Bibi Mutia menyambut kedatanganku dengan penuh ceria dan hangat. Ia memeluk tubuhku dengan penuh sayang, bahkan wajahku tak luput dari kecupan-kecupan manisnya.
"Kangen," rengek ku pada bibi Mutia yang masih terus memelukku bahkan kini semakin erat.
"Sama. Bibi juga kangen banget sama kamu, ndok."
"Boong!" godaku.
"Serius ndok, Bibi, Paman dan Usron kangen banget sama kamu."
"Hmm, iya deh, aku percaya." ku lepaskan pelukan Bibi. "Aku gak disuruh masuk nih?" rajuk ku memasang wajah cemberut, pura-pura merajuk.
Aku langsung terkekeh begitu melihat bibi menepuk jidatnya sendiri. "Oalah! Lupa bibi. Ayo masuk ndok." ajaknya yang ku angguki.
Aku pun dengan semangat masuk ke dalam rumahnya sembari menggeret koperku.
"Paman dan Usron sudah berangkat kerja, Bi?" tanyaku setelah menaruh koper di kamar tamu.
Karena aku datang berkunjung ke rumah bibi, otomatis aku adalah tamu.
"Ya udahlah ndok, udah jam segini juga. Telat dikit yang ada langsung dipecat bos." kata bibi tersenyum.
"Apa bos barunya galak, Bi?" tanyaku entah kenapa malah kepo dengan bos pabrik tempat paman dan sepupuku bekerja. Kenapa aku tahu bosnya baru? Karena aku pernah mendengar Usron mengeluh mengenai bos barunya.
Kalau tidak salah, bos barunya ini adalah anak dari bos lama mereka. Ya istilahnya, bos baru ini menggantikan posisi orang tuanya.
"Enggak sih, cumanya semenjak sebulan terakhir ini resmi menjadi duda. Pak Galuh jadi sedikit lebih dingin dan kejam gitu."
"Pak Galuh?" ulang ku.
"Iya, nama bosnya Paman dan Usron yang sekarang itu Pak Galuh?" aku manggut-manggut mengerti. Oh, jadi namanya Galuh.
Dan, apa kata Bibi tadi? Pak Galuh baru sebulan resmi menjadi duda? Wow!
"Hmm, aku jadi penasaran sama rupanya Pak Galuh." gumamku pelan.
"Kamu bilang apa tadi ndok?" tanya Bibi yang rupanya samar-samar mendengar ucapanku.
Aku nyengir, "gak ada kok Bi. Aku gak bilang apa-apa."
"Masa sih? Kok tadi Bibi denger kamu kayak ngeremeng-ngeremeng gitu."
"Enggak kok Bi, enggak ada." elak ku berbohong.
Bibi Mutia lantas menyuruhku untuk mandi, lalu makan dan setelahnya untuk langsung beristirahat. Duh, aku merasa terharu melihat perhatian bibi yang sangat mengerti sekali jika aku memang capek.
Maklumlah, perjalanan naik bus dari kota tempatku tinggal kemari lumayan jauh. Sekitar lima jam lah kurang lebih.
Kenapa aku tidak naik pesawat? Sedikit info kalau aku takut naik pesawat. Hehe!
Sebagai keponakan yang baik aku pun mengangguk menuruti perintah bibi. Aku pun segera bergegas menuju kamar dan mandi, setelah selesai berpakaian aku pun segera makan sambil menonton televisi.
Film kartun adalah tontonan favoritku, sayangnya konsentrasi menonton ku terganggu saat ku dengar dering ponsel ku berbunyi.
"Ya, hallo Ma?" sapaku pada mama seberang telepon.
"........"
"Iya, sudah Ma."
"........."
"Hehe, lupa Ma. Ya ampun maafin aku," sahutku nyengir. Sungguh, aku beneran lupa menghubungi mama ketika sudah sampai di rumah bibi. Padahal kan aku sudah berjanji saat akan mau berangkat tadi.
"........"
"Ini lagi makan, Ma. Sambil nonton televisi," sahutku.
"........."
"Bibi lagi ... di dapur kayaknya Ma. Kenapa? Mama mau ngomong sama Bibi?"
"........"
"Hmm, oke Ma. Nanti bakal aku sampaikan ke Bibi. Dah Mama, mmmuuaacchh." aku mengecup ponselku seakan-akan tengah mengecup mama secara langsung.
