"Usron, udah dong, berhenti dulu." pintaku dengan nafas ngos-ngosan.
Lari pagi dengan Usron memanglah suatu kesalahan yang besar. Tenaga dan energi pria ini benar-benar besar, bahkan aku sama sekali tak melihatnya merasakan capek.
"Ayo dong! Kok berhenti sih?" ejeknya yang langsung ku tatap tajam.
Aku tak menanggapi ucapannya karena aku sungguh benar-benar capek. "Istirahat dulu, ya." pintaku yang langsung mencari tempat sejuk dan duduk di rerumputan hijau tanpa mempedulikan celana ku akan kotor nantinya.
"Haus gak lo?"
"Ya hauslah."
"Yaudah lo tunggu disini dulu, gue mau beli minuman dulu." katanya yang ku angguki.
Aku menengadahkan kepala menatap sebentar langit yang tampak cerah. Menghirup udara segar pagi ini sembari memejamkan mata.
"Akhirnya lo datang," kataku begitu mendengar suara langkah kaki mendekat.
Aku pun mengulurkan sebelah tanganku ke depan. "Mana minumannya?"
Tak ada tanggapan, aku pun mengulangi lagi ucapanku. "Mana minumannya, Usron?"
Lagi, kembali tak ada tanggapan. Karena kesal pun aku membuka kedua mataku. Seketika aku ingin menjerit saking terkejutnya begitu membuka mata bukan wajah Usron yang ku lihat melainkan wajah seorang pria asing.
Ku lihat pria itu menatap tajam diriku dengan gayanya yang pongah. Melipat kedua tangan di depan dada bidangnya yang saat ini terbalut jaket biru dongker.
"M-maaf, saya pikir anda sepupu saya."
"Usron?"
"Iya, itu nama sepupu saya. Bapak kenal?"
"What? Bapak?" pria asing itu mendelik marah padaku yang memanggilnya bapak.
Lah, salah ya?
"Apa saya setua itu dimata anda?" tanyannya dengan raut wajah yang makin sangar.
Aku pun dengan tampang polos mengangguk, seakan tak masalah dengan kemarahannya. Padahal sebenarnya aku sangat ketakutan, tapi bodo amat! Orang memang pria asing ini terlihat seperti bapak-bapak kok, meskipun ya akui wajahnya sangat tampan. Dan tubuhnya yang tinggi tegap, uh!
Eh, kenapa aku malah mengagguminya?
"Kamu tahu tidak umur saya berapa?" tanyanya yang justru ku tanya balik.
"Berapa memangnya?"
"Loh, kan saya tanya. Kok balik nanya sih?" sinisnya terlihat kesal sekali padaku.
Lah, salah lagi dah aku.
"Sa—"
"Pak Galuh?"
Itu suara Usron. batinku seraya menoleh ke sumber suara.
"Wah! Gak nyangka ketemu Bapak disini." ungkap Usron tersenyum manis. "Lari pagi juga, Pak?"
"Iya dong, biar sehat." sahut pria asing itu yang tadi di panggil Usron pak Galuh.
Oh, jadi namanya Galuh.
Urson menyodorkan sebotol minuman dingin padaku yang langsung ku ambil.
"Sebenarnya saya sering loh lari pagi,"
"Oh ya?" pekik Usron tampak kaget. "Tapi kok kita gak pernah ketemu kayak gini ya?"
Pak Galuh mengendikkan kedua bahunya, dan aku pun lebih memilih untuk tak mendengarkan percakapan mereka.
Memilih acuh sembari menikmati minuman dingin yang dibelikan sepupuku tercinta. Lagi menikmati keheningan yang ku ciptakan sendiri, tiba-tiba Usron memanggil namaku dan menyuruhku berdiri.
Dih, malas banget aku. Tapi ya mau gak mau aku harus melakukannya, demi Usron loh ya. Demi sepupu menyebalkan namun pengertian.
