Aku tertawa melihat isi rantang dari Galuh, ku pikir isinya bakalan sesuatu yang luar biasa. Ternyata cuma.... Hahaha.
Bibi melirik tajam ke arahku yang masih tertawa. "Ecy, gak boleh gitu. Kita maklumi sajalah, kan Pak Galuh itu duda baru yang pastinya belum terbiasa dengan kehidupan barunya."
"Makanya buat gini aja sampai gosong," ucap Usron yang ikut tertawa.
"Hussss! Yang penting niat baiknya yang tulus membalas pemberian kita." ujar bibi memarahi kami berdua. Aku dan Usron berhenti tertawa dan mengangguk patuh.
Selesai sarapan, Usron dan paman langsung berpamitan pergi kerja. Aku pun lekas membersihkan meja dan mencuci piring kotor.
Sambil mencuci piring aku teringat akan kue gosong buatan Galuh, dan hal itu sukses membuatku kembali tertawa.
Lagian ya, tuh orang isi rantangnya cuma satu padahal tadi malam bibi mengisi setiap rantang dengan makanan-makanan enak.
Tidak setimpal! batinku yang selalu merasa sewot bila mengenai Galuh.
Selesai mencuci piring aku langsung bergegas ke tugas yang lain. Yaitu menyapu rumah, mengepel sampai mencuci baju.
Walaupun bibi sering melarangku untuk tidak mencuci pakaiannya, paman dan Usron. Tapi tetap saja aku mencucinya, lagian apa salahnya juga sekalian mencuci pakaian mereka bertiga.
Aku tinggal di rumah mereka juga tak masalah bagi mereka, masa aku merasa keberatan hanya karena mencuci pakaian kotor mereka. Tentu saja tidak.
Selesai mencuci baju sekarang tinggal waktunya menjemur di halaman belakang rumah. Sampai aku siap menjemur pun bibi belum pulang juga dari pasar.
Aku merasa bosan dan memilih untuk menonton televisi saja. Seperti biasa, film kartun yang masih menjadi favoritku.
Bibi pulang setelah hampir dua puluh menit aku menonton televisi sambil rebahan di sofa panjang.
"Kenapa Bibi lama sekali dari pasarnya?" tanyaku penasaran. Karena tak biasanya bibi begitu lama berbelanja di pasar.
Bibi tersenyum seraya berujar, "iya tadi habis ketemu teman lama."
"Teman lama?" ulangku. "Pria atau wanita, Bi?"
"Ya tentu saja wanita, kalau ketemu teman lama yang pria tentunya Bibi akan jaga jarak. Sekadar basa-basi saling menyapa aja, tujuannya untuk mengindari gosip yang tak enak."
"Gosip yang tak enak bagaimana, Bi?" tanyaku bingung. Bagaimana mungkin ketemu teman lama pria kita malah jadi gosip.
"Takutnya kalau orang yang gak tahu sebenarnya, pasti menganggap Bibi ketemuan sama pria lain. Padahal, pria itu adalah teman lama kita. Nah, Bibi gak mau kalau sampai menimbulkan gosip tak sedap itu."
"Oalah, segitunya banget dah!" cibirku bergidik ngerih.
"Tapi ya, mulut netizen sih memang pedas dan ngerih-ngerih." tukasku.
"Kadang, orang terdekat kita saja mau menggosipkan kita ndok. Apalagi orang yang lain." aku mengangguk setuju.
"Terus gimana pertemuan dengan teman lama Bibi?" tanyaku antusias.
"Ya, setelah puas belanja kami pergi ke suatu tempat untuk mengobrol."
"Dimana?"
"Kepo!" bibi menyentil pelan hidung mancungku.
Aku cemberut dengan gaya bicara bibi yang mengikuti tren anak muda zaman sekarang.
"Memang arti kepo apalah rupanya, Bi?" godaku.
"Rasa ingin tahu yang berlebihan tentang kepentingan atau urusan orang lain."
Aku berdecak kesal. Ah, ternyata Bibi tahu."
Aku mematikan televisi dan lebih memilih mengikuti bibi yang berjalan menuju dapur.
Ku lihat bibi memisahkan barang belanjaannya yang untuk di masak hari ini dan yang untuk ia simpan di lemari pendingin.
"Kok kuenya gak dimakan, Cy?"
"Kue apaan, Bi?"
"Kue yang dari Pak Galuh."
Aku bergidik ngerih mendengarnya. "Malas ah, gosong gitu juga kuenya. Paling rasanya pahit."
