Pov Galuh.
Tepat hari ini dua bulan sudah aku menyandang status baru, yaitu menjadi duda. Aku sedih? Ya, sedikit.
Karena perasaan bahagia dan lega lebih banyak aku rasakan kini. Bisa lepas dari ikatan pernikahan dengannya yang sudah begitu tega dan jahat menghianatiku sebanyak tiga kali.
Bayangkan? Tiga kali!
Siapapun pasti tidak akan pernah mau di khianati. Apalagi sampai tiga kali, big no!
Dan aku si pria bodoh yang mau memaafkan kesalahan dan kekhilafan mantan istriku sampai bisa terkecoh tiga kali. Seharusnya belajar dari pengalaman bahwa sekali berbohong, maka orang tersebut akan ketagihan berbohong dan terus berbohong.
Saat itu aku pikir mantan istriku benar-benar mau berubah. Mengingat raut wajahnya kala itu seperti tampak menyesal dengan apa yang ia lakukan. Jadinya ya ku maafkan saja dia. Sayangnya, perselingkuhan kembali terjadi lagi dan lagi.
Dan ketiga kalinya, menurutku sudah sangat pantas. Tidak ada lagi maaf dan kesempatan untuk yang ketiga kalinya. Tak akan.
Mengenai anak? Kami memiliki satu anak perempuan, namanya Miyara. Dia tinggal dengan ibunya pasca kami resmi bercerai. Aku kalah, hak asuh anak jatuh ke mantan istriku. Fayla.
Miyara tumbuh menjadi gadis kecil yang sangat cantik, kini dia sudah duduk di bangku kelas lima sekolah dasar.
Biasanya setiap dua minggu sekali pada hari weekend Miyara baru akan di antar kemari. Ini masih minggu pertama, dan aku sudah sangat merindukan putriku.
"Oh, hati. Cobalah lebih sabar sedikit lagi. Minggu depan kau sudah bisa meluapkan rindumu pada Miyara." gumamku berusaha menguatkan diriku sendiri.
Karena ini berhubung hari libur, aku pun memutuskan untuk lari pagi. Kegiatan yang memang kerap kali ku lakukan saat hari libur.
Tapi lari pagi kali ini terasa berbeda. Aku melihat seorang wanita yang tengah duduk di bawah pohon rindang dengan mata terpejam.
Firasat ku mengatakan yang tak enak, aku takut jika wanita itu kenapa-napa. Makanya tanpa pikir panjang aku langsung mendekatinya.
Namun tak ku sangka wanita itu justru mengulurkan tangannya padaku seraya mengatakan. "Akhirnya lo datang juga."
Aku terbengong bingung, apa maksudnya dia memang sedang menungguku?
"Mana minumannya?"
Duh, aku makin bingung. Minuman apa? batinku bertanya-tanya.
Dia mengulangi kata-katanya yang tadi. "Mana minumannya, Usron?"
Usron?
Apakah Usron yang di maksud wanita ini adalah tetangga sekaligus karyawanku di pabrik?
Karena lama tak mendapat respon dariku yang hanya lebih memilih diam, ku lihat wanita itu kini mulai membuka matanya dan spontan saja terkejut.
Ku tatap tajam dirinya dengan gaya pongah ku seperti biasa. Sengaja aku melipat kedua tanganku di depan dada.
"M-maaf, saya pikir anda sepupu saya." katanya tampak salah tingkah
"Usron?" ucapku memastikan telinga ku tak salah mendengar.
"Iya, itu nama sepupu saya. Bapak kenal?"
"What? Bapak?" pekik ku mendelik horor padanya yang seenaknya saja memanggilku dengan sebutan bapak. Apakah aku setua itu?
"Apa saya setua itu dimata anda?" tanyaku dengan raut wajah yang makin sangar.
Sialnya dengan tampang polos wanita itu malah mengangguk, seakan tak takut bdengan raut wajahku. Padahal kan aku tampan, tinggi, padat berisi, serta berkharisma.
Eh, kepedean sekali aku ya? Biarlah.
"Kamu tahu tidak umur saya berapa?" tanyaku yang bukannya dijawab, justru ia malah bertanya balik.
"Berapa memangnya?"
"Loh, kan saya tanya. Kok balik nanya sih?" sinis ku makin kesal sekali padanya.
"Sa—"
"Pak Galuh?"