Aku pun bangkit berdiri dengan tangan kiri memegang botol minuman, sedangkan tangan kanan ku gunakan untuk menepuk-nepuk bokong yang kotor.
"Stecy," kataku sembari mengulurkan tangan kananku. Tetapi, pria yang bernama Galuh itu hanya menatap uluran tanganku saja tanpa berniat menyambutnya.
Heh! Apa yang salah? Perasaan tanganku bersih deh.
Usron menyikut lenganku dan matanya seakan memberikan kode yang tak ku mengerti. Apa sih?
"Galuh," ucapnya yang sama sekali tak membalas uluran tanganku.
Berengsek! umpat ku dalam hati seraya menarik kembali tanganku yang terulur.
"Stecy, Pak Galuh ini adalah bos gue di pabrik."
"Bodo amat!"
Tak hanya mereka berdua yang terkejut, aku sendiri juga terkejut luar biasa. Duh, mampus! Kenapa bisa sampai keceplosan gini sih
"Uhm, maksudnya saya merasa bodoh sekali hari ini. Amat sangat bodo," cengirku dengan alasan yang tak nyambung sama sekali. Aisshh!
***
"Lo kok tadi malu-maluin banget sih, Cy?"
Aku mendelik kesal mendengarnya, "maksud lo apa sih? Malu-maluin gimana?"
"Ya, masa gue suruh lo kenalan sama Pak Galuh, lo malah nyodorin tangan kanan lo yang kotor."
"Kotor?" ulang ku tak terima. "Eh! Us, tangan gue bersih ya! Enak aja lo bilang kotor."
Tiba-tiba saja Usron menepuk-nepuk bokongnya. "Nih, lo lihat!"
"Apa?!" hardik ku.
Usron kembali mengulanginya, menepuk-nepuk bokongnya seperti tadi dengan tangan kanan. Begitu terus seperti sengaja, sampai aku benar-benar mengerti.
"Cukup!" kataku menyuruhnya untuk berhenti.
"Udah paham?" aku mengangguk.
"Haha, pantesan aja bos lu gak mau nyambut uluran tangan gue." ucapku terkekeh geli.
"Tuh lihat, pantat lo kotor banget. Eh! Maksud gue celana bagian belakang lo." cepat-cepat Usron meralat ucapannya saat melihat mataku yang melotot horor padanya.
"Makanya lain kali jangan sembrono ngambil tindakan. Lah, kan bos gue jadi ilfil sama lo."
"Halaahh, gak karena itu pun ya bos lo itu memang sombong dan belagu." kataku kesal karena Usron seakan membela bos nya yang pongah itu menurutku.
"Cy, lo dengar ya. Bos gue kalau gak di lingkungan kerjaan dia mah asyikk banget orangnya. Tapi kalau di pabrik ya emang sih gue akuin sedikit belagu."
"Bukan sedikit, tapi emang sombong dan belagunya luar biasa." tukasku.
"Hmm, ya terserah sih lo mau nilai dia kayak gimana. Yang terpenting gue saranin sama lo untuk gak ngebenci orang lain."
Apa? Emang aku ada bilang ya kalau aku benci pria yang bernama Galuh? Perasaan gak ada deh.
Saat ini, aku tengah membantu bibi memasak di dapur untuk makan siang. Sementara Urson dan paman tadi berpamitan pergi sebentar ke rumah tetangga katanya.
"Ecy, kamu mau ayamnya di masak apa?" tanya bibi.
"Hmm, diapain ya? Ecy juga bingung," cengirku karena sungguh bingung kalau ditanya antara memilih begini.
"Sambal, tumis, semur, gulai, kare, rendang atau—"
"Duh, iya-iya Bi, terserah Bibi aja mau diapain." selaku pusing dan semakin dilema karena harus memilih salah satu diantara pilihan seperti itu.
"Goreng kalasan aja ya?"
"Oke!" sahutku merasa geli, perasaan goreng kalasan tadi tidak ada dalam daftar pilihan deh tadi.
