Setelah kepergian Nyonya Atikah, saatnya Elvira berekspresi saat ini.
"Kak. Bagaimana kalau besok Tante bawa penghulu kerumah?" tanya Elvira dengan wajah cemas. Elvira sangat mengenal keluarga Alvin, sebab dari kecil ia sudah sering bersama mereka.Atikah adalah perempuan ambisius, ia tidak akan tenang sebelum apa yang ia inginkan bisa terwujud. Hampir setiap apa yang dia inginkan memang harus ia dapatkan. Tak terkecuali Elvira.Alvin menghempaskan tubuhnya di sofa, ia berbaring menelungkup ikut pusing dengan mama-nya yang terlalu terobsesi melihat Alvin menikah."Pasrah aja, El. Jalan takdir memang suka bikin kejutan 'kan?" jawab Alvin sangat pasrah, beda cerita dengan Elvira yang masih menginginkan masa lajangnya.Elvira menyusul duduk di sofa, lalu memperhatikan bos sekaligus sahabatnya yang malah bertindak tidak jelas."Jangan-jangan Kakak beneran suka sama aku?" tuduh Elvira menyipitkan matanya.Alvin mendongak mengangkat wajahnya yang terlihat sangat kusut. "El, kakak kasih waktu untuk kamu ganti pertanyaannya!""Enggak. Aku gak mau ganti! Kakak ayo jawab!" desak Elvira sangat yakin jika prediksinya ini benar.Alvin menghela nafas kasar, lalu kembali menelungkup wajahnya di atas sofa."Pertanyaan kamu aneh. Atau jangan-jangan kamu bukan wanita asli ya, El? Makanya sampai saat ini kamu juga belum menikah?" tanya Alvin sampai ia kembali mengangkat wajahnya.Elvira melempar tissue yang sudah ia remas menjadi gumpalan. "Sembarang! Aku perempuan ori asal Kaka tahu!"Alvin merubah posisinya menjadi duduk menghadap Elvira. "Mana buktinya? Kakak jadi ragu kalau kamu beneran perempuan!" goda Alvin.Elvira tersenyum miring, ia merabah kancing teratasnya dengan tubuh yang sengaja ia condongkan lebih dekat dengan Alvin.Alvin masih mengamati, keduanya sama-sama bungkam dan pergerakan Elvira semakin terlihat jelas jika ia ingin membuka kancing tersebut."Tu--" Hans yang ingin melaporkan jika salah satu tamu Alvin sudah tiba di lobi, namun yang ia dapatkan malah pemandangan ambigu membuat Hans ikut tertegun.Alvin menoleh kearah Hans, reflek Elvira juga ikut menoleh dengan memutar tubuhnya. Sadar jika satu kancing teratas Elvira sudah terbuka, Akvin langsung memeluk dari belakang dengan maksud menutupi belahan yang seidkit terlihat itu."M-maaf, tuan. Saya akan membawa tamu anda langsung ke ruang meeting!" ucap Hans sangat gugup.Elvira yang tersadar jika kedua tangan Alvin ada di depan dadanya langsung memukul dengan keras sampai Alvin meringis dan melepaskannya.Elvira memberikan tatapan yang menyalang."Kaka mesum!'' tuduh Elvira emosi.Alvin mengernyit menaikan satu alisnya. "Mending Kakak yang lihat, dari pada Hans?" skak Alvin tak mau kalah.Elvira yang memulai, tetapi Elvira juga yang merasa di rugikan saat ini."Benerin lagi kancingnya! Atau mau kakak yang benerin?!" Alvin menyeringai membuat Elvira buru-buru membenarkannya.Tadi saat Atikah keluar dari ruangan Alvin, ia sempat berbincang pada Hans mengenai pernikahan Alvin dan Elvira. Awalnya Hans tidak percaya karena ia tahu betul hubungan keduanya tidak lebih dari partner dan seorang sahabat. Tapi pertunjukan tidak sengaja tadi membuat rasa tidak percaya Hans hilang, seratus persen ia percaya jika kedua makhluk jomblo itu akan segera menikah.Hans menhambil ponsel dari dalam saku, ia menghubungi Atikah memberi tahu kejadian yang baru saja ia lihat.Bukannya marah, Atikah tampak bahagia dan berkali-kali mengucapkan terima kasih pada Hans.Hans si muka datar terlihat begitu bahagia, membuat para staf di lantai ini penuh tanda tanya."Mungkin pak Hans lagi jatuh cinta!" ucap salah seorang memberikan komentar tentang keadaan Hans yang aneh."Bisa jadi!" timpal yang lainnya.