Aku dan wanita itu kompak menoleh ke sumber suara dan melihat Usron melangkah mendekati kami.
"Wah! Gak nyangka ketemu Bapak disini." ungkap Usron tersenyum manis. "Lari pagi juga, Pak?"
"Iya dong, biar sehat." sahut ku.
Urson menyodorkan sebotol minuman dingin pada wanita itu.
"Sebenarnya saya sering loh lari pagi," ujarku sekadar basa-basi.
"Oh ya?" pekik Usron tampak kaget. "Tapi kok kita gak pernah ketemu kayak gini ya?"
Wanita itu terlihat tak acuh dan lebih memilih asyik sendiri. Hmm, baguslah.
"Itu beneran sepupu kamu?" tanyaku seraya melirik sekilas ke arah gadis itu.
Usron mengangguk lalu memanggil nama gadis itu. Oh, jadi namanya Stecy.
Wanita itu bangkit berdiri dengan tangan kirinya memegang botol minuman, sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk menepuk-nepuk bokongnya yang sepertinya kotor.
"Stecy," katanya sembari mengulurkan tangan kanannya yang pasti kotor. Aku hanya menatap uluran tangan kanannya tanpa ada niat sedikitpun untuk menjabatnya.
Biar saja bila di anggap sombong dan tidak sopan olehnya. Aku tidak peduli.
Ku lihat Usron menyikut lengannya dan mata Usron seakan memberi kode pada wanita itu. Kode yang tak aku mengerti sama sekali.
"Galuh," ucapku yang sama sekali tak urung juga membalas uluran tangannya.
Ku lihat dirinya tampak kesal dsn menarik kasar tangan kanannya yang terulur.
"Stecy, Pak Galuh ini adalah bos gue di pabrik." kata Usron menjelaskan. Namun sialnya, Stecy bukannya kaget justru mengatakan sesuatu yang membuatku makin kesal.
"Bodo amat!"
Tak hanya kami berdua yang terkejut, tapi Stecy juga tampak terkejut luar biasa dengan ucapannya sendiri.
"Uhm, maksudnya saya merasa bodoh sekali hari ini. Amat sangat bodo," cengirnya dengan alasan yang sungguh nyambung sama sekali.
Dih!
***
Aku pikir saat itu adalah pertemuan pertama sekaligus pertemuan terakhirku dengan Stecy. Namun siapa yang menyangka bahwa setelahnya kami bertemu lagi.
Ia tampak terkejut begitu aku membukakan pintu untuknya. Dan dengan konyolnya dia malah mempertanyakan keberadaan ku disini.
Hah, memang aku salah ya ada di rumah ku sendiri?
Dia tampak terkejut setelah aku mengatakan bahwa aku adalah pemilik rumah ini.
Singkat cerita Stecy ke rumahku karena ingin memanggil Usron dan pak Usman untuk pulang.
Tak lama kedua pria itu pun pulang dan aku pun kembali mengerjakan pekerjaan rumahku yang tadi sempat tertunda karena kedatangan ayah dan anak itu.
"Loh, ini ponsel siapa?" gumamku panik.
Aku menduga jika ini ponsel milik Usron yang tertinggal. Sebab hanya dia dan pak Usman yang datang ke rumahku.
Dan rasanya tak mungkin saja jika ini ponsel pak Usman. Karena aku pernah melihat hp pak Usman itu jadul.
Terpaksa aku pun harus ke rumah Usron untuk mengembalikan ponselnya.
Sesampainya disana aku di sambut hangat oleh keluarga Usron, saking baiknya bahkan mereka menawarkan makan siang padaku. Ingin ku menolak tapi merasa tak enak hati hingga aku pun mengangguk setuju.
Ya, gak boleh juga nolak rezeki kan? Seperti yang dikatakan wanita bernama Stecy itu. Hmm, ternyata dia bijak juga.
Tapi, kenapa cara dia melihatku seolah-olah menunjukkan ketidaksukaan?
Sepertinya dia membenciku. batinku menebak-nebak.
Ah, baguslah! Jadi tidak akan menambah daftar wanita yang jatuh cinta padaku.
Aduh, aku bicara apa sih? Sok pedenya.
Kalau banyak wanita yang jatuh cinta padaku, lalu kenapa istriku bisa sampai berpaling pada pria lain?
