"Banyu ... hhh ... please stophhh!" ujarnya disela ciuman itu.
Sara terengah dan memberontak kembali. Ia pun menginjak kaki Banyu kuat yang ia bisa. Kali ini, Banyu sedikit mengaduh dan melonggarkan tangannya. Di kesempatan itu, Sara bergerak maju ke depan, membebaskan dirinya. Namun sayang, saking kencangnya ia melepaskan diri, ia tersandung kakinya sendiri dan tubuhnya seperti terbang.Sara lantas membayangkan cepat dikepalanya bahwa lututnya pasti akan retak saking kerasnya ia terjatuh di lantai yang keras itu. Tetapi, itu tidak akan terjadi karena Banyu sudah dengan sigap menangkap Sara dari belakang.Napasnya tidak beraturan lagi, dadanya kian bekerja lebih cepat karena kemalangan itu hampir saja menimpanya."Ra, lo gak apa-apa?" tanya Banyu panik saat mereka sudah terduduk di lantai dengan lengan Banyu masih memeluk tubuh mungil itu.Sara tidak mampu berkata lagi, ia masih syok, juga tidak berniat membuka mulutnya untuk menjawab le"Lo gak kerja?" tanya Sara yang sudah mandi dan sekarang nangkring di stool mini bar sambil makan buah.Banyu baru keluar dari kamarnya dengan wajah bantal, rambut ikal yang semakin berantakan dan hanya memakai kaos polos serta boxer pendek. Pakaian yang sangat tidak ramah untuk lelaki kekar seperti Banyu. Untung tidak ada Babal, kalau ada, ia pasti mengaku rahimnya anget. Namun diam-diam Sara juga menelan salivanya melihat itu."Gue meliburkan diri." ujarnya sambil mencomot satu anggur di piring Sara dengan tidak sopan.Sara pun menjauhkan piring itu dari jangkauan Banyu dan menatapnya tidak suka."Minimal mandi kek. Bau asem tahu gak!" ejek Sara. Padahal tidak juga, entah dalam kondisi bangun tidur pun, bau tubuh Banyu masih sama wanginya. Apa lelaki ini sebelum tidur sudah mandi dengan sabun satu botol?"Gue mau malas-malasan hari ini. Lo mau diskusi apa sama gue, sekarang aja, mumpung gak ada kerjaan."Beberapa hari lalu Sara memang mau mendiskusikan perusahaan cabang yang mau ia
Sara membernarkan topinya. Ia sengaja mengenakan pakaian tertutup dan pakai masker karena sepertinya banyak netizen dan wartawan yang masih mencari-cari Sara. Sudah seperti artis korea saja yang kena paparazi.Ia mendorong trolinya mengitari rak-rak toileters. Di rumah Banyu memang banyak perlengkapan seperti itu, tetapi tidak sesuai dengan yang Sara suka. Apalagi sabunnya dan shamponya yang sudah ada di toilet kamarnya sejak ia meninggali rumah Banyu. Lagian sejak kapan ia suka bau yang terlalu strong begitu? Ia suka bau yang lebih kalem dan fresh."Lo tipe kalau belanja lama gak sih? Kalau iya mending gue nunggu sambil ngopi di coffeshop depan." tanya Banyu yang berjalan di sisi Sara."Ya terus ngapain lo menawarkan diri buat anterin gue? Gue bisa pergi sendiri.""Ya udah iya gue temenin." balasnya tidak mau berdebat. Mata Banyu sudah awas saat melihat orang-orang di sekitar mulai mencurigai bahwa yang ada di sebelahnya ini adalah oran
Sara menekan kencang luka di sudut bibir Banyu itu. Kurang ajar sekali minta di bersihkan pakai caranya seperti beberapa pagi lalu? Ishhh!! Ia menekannya sekali lagi dengan penuh kesal sampai lelaki itu meringis dan mengaduh. Salah sendiri bicaranya tidak di filter."Jangan harap!!" rutuk Sara yang sudah melepaskan tangannya.Banyu kemudian terkekeh. "Gitu aja ngambek. Orang cuma bercanda.""Bercanda atau gak, mulut lo memang harus dicabein!"Banyu mencebik dan manaikkan dua alisnya mengejek. Ia lalu melajukan mobilnya, meninggalkan parkiran supermarket. Di perjalanan, keduanya sama-sama terdiam. Sara malas berdebat atau menanggapi Banyu, ia juga lelah dan merasa sedih.Mengapa situasinya sekarang sulit begini. Sara tidak lagi bebas kemana-mana, bahkan hanya untuk ke supermarket sekalipun.Napasnya terhela kasar sembari menyandarkan punggungnya."Mau makan dulu gak?" tanya Banyu."Gak!""Drive
"Ra, Banyu dimana?" tanya Ardi."Ada di kamarnya." jawab Sara yang kemudian melihat ke arah si perempuan yang di bawa Ardi."Oh iya, kenalin, ini Disha. Dia dokter sekaligus temen lama kita." Oh perempuan ini dokter, batin Sara. Ia pun berinisiatif mengulurkan tangannya dan mengulas senyum. "Sara."Tangan itu disambut dengan hangat oleh Dara. "Disha. Istrinya Banyu ya?"Tidak banyak yang tahu jika Sara dan Banyu menikah, tetapi Disha yang kata Ardi teman lama ini, tahu. Apa Ardi yang sudah memberi tahu? Agak terbata, Sara menganggukkan kepalanya sekali. Ardi segera pergi ke kamar Banyu meninggalkan Sara dan Disha di ruang tamu."Disha, mau minum apa? Biar gue ambilin." tanya Sara dengan ramah. Sepertinya umurnya tidak jauh beda dengannya atau sama dengan Banyu."Gak perlu Ra, nanti biar gue ambil sendiri seperti biasa." jawabnya.Kata 'seperti biasa' mengindikasikan bahwa Disha cukup sering ke rumah ini. Sara pun mengangguk dan tersenyum. Ardi dan Banyu keluar kamar dan berjalan menu