Sambungan telepon berakhir dan aku pun kembali fokus makan sembari nonton televisi.
Setelah selesai makan aku pun langsung mencuci piring kotor bekas makan ku tadi. Lalu kembali menonton televisi lagi sampai aku pun merasa ngantuk dan menguap beberapa kali.
Aku pun memutuskan untuk tidur, dan baru terbangun saat hari menjelang sore. Gelagapan aku segera bergegas bangun dan keluar dari kamar.
"Hei sayang, gimana tidur kamu? Nyenyak ndok?" aku mengangguk dan tersenyum malu.
Malu karena bisa-bisanya aku tertidur cukup lama. Ya ampun!
"Maaf ya Bi, aku tidurnya nyenyak banget."
"Iya gak apa-apa sayang, Bibi maklum kok. Namanya juga capek," bibi menepuk lembut pipiku.
"Seharusnya Bibi bangunin aja aku," rengek ku pura-pura cemberut.
"Uluh-uluh, lebay banget kamu." kali ini bibi menoel hidung mancungku.
"Udah sana mandi," titah bibi yang langsung ku angguki.
"Siap, bos!"
Ting tong....
"Biar aku saja yang buka, Bi." kataku yang segera bergegas membuka pintu.
Tapi, sebelum itu aku mengintip dulu siapa orang yang datang dari jendela. Bibirku tersenyum senang kala melihat paman dan Usron.
"Surprise!" ucapku riang seraya membuka pintu. Paman dan sepupuku tampak terkejut dengan kejutan ku ini.
"Stecy!" seruan keduanya kompak. "Kapan sampai?" lagi, keduanya bahkan kompak bertanya.
Aku terkikik geli mendengarnya, "tadi pagi." sahutku.
"Ya ampun! Kangen banget gue sama lu, tau gak!" kata Usron seraya menghambur memelukku.
"Lebay, ih!" cibirku bermaksud menggoda Usron.
"Dih, biarin! Orang kangen juga sama sepupu sendiri. Emang salah?" aku menggeleng.
"Wah, gila! Gue juga kangen sama lo."
"Ehemm," ku dengar paman berdeham. Usron pun melepaskan pelukannya.
"Eci, sama paman gak kangen?" goda paman memasang wajah ngambek.
"Astaga! Ya ampun, Eci juga kangen sama Paman. Sini-sini peluk," aku pun menghamburkan memeluk tubuh paman yang ternyata jauh lebih acem baunya dari Usron.
"Hmm, mulai deh drama kangen-kangenannya." cibir Usron mendengus kesal.
"Biarin!" aku dan paman kompak menjulurkan lidah pada Usron yang cemberut.
***
Saat hari libur tiba, Usron mengajakku untuk lari pagi. Duh, aku paling males banget.
Namun, tidak ada kata malas bila berhubungan dengan Usron yang super duper rajin ini bila mengenai olahraga.
Pagi-pagi sekali bahkan dia sudah merecoki ku untuk segera bangun. Huffhh!
"Duh, Usron! Lo kalo mau lari pagi ya udah sana sendirian aja. Ngapain ngajak-ngajak gue sih?" protes ku kesal dengan mata setengah mengantuk.
"Ya biar lo sehat lah."
"Hmm, jadi maksud lo, gue kayak orang sakit gitu?" omel ku sembari menguap.
Dan saat aku hendak membaringkan tubuhku kembali ke ranjang, si menyebalkan Usron justru menahan ku.
"Ayo, bangun!" katanya seraya menarik tubuhku untuk segera bangun dan membawaku ke dalam kamar mandi. Dan....
Byurrr!
Langsung saja air dingin yang ada di dalam bak mandi mengguyur tubuhku. "Arghhh, Usron!" jeritku kaget dan merasa kedinginan. Urson tertawa dan kembali mengguyur tubuhku dengan air.
"Mau lagi atau kita jadi lari pagi?" tanyanya seakan menawar pilihan padaku. Sial!
"Gak ada yang gue pilih!" sahutku ketus.
"Oh, lo mau diguyur lagi—"
"Eh, enggak-enggak." sela ku memotong ucapan Usron.
"Hmm, enggak apa?"
"Iya gue mau lari pagi."
"Beneran?"
"Iyeee. Tapi gue mandi dulu."
"Oke!" Usron mengacungkan satu jempolnya dan setelahnya berlalu pergi dari kamarku.
"Arghh! Usron sialan!" umpat ku kesal.