Saat malam tiba, aku dikejutkan dengan kedatangan Stecy ke rumahku."Ada apa?" tanyaku sarkastik."Nih!" katanya seraya menyodorkan sebuah rantang padaku."Untuk saya?" tanyaku memastikan.Stecy mengangguk dan aku pun mengucapkan terima kasih. Namun wanita itu tak bergerak sedikitpun meski aku sudah berterima kasih.Dengan terpaksa aku mengulangi ucapan terima kasihku lagi, siapa tahu saja kan kalau wanita ini tidak mendengarnya tadi.Namun ia juga masih tak bergerak, atau dia memang tak berniat untuk pergi dari rumahku.Stecy dengan suara sedikit terbata pun menjelaskan bahwa dirinya di suruh bu Mutia untuk menunggu rantangnya setelah makanannya selesai ku pindahkan ke piringku."Baiklah, tunggu sebentar ya." ucapku yang awalnya memang tak bermaksud mengerjainya.Sebab aku memang tidak bohong saat mengatakan jadi lupa segalanya begitu makan masakan bu Mutia yang lezat. Itu bukan hanya
Aku uring-uringan ketika berulang kali mendapat telepon dari mama yang meminta diriku agar segera pulang. Memang, aku berkunjung ke rumah bibi hanya untuk sekadar liburan. Dan aku berjanji cuma sebentar disini, namun kenyataannya aku selalu betah setiap kali ke rumah bibi. Alhasil, membuat aku jadi malas pulang, dan ingin tetap berada di kota ini.Perasaan panik dan gelisah berkumpul jadi satu menyelimutiku. Mama tiada henti menelponku dan berusaha membujukku untuk pulang.Orang tuaku sepertinya begitu merindukanku, lagian aku juga sudah mulai masuk kerja. Kan, aku ambil cuti biar bisa kemari."Memangnya Stecy mau di pecat dari kerjaan?" tanya bibi setelah aku curhat bahwa aku tak ingin pulang.Tanpa di duga aku justru menganggukkan kepala, seolah kehilangan pekerjaan bukanlah apa-apa bagiku.Tentu saja hal ini membuat bibi terkejut, namun ia juga tak mau menyerah untuk terus membujukku.
Stecy merasa risih di tetap begitu olehnya, tatapannya seakan menaruh perasaan curiga pada Stecy.Meneliti Stecy dari kepala sampai ujung kaki, seakan-akan Stecy sesuatu yang harus di waspadai."Apa kamu yakin?" tanya Galuh dengan raut wajah serius.Ya ampun, Stecy! Memang kapan sih nih orang pernah gak serius walau sekali saja?"Maaf?" ulang Stecy merasa kalau pertanyaan Galuh agak ambigu.Yakin apa coba? Yakin jadi milikmu sih ogah. Dih, amit-amit! batin Stecy menggerutu."Usron sudah mengatakannya pada saya kemarin, mengenai kamu yang ingin bekerja di rumah saya." kata Galuh, sementara Stecy manggut-manggut mengerti."Sebenarnya saya sedikit kaget dan agak kurang percaya mendengarnya. Seorang Stecy begitu ngotot ingin bekerja di rumah saya, sebagai pelayan lagi." Galuh menggelengkan kepalanya seakan tak percaya.Stecy hanya bisa berusah
Dalam hidupnya, Stecy tak pernah menyangka akan bekerja sebagai seorang pelayan di rumah seseorang. Terlebih lagi di rumah seorang pria pongah yang tak di sukainya. Sikap angkuh Galuh tanpa sadar membuat Stecy sedikit membencinya.Tersenyum geli Stecy menggelengkan kepalanya, masih tidak percaya nasib hidupnya akan berakhir seperti ini.Tapi ya mau gimana lagi, kalaupun pulang ke rumah pasti dia akan di paksa mamanya untuk bekerja di sana lagi. Dan berakhir bertemu dengan si bos genit yang terakhir kali hampir ingin memperkosanya.Stecy menggeram marah kala mengingat kejadian waktu itu dimana ia hampir menjadi korban dari kegilaan bos genitnya. Hal itulah yang membuatnya dengan segera mengambil cuti dan lekas pergi ke rumah bibinya.Sampai sekarang hal ini belum sedikitpun Stecy ceritakan pada orang-orang terdekatnya. Kepada bibi Mutia dan Galuh Ste
