Elvira dan Alvin saling melirik dengan tatapan penuh arti. Alvin langsung mengusap tengkuknya yang terasa meremang.
Elvira menggeleng, ternyata obat yang di berikan Clarissa itu sangat bereaksi cepat."Emh, El. Kita lanjut nanti, ya!" ucap Alvin mengalihkan suasana.Elvira mengangguk setuju, karena semakin di rasa tubuhnya semakin aneh. Tatapan Elvira saat ini tertuju pada segala macam makanan dan minuman yang bertengger di atas meja, ia hanya membatin apakah ada obat yang di masukan di sana, namun Elvira tidak menemukan tanda-tanda apapun di sana."Aku ke atas dulu!" Pamit Elvira, ia merasa jika tubuhnya semakin gerah dan ingin segera melepaskan kebaya yang melekat di tubuhnya sejak tadi pagi.Alvin mengangguk tanpa mengeluarkan suara, ia menatap kepergian Elvira hingga tidak terlihat lagi."Loh, Elvira mana?" tanya Raisa pura-pura tidak tahu jika adiknya itu sudah lebih dulu naik ke atas.Alvin tersenyum canggung, entah kenapa tubuhnya semakin terasa aneh."K-keatas, mbak!" jawab Alvin sedikit gugup.Raisa menggeleng mendengus sebal. "Susul aja. Pengantin baru gak baik lama-lama pisah begini!" Raisa mencoba untuk mengimpori agar Alvin segera naik.Alvin mengangguk, ia menundukkan kepalanya sopan sebelum akhirnya menyusul Elvira masuk kedalam kamar.Klek. Pintu kamar terbuka, Alvin tidak menyangka jika kehadirannya ini semakin membuat keadaan dirinya tersiksa.Bagaimana tidak, saat membuka pintu ia langsung di suguhkan dengan pemandangan yang sangat luar biasa indahnya.Punggung mulus serta body bak gitar sepanyol. Alvin baru sadar, jika tipe wanita idamannya ternyata semua ada pada Elvira.Dengan sangat susah payah, Alvin mencoba menelan salivanya. Elvira sungguh menguji iman.Saat kaki Alvin ingin mundur, sisi lain dari dirinya muncul membisikan jika tubuh Elvira sudah halal untuk ia jamah.Alvin memejamkan matanya rapat-rapat, ia sudah berjanji tidak akan menyentuh Elvira sampai pernikahan mereka berakhir.Elvira yang kesusahan melepaskan pengait rok itu terus mendesah frustrasi dan akhirnya duduk dengan keadaan bagian atas tubuhnya hanya menggunakan bra.Mata Elvira terbelalak saat ia menatap kearah pintu di mana ada Alvin yang tengah berdiri menatapnya penuh minat.Bodohnya Elvira lagi, ia bahkan tidak sama sekali beranjak dari duduknya. Ia malah terbengong menatap Alvin yang berulangkali menelan salivanya.Merasa terpanggil, Alvin akhirnya masuk kedalam kamar, menutup pintu dengan rapat.Keduanya sama-sama sudah terbakar oleh gairah nafsu, obat yang Clarissa beri itu sungguh berfungsi dengan baik.Saat Alvin berada tepat di depan Elvira, ia menundukan kepalanya dalam. Entahlah, bayangan ingin menjamah tubuh Elvira terus terbayang di kepalanya.Elvira hanya bisa menatap sayu tanpa ingin mengucapkan satu kata apapun. Ia seperti mengizinkan jika Alvin ingin berbuat sesuatu pada dirinya.Dengan perasaan yang berkecamuk, akhirnya Alvin kembali mengangkat wajahnya membuat tatapan keduanya bertemu. Cukup lama mereka saling menatap, mencoba untuk meyakinkan diri masing-masing jika saat ini mereka saling menginginkan."El, sungguh di luar kendali!" lirih Alvin dengan suaranya yang sudah terdengar parau.Elvira sama, namun akal sehatnya maih berfungsi untuk menahan diri agar tidak mengatakan hal yang sama.Lagi-lagi Elvira hanya bisa diam dan memberikan