Sama sekali tidak bisa Elvira bayangkan jika pernikahannya akan di majukan secepatnya ini. Elvira hanya terbengong di depan cermin menatap wajahnya pasrah dengan riasan yang hampir selesai.
Aroma kembang kantil yang menyeruak membuat kesadaran Elvira perlahan pulih. Dan, betapa kagetnya wanita itu saat menatap cermin ternyata ada patulan Alvin juga di sana dengan wajah murung, sama seperti Elvira.Wanita itu segera menoleh kebelakang, Alvin tersenyum kecut. Tidak bohong, Elvira yang jarang sekali menggunakan make-up tebal kali ini terlihat sangat berbeda.Aura anggun terpancar meskipun ia belum menggunakan kebaya. Riasannya sudah selesai, Alvin meminta dua MUA yang ada di kamar ini untuk keluar sejenak, karena ada hal yang ingin ia bicarakan sebelum status mereka sah menjadi suami-istri.Alvin susah payah menelan salivanya, dari tatapan Elvira, wanita itu seperti memendam kekecawaan. Elvira hanya diam, ia menunggu Alvin membuka suara."El, maafin mama ya. Dia yang paling excited untuk menikahkan kita hari ini. Saya sebagai anak kandungnya benar-benar tidak bisa menahan apa yang sudah menjadi keputusannya! " Alvin mencoba memberikan penjelasan agar setelah ini hubungan mereka akan tetap baik.Elvira mengatup bibirnya rapat-rapat, entah dia yang terlalu shock sampai kehilangan banyak kata atau memang tidak ada yang ingin di sampaikan. Elvira merasa jika kalimat Alvin ini tidak membutuhkan jawaban."Saya janji tidak akan menyentuh kamu selama pernikahan ini berlangsung," ucap Alvin dengan sungguh-sungguh. "Tapi saya mohon, hari ini berikan senyuman terbaik kamu. Saya juga tidak ingin membuat wanita yang paling saya cintai terluka hatinya.'''Dan, anda membuat luka di hati wanita lain, tuan!' batin Elvira menjawab.Pada kenyataannya Elvira memilih diam tanpa ingin menyahuti satu katapun dari kalimat Alvin.Merasa cukup, akhirnya Alvin mengakhiri pertemuan ini. Pria yang di balut tuksedo berwarna navy itu kembali tersenyum."Sampai jumpa dengan status yang baru, doakan acara akad berjalan dengan lancar!" ucap Alvin berkata dengan halus dan lembut, sebelum pria itu meninggalkan kamar Elvira, ia kembali menoleh dan menatap wajah Elvira dari pantulan cermin.Cantik.***"Bagaimana pera saksi, Sah?""SAH!'"Kediaman Elvira di penuhi dengan keluarga besar Alvin yang datang untuk menghormati pernikahan dadakan ini. Sedangkan keluarga Elvira hanya beberapa, dan ada pamannya yang menjadi wali nikhanya hari ini.Meskipun pernikahan di lakukan secara tiba-tiba, rasa haru tetap ada dalam hati Elvira. Bagaimana tidak, momen sakral ini sangat ia harapkan bisa bersama orang yang tepat dan ia cintai baik lahir maupun bati, setelah ini Elvira harus siap-siap menjadi janda."El, keluar yuk?" Ajak Raisa yang datang menjemput kekamar Elvira yang tak ada hiasan seperti halnya pengantin baru.Elvira berusaha untuk tersenyum, pekerjaan pura-pura tersenyum sudah sering ia lakukan, jadi .. hari ini tentu sangat mudah ia membohongi semua orang.Elvira menghapus air matanya menggunakan tissue, lalu berdiri berjalan beriringan dengan Raisa menuju ruang tamu yang sudah di sulap menjadi sedemikian rupa.Atikah, Mama dari Alvin terlihat tidak berkedip menatap Elvira yang saat ini sedang di tuntun untuk duduk di sebelah Alvin.Keduanya sudah seperti pasangan pengantin yang serasi karena sama