***Di ruang meeting.Hans yang juga berada di dalam ruangan tersebut sama sekali tidak fokus dengan apa yang sedang di presentasikan, ia hanya sibuk memperhatikan Alvin dan Elvira yang terus fokus.Sangking penasarannya, Hans pura-pura menjatuhkan puplpen untuk memastikan apakah kondisi di bawah sana aman atau tidak. Tapi ternyata aman.Tangan kanan Alvin berada di dalam saku celananya, sedangkan satu tangan kiri Elvira berada di atas paha. Kemungkinan mereka memang tidak bergandengan tangan sejak tadi.Alvin dan Elvira yang ingin menikah, tetapi Hans yang sangat amat bahagia sejak tadi sampai saat ini. Hans tersenyum kecil, sepertinya otaknya sudah tidak waras.Meeting selesai, tamu Alvin juga sudah pulang dan saat ini ketiganya berada dalam satu ruangan untuk membahas proyek yang tadi telah di tanda tangani."Dua Minggu lagi saya dan Elvira akan pergi untuk melihat lokasinya, sedangkan kamu, Hans. Kamu harus bisa menghandle urusan yang ada di sini selama dua hari!"Hans tersenyum penuh arti. "Gak sekalian bulan madu, pak? Bali terkenal dengan pantai-pantainya yang bikin adem lho!" ledek Hans melenceng dari pembahasan.Elvira mendelik kesal, begitu juga dengan Alvin yang sudah mengeratkan giginya."Hans, bulan depan masih ingin merasakan gajian, 'kan?" tanya Alvin dengan tatapan horor.Hans berdehem, membusungkan dadanya dengan wajah serius. "Masih tuan.""Bagus!""Kamu juga El, masih ingin gajian bulan depan?" tanya Alvin mengalihkan tatapannya pada Elvira yang menahan tawa.Elvira ikut berdehem, dan berdiri dengan benar. "Masih, pak. Skincare saya habis soalnya!" lawak Elvira masih tetap ingin tertawa.Andai saja mereka sedang tidak dalam jam kerja, sudah di pastikan Hans dan Elvira akan mereog sesuka dmhari mereka.Hans adalah adik kelas Alvin saat duduk di bangku SMA, hingga masuk kedunia perkuliahan hubungan mereka semakin akrab sampai saat ini.Alhasil, jika di luar jam kerja mereka akan menunjukkan sifat aslinya masing-masing.Hari ini cukup lelah untuk di lewati, Alvin ingin segera pulang ke apartemen."El, nanti kamu yang bawa Lussy pulang. Jangan sampai terluka atau lecet. Kalau sampai terjadi, gaji kamu seumur hidup akan saya tahan!" ancam Alvin melenggang pergi dengan santainya.Elvira belum sempat menjawab, kepalanya hanya memutar mengekori kepergian Alvin yang hilang saat pintu tertutup."El. Yang sabar ya. Sepertinya saingan kamu jauh lebih berat dari manusia asli."Elvira menoleh menatap Hans tajam. "Maksudnya?" tanya Elvira tidak paham.Hans menunjuk ke arah Lussy yang selalu di bawa kemanapun Alvin pergi menggunakan dagunya."Tuh, si kekasih kak Alvin yang sesungguhnya!" ujar Hans menahan tawanya.Elvira ikut tertawa, namun terdengar sinis membuat Hans seketika bungkam."Hans, bilang semua ini hanya mimpi. Hari ini gue terlalu capek ya, Hans?" Tiba-tiba Elvira memasang wajah sedih membuat Hans bingung.Hans menatap kanan dan kirinya, benar-benar hanya ada mereka berdua di ruangan ini. Dan Lussy yang sedang rebahan santai di tempatnya."El, sangking bahagianya sampai nganggep semua ini mimpi ya?" tanya Hans menggeleng pelan.Elvira menatap Hans datar, rasanya ingin sekali melepaskan helss yang ia gunakan ini untuk menampar bibir Hans yang terlalu lemas dari tadi.Elvira meniup poninya dengan ekspresi kesal. "Boss sama bawahan sama aja, sama-sama gak jelas!" cibir Elvira tanpa sadar membuat Hans tertawa mengejek."Iya deh yang mau jadi istrinya pak boss. Jadi lupa diri kalau kita sama-sama bawahan," ucap Hans menyindir Elvira yang sudah berapi-api itu.Hans segera lari sebelum akhirnya Elvira benar mengamukinya."Shit! Kenapa hidup gue sesial ini Tuhan?" keluh Elvira terduduk lemas di atas sofa. Pandangannya tertuju pada Lussy yang sepertinya kaget mendengar suaranya."Kenapa? Kamu