnya. "Jadi selama ini
"Ish! Salah siapa sih kamu buru-buru, sampai gak lihat jalan?"Sara meniup-niup kening Banyu. Lelaki itu kemarin baru saja mendapatkan lima jahitan akibat menabrak pinggiran pintu dan bocor."Aku panik Hon waktu dengar Bumi nangis kejer. Jadi aku lari gak lihat-lihat. Mana baru bangun tidur di sofa, terus ingetnya masih rumah lama.""Ck! Bumi nangis kan wajar sayang. Kalau gak minta susu ya gak nyaman. Kamu gak perlu sepanik itu." Kini, Sara mengusap pelan perban sekitar perban itu dan menyelipkan rambut ikal Banyu ke belakang.Tangan Banyu melingkar di pinggang Sara yang berdiri di depannya. "Iya, maaf. Lain kali aku hati-hati."Banyu mendongak dan menatap istrinya yang serius sekali meniup luka Banyu tersebut. "Honey, Kiss me a little, please!" katanya dengan nada berbisik."Gak bisa, kita harus segera keluar sekarang. Itu udah rame loh. Gak sopan membuat mereka nunggu." tolak Sara.Banyu memberengut. "Satu k
"Kenapa, Hon?" tanya Banyu saat Sara terlihat menghela napas kasar seraya menyurukkan kepalanya di dada Banyu."Papa pasti kesepian di rumah. Biasanya kita selalu makan malam bersama, terus ngobrol di ruang tengah. Atau aku bantuin Papa mengurus beberapa hal di ruang kerjanya sambil ngerjain endorsment."Tangan Banyu membelai kepala Sara dengan sayang. "Kamu bisa telpon Papa, Hon. Atau mau aku telponin?"Sara menggeleng. "Papa udah tidur jam segini."Ini memang sudah pukul sebelas malam, dan Mario selalu tidur sebelum sepuluh malam. Beliau selalu menerapkan jam tidur sehat supaya bisa bekerja lebih produktif esok harinya. Ya tidak heran, Mario kan pemilik perusahaan kesehatan."Sayang, aku kepikiran sesuatu." Sara mendongak menatap Banyu.Lelaki itu pun menaikkan kedua alisnya, bertanya. "Apa?""Boleh gak Kikut dikasihkan ke Papa, biar gak kesepian banget kalau punya hewan peliharaan."Banyu melotot. "Sara, wala
Papa, Sara, dan Banyu duduk berjejer di dalam satu pesawat. Mereka akan balik ke ibu kota sore ini setelah Sara diperbolehkan pulang oleh dokter.Sementara Babal, Ardi dan Disha, masih mau menikmati liburan mereka. Biarlah tim penggembira itu bersenang-senang, sebelum Babal akan Sara repotkan selama kehamilannya ini. Mungkin Ardi dan Disha juga akan kerepotan karena Banyu tampak akan menjadi suami super posesif dan siaga nantinya. Ya bagaimana tidak? Banyu punya beban untuk meyakinkan Papa Mario atas tanggung jawab dan perhatian penuhnya terhadap Sara.Meski suasananya sudah lebih mencair, Sejak masuk ke dalam pesawat, Mario sama sekali belum berbicara apapun dengan Banyu. Membuat Sara gemas sendiri."Papa tahu gak? Seberapa bahagia Sara hari ini?"Mario menaikkan kedua alisnya saat putrinya membungkus lengannya dengan manja."Sara bahagia banget Pa. Dua lelaki kesayangan Sara kini kembali. Momen-momen yang selalu Sara impikan saat Papa m
Sara tidak bisa diam di kamar. Babal dan Ardi bahkan sudah meminta Sara untuk duduk dan berbaring dengan tenang demi kesehatannya, tapi Sara terus menolak. Ia tidak bisa diam saja melihat Banyu dan papa bicara di luar sana. Ada rasa takut. Bagaimana jika Banyu akan menuruti apa yang papanya mau seperti waktu di rumah Papa itu. Ia baru saja mengurai benang kusut dengan Banyu dan akan memulai semuanya kembali. Mengarungi rumah tangga dengan pengalaman baru mempersiapkan diri jadi orang tua. Kali ini ia tidak mau mengulangi hal buruk kemarin lagi. Berpisah dengan Banyu meski hanya seminggu, rasanya sudah sangat menyiksanya. Terserah jika orang berkata ia budak cinta paling tolol. Nyatanya, Banyu tidak pernah gagal membuatnya mabuk kepayang dan jatuh cinta sedalam-dalamnya. Ia tidak bisa terpisah dengan Banyu.Kemudian ia teringat sesuatu. Sara pun menyuruh Babal mengambilkan ponselnya dan menelepon Mbok Na. Sara harus memastikan sesuatu."Mbak Sara!! Astaga!