sekali tidak terlihat adanya wajah keterpaksaan di sana.Karena ini hanya acara akad, alhasil semua berjalan sangat singkat.Elvira dan Alvin duduk di ruang tengah, di mana sofa sama sekali tidak di rubah.Keduanya duduk dan terlihat serius. Levin memangku laptopnya dan Elvira sibuk menelfon entah siapa itu.Dari kejauhan, Raisa dan Clarissa meringis iba melihat keadaan ini. Di mana harusnya pengantin baru itu saling bermesraan menaburkan cinta di bahtera rumah tangga mereka yang baru ini."Mbak, jodoh emang gak kemana ya? Bener-bener cerminan diri kita sendiri!" Clarissa berkomentar dengan tangan yang ia lipat di depan dada.Raisa mengangguk membenarkan. "Sepertinya mereka bakal lupa deh dengan serangkaian kegiatan pengantin baru!" tebak Raisa karena ia tidak yakin Alvin dan Elvira sempat melakukan malam pertama.Clarissa punya ide cemerlang, pupilnya terbuka lebar, ia merasa tidak sia-sia merengek untuk tetap berada di sini sampai menjelang sore.Clarissa membisikan sesuatu pada Raisa yang mendengarkannya sangat serius. Raisa tersenyum dan mengangguk setuju.Meskipun usia keduanya terpaut jauh, tetapi urusan ide mereka sepertinya berada di jalan yang sama."Don't worry, mbak! Aku telpon mang Yuyu untuk membelikan semuanya. Kalau kita yang keluar, nanti mereka curiga dan semua tidak berjalan dengan baik!" Seru Clarissa.Meskipun awalnya Clarissa kasihan kepada Elvira karena menjadi tumbal kakaknya, tapi setelah melihat secara langsung rasa iba-nya hilang. Elvira memang wanita yang cocok di pasangkan dengan kakaknya. Keduanya sama-sama gila dalam menangani pekerjaan.***"Mau ikut ke apartemen atau masih ingin di sini aja?" tanya Alvin ketika mereka sudah menyelesaikan pekerjaan, bahkan Elvira belum berganti baju dan menghapus make-upnya.Elvira tampak bingung, dan di tengah kebingungannya Raisa datang membawakan dua gelas minuman yang ia siapkan khusus untuk pengantin baru ini."Kakak tahu kalian sudah sangat bekerja kerasa hari ini. Di minum, ya! Ada pisang crispy yang lagi kakak goreng. Tunggu sebentar!'' tutur Raisa membuat keduanya mengangguk.Raisa kembali ke dapur untuk menyiapkan cemilan."Mbak Raisa semakin ada kemajuan?" tanya Alvin terkekeh, tenggorokannya terasa kering, tanpa menunggu lama ia meneguk minuman yang di bawakan oleh Raisa hingga setengah.Elvira menyusul, tapi ia meminum tidak banyak.Dari kejauhan Clarissa dengan hati-hatinya terus mengawasi, dan usaha mereka akhirnya tidak sia-sia.Clarissa tersenyum lebar. "Harusnya mama nambahin jatah uang jajan aku bulan ini, karena mungkin sebentar lagi ia akan menjadi nenek!" gumam Clarissa terkekeh sendiri.Ia bergegas menuju dapur menyusul Raisa yang sedang menyusun pisang yang akan di antarkan kepada Alvin dan Elvira."Misi selesai, dan aku mau pamit pulang dulu mbak!"Raisa dengan binar bahagia menghampiri Clarissa yang beridiri di ambang pintu."Sepertinya aku akan menjadi aunty sebentar lagi, mbak!" ucap Clarissa dengan senyuman yang penuh arti.Raisa ikut mengamini, semoga saja semuanya berjalan dengan lancar sesuai keinginan mereka."Gak nginep aja? Sekalian dengerin livenya?!" goda Raisa membuat pipi Clarissa bersemu menjadi kemerahan.Clarissa yang juga masih melajang di usianya yang ke 22 tahun itu memang agak malu jika ada pembahasan area 21+, tetapi ia tetap bisa mengimbangi lawan