juga pengin ngeledekin aku?" sentak Elvira membuat Lussy mengeluarkan suaranya seperti menjawab ucapan Elvira.Menikah dengan sahabat sekaligus bos sendiri? Ahaha. Benar-benar keinginan yang tidak pernah Elvira bayangkan. Ternyata sia-sia selama ini ia menjaga hati dengan baik jika akhirnya ia akan berstatus janda di suatu hari nanti.JANDA! Pekik Elvira dengan suara tertahan.Dari pada semakin gila berada di ruangan ini, Elvira segera keluar dan membereskan pekerjaannya. Hari ini ia ingin menghabiskan waktu berdiam diri di dalam kamar, Elvira bahkan belum merencanakan bagaimana ia mengatakan pada mbaknya, Raisa. Tentang pernikahan gila ini?Mungkin ekspresi Raisa tak beda jauh seperti nyonya Atikah tadi.Hidup lebih produktif di saat tidak memiliki siapa-siapa kecuali diri sendiri. Meskipun ada Raisa, Elvira tidak bisa mengandalkan mbak-nya di setiap waktu. Elvira memiliki kebutuhan, begitu juga Raisa dan keluarga kecilnya. Rumah peninggalan mendiang kedua orang tua mereka memang masih di gunakan dengan baik sampai saat ini. Hampir tiap tahun rumah peninggalan itu selalu di renovasi. Kedua wanita malang itu sempat merasakan hidup di atas awan, di mana apapun yang mereka inginkan bisa main tunjuk tanpa harus bersusah payah. Itu dulu, di saat bisinis orang tua mereka masih berjalan dengan baik. Penyebab meninggalnya kedua orang tua mereka adalah serangan jantung di saat pabrik terbesar yang mereka punya habis di makan api dalam beberapa jam. Rasanya seperti mimpi, sejak saat itu kehidupan Elvira maupun Raisa seperti mimpi buruk. Banyak penanaman saham yang meminta ganti rugi, belum lagi santunan untuk para karyawan yang menjadi korban kebakaran. Intinya, pada saat itu harta yang me
Sama sekali tidak bisa Elvira bayangkan jika pernikahannya akan di majukan secepatnya ini. Elvira hanya terbengong di depan cermin menatap wajahnya pasrah dengan riasan yang hampir selesai. Aroma kembang kantil yang menyeruak membuat kesadaran Elvira perlahan pulih. Dan, betapa kagetnya wanita itu saat menatap cermin ternyata ada patulan Alvin juga di sana dengan wajah murung, sama seperti Elvira. Wanita itu segera menoleh kebelakang, Alvin tersenyum kecut. Tidak bohong, Elvira yang jarang sekali menggunakan make-up tebal kali ini terlihat sangat berbeda. Aura anggun terpancar meskipun ia belum menggunakan kebaya. Riasannya sudah selesai, Alvin meminta dua MUA yang ada di kamar ini untuk keluar sejenak, karena ada hal yang ingin ia bicarakan sebelum status mereka sah menjadi suami-istri.Alvin susah payah menelan salivanya, dari tatapan Elvira, wanita itu seperti memendam kekecawaan. Elvira hanya diam, ia menunggu Alvin membuka suara."El, maafin mama ya. Dia yang paling excited un
Elvira dan Alvin saling melirik dengan tatapan penuh arti. Alvin langsung mengusap tengkuknya yang terasa meremang. Elvira menggeleng, ternyata obat yang di berikan Clarissa itu sangat bereaksi cepat. "Emh, El. Kita lanjut nanti, ya!" ucap Alvin mengalihkan suasana. Elvira mengangguk setuju, karena semakin di rasa tubuhnya semakin aneh. Tatapan Elvira saat ini tertuju pada segala macam makanan dan minuman yang bertengger di atas meja, ia hanya membatin apakah ada obat yang di masukan di sana, namun Elvira tidak menemukan tanda-tanda apapun di sana. "Aku ke atas dulu!" Pamit Elvira, ia merasa jika tubuhnya semakin gerah dan ingin segera melepaskan kebaya yang melekat di tubuhnya sejak tadi pagi. Alvin mengangguk tanpa mengeluarkan suara, ia menatap kepergian Elvira hingga tidak terlihat lagi. "Loh, Elvira mana?" tanya Raisa pura-pura tidak tahu jika adiknya itu sudah lebih dulu naik ke atas. Alvin tersenyum canggung, entah kenapa tubuhnya semakin terasa aneh. "K-keatas, mbak!"