"Eh, siapa yang bilang pahit?"
"Ya udah pasti pahit kan Bi? Judulnya aja juga udah gosong, hitam. Pasti pahit."
"Meskipun warna gosong tapi kan gak berarti pahit, ndok."
Aku mendengus kesal mendengarnya, masih aja ya bibi tetap belain Galuh. Jelas-jelas tuh kue gosong, masa di bilang rasanya enak lah gak pahit sama sekali.
Masa iya sih? Memang sih aku belum mencobanya.
Lagian juga, ngapain sih Galuh pakai ngasih-ngasih kue gosong segala. Bikin malu aja.
"Kamu udah coba?" aku menggeleng.
"Coba dulu baru komen, benar pahit apa gak seperti kata kamu tadi." titah bibi.
"Hmm, baiklah."
Aku pun mulai mencoba kue gosong buatan Galuh. Entah apa nama kuenya, karena warnanya gosong jadi aku kasih namanya kue gosong saja.
Ragu-ragu aku ingin memakan kue itu, namun pas gigitan pertama aku cukup terkejut.
"Gimana?" tanya bibi yang ternyata memperhatikanku.
"Uhm, gak begitu terasa pahitnya meskipun warnanya gosong." ucapku agak dibuat tercengang dengan kue ini.
Sebenarnya gimana sih cara Galuh mengolahnya, warnanya gosong tapi rasanya tidak begitu kerasa pahitnya.
Apa kuenya memang begini ya? seketika aku mendadak bloon karena kue ini.
Aku pun mengambil kue gosong itu lagi setelah yang pertama sudah habis. Ya, lumayan juga lah. Daripada dibuang kan mubazir jadinya.
"Tambah lagi Cy kuenya?" aku menggeleng.
"Udah cukup, Bi." kataku setelah meneguk segelas air mineral. Lalu aku melihat bibi yang mulai tampak sibuk dengan bahan-bahan masakan.
"Mau masak apa kita hari ini, Bi?" tanyaku.
"Yang gampang dan praktis aja."
"Oke," aku mengangguk setuju dan mulai membantu bibi memasak.
***
Saat malam tiba, bibi kembali menyuruhku untuk mengantarkan lagi rantang ke rumah Galuh.
Huh, yang benar saja!
"Kenapa harus kasih lagi sih Bi? Ya udahlah dia gak usah terlalu di pikirkan. Teman bukan, saudara bukan, apalagi keluarga juga bukan." tolak ku malas sekali jika mengantarkan lagi rantang untuk pria angkuh itu.
"Tapi dia tetangga kita," sahut bi yang selalu bisa menang berdebat denganku. "Sebagai tetangga yang baik apa salah jika kita saling berbagi dengan para tetangga?"
"Ck!" gumamku berdecak kesal. "Sebenarnya bukan itu maksud Ecy, Bi. Gini loh, Galuh itu apa gak punya keluarga? Sampai kita harus pusing banget mikirin dia ini-itu."
"Lagian juga dia orang kaya kan? Sudah pasti punya banyak uang, jadi ya gampang banget lah buat dia mau makan apa aja. Bahkan ke restoran mahal sekalipun dia mampu," omelku panjang lebar.
"Tapi Pak Galuh adalah tipe orang yang mandiri. Gak mau ngerepotin orang lain."
"Halaahh! Omong kosong banget gak mau ngerepotin orang lain." cibirku, "tapi seneng nyusahin dirinya sendiri. Sampai sok-sokan masak sendiri, bikin kue juga gosong bangganya minta ampun. Pakai pede lagi kasih buat orang lain."
"Pokoknya ya Bi, aku gak mau antar ini rantang ke rumah dia lagi. Dih, ogah banget!" ucapku yang langsung terdiam seketika begitu membalikkan badan melihat sosok Galuh yang berdiri disana.
Duh, mampus!
Dia dengar semua rentetan ucapanku gak ya?
Tak hanya aku, tapi bibi juga sama terkejutnya.
"P-pak Galuh, ada perlu apa ya kesini?" tanya bibi terbata seraya mendekat ke arah Galuh.
"Ada perlu sama Usron, apa dia ada di rumah Bu?"
"Oh, ada kok, Usron lagi di kamarnya. Sebentar ya saya panggilkan," kata bibi yang segera berlalu meninggalkan aku yang mati kutu dengan Galuh berduaan.
Tak berani menatap ke arahnya aku pun memilih menunduk, menatap ke arah lantai yang lebih menarik bagiku.