bicaranya."Gak, gak mau terngiang-ngiang nanti! Urusannya payah, nanti aku harus repot cari suami juga, mbak!" canda Clarissa membuat keduanya tertawa bersama.Clarissa keluar lewat pintu belakang, dengan alasan agar tidak mengganggu ketenangan pasutri baru ituElvira dan Alvin saling melirik dengan tatapan penuh arti. Alvin langsung mengusap tengkuknya yang terasa meremang. Elvira menggeleng, ternyata obat yang di berikan Clarissa itu sangat bereaksi cepat. "Emh, El. Kita lanjut nanti, ya!" ucap Alvin mengalihkan suasana. Elvira mengangguk setuju, karena semakin di rasa tubuhnya semakin aneh. Tatapan Elvira saat ini tertuju pada segala macam makanan dan minuman yang bertengger di atas meja, ia hanya membatin apakah ada obat yang di masukan di sana, namun Elvira tidak menemukan tanda-tanda apapun di sana. "Aku ke atas dulu!" Pamit Elvira, ia merasa jika tubuhnya semakin gerah dan ingin segera melepaskan kebaya yang melekat di tubuhnya sejak tadi pagi. Alvin mengangguk tanpa mengeluarkan suara, ia menatap kepergian Elvira hingga tidak terlihat lagi. "Loh, Elvira mana?" tanya Raisa pura-pura tidak tahu jika adiknya itu sudah lebih dulu naik ke atas. Alvin tersenyum canggung, entah kenapa tubuhnya semakin terasa aneh. "K-keatas, mbak!"
Satu bulan sudah pernikahan ini berjalan, namun hari-hari yang mereka lalui hampir tidak ada yang berbeda karena hampir dua puluh empat jam keduanya sibuk bekerja. Hari ini sepulang kuliah Clarissa berniat untuk menyambangi apartemen kakak kesayangannya yang sudah lama tidak ada kabar. Clarissa tersenyum menduga jika saat ini kakak iparnya sudah mengandung, karena menurut informasi yang ia dapat dari Raisa, sore itu terjadi sebuah pergelutan hingga menyebabkan keduanya keramas. Menekan kode seperti sebelum-sebelumnya, akhirnya berhasil. "Dih, dasar orang tua. Udah berkeluarga bukannya di ganti!" cibir Clarissa namun ia juga tersenyum, karena akhirnya ia tidak perlu bersusah payah bertanya. Clarissa membawakan banyak jajanan, salah satunya makanan siap saji yang akan ia hidangkan untuk kakak-kakaknya nanti ketika mereka pulang kerja. Tugas kuliah yang membuat Clarissa penat membuat apartemen Alvin sebagai pelariannya. Langkah Clarissa semakin masuk menelusuri apartemen mewah ini,
"Ma, andai aja istri bisa di beli seribu tiga. Mungkin saat ini mansion sudah tersulap seperti panti asuhan!" celetuk Alvin, pria berusia 30 tahun yang sedang di teror menikah oleh Mamanya, Atikah. Mereka sedang berada di ruang keluarga sambil menyetel televisi yang Alvin yakini tidak benar-benar di tonton oleh Atikah yang nafasnya terlihat naik turun. "Ma, bicara sama manusia yang terlalu mencintai pekerjaannya memang sesulit itu. Tebakan Cla, Kak Alvin gak akan nikah sampai malaikat Jibril menjemputnya!" sahut Clarissa, adik satu-satunya yang Alvin miliki. Jika gadis itu ada di sini, ia pasti akan menjadi ratu kompor. "Malaikat Jibril udah off tugas kali. Gak update banget hamba satu ini!" cibir Levin menatap adiknya sinis. Atika menghela nafas dengan suara yang menyita kedua anaknya yang sedang berdebat tidak penting. Tatapan Atikah setajam silet, ia hanya fokus pada Alvin. "Mama kasih pilihan deh. Kalau kamu gak bisa cari pasangan sendiri, bagaimana jika mama jodohkan saja den