"Kapan-kapan gue ajak ke gerainya nasi kebuli ini. Dulu dia chef di hotel bintang lima, tapi hotelnya tutup katanya banyak setannya.""Ada-ada aja." Sara terkekeh lagi, entah mengapa dari tadi ia bisa terhibur dengan Ardi, ternyata lelaki ini kocak juga, berbeda jauh dengan bosnya yang jahilnya minta ampun."Serius Ra, chefnya sendiri yang cerita. Konon hotelnya tuh dulunya bekas rumah sakit paru-paru tahun delapan puluhan. Sering ada suara napas yang sesek gitu di kamar-kamarnya. Terus ada hantu tanpa muka di kamar mandi. Banyak banget deh. Gue aja ngeri diceritain, apalagi chefnya yang ngalamin langsung." Ardi bercerita dengan penuh ekspresi dan Sara mendengarkan dengan seksama.Mendengar cerita hantu memang selalu seru, tapi ia suka dengan cara Ardi bercerita. Menjiwai sekali."Makanya hotelnya bangkrut?""Iya. Karyawannya banyak yang terkencing-kencing karena ketemu mbak kunti dan dan hantu muka datar.""Ya ampun ngeri banget. Terus gedungnya sekarang jadi apa?""Nah ini, anehnya
Semua kebaikan Banyu, terangkum jadi satu di kepala Sara. Banyu yang memberikannya tempat tinggal meski harus diperistri dulu, Banyu yang memberikannya uang, Banyu yang memberikan banyak insight soal bisnis, Banyu yang membelanya di supermarket sampai terluka dan Banyu yang tidak pernah membiarkan Sara sendirian setelah dibully satu negara.Ia mengirimkan Ardi dan rela pulang lebih cepat saat tugas di luar kota. Namun selama ini mengapa yang mendominasi hanyalah Banyu yang jahil dan suka membuatnya kesal?Bukankah penilaian Sara tidak adil? Ia hanya memikirkan keburukan Banyu padahal kebaikannya lebih banyak. Maka, ketika bilang jika Sara harus berpikir dan meminta maaf secara dewasa, ia justru memberikan Banyu sebuah kecupan. Entah datangnya darimana keberanian itu, tapi ia ingat, keinginan Banyu tadi di mobil saat ia mau Sara membersihkan lukanya dengan cara yang sama seperti pagi itu. Sara tidak tahu Banyu ingin ia meminta maaf dengan cara bagaimana, tapi keinginan kecil Banyu yang
"Sakit banget ya?" Banyu mengangguk. "Mau bantu ngurangin rasa sakitnya?" tanyanya.Sara menatap Banyu bertanya seolah berkata; dengan cara apa?Lalu Banyu membuka kaosnya dengan tangan kanannya yang membuat Sara agak kaget. Banyu menaruh asal kaosnya dan kedua tangan itu kembali ke pinggang Sara."Tiupin." ujar Banyu memajukan bahunya yang sakit, minta dituip.Ini sebenarnya tidak masuk akal, luka seperti ini meski ditiup sekencang apapun tetap saja rasanya sakit. Tiupan hanya mendistrak rasa sakitnya sementara, bukan menyembuhkan. Ini seperti tipuan anak kecil yang jatuh dan terluka, lalu sama orangtuanya ditiup seolah-olah dengan itu lukanya lekas sembuh. Alis Sara menyatu."Wait! Memangnya ngaruh ditiup? Nanti juga sakit lagi kalau selesai ditiup. Lagian cara ini gak masuk akal Bay." protes Sara, tapi detik berikutnya ia menurut saja.Tanpa pikir panjang, daripada Banyu ngambek lagi, Sara memajukan kepalanya dan meniup bahu Banyu yang agak belakang itu. Memarnya semakin terlihat m
Tangan Sara merangkul kedua lengan Banyu. Pagutan Banyu semakin dalam dan dalam. Tidak pernah Sara bilang bahwa ciuman Banyu biasa saja. Banyu selalu memberikan sensasi aneh di setiap sentuhannya dan Sara selalu terbuai. Ya, Sara masih normal merasakan hal ini bukan? Lelaki itu mengabsen satu per satu deretan gigi Sara, membelai lidahnya. Tangan Banyu sudah berada di tengkuk Sara, mengatur irama kedalaman ciuman ini dengan handalnya. Kaki-kaki Sara sudah seperti pensil inul yang lunglai dan tak sanggup lagi menapaki lantai. Kini bibir Banyu turun di dagunya, kemudian menjelajahi lehernya. Mengecup, menghisap dan menggigit kecil. Banyu suka berada di leher jenjang itu.Dada Sara sudah membusung tatkala Banyu turun di dadanya yang masih terbungkus kaos. Banyu pun langsung menatap Sara, meminta persetujuan perempuan itu dari matanya. Namun, Sara tidak memberikan respon apa-apa sampai Banyu mengecup bibirnya lagi. Tangan Banyu satunya yang tidak bisa diam, mulai meraba punggung Sara dan