Ku dengar Galuh berdeham sekali, aku pun mulai goyah dan mencoba untuk melirik ke arahnya.
Tak diduga ternyata dia juga tengah menatap ke arahku. Tatapannya sangat sulit ku jabarkan. Hanya saja aku seperti merasakan perasaan marah, sedih, dan kecewa.
Entahlah!
Pov Galuh.Tepat hari ini dua bulan sudah aku menyandang status baru, yaitu menjadi duda. Aku sedih? Ya, sedikit.Karena perasaan bahagia dan lega lebih banyak aku rasakan kini. Bisa lepas dari ikatan pernikahan dengannya yang sudah begitu tega dan jahat menghianatiku sebanyak tiga kali.Bayangkan? Tiga kali!Siapapun pasti tidak akan pernah mau di khianati. Apalagi sampai tiga kali, big no! Dan aku si pria bodoh yang mau memaafkan kesalahan dan kekhilafan mantan istriku sampai bisa terkecoh tiga kali. Seharusnya belajar dari pengalaman bahwa sekali berbohong, maka orang tersebut akan ketagihan berbohong dan terus berbohong.Saat itu aku pikir mantan istriku benar-benar mau berubah. Mengingat raut wajahnya kala itu seperti tampak menyesal dengan apa yang ia lakukan. Jadinya ya ku maafkan saja dia. Sayangnya, perselingkuhan kembali terjadi
Saat malam tiba, aku dikejutkan dengan kedatangan Stecy ke rumahku."Ada apa?" tanyaku sarkastik."Nih!" katanya seraya menyodorkan sebuah rantang padaku."Untuk saya?" tanyaku memastikan.Stecy mengangguk dan aku pun mengucapkan terima kasih. Namun wanita itu tak bergerak sedikitpun meski aku sudah berterima kasih.Dengan terpaksa aku mengulangi ucapan terima kasihku lagi, siapa tahu saja kan kalau wanita ini tidak mendengarnya tadi.Namun ia juga masih tak bergerak, atau dia memang tak berniat untuk pergi dari rumahku.Stecy dengan suara sedikit terbata pun menjelaskan bahwa dirinya di suruh bu Mutia untuk menunggu rantangnya setelah makanannya selesai ku pindahkan ke piringku."Baiklah, tunggu sebentar ya." ucapku yang awalnya memang tak bermaksud mengerjainya.Sebab aku memang tidak bohong saat mengatakan jadi lupa segalanya begitu makan masakan bu Mutia yang lezat. Itu bukan hanya
Aku uring-uringan ketika berulang kali mendapat telepon dari mama yang meminta diriku agar segera pulang. Memang, aku berkunjung ke rumah bibi hanya untuk sekadar liburan. Dan aku berjanji cuma sebentar disini, namun kenyataannya aku selalu betah setiap kali ke rumah bibi. Alhasil, membuat aku jadi malas pulang, dan ingin tetap berada di kota ini.Perasaan panik dan gelisah berkumpul jadi satu menyelimutiku. Mama tiada henti menelponku dan berusaha membujukku untuk pulang.Orang tuaku sepertinya begitu merindukanku, lagian aku juga sudah mulai masuk kerja. Kan, aku ambil cuti biar bisa kemari."Memangnya Stecy mau di pecat dari kerjaan?" tanya bibi setelah aku curhat bahwa aku tak ingin pulang.Tanpa di duga aku justru menganggukkan kepala, seolah kehilangan pekerjaan bukanlah apa-apa bagiku.Tentu saja hal ini membuat bibi terkejut, namun ia juga tak mau menyerah untuk terus membujukku.