"Ini di luar jam kerja. Kakak minta tolong sebagai sahabat, bukan sebagai atasan." Alvin menahan Elvira di saat wanita itu ingin duduk di kursi pengemudi. Elvira menurut, ia mengurungkan diri dan bergegas memutari mobil untuk sampai di pintu sebelah. Keduanya sudah berada di dalam mobil, seperti yang Alvin katakan jika ia meminta tolong sebagai sahabat, bukan sebagai atasan. Suasana yang terjalin tidak begitu serius, Elvira terlihat begitu santai meskipun wajah lelah sangat tercetak jelas. "Maaf kakak selalu merepotkan kamu, El." Tidak ada hujan tidak ada mendung, tiba-tiba seorang Alvino meminta maaf? Ada apa ini?! Elvira yang sedang mengikat rambutnya itu sampai menunda dan semua fokusnya ia berikan pada Alvin yang terlihat sedih. "Tante Atikah masih neror kakak buat nikah?" tebak Elvira sudah bisa membaca jika ekspresi Alvin seperti itu. Alvin mengangguk dengan tatapan sendu, membuat Elvira ikut merasa kasihan pada pria tua ini. "Tinggal di turutin apa susahnya sih, kak? La
Setelah kepergian Nyonya Atikah, saatnya Elvira berekspresi saat ini. "Kak. Bagaimana kalau besok Tante bawa penghulu kerumah?" tanya Elvira dengan wajah cemas. Elvira sangat mengenal keluarga Alvin, sebab dari kecil ia sudah sering bersama mereka. Atikah adalah perempuan ambisius, ia tidak akan tenang sebelum apa yang ia inginkan bisa terwujud. Hampir setiap apa yang dia inginkan memang harus ia dapatkan. Tak terkecuali Elvira. Alvin menghempaskan tubuhnya di sofa, ia berbaring menelungkup ikut pusing dengan mama-nya yang terlalu terobsesi melihat Alvin menikah. "Pasrah aja, El. Jalan takdir memang suka bikin kejutan 'kan?" jawab Alvin sangat pasrah, beda cerita dengan Elvira yang masih menginginkan masa lajangnya. Elvira menyusul duduk di sofa, lalu memperhatikan bos sekaligus sahabatnya yang malah bertindak tidak jelas. "Jangan-jangan Kakak beneran suka sama aku?" tuduh Elvira menyipitkan matanya. Alvin mendongak mengangkat wajahnya yang terlihat sangat kusut. "El, kakak kas
Hidup lebih produktif di saat tidak memiliki siapa-siapa kecuali diri sendiri. Meskipun ada Raisa, Elvira tidak bisa mengandalkan mbak-nya di setiap waktu. Elvira memiliki kebutuhan, begitu juga Raisa dan keluarga kecilnya. Rumah peninggalan mendiang kedua orang tua mereka memang masih di gunakan dengan baik sampai saat ini. Hampir tiap tahun rumah peninggalan itu selalu di renovasi. Kedua wanita malang itu sempat merasakan hidup di atas awan, di mana apapun yang mereka inginkan bisa main tunjuk tanpa harus bersusah payah. Itu dulu, di saat bisinis orang tua mereka masih berjalan dengan baik. Penyebab meninggalnya kedua orang tua mereka adalah serangan jantung di saat pabrik terbesar yang mereka punya habis di makan api dalam beberapa jam. Rasanya seperti mimpi, sejak saat itu kehidupan Elvira maupun Raisa seperti mimpi buruk. Banyak penanaman saham yang meminta ganti rugi, belum lagi santunan untuk para karyawan yang menjadi korban kebakaran. Intinya, pada saat itu harta yang me