Pada akhirnya aku kembali memasak ulang untuk makan malam si pria pongah menyebalkan itu. Huffhh!Tak ku sangka jika seperti ini hasilnya dari ulah kejahilan ku. Dan aku pun mau tak mau harus kembali membuatkan makan malam untuknya.Tadinya sih aku ingin membuatkan nasi goreng untuk makan malamnya Galuh. Tapi dengan cepat pria itu menggeleng dengan alasan bosan.Galuh bilang kalau hampir setiap hari nasi goreng adalah menu andalannya ketika lapar melanda.Seketika ide jahil untuk mengerjai Galuh pun terlintas di kepala Stecy. Ia ingin membuat nasi goreng dengan alasan bahwa ia lupa jika Galuh menolaknya.Tapi saat hendak melakukan niat jahilnya itu, tiba-tiba saja Stecy teringat akan kejahilannya yang tadi berakhir sengsara.Oh tidak! Stecy tidak ingin kalau harus menghabiskan nasi goreng buatannya nanti. Tadi aja hampir dia dipaksa untuk memakan makanan gosong yang sengaj
Keesokan harinya, rumah Galuh tampak kedatangan tamu. Stecy yang masih repot membereskan segala pekerjaan."Sebentar!" jerit Stecy merasa pusing pada bel yang tak kunjung berhenti berbunyi."Duh, gak sabaran banget sih. Iya, sebentar!" omelnya yang kembali menjerit dan melangkah lebih cepat.Stecy membuka pintu dan terkejut saat melihat dua orang wanita paruh baya yang juga ikut terkejut."Kamu siapa?" tanya salah satu wanita yang memakai pakaian yang terlihat mewah. Sedangkan wanita paruh baya satu laginya memakai pakaian lusuh."Loh, Ibu berdua ini yang siapa?" tanya balik Stecy masih memperhatikan dua wanita paruh baya itu.Awalnya sih Stecy menebak kalau dua wanita paruh baya ini pengemis. Tapi rasa-rasanya tidak mungkin, sebab salah satu wanita paruh baya ini terlihat anggun dan sepertinya orang kaya."Jangan bilang kalau kamu kekasih anak saya?"Stecy melotot kaget mendengarnya, "
Galuh mengecupnya dengan sayang serta memeluk erat sang mama tercinta. Hal itu dilihat langsung oleh Stecy dan mbok Asri yang tertegun melihatnya.Kelihatan dengan jelas sekali jika Galuh begitu menyayangi wanita yang tengah dipeluknya kini."Aku senang Mama datang kesini," ungkap Galuh setelah pelukan terlepas.Tak di duga mama Galuh justru berekspresi cemberut seraya berujar. "Kamu berhutang penjelasan sama Mama."Galuh tersenyum, "Iya Ma. Galuh akan jelaskan, tapi nanti ya.""Gak mau. Mama maunya sekarang.""Ya tapi Galuh mau mandi dulu Ma, gerah banget soalnya baru pulang kerja gini.""Hmm, yaudah deh. Tapi kamu beneran cerita sama Mama ya nanti siap mandi."Galuh tidak menjawab, hanya tersenyum saja menanggapi ucapan mamanya. Ia beralih menatap Stecy yang kini menunduk menatap lantai."Stecy!"Tersentak kaget ketika namanya dipanggil, Stecy mendongak menatap Galuh. "Iya, Pak?"&nb
"Stecy!" Galuh terlihat panik luar biasa melihat Stecy yang merintih kesakitan.Dengan sigap ia pun memasukkan jari Stecy yang berdarah ke dalam mulutnya. Menghisap darah yang mengalir cukup deras dari luka sobeknya.Stecy kaget dengan reaksi Galuh yang spontan ini, yang tanpa saja mengalirkan perasaan berdesir baginya.Begitu pun dengan mama Galuh yang juga kaget dengan reaksi sang anak. Terlihat begitu perhatiannya Galuh pada pelayan barunya itu.Stecy yang risih dan tak nyaman di situasi ini pun mencoba menarik jarinya yang masih di dalam mulut Galuh."Maaf, saya terlalu panik tadi makanya tanpa mikir panjang saya langsung melakukan itu.""Iya Pak, saya mengerti dan terima kasih." Galuh mengangguk."Lain kali kalau ada benda jatuh dan pecah, jangan asal main ambil pakai tangan gitu aja. Kayaknya gini kan jadinya."Garin cemberut mendengarnya, "Bapak kok jadi ngomelin saya sih?""Bukan ngo