Satu bulan sudah pernikahan ini berjalan, namun hari-hari yang mereka lalui hampir tidak ada yang berbeda karena hampir dua puluh empat jam keduanya sibuk bekerja. Hari ini sepulang kuliah Clarissa berniat untuk menyambangi apartemen kakak kesayangannya yang sudah lama tidak ada kabar. Clarissa tersenyum menduga jika saat ini kakak iparnya sudah mengandung, karena menurut informasi yang ia dapat dari Raisa, sore itu terjadi sebuah pergelutan hingga menyebabkan keduanya keramas. Menekan kode seperti sebelum-sebelumnya, akhirnya berhasil. "Dih, dasar orang tua. Udah berkeluarga bukannya di ganti!" cibir Clarissa namun ia juga tersenyum, karena akhirnya ia tidak perlu bersusah payah bertanya. Clarissa membawakan banyak jajanan, salah satunya makanan siap saji yang akan ia hidangkan untuk kakak-kakaknya nanti ketika mereka pulang kerja. Tugas kuliah yang membuat Clarissa penat membuat apartemen Alvin sebagai pelariannya. Langkah Clarissa semakin masuk menelusuri apartemen mewah ini,
"Ma, andai aja istri bisa di beli seribu tiga. Mungkin saat ini mansion sudah tersulap seperti panti asuhan!" celetuk Alvin, pria berusia 30 tahun yang sedang di teror menikah oleh Mamanya, Atikah. Mereka sedang berada di ruang keluarga sambil menyetel televisi yang Alvin yakini tidak benar-benar di tonton oleh Atikah yang nafasnya terlihat naik turun. "Ma, bicara sama manusia yang terlalu mencintai pekerjaannya memang sesulit itu. Tebakan Cla, Kak Alvin gak akan nikah sampai malaikat Jibril menjemputnya!" sahut Clarissa, adik satu-satunya yang Alvin miliki. Jika gadis itu ada di sini, ia pasti akan menjadi ratu kompor. "Malaikat Jibril udah off tugas kali. Gak update banget hamba satu ini!" cibir Levin menatap adiknya sinis. Atika menghela nafas dengan suara yang menyita kedua anaknya yang sedang berdebat tidak penting. Tatapan Atikah setajam silet, ia hanya fokus pada Alvin. "Mama kasih pilihan deh. Kalau kamu gak bisa cari pasangan sendiri, bagaimana jika mama jodohkan saja den
"Ini di luar jam kerja. Kakak minta tolong sebagai sahabat, bukan sebagai atasan." Alvin menahan Elvira di saat wanita itu ingin duduk di kursi pengemudi. Elvira menurut, ia mengurungkan diri dan bergegas memutari mobil untuk sampai di pintu sebelah. Keduanya sudah berada di dalam mobil, seperti yang Alvin katakan jika ia meminta tolong sebagai sahabat, bukan sebagai atasan. Suasana yang terjalin tidak begitu serius, Elvira terlihat begitu santai meskipun wajah lelah sangat tercetak jelas. "Maaf kakak selalu merepotkan kamu, El." Tidak ada hujan tidak ada mendung, tiba-tiba seorang Alvino meminta maaf? Ada apa ini?! Elvira yang sedang mengikat rambutnya itu sampai menunda dan semua fokusnya ia berikan pada Alvin yang terlihat sedih. "Tante Atikah masih neror kakak buat nikah?" tebak Elvira sudah bisa membaca jika ekspresi Alvin seperti itu. Alvin mengangguk dengan tatapan sendu, membuat Elvira ikut merasa kasihan pada pria tua ini. "Tinggal di turutin apa susahnya sih, kak? La