"Eh, tapi di geprek kayaknya lebih enak ya. Terus di cocol sambal," usul bibi yang berubah pikiran.
"Uh, mantap!" aku mengacungkan dua jempolku.
"Yaudah, Bibi goreng ayamnya kamu buat sambalnya."
"Eh!" aku memekik kaget. "Kok Ecy sih yang buat sambalnya, Bi? Jangan dong, nanti gak enak loh."
"Belum mencoba udah nyerah kamu."
"Udah pernah nyoba Bi, waktu bantuin mama masak dulu. Dan hasilnya ngawur banget, asli gak enak sambal buatan Ecy." ucapku jujur.
"Ya sekarang dicoba aja lagi, siapa tahu lebih enak dari sambal yang pernah kamu buat. Oke?"
Hmm, kalau sudah seperti ini aku pasrah deh.
Akhirnya selesai juga aku membuat sambal setelah berjuang dengan keras. Aku melapor pada bibi bahwa tugasku sudah selesai. Namun tak di duga, bibi menyuruhku ke rumah tetangga untuk memanggil paman dan Urson untuk makan siang.
Aku pun mengangguk dan lekas pergi setelah bibi menjelaskan letak rumah tetangganya yang ini berjarak dua rumah dari rumahnya.
Aku memencet bel beberapa kali namun tak ada tanggapan, aku pun mencoba memencet lagi bel dan tetap tidak ada respon.
Karena kesal akhirnya aku pun memutuskan untuk pergi, namun suara pintu terbuka menghentikan ku yang langsung berbalik badan.
Alangkah terkejutnya aku ketika melihat sosok Galuh yang berdiri di ambang pintu yang terbuka dengan pongahnya.
"Ada apa?" tanyanya dengan tatapan yang sama seperti pagi tadi. Yaitu menatapku tajam.
Bukannya menjawab pertanyaannya, aku justru balik bertanya. "Bapak ngapain disini?"
"Konyol!" katanya terkekeh. "Apa salah kalau saya ada disini? Di rumah saya sendiri?"
"Apa? R-rumah Bapak?!" pekik ku kaget luar biasa.
OMG!
"Kenapa lo gak bilang kalau Pak Galuh itu bukan cuma bos lo aja di kantor, tapi dia juga tetangga lo." omel ku pada Usron saat kami sudah sampai di rumah.Usron melihat ke arahku, "ya lo juga gak pernah nanya."Hmm, iya juga ya. batinku membenarkan ucapan Usron barusan. Aku memang tak pernah bertanya sih."Sudah, nanti lagi ngobrolnya. Sekarang kita makan siang dulu," ucap bibi ku yang memang tak suka saat makan sambil bicara.Aku diam tak bicara sepatah kata pun lagi, begitu juga dengan Usron. Kami berempat menikmati makan siang dengan tenang sebelum suara bel berbunyi mengganggu konsentrasi makan kami."Biar aku saja," kata Usron saat aku hendak berdiri.Aku pun kembali duduk menikmati makan siang ku. Lalu ku dengar suara langkah kaki mendekat—memasuki ruangan makan."Eh! Ada Pak Galuh," pekik bibi otomatis membuatku terkejut. Aku mendongak dan ben
"Gue mau nanya sama lo, boleh?""Nanya apa? Ngomong aja," sahut Usron santai sembari menikmati cemilan. Kacang tanah goreng, sepupuku ini sangat suka sekali ngemil makanan ini."Pak Galuh kok bisa jadi duda sih?" tanyaku mulai kepo, dan pelan-pelan ingin mengoreksi informasi tentangnya."Ya bisalah, orang aja bisa meninggal."Ku pukul bahu Usron yang begitu enteng menjawabnya. "Ihh, Usron! Maksud gue bukan itu.""Lah, lo nanyanya kayak gitu. Apa salah gue jawabnya?"Aku nyengir, "gue yang salah. Maksud gue, apa penyebab Pak Galuh duda?""Dih, kepo lo?!" ejek Usron melirik ku sekilas.Sialan!"Ya, sedikit kepo sih. Makanya aku tanya sama kamu.""Terus penting banget gitu buat gue jawab?""Ishhh, Usron! Ayolah, please kasih tahu aku." pintaku dengan raut memelas.Hm