Ekstra part 5.Stecy menatap tak percaya pada Usron yang memintanya untuk berhenti mengurusi dirinya dan Fayla."Kenapa?" tanya Stecy sedikit kecewa. "Apa lo gak percaya sama gue?" "Bukan begitu, Cy." elak Usron tersenyum. "Kenapa bisa gue gak percaya sama lo? Tentu aja gue percaya dong, hanya saja gue rasa sudah cukup sampai disini Cy.""Ya, sudah cukup sampai disini." sambung Usron mantap."Ya, tapi kenapa? Kenapa lo tiba-tiba gini minta gue untuk berhenti berusaha dalam menyatukan kalian berdua? Hmm, kenapa Us?""Karena gue gak mau ngerepotin lu lagi." ujar Usron sendu. "Gue sadar ka
Ekstra part 4.Stecy lemas setelah mendengarnya langsung dari Usron tentang Fayla yang secara tidak sengaja menolaknya. Acara makan malam bersama di rumah mereka sudah selesai saat Fayla memutuskan untuk pamit pulang. Stecy curiga dan khawatir saat tak melihat Usron yang tak kembali ke ruang makan. Stecy pun memutuskan untuk menemui sepupunya itu yang ternyata tengah merenung seorang diri di dalam kamarnya. Lebih tepatnya kamar tamu yang sudah beberapa hari ini di tempatinya.Usron menatap sedih Stecy yang melangkah masuk ke dalam kamarnya. "Semuanya sudah berakhir, dia menganggap ku cuma bermain-main. Padahal aku, kan...." Usron tak melanjutkan ucapannya. Stecy mengerti maksud se
Ekstra part 3."Oh, jadi ini orang spesial yang kamu maksud sayang?" "Iya Mas," Stecy mengangguk membenarkan pertanyaan suaminya. Fayla tersipu malu mendengarnya, di anggap spesial oleh keluarga kecil yang manis dan bahagia ini merupakan suatu kebanggaan untuknya. "Mbak, ayo masuk ke dalam." ajak Stecy dengan hangat dan ramah. Fayla mengangguk dan perlahan mereka semua beranjak ke ruang makan. Disana ternyata sudah tersedia berbagai macam makanan enak yang telah di tata rapih di atas meja makan. Galuh dengan sigap dan penuh perhatiannya menarik s
Ekstra part 2."Lo beneran serius mau bantu gue?" tanya Usron memastikan sekali lagi. Usron tampak ragu pada Stecy yang mengatakan ingin membantu dirinya. Usron takut jika sepupunya ini hanya bercanda saja."Memang muka gue terlihat becanda ya?" Stecy menunjuk ke arah wajahnya sendiri."Ya." dengan tampang polos Usron mengakuinya."Sialan!" umpat Stecy kesal. "Gue serius mau bantu lo, Usron.""Alasannya?""Gak ada alasan, ya gue mau ngebantu masalah lo aja." Usron diam, merasa kurang yakin."Oke, jujur gue mau bantu lo karena kalian berdua udah melakukan itu." ucap Stecy menggerakkan jari tangannya membentuk tanda kutip saat mengatakan dua kata itu."Menurut gue ya lo harus bertanggung jawab atas apa yang udah lo lakuin ke Mbak Fa
Ekstra part 1.Stecy semakin merasa khawatir dengan kondisi sepupunya yang semakin lama semakin terlihat memprihatinkan.Dengan kesal Stecy memukul kepala Usron dengan sebuah buku majalah yang tengah dibacanya. Sebenarnya sih bukan pukulan kuat yang menyakitkan, tapi dasarnya Usron yang lebay pun tetap meringis."Biasa aja deh. Gak sampai bikin lo geger otak kali.""Ya memang enggak," ledek Usron tertawa.Stecy mendengkus kesal, "pulang gih sana!""Lo ngusir gue, Cy?""Iya, memang kenapa? Sakit hati?""Dikit." bukannya pulang Usron malah merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang ada disitu.Sontak hal itu membuat Stecy kesal setengah mati. Saat Stecy hendak membuka mulutnya ingin memprotes, dengan cepat Usron mencegahnya."Daripada lu ngomel-ngomel terus, mendingan l