Stecy merasa risih di tetap begitu olehnya, tatapannya seakan menaruh perasaan curiga pada Stecy.Meneliti Stecy dari kepala sampai ujung kaki, seakan-akan Stecy sesuatu yang harus di waspadai."Apa kamu yakin?" tanya Galuh dengan raut wajah serius.Ya ampun, Stecy! Memang kapan sih nih orang pernah gak serius walau sekali saja?"Maaf?" ulang Stecy merasa kalau pertanyaan Galuh agak ambigu.Yakin apa coba? Yakin jadi milikmu sih ogah. Dih, amit-amit! batin Stecy menggerutu."Usron sudah mengatakannya pada saya kemarin, mengenai kamu yang ingin bekerja di rumah saya." kata Galuh, sementara Stecy manggut-manggut mengerti."Sebenarnya saya sedikit kaget dan agak kurang percaya mendengarnya. Seorang Stecy begitu ngotot ingin bekerja di rumah saya, sebagai pelayan lagi." Galuh menggelengkan kepalanya seakan tak percaya.Stecy hanya bisa berusah
Dalam hidupnya, Stecy tak pernah menyangka akan bekerja sebagai seorang pelayan di rumah seseorang. Terlebih lagi di rumah seorang pria pongah yang tak di sukainya. Sikap angkuh Galuh tanpa sadar membuat Stecy sedikit membencinya.Tersenyum geli Stecy menggelengkan kepalanya, masih tidak percaya nasib hidupnya akan berakhir seperti ini.Tapi ya mau gimana lagi, kalaupun pulang ke rumah pasti dia akan di paksa mamanya untuk bekerja di sana lagi. Dan berakhir bertemu dengan si bos genit yang terakhir kali hampir ingin memperkosanya.Stecy menggeram marah kala mengingat kejadian waktu itu dimana ia hampir menjadi korban dari kegilaan bos genitnya. Hal itulah yang membuatnya dengan segera mengambil cuti dan lekas pergi ke rumah bibinya.Sampai sekarang hal ini belum sedikitpun Stecy ceritakan pada orang-orang terdekatnya. Kepada bibi Mutia dan Galuh Ste
Pada akhirnya aku kembali memasak ulang untuk makan malam si pria pongah menyebalkan itu. Huffhh!Tak ku sangka jika seperti ini hasilnya dari ulah kejahilan ku. Dan aku pun mau tak mau harus kembali membuatkan makan malam untuknya.Tadinya sih aku ingin membuatkan nasi goreng untuk makan malamnya Galuh. Tapi dengan cepat pria itu menggeleng dengan alasan bosan.Galuh bilang kalau hampir setiap hari nasi goreng adalah menu andalannya ketika lapar melanda.Seketika ide jahil untuk mengerjai Galuh pun terlintas di kepala Stecy. Ia ingin membuat nasi goreng dengan alasan bahwa ia lupa jika Galuh menolaknya.Tapi saat hendak melakukan niat jahilnya itu, tiba-tiba saja Stecy teringat akan kejahilannya yang tadi berakhir sengsara.Oh tidak! Stecy tidak ingin kalau harus menghabiskan nasi goreng buatannya nanti. Tadi aja hampir dia dipaksa untuk memakan makanan gosong yang sengaj
Keesokan harinya, rumah Galuh tampak kedatangan tamu. Stecy yang masih repot membereskan segala pekerjaan."Sebentar!" jerit Stecy merasa pusing pada bel yang tak kunjung berhenti berbunyi."Duh, gak sabaran banget sih. Iya, sebentar!" omelnya yang kembali menjerit dan melangkah lebih cepat.Stecy membuka pintu dan terkejut saat melihat dua orang wanita paruh baya yang juga ikut terkejut."Kamu siapa?" tanya salah satu wanita yang memakai pakaian yang terlihat mewah. Sedangkan wanita paruh baya satu laginya memakai pakaian lusuh."Loh, Ibu berdua ini yang siapa?" tanya balik Stecy masih memperhatikan dua wanita paruh baya itu.Awalnya sih Stecy menebak kalau dua wanita paruh baya ini pengemis. Tapi rasa-rasanya tidak mungkin, sebab salah satu wanita paruh baya ini terlihat anggun dan sepertinya orang kaya."Jangan bilang kalau kamu kekasih anak saya?"Stecy melotot kaget mendengarnya, "