Ah, sudahlah. Kepalang basah juga baju ku gara-gara Usron. Cuss! Langsung mandi.
"Usron, udah dong, berhenti dulu." pintaku dengan nafas ngos-ngosan.Lari pagi dengan Usron memanglah suatu kesalahan yang besar. Tenaga dan energi pria ini benar-benar besar, bahkan aku sama sekali tak melihatnya merasakan capek."Ayo dong! Kok berhenti sih?" ejeknya yang langsung ku tatap tajam.Aku tak menanggapi ucapannya karena aku sungguh benar-benar capek. "Istirahat dulu, ya." pintaku yang langsung mencari tempat sejuk dan duduk di rerumputan hijau tanpa mempedulikan celana ku akan kotor nantinya."Haus gak lo?""Ya hauslah.""Yaudah lo tunggu disini dulu, gue mau beli minuman dulu." katanya yang ku angguki.Aku menengadahkan kepala menatap sebentar langit yang tampak cerah. Menghirup udara segar pagi ini sembari memejamkan mata."Akhirnya lo datang," kataku begitu mendengar suara langkah kaki mendekat.Aku pun men
"Kenapa lo gak bilang kalau Pak Galuh itu bukan cuma bos lo aja di kantor, tapi dia juga tetangga lo." omel ku pada Usron saat kami sudah sampai di rumah.Usron melihat ke arahku, "ya lo juga gak pernah nanya."Hmm, iya juga ya. batinku membenarkan ucapan Usron barusan. Aku memang tak pernah bertanya sih."Sudah, nanti lagi ngobrolnya. Sekarang kita makan siang dulu," ucap bibi ku yang memang tak suka saat makan sambil bicara.Aku diam tak bicara sepatah kata pun lagi, begitu juga dengan Usron. Kami berempat menikmati makan siang dengan tenang sebelum suara bel berbunyi mengganggu konsentrasi makan kami."Biar aku saja," kata Usron saat aku hendak berdiri.Aku pun kembali duduk menikmati makan siang ku. Lalu ku dengar suara langkah kaki mendekat—memasuki ruangan makan."Eh! Ada Pak Galuh," pekik bibi otomatis membuatku terkejut. Aku mendongak dan ben
"Gue mau nanya sama lo, boleh?""Nanya apa? Ngomong aja," sahut Usron santai sembari menikmati cemilan. Kacang tanah goreng, sepupuku ini sangat suka sekali ngemil makanan ini."Pak Galuh kok bisa jadi duda sih?" tanyaku mulai kepo, dan pelan-pelan ingin mengoreksi informasi tentangnya."Ya bisalah, orang aja bisa meninggal."Ku pukul bahu Usron yang begitu enteng menjawabnya. "Ihh, Usron! Maksud gue bukan itu.""Lah, lo nanyanya kayak gitu. Apa salah gue jawabnya?"Aku nyengir, "gue yang salah. Maksud gue, apa penyebab Pak Galuh duda?""Dih, kepo lo?!" ejek Usron melirik ku sekilas.Sialan!"Ya, sedikit kepo sih. Makanya aku tanya sama kamu.""Terus penting banget gitu buat gue jawab?""Ishhh, Usron! Ayolah, please kasih tahu aku." pintaku dengan raut memelas.Hm
"Terima kasih," ucapnya sekali lagi.Sementara aku tak merespon sedikitpun, entah iya atau tidak sama sekali tak ku sahut. Hanya tatapan kesal saja yang ku lemparkan padanya sebagai tanda ketidaksukaan ku dengannya yang luar biasa pongahnya.Ia berdeham lagi sekali, "saya bilang terima kasih. Lalu, kenapa kamu masih disini?""Itu...." kataku seraya menunjuk rantang yang tengah di pegangnya. Dia pun ikut melirik rantang itu."Bibi menyuruhku untuk mengambilnya kembali setelah sudah anda pindahkan ke piring milik anda." kataku malas memanggilnya dengan sebutan bapak. Takutnya nanti dia komen lagi seperti waktu itu pas tak sengaja bertemu untuk pertama kalinya."Oh, iya-iya. Baiklah, kalau gitu tunggu sebentar ya." katanya, aku pun mengangguk dan dia berlalu masuk ke dalam rumahnya begitu saja.Aku melongo tak percaya melihatnya, pria itu meninggalkanku sendirian di halaman depan rumahnya tanpa basa-basi menyuruhku