Galuh berkali-kali mengucap syukur pada sang kuasa yang sudah mempertemukannya dengan Stecy yang sejak semalam sudah sah menjadi istrinya.Begitupun dengan Stecy yang juga tiada hentinya mengucap syukur. Siapa yang menyangka jika awal pertemuannya dengan Galuh menimbulkan benih-benih cinta."Benar ya kata orang-orang," ucap Stecy tiba-tiba."Apa?" tanya Galuh bingung."Jangan terlalu membenci karena benci dan cinta itu beda tipis. Iya, kan?"Cup.Terkejut, satu kata yang dapat mendefinisikan ekspresi wajah Stecy saat ini ketika dengan sangat tiba-tibanya Galuh mencium bibirnya sekilas.Stecy menutup wajahnya yang memerah dengan kedua tangannya karena aksi spontan Galuh tadi."Malu?" goda Galuh."Huum." sahut Stecy dengan manja."Ya ampun sayang, kok kamu masih malu aja sih? Padahal tadi malam kita sudah—""Stop!" pinta Stecy dengan gerakan spontan membungkam mulut G
Beberapa bulan kemudian...."Yang ini aja.""Eh, bagusan yang ini.""Yang mana?""Yang ini.""Ah, kurang bagus. Lebih bagus lagi pilihanku.""Enak aja, bagusan pilihanku juga dari kamu.""Dih!" cibir Fayla terlihat kesal pada Usron yang tak pernah mau kalah berdebat.Sementara Stecy dan Galuh saling pandang, geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua orang itu yang kalau setiap ketemu pasti berdebat.Entah itu hal kecil pasti selalu mereka perdebatkan. Ya, contohnya saja seperti ini. Fayla dan Usron yang heboh saat ikut memilihkan gaun pengantin untuk Stecy yang sebentar lagi akan menikah dan sang pujaan hati, Galuh."Apa aku bilang? Seharusnya mereka berdua tidak usah diajak saja tadi." keluh Galuh mengomeli Stecy yang tadi ngotot ingin sepupu dan mantan istri Galuh untuk ikut.Stecy meringis mendengarnya, kalau ia tahu seperti ini jadinya ya kemungkinan Stecy tidak akan mengajak keduanya. 
"Untuk apa Mbak Fayla datang kesini, Mas?" tanya Stecy penuh selidik."Untuk...." Galuh menatap sang anak yang kini sibuk dengan ponselnya sendiri. "Meminta maaf.""Meminta maaf?" ulang Stecy cukup terkejut."Ya, minta maaf untuk semua kesalahan yang pernah dibuatnya.""Tapi, bukannya Mbak Fayla sudah pernah minta maaf ke Mas ya?"Galuh mengangguk, "tapi yang ini adalah sebuah permintaan maaf yang tulus. Sementara yang waktu itu enggak.""Oh ya, kamu tahu darimana yang kemarin itu gak tulus dan yang ini tulus?""Ya tahulah," tukas Galuh tersenyum. "Awalnya sih aku sempat ragu, tapi ya aku pikir apa salahnya juga untuk memaafkan. Soal tulus apa enggaknya ya terserahlah."Stecy mengangguk setuju, "lagian apa salahnya juga berdamai dengan masa lalu, kan?""Berdamai loh ya, bukan balikan." ucap Galuh. Stecy melotot mendengarnya."Oh, jadi memang ada niatan mau balikan gitu?""Engga
Stecy mengucapkan terima kasih pada Fayla yang telah membantunya berbelanja. Keduanya pun berpisah dan pulang ke rumah masing-masing.Satu hal yang tidak Stecy ketahui adalah sebuah mobil berwarna hitam membuntuti mobilnya hingga sampai ke rumah Galuh.Seseorang di dalam mobil hitam itu terus memperhatikan rumah Galuh. Rumah yang dulu juga ia tempati saat masih berstatus sebagai istri sah Galuh.Ada perasaan tak rela di hati Fayla yang kini merasa menyesal. Sangat-sangat menyesal. Ia sangat menyayangkan perbuatannya sendiri yang sudah sangat tega berselingkuh dibelakang Galuh.Galuh sendiri menurut Fayla adalah pria yang baik, pengertian, lembut, penyayang, setia, dan romantis. Meskipun dari luar penampilannya terlihat angkuh dan dingin. Tapi bila di dekat orang yang di sayanginya maka sikap Galuh berubah seratus persen. Ia bersikap cuek dan angkuh hanya sebagai topengnya saja agar terlihat kuat dan seakan tak ada masalah di depan