Galuh mengecupnya dengan sayang serta memeluk erat sang mama tercinta. Hal itu dilihat langsung oleh Stecy dan mbok Asri yang tertegun melihatnya.Kelihatan dengan jelas sekali jika Galuh begitu menyayangi wanita yang tengah dipeluknya kini."Aku senang Mama datang kesini," ungkap Galuh setelah pelukan terlepas.Tak di duga mama Galuh justru berekspresi cemberut seraya berujar. "Kamu berhutang penjelasan sama Mama."Galuh tersenyum, "Iya Ma. Galuh akan jelaskan, tapi nanti ya.""Gak mau. Mama maunya sekarang.""Ya tapi Galuh mau mandi dulu Ma, gerah banget soalnya baru pulang kerja gini.""Hmm, yaudah deh. Tapi kamu beneran cerita sama Mama ya nanti siap mandi."Galuh tidak menjawab, hanya tersenyum saja menanggapi ucapan mamanya. Ia beralih menatap Stecy yang kini menunduk menatap lantai."Stecy!"Tersentak kaget ketika namanya dipanggil, Stecy mendongak menatap Galuh. "Iya, Pak?"&nb
Ekstra part 5.Stecy menatap tak percaya pada Usron yang memintanya untuk berhenti mengurusi dirinya dan Fayla."Kenapa?" tanya Stecy sedikit kecewa. "Apa lo gak percaya sama gue?" "Bukan begitu, Cy." elak Usron tersenyum. "Kenapa bisa gue gak percaya sama lo? Tentu aja gue percaya dong, hanya saja gue rasa sudah cukup sampai disini Cy.""Ya, sudah cukup sampai disini." sambung Usron mantap."Ya, tapi kenapa? Kenapa lo tiba-tiba gini minta gue untuk berhenti berusaha dalam menyatukan kalian berdua? Hmm, kenapa Us?""Karena gue gak mau ngerepotin lu lagi." ujar Usron sendu. "Gue sadar ka
Ekstra part 4.Stecy lemas setelah mendengarnya langsung dari Usron tentang Fayla yang secara tidak sengaja menolaknya. Acara makan malam bersama di rumah mereka sudah selesai saat Fayla memutuskan untuk pamit pulang. Stecy curiga dan khawatir saat tak melihat Usron yang tak kembali ke ruang makan. Stecy pun memutuskan untuk menemui sepupunya itu yang ternyata tengah merenung seorang diri di dalam kamarnya. Lebih tepatnya kamar tamu yang sudah beberapa hari ini di tempatinya.Usron menatap sedih Stecy yang melangkah masuk ke dalam kamarnya. "Semuanya sudah berakhir, dia menganggap ku cuma bermain-main. Padahal aku, kan...." Usron tak melanjutkan ucapannya. Stecy mengerti maksud se
Ekstra part 3."Oh, jadi ini orang spesial yang kamu maksud sayang?" "Iya Mas," Stecy mengangguk membenarkan pertanyaan suaminya. Fayla tersipu malu mendengarnya, di anggap spesial oleh keluarga kecil yang manis dan bahagia ini merupakan suatu kebanggaan untuknya. "Mbak, ayo masuk ke dalam." ajak Stecy dengan hangat dan ramah. Fayla mengangguk dan perlahan mereka semua beranjak ke ruang makan. Disana ternyata sudah tersedia berbagai macam makanan enak yang telah di tata rapih di atas meja makan. Galuh dengan sigap dan penuh perhatiannya menarik s
Ekstra part 2."Lo beneran serius mau bantu gue?" tanya Usron memastikan sekali lagi. Usron tampak ragu pada Stecy yang mengatakan ingin membantu dirinya. Usron takut jika sepupunya ini hanya bercanda saja."Memang muka gue terlihat becanda ya?" Stecy menunjuk ke arah wajahnya sendiri."Ya." dengan tampang polos Usron mengakuinya."Sialan!" umpat Stecy kesal. "Gue serius mau bantu lo, Usron.""Alasannya?""Gak ada alasan, ya gue mau ngebantu masalah lo aja." Usron diam, merasa kurang yakin."Oke, jujur gue mau bantu lo karena kalian berdua udah melakukan itu." ucap Stecy menggerakkan jari tangannya membentuk tanda kutip saat mengatakan dua kata itu."Menurut gue ya lo harus bertanggung jawab atas apa yang udah lo lakuin ke Mbak Fa
Ekstra part 1.Stecy semakin merasa khawatir dengan kondisi sepupunya yang semakin lama semakin terlihat memprihatinkan.Dengan kesal Stecy memukul kepala Usron dengan sebuah buku majalah yang tengah dibacanya. Sebenarnya sih bukan pukulan kuat yang menyakitkan, tapi dasarnya Usron yang lebay pun tetap meringis."Biasa aja deh. Gak sampai bikin lo geger otak kali.""Ya memang enggak," ledek Usron tertawa.Stecy mendengkus kesal, "pulang gih sana!""Lo ngusir gue, Cy?""Iya, memang kenapa? Sakit hati?""Dikit." bukannya pulang Usron malah merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang ada disitu.Sontak hal itu membuat Stecy kesal setengah mati. Saat Stecy hendak membuka mulutnya ingin memprotes, dengan cepat Usron mencegahnya."Daripada lu ngomel-ngomel terus, mendingan l