Aku tertawa melihat isi rantang dari Galuh, ku pikir isinya bakalan sesuatu yang luar biasa. Ternyata cuma.... Hahaha.Bibi melirik tajam ke arahku yang masih tertawa. "Ecy, gak boleh gitu. Kita maklumi sajalah, kan Pak Galuh itu duda baru yang pastinya belum terbiasa dengan kehidupan barunya.""Makanya buat gini aja sampai gosong," ucap Usron yang ikut tertawa."Hussss! Yang penting niat baiknya yang tulus membalas pemberian kita." ujar bibi memarahi kami berdua. Aku dan Usron berhenti tertawa dan mengangguk patuh.Selesai sarapan, Usron dan paman langsung berpamitan pergi kerja. Aku pun lekas membersihkan meja dan mencuci piring kotor.Sambil mencuci piring aku teringat akan kue gosong buatan Galuh, dan hal itu sukses membuatku kembali tertawa.Lagian ya, tuh orang isi rantangnya cuma satu padahal tadi malam bibi mengisi setiap rantang dengan makanan-makanan enak.Tidak setimpal! batinku yang selalu merasa sewot bi
Pov Galuh.Tepat hari ini dua bulan sudah aku menyandang status baru, yaitu menjadi duda. Aku sedih? Ya, sedikit.Karena perasaan bahagia dan lega lebih banyak aku rasakan kini. Bisa lepas dari ikatan pernikahan dengannya yang sudah begitu tega dan jahat menghianatiku sebanyak tiga kali.Bayangkan? Tiga kali!Siapapun pasti tidak akan pernah mau di khianati. Apalagi sampai tiga kali, big no! Dan aku si pria bodoh yang mau memaafkan kesalahan dan kekhilafan mantan istriku sampai bisa terkecoh tiga kali. Seharusnya belajar dari pengalaman bahwa sekali berbohong, maka orang tersebut akan ketagihan berbohong dan terus berbohong.Saat itu aku pikir mantan istriku benar-benar mau berubah. Mengingat raut wajahnya kala itu seperti tampak menyesal dengan apa yang ia lakukan. Jadinya ya ku maafkan saja dia. Sayangnya, perselingkuhan kembali terjadi
Saat malam tiba, aku dikejutkan dengan kedatangan Stecy ke rumahku."Ada apa?" tanyaku sarkastik."Nih!" katanya seraya menyodorkan sebuah rantang padaku."Untuk saya?" tanyaku memastikan.Stecy mengangguk dan aku pun mengucapkan terima kasih. Namun wanita itu tak bergerak sedikitpun meski aku sudah berterima kasih.Dengan terpaksa aku mengulangi ucapan terima kasihku lagi, siapa tahu saja kan kalau wanita ini tidak mendengarnya tadi.Namun ia juga masih tak bergerak, atau dia memang tak berniat untuk pergi dari rumahku.Stecy dengan suara sedikit terbata pun menjelaskan bahwa dirinya di suruh bu Mutia untuk menunggu rantangnya setelah makanannya selesai ku pindahkan ke piringku."Baiklah, tunggu sebentar ya." ucapku yang awalnya memang tak bermaksud mengerjainya.Sebab aku memang tidak bohong saat mengatakan jadi lupa segalanya begitu makan masakan bu Mutia yang lezat. Itu bukan hanya
Aku uring-uringan ketika berulang kali mendapat telepon dari mama yang meminta diriku agar segera pulang. Memang, aku berkunjung ke rumah bibi hanya untuk sekadar liburan. Dan aku berjanji cuma sebentar disini, namun kenyataannya aku selalu betah setiap kali ke rumah bibi. Alhasil, membuat aku jadi malas pulang, dan ingin tetap berada di kota ini.Perasaan panik dan gelisah berkumpul jadi satu menyelimutiku. Mama tiada henti menelponku dan berusaha membujukku untuk pulang.Orang tuaku sepertinya begitu merindukanku, lagian aku juga sudah mulai masuk kerja. Kan, aku ambil cuti biar bisa kemari."Memangnya Stecy mau di pecat dari kerjaan?" tanya bibi setelah aku curhat bahwa aku tak ingin pulang.Tanpa di duga aku justru menganggukkan kepala, seolah kehilangan pekerjaan bukanlah apa-apa bagiku.Tentu saja hal ini membuat bibi terkejut, namun ia juga tak mau menyerah untuk terus membujukku.