"Terima kasih," ucapnya sekali lagi.Sementara aku tak merespon sedikitpun, entah iya atau tidak sama sekali tak ku sahut. Hanya tatapan kesal saja yang ku lemparkan padanya sebagai tanda ketidaksukaan ku dengannya yang luar biasa pongahnya.Ia berdeham lagi sekali, "saya bilang terima kasih. Lalu, kenapa kamu masih disini?""Itu...." kataku seraya menunjuk rantang yang tengah di pegangnya. Dia pun ikut melirik rantang itu."Bibi menyuruhku untuk mengambilnya kembali setelah sudah anda pindahkan ke piring milik anda." kataku malas memanggilnya dengan sebutan bapak. Takutnya nanti dia komen lagi seperti waktu itu pas tak sengaja bertemu untuk pertama kalinya."Oh, iya-iya. Baiklah, kalau gitu tunggu sebentar ya." katanya, aku pun mengangguk dan dia berlalu masuk ke dalam rumahnya begitu saja.Aku melongo tak percaya melihatnya, pria itu meninggalkanku sendirian di halaman depan rumahnya tanpa basa-basi menyuruhku
Aku tertawa melihat isi rantang dari Galuh, ku pikir isinya bakalan sesuatu yang luar biasa. Ternyata cuma.... Hahaha.Bibi melirik tajam ke arahku yang masih tertawa. "Ecy, gak boleh gitu. Kita maklumi sajalah, kan Pak Galuh itu duda baru yang pastinya belum terbiasa dengan kehidupan barunya.""Makanya buat gini aja sampai gosong," ucap Usron yang ikut tertawa."Hussss! Yang penting niat baiknya yang tulus membalas pemberian kita." ujar bibi memarahi kami berdua. Aku dan Usron berhenti tertawa dan mengangguk patuh.Selesai sarapan, Usron dan paman langsung berpamitan pergi kerja. Aku pun lekas membersihkan meja dan mencuci piring kotor.Sambil mencuci piring aku teringat akan kue gosong buatan Galuh, dan hal itu sukses membuatku kembali tertawa.Lagian ya, tuh orang isi rantangnya cuma satu padahal tadi malam bibi mengisi setiap rantang dengan makanan-makanan enak.Tidak setimpal! batinku yang selalu merasa sewot bi
Pov Galuh.Tepat hari ini dua bulan sudah aku menyandang status baru, yaitu menjadi duda. Aku sedih? Ya, sedikit.Karena perasaan bahagia dan lega lebih banyak aku rasakan kini. Bisa lepas dari ikatan pernikahan dengannya yang sudah begitu tega dan jahat menghianatiku sebanyak tiga kali.Bayangkan? Tiga kali!Siapapun pasti tidak akan pernah mau di khianati. Apalagi sampai tiga kali, big no! Dan aku si pria bodoh yang mau memaafkan kesalahan dan kekhilafan mantan istriku sampai bisa terkecoh tiga kali. Seharusnya belajar dari pengalaman bahwa sekali berbohong, maka orang tersebut akan ketagihan berbohong dan terus berbohong.Saat itu aku pikir mantan istriku benar-benar mau berubah. Mengingat raut wajahnya kala itu seperti tampak menyesal dengan apa yang ia lakukan. Jadinya ya ku maafkan saja dia. Sayangnya, perselingkuhan kembali terjadi