Satu bulan sudah pernikahan ini berjalan, namun hari-hari yang mereka lalui hampir tidak ada yang berbeda karena hampir dua puluh empat jam keduanya sibuk bekerja. Hari ini sepulang kuliah Clarissa berniat untuk menyambangi apartemen kakak kesayangannya yang sudah lama tidak ada kabar. Clarissa tersenyum menduga jika saat ini kakak iparnya sudah mengandung, karena menurut informasi yang ia dapat dari Raisa, sore itu terjadi sebuah pergelutan hingga menyebabkan keduanya keramas. Menekan kode seperti sebelum-sebelumnya, akhirnya berhasil. "Dih, dasar orang tua. Udah berkeluarga bukannya di ganti!" cibir Clarissa namun ia juga tersenyum, karena akhirnya ia tidak perlu bersusah payah bertanya. Clarissa membawakan banyak jajanan, salah satunya makanan siap saji yang akan ia hidangkan untuk kakak-kakaknya nanti ketika mereka pulang kerja. Tugas kuliah yang membuat Clarissa penat membuat apartemen Alvin sebagai pelariannya. Langkah Clarissa semakin masuk menelusuri apartemen mewah ini,
Elvira dan Alvin saling melirik dengan tatapan penuh arti. Alvin langsung mengusap tengkuknya yang terasa meremang. Elvira menggeleng, ternyata obat yang di berikan Clarissa itu sangat bereaksi cepat. "Emh, El. Kita lanjut nanti, ya!" ucap Alvin mengalihkan suasana. Elvira mengangguk setuju, karena semakin di rasa tubuhnya semakin aneh. Tatapan Elvira saat ini tertuju pada segala macam makanan dan minuman yang bertengger di atas meja, ia hanya membatin apakah ada obat yang di masukan di sana, namun Elvira tidak menemukan tanda-tanda apapun di sana. "Aku ke atas dulu!" Pamit Elvira, ia merasa jika tubuhnya semakin gerah dan ingin segera melepaskan kebaya yang melekat di tubuhnya sejak tadi pagi. Alvin mengangguk tanpa mengeluarkan suara, ia menatap kepergian Elvira hingga tidak terlihat lagi. "Loh, Elvira mana?" tanya Raisa pura-pura tidak tahu jika adiknya itu sudah lebih dulu naik ke atas. Alvin tersenyum canggung, entah kenapa tubuhnya semakin terasa aneh. "K-keatas, mbak!"
Sama sekali tidak bisa Elvira bayangkan jika pernikahannya akan di majukan secepatnya ini. Elvira hanya terbengong di depan cermin menatap wajahnya pasrah dengan riasan yang hampir selesai. Aroma kembang kantil yang menyeruak membuat kesadaran Elvira perlahan pulih. Dan, betapa kagetnya wanita itu saat menatap cermin ternyata ada patulan Alvin juga di sana dengan wajah murung, sama seperti Elvira. Wanita itu segera menoleh kebelakang, Alvin tersenyum kecut. Tidak bohong, Elvira yang jarang sekali menggunakan make-up tebal kali ini terlihat sangat berbeda. Aura anggun terpancar meskipun ia belum menggunakan kebaya. Riasannya sudah selesai, Alvin meminta dua MUA yang ada di kamar ini untuk keluar sejenak, karena ada hal yang ingin ia bicarakan sebelum status mereka sah menjadi suami-istri.Alvin susah payah menelan salivanya, dari tatapan Elvira, wanita itu seperti memendam kekecawaan. Elvira hanya diam, ia menunggu Alvin membuka suara."El, maafin mama ya. Dia yang paling excited un
Hidup lebih produktif di saat tidak memiliki siapa-siapa kecuali diri sendiri. Meskipun ada Raisa, Elvira tidak bisa mengandalkan mbak-nya di setiap waktu. Elvira memiliki kebutuhan, begitu juga Raisa dan keluarga kecilnya. Rumah peninggalan mendiang kedua orang tua mereka memang masih di gunakan dengan baik sampai saat ini. Hampir tiap tahun rumah peninggalan itu selalu di renovasi. Kedua wanita malang itu sempat merasakan hidup di atas awan, di mana apapun yang mereka inginkan bisa main tunjuk tanpa harus bersusah payah. Itu dulu, di saat bisinis orang tua mereka masih berjalan dengan baik. Penyebab meninggalnya kedua orang tua mereka adalah serangan jantung di saat pabrik terbesar yang mereka punya habis di makan api dalam beberapa jam. Rasanya seperti mimpi, sejak saat itu kehidupan Elvira maupun Raisa seperti mimpi buruk. Banyak penanaman saham yang meminta ganti rugi, belum lagi santunan untuk para karyawan yang menjadi korban kebakaran. Intinya, pada saat itu harta yang me