Galuh berkali-kali mengucap syukur pada sang kuasa yang sudah mempertemukannya dengan Stecy yang sejak semalam sudah sah menjadi istrinya.Begitupun dengan Stecy yang juga tiada hentinya mengucap syukur. Siapa yang menyangka jika awal pertemuannya dengan Galuh menimbulkan benih-benih cinta."Benar ya kata orang-orang," ucap Stecy tiba-tiba."Apa?" tanya Galuh bingung."Jangan terlalu membenci karena benci dan cinta itu beda tipis. Iya, kan?"Cup.Terkejut, satu kata yang dapat mendefinisikan ekspresi wajah Stecy saat ini ketika dengan sangat tiba-tibanya Galuh mencium bibirnya sekilas.Stecy menutup wajahnya yang memerah dengan kedua tangannya karena aksi spontan Galuh tadi."Malu?" goda Galuh."Huum." sahut Stecy dengan manja."Ya ampun sayang, kok kamu masih malu aja sih? Padahal tadi malam kita sudah—""Stop!" pinta Stecy dengan gerakan spontan membungkam mulut G
Beberapa bulan kemudian...."Yang ini aja.""Eh, bagusan yang ini.""Yang mana?""Yang ini.""Ah, kurang bagus. Lebih bagus lagi pilihanku.""Enak aja, bagusan pilihanku juga dari kamu.""Dih!" cibir Fayla terlihat kesal pada Usron yang tak pernah mau kalah berdebat.Sementara Stecy dan Galuh saling pandang, geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua orang itu yang kalau setiap ketemu pasti berdebat.Entah itu hal kecil pasti selalu mereka perdebatkan. Ya, contohnya saja seperti ini. Fayla dan Usron yang heboh saat ikut memilihkan gaun pengantin untuk Stecy yang sebentar lagi akan menikah dan sang pujaan hati, Galuh."Apa aku bilang? Seharusnya mereka berdua tidak usah diajak saja tadi." keluh Galuh mengomeli Stecy yang tadi ngotot ingin sepupu dan mantan istri Galuh untuk ikut.Stecy meringis mendengarnya, kalau ia tahu seperti ini jadinya ya kemungkinan Stecy tidak akan mengajak keduanya. 
"Untuk apa Mbak Fayla datang kesini, Mas?" tanya Stecy penuh selidik."Untuk...." Galuh menatap sang anak yang kini sibuk dengan ponselnya sendiri. "Meminta maaf.""Meminta maaf?" ulang Stecy cukup terkejut."Ya, minta maaf untuk semua kesalahan yang pernah dibuatnya.""Tapi, bukannya Mbak Fayla sudah pernah minta maaf ke Mas ya?"Galuh mengangguk, "tapi yang ini adalah sebuah permintaan maaf yang tulus. Sementara yang waktu itu enggak.""Oh ya, kamu tahu darimana yang kemarin itu gak tulus dan yang ini tulus?""Ya tahulah," tukas Galuh tersenyum. "Awalnya sih aku sempat ragu, tapi ya aku pikir apa salahnya juga untuk memaafkan. Soal tulus apa enggaknya ya terserahlah."Stecy mengangguk setuju, "lagian apa salahnya juga berdamai dengan masa lalu, kan?""Berdamai loh ya, bukan balikan." ucap Galuh. Stecy melotot mendengarnya."Oh, jadi memang ada niatan mau balikan gitu?""Engga
Stecy mengucapkan terima kasih pada Fayla yang telah membantunya berbelanja. Keduanya pun berpisah dan pulang ke rumah masing-masing.Satu hal yang tidak Stecy ketahui adalah sebuah mobil berwarna hitam membuntuti mobilnya hingga sampai ke rumah Galuh.Seseorang di dalam mobil hitam itu terus memperhatikan rumah Galuh. Rumah yang dulu juga ia tempati saat masih berstatus sebagai istri sah Galuh.Ada perasaan tak rela di hati Fayla yang kini merasa menyesal. Sangat-sangat menyesal. Ia sangat menyayangkan perbuatannya sendiri yang sudah sangat tega berselingkuh dibelakang Galuh.Galuh sendiri menurut Fayla adalah pria yang baik, pengertian, lembut, penyayang, setia, dan romantis. Meskipun dari luar penampilannya terlihat angkuh dan dingin. Tapi bila di dekat orang yang di sayanginya maka sikap Galuh berubah seratus persen. Ia bersikap cuek dan angkuh hanya sebagai topengnya saja agar terlihat kuat dan seakan tak ada masalah di depan