Saat malam tiba, aku dikejutkan dengan kedatangan Stecy ke rumahku."Ada apa?" tanyaku sarkastik."Nih!" katanya seraya menyodorkan sebuah rantang padaku."Untuk saya?" tanyaku memastikan.Stecy mengangguk dan aku pun mengucapkan terima kasih. Namun wanita itu tak bergerak sedikitpun meski aku sudah berterima kasih.Dengan terpaksa aku mengulangi ucapan terima kasihku lagi, siapa tahu saja kan kalau wanita ini tidak mendengarnya tadi.Namun ia juga masih tak bergerak, atau dia memang tak berniat untuk pergi dari rumahku.Stecy dengan suara sedikit terbata pun menjelaskan bahwa dirinya di suruh bu Mutia untuk menunggu rantangnya setelah makanannya selesai ku pindahkan ke piringku."Baiklah, tunggu sebentar ya." ucapku yang awalnya memang tak bermaksud mengerjainya.Sebab aku memang tidak bohong saat mengatakan jadi lupa segalanya begitu makan masakan bu Mutia yang lezat. Itu bukan hanya
Aku uring-uringan ketika berulang kali mendapat telepon dari mama yang meminta diriku agar segera pulang. Memang, aku berkunjung ke rumah bibi hanya untuk sekadar liburan. Dan aku berjanji cuma sebentar disini, namun kenyataannya aku selalu betah setiap kali ke rumah bibi. Alhasil, membuat aku jadi malas pulang, dan ingin tetap berada di kota ini.Perasaan panik dan gelisah berkumpul jadi satu menyelimutiku. Mama tiada henti menelponku dan berusaha membujukku untuk pulang.Orang tuaku sepertinya begitu merindukanku, lagian aku juga sudah mulai masuk kerja. Kan, aku ambil cuti biar bisa kemari."Memangnya Stecy mau di pecat dari kerjaan?" tanya bibi setelah aku curhat bahwa aku tak ingin pulang.Tanpa di duga aku justru menganggukkan kepala, seolah kehilangan pekerjaan bukanlah apa-apa bagiku.Tentu saja hal ini membuat bibi terkejut, namun ia juga tak mau menyerah untuk terus membujukku.
Stecy merasa risih di tetap begitu olehnya, tatapannya seakan menaruh perasaan curiga pada Stecy.Meneliti Stecy dari kepala sampai ujung kaki, seakan-akan Stecy sesuatu yang harus di waspadai."Apa kamu yakin?" tanya Galuh dengan raut wajah serius.Ya ampun, Stecy! Memang kapan sih nih orang pernah gak serius walau sekali saja?"Maaf?" ulang Stecy merasa kalau pertanyaan Galuh agak ambigu.Yakin apa coba? Yakin jadi milikmu sih ogah. Dih, amit-amit! batin Stecy menggerutu."Usron sudah mengatakannya pada saya kemarin, mengenai kamu yang ingin bekerja di rumah saya." kata Galuh, sementara Stecy manggut-manggut mengerti."Sebenarnya saya sedikit kaget dan agak kurang percaya mendengarnya. Seorang Stecy begitu ngotot ingin bekerja di rumah saya, sebagai pelayan lagi." Galuh menggelengkan kepalanya seakan tak percaya.Stecy hanya bisa berusah
Ekstra part 5.Stecy menatap tak percaya pada Usron yang memintanya untuk berhenti mengurusi dirinya dan Fayla."Kenapa?" tanya Stecy sedikit kecewa. "Apa lo gak percaya sama gue?" "Bukan begitu, Cy." elak Usron tersenyum. "Kenapa bisa gue gak percaya sama lo? Tentu aja gue percaya dong, hanya saja gue rasa sudah cukup sampai disini Cy.""Ya, sudah cukup sampai disini." sambung Usron mantap."Ya, tapi kenapa? Kenapa lo tiba-tiba gini minta gue untuk berhenti berusaha dalam menyatukan kalian berdua? Hmm, kenapa Us?""Karena gue gak mau ngerepotin lu lagi." ujar Usron sendu. "Gue sadar ka