Setelah kepergian Nyonya Atikah, saatnya Elvira berekspresi saat ini. "Kak. Bagaimana kalau besok Tante bawa penghulu kerumah?" tanya Elvira dengan wajah cemas. Elvira sangat mengenal keluarga Alvin, sebab dari kecil ia sudah sering bersama mereka. Atikah adalah perempuan ambisius, ia tidak akan tenang sebelum apa yang ia inginkan bisa terwujud. Hampir setiap apa yang dia inginkan memang harus ia dapatkan. Tak terkecuali Elvira. Alvin menghempaskan tubuhnya di sofa, ia berbaring menelungkup ikut pusing dengan mama-nya yang terlalu terobsesi melihat Alvin menikah. "Pasrah aja, El. Jalan takdir memang suka bikin kejutan 'kan?" jawab Alvin sangat pasrah, beda cerita dengan Elvira yang masih menginginkan masa lajangnya. Elvira menyusul duduk di sofa, lalu memperhatikan bos sekaligus sahabatnya yang malah bertindak tidak jelas. "Jangan-jangan Kakak beneran suka sama aku?" tuduh Elvira menyipitkan matanya. Alvin mendongak mengangkat wajahnya yang terlihat sangat kusut. "El, kakak kas
"Ini di luar jam kerja. Kakak minta tolong sebagai sahabat, bukan sebagai atasan." Alvin menahan Elvira di saat wanita itu ingin duduk di kursi pengemudi. Elvira menurut, ia mengurungkan diri dan bergegas memutari mobil untuk sampai di pintu sebelah. Keduanya sudah berada di dalam mobil, seperti yang Alvin katakan jika ia meminta tolong sebagai sahabat, bukan sebagai atasan. Suasana yang terjalin tidak begitu serius, Elvira terlihat begitu santai meskipun wajah lelah sangat tercetak jelas. "Maaf kakak selalu merepotkan kamu, El." Tidak ada hujan tidak ada mendung, tiba-tiba seorang Alvino meminta maaf? Ada apa ini?! Elvira yang sedang mengikat rambutnya itu sampai menunda dan semua fokusnya ia berikan pada Alvin yang terlihat sedih. "Tante Atikah masih neror kakak buat nikah?" tebak Elvira sudah bisa membaca jika ekspresi Alvin seperti itu. Alvin mengangguk dengan tatapan sendu, membuat Elvira ikut merasa kasihan pada pria tua ini. "Tinggal di turutin apa susahnya sih, kak? La
"Ma, andai aja istri bisa di beli seribu tiga. Mungkin saat ini mansion sudah tersulap seperti panti asuhan!" celetuk Alvin, pria berusia 30 tahun yang sedang di teror menikah oleh Mamanya, Atikah. Mereka sedang berada di ruang keluarga sambil menyetel televisi yang Alvin yakini tidak benar-benar di tonton oleh Atikah yang nafasnya terlihat naik turun. "Ma, bicara sama manusia yang terlalu mencintai pekerjaannya memang sesulit itu. Tebakan Cla, Kak Alvin gak akan nikah sampai malaikat Jibril menjemputnya!" sahut Clarissa, adik satu-satunya yang Alvin miliki. Jika gadis itu ada di sini, ia pasti akan menjadi ratu kompor. "Malaikat Jibril udah off tugas kali. Gak update banget hamba satu ini!" cibir Levin menatap adiknya sinis. Atika menghela nafas dengan suara yang menyita kedua anaknya yang sedang berdebat tidak penting. Tatapan Atikah setajam silet, ia hanya fokus pada Alvin. "Mama kasih pilihan deh. Kalau kamu gak bisa cari pasangan sendiri, bagaimana jika mama jodohkan saja den