tatapan sayu.Alvin menghirup udara sebanyak-banyaknya, langkahnya semakin mendekat membuat Elvira berada di ambang ke pasrahan.Apakah keduanya sudah melupakan, jika di dalam pernikahan ini ada sebuah kontrak yang tertulis?Satu bulan sudah pernikahan ini berjalan, namun hari-hari yang mereka lalui hampir tidak ada yang berbeda karena hampir dua puluh empat jam keduanya sibuk bekerja. Hari ini sepulang kuliah Clarissa berniat untuk menyambangi apartemen kakak kesayangannya yang sudah lama tidak ada kabar. Clarissa tersenyum menduga jika saat ini kakak iparnya sudah mengandung, karena menurut informasi yang ia dapat dari Raisa, sore itu terjadi sebuah pergelutan hingga menyebabkan keduanya keramas. Menekan kode seperti sebelum-sebelumnya, akhirnya berhasil. "Dih, dasar orang tua. Udah berkeluarga bukannya di ganti!" cibir Clarissa namun ia juga tersenyum, karena akhirnya ia tidak perlu bersusah payah bertanya. Clarissa membawakan banyak jajanan, salah satunya makanan siap saji yang akan ia hidangkan untuk kakak-kakaknya nanti ketika mereka pulang kerja. Tugas kuliah yang membuat Clarissa penat membuat apartemen Alvin sebagai pelariannya. Langkah Clarissa semakin masuk menelusuri apartemen mewah ini,
"Ma, andai aja istri bisa di beli seribu tiga. Mungkin saat ini mansion sudah tersulap seperti panti asuhan!" celetuk Alvin, pria berusia 30 tahun yang sedang di teror menikah oleh Mamanya, Atikah. Mereka sedang berada di ruang keluarga sambil menyetel televisi yang Alvin yakini tidak benar-benar di tonton oleh Atikah yang nafasnya terlihat naik turun. "Ma, bicara sama manusia yang terlalu mencintai pekerjaannya memang sesulit itu. Tebakan Cla, Kak Alvin gak akan nikah sampai malaikat Jibril menjemputnya!" sahut Clarissa, adik satu-satunya yang Alvin miliki. Jika gadis itu ada di sini, ia pasti akan menjadi ratu kompor. "Malaikat Jibril udah off tugas kali. Gak update banget hamba satu ini!" cibir Levin menatap adiknya sinis. Atika menghela nafas dengan suara yang menyita kedua anaknya yang sedang berdebat tidak penting. Tatapan Atikah setajam silet, ia hanya fokus pada Alvin. "Mama kasih pilihan deh. Kalau kamu gak bisa cari pasangan sendiri, bagaimana jika mama jodohkan saja den
"Ini di luar jam kerja. Kakak minta tolong sebagai sahabat, bukan sebagai atasan." Alvin menahan Elvira di saat wanita itu ingin duduk di kursi pengemudi. Elvira menurut, ia mengurungkan diri dan bergegas memutari mobil untuk sampai di pintu sebelah. Keduanya sudah berada di dalam mobil, seperti yang Alvin katakan jika ia meminta tolong sebagai sahabat, bukan sebagai atasan. Suasana yang terjalin tidak begitu serius, Elvira terlihat begitu santai meskipun wajah lelah sangat tercetak jelas. "Maaf kakak selalu merepotkan kamu, El." Tidak ada hujan tidak ada mendung, tiba-tiba seorang Alvino meminta maaf? Ada apa ini?! Elvira yang sedang mengikat rambutnya itu sampai menunda dan semua fokusnya ia berikan pada Alvin yang terlihat sedih. "Tante Atikah masih neror kakak buat nikah?" tebak Elvira sudah bisa membaca jika ekspresi Alvin seperti itu. Alvin mengangguk dengan tatapan sendu, membuat Elvira ikut merasa kasihan pada pria tua ini. "Tinggal di turutin apa susahnya sih, kak? La