Satu bulan sudah pernikahan ini berjalan, namun hari-hari yang mereka lalui hampir tidak ada yang berbeda karena hampir dua puluh empat jam keduanya sibuk bekerja. Hari ini sepulang kuliah Clarissa berniat untuk menyambangi apartemen kakak kesayangannya yang sudah lama tidak ada kabar. Clarissa tersenyum menduga jika saat ini kakak iparnya sudah mengandung, karena menurut informasi yang ia dapat dari Raisa, sore itu terjadi sebuah pergelutan hingga menyebabkan keduanya keramas. Menekan kode seperti sebelum-sebelumnya, akhirnya berhasil. "Dih, dasar orang tua. Udah berkeluarga bukannya di ganti!" cibir Clarissa namun ia juga tersenyum, karena akhirnya ia tidak perlu bersusah payah bertanya. Clarissa membawakan banyak jajanan, salah satunya makanan siap saji yang akan ia hidangkan untuk kakak-kakaknya nanti ketika mereka pulang kerja. Tugas kuliah yang membuat Clarissa penat membuat apartemen Alvin sebagai pelariannya. Langkah Clarissa semakin masuk menelusuri apartemen mewah ini,
Elvira dan Alvin saling melirik dengan tatapan penuh arti. Alvin langsung mengusap tengkuknya yang terasa meremang. Elvira menggeleng, ternyata obat yang di berikan Clarissa itu sangat bereaksi cepat. "Emh, El. Kita lanjut nanti, ya!" ucap Alvin mengalihkan suasana. Elvira mengangguk setuju, karena semakin di rasa tubuhnya semakin aneh. Tatapan Elvira saat ini tertuju pada segala macam makanan dan minuman yang bertengger di atas meja, ia hanya membatin apakah ada obat yang di masukan di sana, namun Elvira tidak menemukan tanda-tanda apapun di sana. "Aku ke atas dulu!" Pamit Elvira, ia merasa jika tubuhnya semakin gerah dan ingin segera melepaskan kebaya yang melekat di tubuhnya sejak tadi pagi. Alvin mengangguk tanpa mengeluarkan suara, ia menatap kepergian Elvira hingga tidak terlihat lagi. "Loh, Elvira mana?" tanya Raisa pura-pura tidak tahu jika adiknya itu sudah lebih dulu naik ke atas. Alvin tersenyum canggung, entah kenapa tubuhnya semakin terasa aneh. "K-keatas, mbak!"
Sama sekali tidak bisa Elvira bayangkan jika pernikahannya akan di majukan secepatnya ini. Elvira hanya terbengong di depan cermin menatap wajahnya pasrah dengan riasan yang hampir selesai. Aroma kembang kantil yang menyeruak membuat kesadaran Elvira perlahan pulih. Dan, betapa kagetnya wanita itu saat menatap cermin ternyata ada patulan Alvin juga di sana dengan wajah murung, sama seperti Elvira. Wanita itu segera menoleh kebelakang, Alvin tersenyum kecut. Tidak bohong, Elvira yang jarang sekali menggunakan make-up tebal kali ini terlihat sangat berbeda. Aura anggun terpancar meskipun ia belum menggunakan kebaya. Riasannya sudah selesai, Alvin meminta dua MUA yang ada di kamar ini untuk keluar sejenak, karena ada hal yang ingin ia bicarakan sebelum status mereka sah menjadi suami-istri.Alvin susah payah menelan salivanya, dari tatapan Elvira, wanita itu seperti memendam kekecawaan. Elvira hanya diam, ia menunggu Alvin membuka suara."El, maafin mama ya. Dia yang paling excited un
Hidup lebih produktif di saat tidak memiliki siapa-siapa kecuali diri sendiri. Meskipun ada Raisa, Elvira tidak bisa mengandalkan mbak-nya di setiap waktu. Elvira memiliki kebutuhan, begitu juga Raisa dan keluarga kecilnya. Rumah peninggalan mendiang kedua orang tua mereka memang masih di gunakan dengan baik sampai saat ini. Hampir tiap tahun rumah peninggalan itu selalu di renovasi. Kedua wanita malang itu sempat merasakan hidup di atas awan, di mana apapun yang mereka inginkan bisa main tunjuk tanpa harus bersusah payah. Itu dulu, di saat bisinis orang tua mereka masih berjalan dengan baik. Penyebab meninggalnya kedua orang tua mereka adalah serangan jantung di saat pabrik terbesar yang mereka punya habis di makan api dalam beberapa jam. Rasanya seperti mimpi, sejak saat itu kehidupan Elvira maupun Raisa seperti mimpi buruk. Banyak penanaman saham yang meminta ganti rugi, belum lagi santunan untuk para karyawan yang menjadi korban kebakaran. Intinya, pada saat itu harta yang me