Ekstra part 5.Stecy menatap tak percaya pada Usron yang memintanya untuk berhenti mengurusi dirinya dan Fayla."Kenapa?" tanya Stecy sedikit kecewa. "Apa lo gak percaya sama gue?" "Bukan begitu, Cy." elak Usron tersenyum. "Kenapa bisa gue gak percaya sama lo? Tentu aja gue percaya dong, hanya saja gue rasa sudah cukup sampai disini Cy.""Ya, sudah cukup sampai disini." sambung Usron mantap."Ya, tapi kenapa? Kenapa lo tiba-tiba gini minta gue untuk berhenti berusaha dalam menyatukan kalian berdua? Hmm, kenapa Us?""Karena gue gak mau ngerepotin lu lagi." ujar Usron sendu. "Gue sadar ka
Ekstra part 4.Stecy lemas setelah mendengarnya langsung dari Usron tentang Fayla yang secara tidak sengaja menolaknya. Acara makan malam bersama di rumah mereka sudah selesai saat Fayla memutuskan untuk pamit pulang. Stecy curiga dan khawatir saat tak melihat Usron yang tak kembali ke ruang makan. Stecy pun memutuskan untuk menemui sepupunya itu yang ternyata tengah merenung seorang diri di dalam kamarnya. Lebih tepatnya kamar tamu yang sudah beberapa hari ini di tempatinya.Usron menatap sedih Stecy yang melangkah masuk ke dalam kamarnya. "Semuanya sudah berakhir, dia menganggap ku cuma bermain-main. Padahal aku, kan...." Usron tak melanjutkan ucapannya. Stecy mengerti maksud se
Ekstra part 3."Oh, jadi ini orang spesial yang kamu maksud sayang?" "Iya Mas," Stecy mengangguk membenarkan pertanyaan suaminya. Fayla tersipu malu mendengarnya, di anggap spesial oleh keluarga kecil yang manis dan bahagia ini merupakan suatu kebanggaan untuknya. "Mbak, ayo masuk ke dalam." ajak Stecy dengan hangat dan ramah. Fayla mengangguk dan perlahan mereka semua beranjak ke ruang makan. Disana ternyata sudah tersedia berbagai macam makanan enak yang telah di tata rapih di atas meja makan. Galuh dengan sigap dan penuh perhatiannya menarik s
Ekstra part 2."Lo beneran serius mau bantu gue?" tanya Usron memastikan sekali lagi. Usron tampak ragu pada Stecy yang mengatakan ingin membantu dirinya. Usron takut jika sepupunya ini hanya bercanda saja."Memang muka gue terlihat becanda ya?" Stecy menunjuk ke arah wajahnya sendiri."Ya." dengan tampang polos Usron mengakuinya."Sialan!" umpat Stecy kesal. "Gue serius mau bantu lo, Usron.""Alasannya?""Gak ada alasan, ya gue mau ngebantu masalah lo aja." Usron diam, merasa kurang yakin."Oke, jujur gue mau bantu lo karena kalian berdua udah melakukan itu." ucap Stecy menggerakkan jari tangannya membentuk tanda kutip saat mengatakan dua kata itu."Menurut gue ya lo harus bertanggung jawab atas apa yang udah lo lakuin ke Mbak Fa
Ekstra part 1.Stecy semakin merasa khawatir dengan kondisi sepupunya yang semakin lama semakin terlihat memprihatinkan.Dengan kesal Stecy memukul kepala Usron dengan sebuah buku majalah yang tengah dibacanya. Sebenarnya sih bukan pukulan kuat yang menyakitkan, tapi dasarnya Usron yang lebay pun tetap meringis."Biasa aja deh. Gak sampai bikin lo geger otak kali.""Ya memang enggak," ledek Usron tertawa.Stecy mendengkus kesal, "pulang gih sana!""Lo ngusir gue, Cy?""Iya, memang kenapa? Sakit hati?""Dikit." bukannya pulang Usron malah merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang ada disitu.Sontak hal itu membuat Stecy kesal setengah mati. Saat Stecy hendak membuka mulutnya ingin memprotes, dengan cepat Usron mencegahnya."Daripada lu ngomel-ngomel terus, mendingan l