Setelah kepergian Nyonya Atikah, saatnya Elvira berekspresi saat ini. "Kak. Bagaimana kalau besok Tante bawa penghulu kerumah?" tanya Elvira dengan wajah cemas. Elvira sangat mengenal keluarga Alvin, sebab dari kecil ia sudah sering bersama mereka. Atikah adalah perempuan ambisius, ia tidak akan tenang sebelum apa yang ia inginkan bisa terwujud. Hampir setiap apa yang dia inginkan memang harus ia dapatkan. Tak terkecuali Elvira. Alvin menghempaskan tubuhnya di sofa, ia berbaring menelungkup ikut pusing dengan mama-nya yang terlalu terobsesi melihat Alvin menikah. "Pasrah aja, El. Jalan takdir memang suka bikin kejutan 'kan?" jawab Alvin sangat pasrah, beda cerita dengan Elvira yang masih menginginkan masa lajangnya. Elvira menyusul duduk di sofa, lalu memperhatikan bos sekaligus sahabatnya yang malah bertindak tidak jelas. "Jangan-jangan Kakak beneran suka sama aku?" tuduh Elvira menyipitkan matanya. Alvin mendongak mengangkat wajahnya yang terlihat sangat kusut. "El, kakak kas
Hidup lebih produktif di saat tidak memiliki siapa-siapa kecuali diri sendiri. Meskipun ada Raisa, Elvira tidak bisa mengandalkan mbak-nya di setiap waktu. Elvira memiliki kebutuhan, begitu juga Raisa dan keluarga kecilnya. Rumah peninggalan mendiang kedua orang tua mereka memang masih di gunakan dengan baik sampai saat ini. Hampir tiap tahun rumah peninggalan itu selalu di renovasi. Kedua wanita malang itu sempat merasakan hidup di atas awan, di mana apapun yang mereka inginkan bisa main tunjuk tanpa harus bersusah payah. Itu dulu, di saat bisinis orang tua mereka masih berjalan dengan baik. Penyebab meninggalnya kedua orang tua mereka adalah serangan jantung di saat pabrik terbesar yang mereka punya habis di makan api dalam beberapa jam. Rasanya seperti mimpi, sejak saat itu kehidupan Elvira maupun Raisa seperti mimpi buruk. Banyak penanaman saham yang meminta ganti rugi, belum lagi santunan untuk para karyawan yang menjadi korban kebakaran. Intinya, pada saat itu harta yang me
Sama sekali tidak bisa Elvira bayangkan jika pernikahannya akan di majukan secepatnya ini. Elvira hanya terbengong di depan cermin menatap wajahnya pasrah dengan riasan yang hampir selesai. Aroma kembang kantil yang menyeruak membuat kesadaran Elvira perlahan pulih. Dan, betapa kagetnya wanita itu saat menatap cermin ternyata ada patulan Alvin juga di sana dengan wajah murung, sama seperti Elvira. Wanita itu segera menoleh kebelakang, Alvin tersenyum kecut. Tidak bohong, Elvira yang jarang sekali menggunakan make-up tebal kali ini terlihat sangat berbeda. Aura anggun terpancar meskipun ia belum menggunakan kebaya. Riasannya sudah selesai, Alvin meminta dua MUA yang ada di kamar ini untuk keluar sejenak, karena ada hal yang ingin ia bicarakan sebelum status mereka sah menjadi suami-istri.Alvin susah payah menelan salivanya, dari tatapan Elvira, wanita itu seperti memendam kekecawaan. Elvira hanya diam, ia menunggu Alvin membuka suara."El, maafin mama ya. Dia yang paling excited un