Ekstra part 4.Stecy lemas setelah mendengarnya langsung dari Usron tentang Fayla yang secara tidak sengaja menolaknya. Acara makan malam bersama di rumah mereka sudah selesai saat Fayla memutuskan untuk pamit pulang. Stecy curiga dan khawatir saat tak melihat Usron yang tak kembali ke ruang makan. Stecy pun memutuskan untuk menemui sepupunya itu yang ternyata tengah merenung seorang diri di dalam kamarnya. Lebih tepatnya kamar tamu yang sudah beberapa hari ini di tempatinya.Usron menatap sedih Stecy yang melangkah masuk ke dalam kamarnya. "Semuanya sudah berakhir, dia menganggap ku cuma bermain-main. Padahal aku, kan...." Usron tak melanjutkan ucapannya. Stecy mengerti maksud se
Ekstra part 3."Oh, jadi ini orang spesial yang kamu maksud sayang?" "Iya Mas," Stecy mengangguk membenarkan pertanyaan suaminya. Fayla tersipu malu mendengarnya, di anggap spesial oleh keluarga kecil yang manis dan bahagia ini merupakan suatu kebanggaan untuknya. "Mbak, ayo masuk ke dalam." ajak Stecy dengan hangat dan ramah. Fayla mengangguk dan perlahan mereka semua beranjak ke ruang makan. Disana ternyata sudah tersedia berbagai macam makanan enak yang telah di tata rapih di atas meja makan. Galuh dengan sigap dan penuh perhatiannya menarik s
Ekstra part 2."Lo beneran serius mau bantu gue?" tanya Usron memastikan sekali lagi. Usron tampak ragu pada Stecy yang mengatakan ingin membantu dirinya. Usron takut jika sepupunya ini hanya bercanda saja."Memang muka gue terlihat becanda ya?" Stecy menunjuk ke arah wajahnya sendiri."Ya." dengan tampang polos Usron mengakuinya."Sialan!" umpat Stecy kesal. "Gue serius mau bantu lo, Usron.""Alasannya?""Gak ada alasan, ya gue mau ngebantu masalah lo aja." Usron diam, merasa kurang yakin."Oke, jujur gue mau bantu lo karena kalian berdua udah melakukan itu." ucap Stecy menggerakkan jari tangannya membentuk tanda kutip saat mengatakan dua kata itu."Menurut gue ya lo harus bertanggung jawab atas apa yang udah lo lakuin ke Mbak Fa
Ekstra part 1.Stecy semakin merasa khawatir dengan kondisi sepupunya yang semakin lama semakin terlihat memprihatinkan.Dengan kesal Stecy memukul kepala Usron dengan sebuah buku majalah yang tengah dibacanya. Sebenarnya sih bukan pukulan kuat yang menyakitkan, tapi dasarnya Usron yang lebay pun tetap meringis."Biasa aja deh. Gak sampai bikin lo geger otak kali.""Ya memang enggak," ledek Usron tertawa.Stecy mendengkus kesal, "pulang gih sana!""Lo ngusir gue, Cy?""Iya, memang kenapa? Sakit hati?""Dikit." bukannya pulang Usron malah merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang ada disitu.Sontak hal itu membuat Stecy kesal setengah mati. Saat Stecy hendak membuka mulutnya ingin memprotes, dengan cepat Usron mencegahnya."Daripada lu ngomel-ngomel terus, mendingan l
Galuh berkali-kali mengucap syukur pada sang kuasa yang sudah mempertemukannya dengan Stecy yang sejak semalam sudah sah menjadi istrinya.Begitupun dengan Stecy yang juga tiada hentinya mengucap syukur. Siapa yang menyangka jika awal pertemuannya dengan Galuh menimbulkan benih-benih cinta."Benar ya kata orang-orang," ucap Stecy tiba-tiba."Apa?" tanya Galuh bingung."Jangan terlalu membenci karena benci dan cinta itu beda tipis. Iya, kan?"Cup.Terkejut, satu kata yang dapat mendefinisikan ekspresi wajah Stecy saat ini ketika dengan sangat tiba-tibanya Galuh mencium bibirnya sekilas.Stecy menutup wajahnya yang memerah dengan kedua tangannya karena aksi spontan Galuh tadi."Malu?" goda Galuh."Huum." sahut Stecy dengan manja."Ya ampun sayang, kok kamu masih malu aja sih? Padahal tadi malam kita sudah—""Stop!" pinta Stecy dengan gerakan spontan membungkam mulut G