Setelah kepergian Nyonya Atikah, saatnya Elvira berekspresi saat ini. "Kak. Bagaimana kalau besok Tante bawa penghulu kerumah?" tanya Elvira dengan wajah cemas. Elvira sangat mengenal keluarga Alvin, sebab dari kecil ia sudah sering bersama mereka. Atikah adalah perempuan ambisius, ia tidak akan tenang sebelum apa yang ia inginkan bisa terwujud. Hampir setiap apa yang dia inginkan memang harus ia dapatkan. Tak terkecuali Elvira. Alvin menghempaskan tubuhnya di sofa, ia berbaring menelungkup ikut pusing dengan mama-nya yang terlalu terobsesi melihat Alvin menikah. "Pasrah aja, El. Jalan takdir memang suka bikin kejutan 'kan?" jawab Alvin sangat pasrah, beda cerita dengan Elvira yang masih menginginkan masa lajangnya. Elvira menyusul duduk di sofa, lalu memperhatikan bos sekaligus sahabatnya yang malah bertindak tidak jelas. "Jangan-jangan Kakak beneran suka sama aku?" tuduh Elvira menyipitkan matanya. Alvin mendongak mengangkat wajahnya yang terlihat sangat kusut. "El, kakak kas
"Ini di luar jam kerja. Kakak minta tolong sebagai sahabat, bukan sebagai atasan." Alvin menahan Elvira di saat wanita itu ingin duduk di kursi pengemudi. Elvira menurut, ia mengurungkan diri dan bergegas memutari mobil untuk sampai di pintu sebelah. Keduanya sudah berada di dalam mobil, seperti yang Alvin katakan jika ia meminta tolong sebagai sahabat, bukan sebagai atasan. Suasana yang terjalin tidak begitu serius, Elvira terlihat begitu santai meskipun wajah lelah sangat tercetak jelas. "Maaf kakak selalu merepotkan kamu, El." Tidak ada hujan tidak ada mendung, tiba-tiba seorang Alvino meminta maaf? Ada apa ini?! Elvira yang sedang mengikat rambutnya itu sampai menunda dan semua fokusnya ia berikan pada Alvin yang terlihat sedih. "Tante Atikah masih neror kakak buat nikah?" tebak Elvira sudah bisa membaca jika ekspresi Alvin seperti itu. Alvin mengangguk dengan tatapan sendu, membuat Elvira ikut merasa kasihan pada pria tua ini. "Tinggal di turutin apa susahnya sih, kak? La
"Ma, andai aja istri bisa di beli seribu tiga. Mungkin saat ini mansion sudah tersulap seperti panti asuhan!" celetuk Alvin, pria berusia 30 tahun yang sedang di teror menikah oleh Mamanya, Atikah. Mereka sedang berada di ruang keluarga sambil menyetel televisi yang Alvin yakini tidak benar-benar di tonton oleh Atikah yang nafasnya terlihat naik turun. "Ma, bicara sama manusia yang terlalu mencintai pekerjaannya memang sesulit itu. Tebakan Cla, Kak Alvin gak akan nikah sampai malaikat Jibril menjemputnya!" sahut Clarissa, adik satu-satunya yang Alvin miliki. Jika gadis itu ada di sini, ia pasti akan menjadi ratu kompor. "Malaikat Jibril udah off tugas kali. Gak update banget hamba satu ini!" cibir Levin menatap adiknya sinis. Atika menghela nafas dengan suara yang menyita kedua anaknya yang sedang berdebat tidak penting. Tatapan Atikah setajam silet, ia hanya fokus pada Alvin. "Mama kasih pilihan deh. Kalau kamu gak bisa cari pasangan sendiri, bagaimana jika mama jodohkan saja den