Satu bulan sudah pernikahan ini berjalan, namun hari-hari yang mereka lalui hampir tidak ada yang berbeda karena hampir dua puluh empat jam keduanya sibuk bekerja. Hari ini sepulang kuliah Clarissa berniat untuk menyambangi apartemen kakak kesayangannya yang sudah lama tidak ada kabar. Clarissa tersenyum menduga jika saat ini kakak iparnya sudah mengandung, karena menurut informasi yang ia dapat dari Raisa, sore itu terjadi sebuah pergelutan hingga menyebabkan keduanya keramas. Menekan kode seperti sebelum-sebelumnya, akhirnya berhasil. "Dih, dasar orang tua. Udah berkeluarga bukannya di ganti!" cibir Clarissa namun ia juga tersenyum, karena akhirnya ia tidak perlu bersusah payah bertanya. Clarissa membawakan banyak jajanan, salah satunya makanan siap saji yang akan ia hidangkan untuk kakak-kakaknya nanti ketika mereka pulang kerja. Tugas kuliah yang membuat Clarissa penat membuat apartemen Alvin sebagai pelariannya. Langkah Clarissa semakin masuk menelusuri apartemen mewah ini,
Elvira dan Alvin saling melirik dengan tatapan penuh arti. Alvin langsung mengusap tengkuknya yang terasa meremang. Elvira menggeleng, ternyata obat yang di berikan Clarissa itu sangat bereaksi cepat. "Emh, El. Kita lanjut nanti, ya!" ucap Alvin mengalihkan suasana. Elvira mengangguk setuju, karena semakin di rasa tubuhnya semakin aneh. Tatapan Elvira saat ini tertuju pada segala macam makanan dan minuman yang bertengger di atas meja, ia hanya membatin apakah ada obat yang di masukan di sana, namun Elvira tidak menemukan tanda-tanda apapun di sana. "Aku ke atas dulu!" Pamit Elvira, ia merasa jika tubuhnya semakin gerah dan ingin segera melepaskan kebaya yang melekat di tubuhnya sejak tadi pagi. Alvin mengangguk tanpa mengeluarkan suara, ia menatap kepergian Elvira hingga tidak terlihat lagi. "Loh, Elvira mana?" tanya Raisa pura-pura tidak tahu jika adiknya itu sudah lebih dulu naik ke atas. Alvin tersenyum canggung, entah kenapa tubuhnya semakin terasa aneh. "K-keatas, mbak!"
Sama sekali tidak bisa Elvira bayangkan jika pernikahannya akan di majukan secepatnya ini. Elvira hanya terbengong di depan cermin menatap wajahnya pasrah dengan riasan yang hampir selesai. Aroma kembang kantil yang menyeruak membuat kesadaran Elvira perlahan pulih. Dan, betapa kagetnya wanita itu saat menatap cermin ternyata ada patulan Alvin juga di sana dengan wajah murung, sama seperti Elvira. Wanita itu segera menoleh kebelakang, Alvin tersenyum kecut. Tidak bohong, Elvira yang jarang sekali menggunakan make-up tebal kali ini terlihat sangat berbeda. Aura anggun terpancar meskipun ia belum menggunakan kebaya. Riasannya sudah selesai, Alvin meminta dua MUA yang ada di kamar ini untuk keluar sejenak, karena ada hal yang ingin ia bicarakan sebelum status mereka sah menjadi suami-istri.Alvin susah payah menelan salivanya, dari tatapan Elvira, wanita itu seperti memendam kekecawaan. Elvira hanya diam, ia menunggu Alvin membuka suara."El, maafin mama ya. Dia yang paling excited un
Hidup lebih produktif di saat tidak memiliki siapa-siapa kecuali diri sendiri. Meskipun ada Raisa, Elvira tidak bisa mengandalkan mbak-nya di setiap waktu. Elvira memiliki kebutuhan, begitu juga Raisa dan keluarga kecilnya. Rumah peninggalan mendiang kedua orang tua mereka memang masih di gunakan dengan baik sampai saat ini. Hampir tiap tahun rumah peninggalan itu selalu di renovasi. Kedua wanita malang itu sempat merasakan hidup di atas awan, di mana apapun yang mereka inginkan bisa main tunjuk tanpa harus bersusah payah. Itu dulu, di saat bisinis orang tua mereka masih berjalan dengan baik. Penyebab meninggalnya kedua orang tua mereka adalah serangan jantung di saat pabrik terbesar yang mereka punya habis di makan api dalam beberapa jam. Rasanya seperti mimpi, sejak saat itu kehidupan Elvira maupun Raisa seperti mimpi buruk. Banyak penanaman saham yang meminta ganti rugi, belum lagi santunan untuk para karyawan yang menjadi korban kebakaran. Intinya, pada saat itu harta yang me