Babal menggigit bibirnya dengan gelisah, sementara Ardi mengusap wajahnya kasar, sama paniknya dengan Babal tatkala melihat Mario Iswary sudah berdiri tegak di depan ranjang itu, melihat tajam dua orang yang masih bergelung di atas sana."Gawat!" bisik Babal setelah mereka membuka pintu kamar itu dan hanya bisa mematung juga di belakang Mario.Ardi menggeleng-gelengkan kepalanya sambil komat-kamit mulut mbah dukun baca mantra, dengan segelas air lalu pasien di sembur. Ah! ia frustasi melihat pemandangan ini.Sepasang pasutri kembali kasmaran itu pun mulai terusik. Sara mulai membuka matanya dan pupilnya melebar kaget. Lalu, Banyu juga terusik dan akhirnya terbangun dan otomatis seperti melihat hantu di depannya. Dengan wajah kusut, rambut berantakan dan baju tipis saringan tahu, Banyu melompat dari ranjang itu. "Papa." ujarnya dengan suara serak.Sialan Banyu! Sudah tahu itu papa Mario, bukan hulk, masih menvalidasi pula dengan ekspresi tidak berdosanya.Situasi macam apa ini?Di sela
Sara tidak pernah terbayangkan akan merasakan perasaan hangat ini lagi. Kemarin, ia sungguh bertekad melepaskan Banyu setelah perceraian selesai dan melupakan semua momen kebersamaannya dengan Banyu. Sekalipun ternyata prosesnya sangat sakit. Diam-diam, ia sering menangis sendirian di tengah malam. Ada perasaan hampa menyelimutinya saat sadar fakta mereka tidak akan bersama, melewati hari, bercanda gurau dan saling memadu kasih lagi. Di lubuk hati yang paling dalam, Sara tidak ingin ini terjadi. Sara mencintai Banyu. Masih mencintai lelaki itu bahkan saat Banyu membohonginya soal perjanjian dengan papanya.Namun, memang semuanya terlalu rumit.Sara sangat sayang dengan Papanya. Sejak dulu, ia selalu menurut apa yang papanya bilang. Ia tidak pernah menjadi anak yang pembangkang dan terbukti, berbakti dengan orang tua membuat hidupnya lebih mudah, lebih tenang hatinya dan damai. Ia akan melakukan apapun untuk papanya, terlebih setelah dinyatakan bebas. Sara
Mengetahui mereka akan segera menjadi orang tua adalah sesuatu yang mengejutkan bagi Sara, bahkan Banyu. Apalagi mereka sedang di luar pulau dan di tempat yang asing. Sesuatu perasaan yang sangat aneh. Sara terus menangis karena terharu, bimbang, dan banyak ketakutan serta kekhawatiran yang mendiami pikirannya. Namun, Banyu dengan setia menemani Sara melalui proses penerimaan dengan keadaan baru ini. Hampir satu jam, Sara menangis dan bicara ngalor-ngidul soal kecemasannya akan menjadi ibu. Kini, air matanya telah berhenti. Hidungnya merah dan matanya sembab. Kerinduan Banyu yang telah terakumulasi seminggu lebih ini, justru membuatnya gemas melihat Sara yang begini. Ia sungguh ingin mencium Sara terus menerus dan menghujaninya dengan sayang, melepas kerinduannya kepada istrinya ini. Sekarang tentu saja bukan saatnya kangen-kangenan. Banyu harus tetap menjadi suami siaga untuk Sara, ditengah kelabilan Sara ini. "Sara, kamu udah melewatkan makan siang. Sekarang kamu harus makan malam.
"Jadi ... surat siapa yang dikirim ke rumah?"Keduanya tampak memandang bingung satu sama lain. Terutama Banyu yang sangat tidak paham dengan cerita Sara. Bagaimana mungkin ada surat dari pengadilan yang tiba-tiba ada di rumah Sara, sementara Banyu saja tidak berniat menceraikan Sara. Tidak sedikitpun ia menginjak lantai pengadilan untuk menggugatnya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk terus memperjuangkan Sara, bagaimanapun sulitnya menghadapi Mario dan kerasnya hati Sara saat ini. Di tengah keheningan dengan pikiran masing-masing itu, suara pintu kamar terdengar. Sontak keduanya memalingkan wajah ke arah pintu. Lalu muncullah seorang dokter laki-laki paruh bawa yang rambutnya sudah putih semua tapi wajahnya tampak seperti umur tiga puluhan. Cukup good looking dan pasti membuat semua perawat dan dokter perempuan di sini ketar-ketir. Andai Sara tidak sedang berstatus terombang-ambing begini, sudah pasti ia mengaku naksir dokter tersebut.Dokter
Sara menepis tangan Banyu saat mau membantunya turun dari kapal. Sebagai gantinya, ia lebih menarik Babal dan menerima bantuan lain dari Disha di sebelah kanannya. Tadi, kaki Sara sempat kram karena ia memang tidak banyak melakukan pemanasan sebelum naik ke Padar. Sungguh kesalahan fatal. Sekarang, ia harus merepotkan banyak orang untuk membantunya begini. Ambulan sudah siap ketika mereka turun di pelabuhan dan Sara diminta untuk tiduran di brankar. Sara pikir hanya Babal dan Disha yang ikut naik ambulan itu, rupanya Ardi dan Banyu juga ikut naik. Bahkan Banyu dengan sigap duduk di sebelah kanan dada Sara mendahului Disha.Bibir Sara sudah hampir protes dan meminta Bantu keluar, tapi pintu ambulan itu sudah ditutup oleh petugas medisnya. Mau tidak mau, Sara harus menerima situasi berdekatan dengan Banyu. Ia menutupi matanya dengan lengan karena pusing itu kembali menderanya. Selain itu juga untuk menghindari melihat Banyu.Dalam kurun waktu dela