Galuh berkali-kali mengucap syukur pada sang kuasa yang sudah mempertemukannya dengan Stecy yang sejak semalam sudah sah menjadi istrinya.Begitupun dengan Stecy yang juga tiada hentinya mengucap syukur. Siapa yang menyangka jika awal pertemuannya dengan Galuh menimbulkan benih-benih cinta."Benar ya kata orang-orang," ucap Stecy tiba-tiba."Apa?" tanya Galuh bingung."Jangan terlalu membenci karena benci dan cinta itu beda tipis. Iya, kan?"Cup.Terkejut, satu kata yang dapat mendefinisikan ekspresi wajah Stecy saat ini ketika dengan sangat tiba-tibanya Galuh mencium bibirnya sekilas.Stecy menutup wajahnya yang memerah dengan kedua tangannya karena aksi spontan Galuh tadi."Malu?" goda Galuh."Huum." sahut Stecy dengan manja."Ya ampun sayang, kok kamu masih malu aja sih? Padahal tadi malam kita sudah—""Stop!" pinta Stecy dengan gerakan spontan membungkam mulut G
Beberapa bulan kemudian...."Yang ini aja.""Eh, bagusan yang ini.""Yang mana?""Yang ini.""Ah, kurang bagus. Lebih bagus lagi pilihanku.""Enak aja, bagusan pilihanku juga dari kamu.""Dih!" cibir Fayla terlihat kesal pada Usron yang tak pernah mau kalah berdebat.Sementara Stecy dan Galuh saling pandang, geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua orang itu yang kalau setiap ketemu pasti berdebat.Entah itu hal kecil pasti selalu mereka perdebatkan. Ya, contohnya saja seperti ini. Fayla dan Usron yang heboh saat ikut memilihkan gaun pengantin untuk Stecy yang sebentar lagi akan menikah dan sang pujaan hati, Galuh."Apa aku bilang? Seharusnya mereka berdua tidak usah diajak saja tadi." keluh Galuh mengomeli Stecy yang tadi ngotot ingin sepupu dan mantan istri Galuh untuk ikut.Stecy meringis mendengarnya, kalau ia tahu seperti ini jadinya ya kemungkinan Stecy tidak akan mengajak keduanya. 
"Untuk apa Mbak Fayla datang kesini, Mas?" tanya Stecy penuh selidik."Untuk...." Galuh menatap sang anak yang kini sibuk dengan ponselnya sendiri. "Meminta maaf.""Meminta maaf?" ulang Stecy cukup terkejut."Ya, minta maaf untuk semua kesalahan yang pernah dibuatnya.""Tapi, bukannya Mbak Fayla sudah pernah minta maaf ke Mas ya?"Galuh mengangguk, "tapi yang ini adalah sebuah permintaan maaf yang tulus. Sementara yang waktu itu enggak.""Oh ya, kamu tahu darimana yang kemarin itu gak tulus dan yang ini tulus?""Ya tahulah," tukas Galuh tersenyum. "Awalnya sih aku sempat ragu, tapi ya aku pikir apa salahnya juga untuk memaafkan. Soal tulus apa enggaknya ya terserahlah."Stecy mengangguk setuju, "lagian apa salahnya juga berdamai dengan masa lalu, kan?""Berdamai loh ya, bukan balikan." ucap Galuh. Stecy melotot mendengarnya."Oh, jadi memang ada niatan mau balikan gitu?""Engga
Stecy mengucapkan terima kasih pada Fayla yang telah membantunya berbelanja. Keduanya pun berpisah dan pulang ke rumah masing-masing.Satu hal yang tidak Stecy ketahui adalah sebuah mobil berwarna hitam membuntuti mobilnya hingga sampai ke rumah Galuh.Seseorang di dalam mobil hitam itu terus memperhatikan rumah Galuh. Rumah yang dulu juga ia tempati saat masih berstatus sebagai istri sah Galuh.Ada perasaan tak rela di hati Fayla yang kini merasa menyesal. Sangat-sangat menyesal. Ia sangat menyayangkan perbuatannya sendiri yang sudah sangat tega berselingkuh dibelakang Galuh.Galuh sendiri menurut Fayla adalah pria yang baik, pengertian, lembut, penyayang, setia, dan romantis. Meskipun dari luar penampilannya terlihat angkuh dan dingin. Tapi bila di dekat orang yang di sayanginya maka sikap Galuh berubah seratus persen. Ia bersikap cuek dan angkuh hanya sebagai topengnya saja agar terlihat kuat dan seakan tak ada masalah di depan