Setelah kepergian Nyonya Atikah, saatnya Elvira berekspresi saat ini. "Kak. Bagaimana kalau besok Tante bawa penghulu kerumah?" tanya Elvira dengan wajah cemas. Elvira sangat mengenal keluarga Alvin, sebab dari kecil ia sudah sering bersama mereka. Atikah adalah perempuan ambisius, ia tidak akan tenang sebelum apa yang ia inginkan bisa terwujud. Hampir setiap apa yang dia inginkan memang harus ia dapatkan. Tak terkecuali Elvira. Alvin menghempaskan tubuhnya di sofa, ia berbaring menelungkup ikut pusing dengan mama-nya yang terlalu terobsesi melihat Alvin menikah. "Pasrah aja, El. Jalan takdir memang suka bikin kejutan 'kan?" jawab Alvin sangat pasrah, beda cerita dengan Elvira yang masih menginginkan masa lajangnya. Elvira menyusul duduk di sofa, lalu memperhatikan bos sekaligus sahabatnya yang malah bertindak tidak jelas. "Jangan-jangan Kakak beneran suka sama aku?" tuduh Elvira menyipitkan matanya. Alvin mendongak mengangkat wajahnya yang terlihat sangat kusut. "El, kakak kas
"Ini di luar jam kerja. Kakak minta tolong sebagai sahabat, bukan sebagai atasan." Alvin menahan Elvira di saat wanita itu ingin duduk di kursi pengemudi. Elvira menurut, ia mengurungkan diri dan bergegas memutari mobil untuk sampai di pintu sebelah. Keduanya sudah berada di dalam mobil, seperti yang Alvin katakan jika ia meminta tolong sebagai sahabat, bukan sebagai atasan. Suasana yang terjalin tidak begitu serius, Elvira terlihat begitu santai meskipun wajah lelah sangat tercetak jelas. "Maaf kakak selalu merepotkan kamu, El." Tidak ada hujan tidak ada mendung, tiba-tiba seorang Alvino meminta maaf? Ada apa ini?! Elvira yang sedang mengikat rambutnya itu sampai menunda dan semua fokusnya ia berikan pada Alvin yang terlihat sedih. "Tante Atikah masih neror kakak buat nikah?" tebak Elvira sudah bisa membaca jika ekspresi Alvin seperti itu. Alvin mengangguk dengan tatapan sendu, membuat Elvira ikut merasa kasihan pada pria tua ini. "Tinggal di turutin apa susahnya sih, kak? La
"Ma, andai aja istri bisa di beli seribu tiga. Mungkin saat ini mansion sudah tersulap seperti panti asuhan!" celetuk Alvin, pria berusia 30 tahun yang sedang di teror menikah oleh Mamanya, Atikah. Mereka sedang berada di ruang keluarga sambil menyetel televisi yang Alvin yakini tidak benar-benar di tonton oleh Atikah yang nafasnya terlihat naik turun. "Ma, bicara sama manusia yang terlalu mencintai pekerjaannya memang sesulit itu. Tebakan Cla, Kak Alvin gak akan nikah sampai malaikat Jibril menjemputnya!" sahut Clarissa, adik satu-satunya yang Alvin miliki. Jika gadis itu ada di sini, ia pasti akan menjadi ratu kompor. "Malaikat Jibril udah off tugas kali. Gak update banget hamba satu ini!" cibir Levin menatap adiknya sinis. Atika menghela nafas dengan suara yang menyita kedua anaknya yang sedang berdebat tidak penting. Tatapan Atikah setajam silet, ia hanya fokus pada Alvin. "Mama kasih pilihan deh. Kalau kamu gak bisa cari pasangan sendiri, bagaimana jika mama jodohkan saja den