Beberapa bulan kemudian...."Yang ini aja.""Eh, bagusan yang ini.""Yang mana?""Yang ini.""Ah, kurang bagus. Lebih bagus lagi pilihanku.""Enak aja, bagusan pilihanku juga dari kamu.""Dih!" cibir Fayla terlihat kesal pada Usron yang tak pernah mau kalah berdebat.Sementara Stecy dan Galuh saling pandang, geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua orang itu yang kalau setiap ketemu pasti berdebat.Entah itu hal kecil pasti selalu mereka perdebatkan. Ya, contohnya saja seperti ini. Fayla dan Usron yang heboh saat ikut memilihkan gaun pengantin untuk Stecy yang sebentar lagi akan menikah dan sang pujaan hati, Galuh."Apa aku bilang? Seharusnya mereka berdua tidak usah diajak saja tadi." keluh Galuh mengomeli Stecy yang tadi ngotot ingin sepupu dan mantan istri Galuh untuk ikut.Stecy meringis mendengarnya, kalau ia tahu seperti ini jadinya ya kemungkinan Stecy tidak akan mengajak keduanya. 
"Untuk apa Mbak Fayla datang kesini, Mas?" tanya Stecy penuh selidik."Untuk...." Galuh menatap sang anak yang kini sibuk dengan ponselnya sendiri. "Meminta maaf.""Meminta maaf?" ulang Stecy cukup terkejut."Ya, minta maaf untuk semua kesalahan yang pernah dibuatnya.""Tapi, bukannya Mbak Fayla sudah pernah minta maaf ke Mas ya?"Galuh mengangguk, "tapi yang ini adalah sebuah permintaan maaf yang tulus. Sementara yang waktu itu enggak.""Oh ya, kamu tahu darimana yang kemarin itu gak tulus dan yang ini tulus?""Ya tahulah," tukas Galuh tersenyum. "Awalnya sih aku sempat ragu, tapi ya aku pikir apa salahnya juga untuk memaafkan. Soal tulus apa enggaknya ya terserahlah."Stecy mengangguk setuju, "lagian apa salahnya juga berdamai dengan masa lalu, kan?""Berdamai loh ya, bukan balikan." ucap Galuh. Stecy melotot mendengarnya."Oh, jadi memang ada niatan mau balikan gitu?""Engga
Stecy mengucapkan terima kasih pada Fayla yang telah membantunya berbelanja. Keduanya pun berpisah dan pulang ke rumah masing-masing.Satu hal yang tidak Stecy ketahui adalah sebuah mobil berwarna hitam membuntuti mobilnya hingga sampai ke rumah Galuh.Seseorang di dalam mobil hitam itu terus memperhatikan rumah Galuh. Rumah yang dulu juga ia tempati saat masih berstatus sebagai istri sah Galuh.Ada perasaan tak rela di hati Fayla yang kini merasa menyesal. Sangat-sangat menyesal. Ia sangat menyayangkan perbuatannya sendiri yang sudah sangat tega berselingkuh dibelakang Galuh.Galuh sendiri menurut Fayla adalah pria yang baik, pengertian, lembut, penyayang, setia, dan romantis. Meskipun dari luar penampilannya terlihat angkuh dan dingin. Tapi bila di dekat orang yang di sayanginya maka sikap Galuh berubah seratus persen. Ia bersikap cuek dan angkuh hanya sebagai topengnya saja agar terlihat kuat dan seakan tak ada masalah di depan