Prang!!!!!"Wanita sialan! Gak becus kerja kamu!"Aku yang berpakaian dress lusuh selutut terduduk menyedihkan di lantai. Menatap kedua tanganku yang telah berlumuran darah. Warna pekat darah itu tak sedikit mengotori dress putih milikku. Gelas beserta piring dimeja telah berpindah di lantai dengan pecahan kaca bertebaran dimana-mana. Tubuhku bergetar hebat. Kedua kelopak mataku bergerak-gerak seiring kutatap barang-barang yang jatuh di sekitarku. Apa kesalahan yang telah ku perbuat hingga dia kembali memarahiku?"Kalau tidak bisa kerja jadi pelacur saja diluar sana. Setidaknya ada yang bisa diharapkan darimu yang bodoh itu!"Caci maki terus kudengar dari mulut wanita berumur 50 tahun didepanku. Kepala kuangkat, menatap sendu wanita yang telah memberiku tempat tinggal."Maafkan saya. Apa makanannya tidak enak? S-saya bisa membuatnya lagi." Cicitku."Gak perlu! Kau benar-benar tidak bisa kuandalkan! Pergi dari rumah ini dan jangan pernah kembali!" Wanita itu beranjak dari duduknya, mel
"Aaaaaaa!!"Aku tidak memperdulikan jeritan kerasku yang memenuhi tempat penuh dosa yang dinamakan klub malam ini. Suara teriakan para pria yang mengikutiku di belakang menyuruhku untuk berhenti berlari tak pernah kuidahkan. Aku Terus Berlari mencari jalan keluar untuk bisa pergi dari tempat terkutuk ini."Minggir!! Minggir!! Oh tidak maaf." Aku mendorong orang-orang yang menghalangi jalanku. Dan meminta maaf kepada mereka ketika aku tak sengaja mendorongnya sampai jatuh. "Hei, berhenti!!!!"Aku menoleh ke belakang dengan kaki Kecilku Yang terus Berlari menjauh. Kulihat pria-pria besar itu tampak kesulitan mengejarku. Aku sampai tak sadar jika telah keluar dari tempat itu dan kini menelusuri trotoar jalan raya. Sepertinya Tuhan telah memberiku keberuntungan karena berhasil lolos dari lelaki tua yang telah membeliku. Namun sepertinya Hidupku Masih belum bebas Karena kini orang-orang lelaki tua itu terus mengejarku di belakang sana. Sebenarnya ada banyak orang di sekelilingku setiap
"Siapa ini kenapa kamu membawa gadis kampungan ke Mansion ini?" Seorang wanita seumuran Nyonya Merry datang dari dalam Mansion. Berjalan angkuh menuju tempat kami. Dari gayanya, pakaiannya serta riasannya wanita itu seperti Nyonya Besar di Mansion ini. Terlihat seperti wanita berkuasa di cerita-cerita dongeng. Aku aku merasa bertemu dengan ibu tiri jahat dalam cerita dongeng Cinderella. Ya hampir seperti itu."Kami menemukannya di jalan Nyonya. Tuan David ingin membawanya kemari." Kata Lelaki yang tadi menyopiri mobil."Elard, sejak kapan Tuan lumpuhmu itu berbaik hati memungut sampah dijalan?" Sindir wanita itu. Seraya tersenyum sinis. Lalu matanya yang tak kalah tajam melirik penampilanku dari atas sampai bawah kaki. Aku sontak memundurkan tubuh. "Saya hanya menjalankan perintah Tuan David. Jika tidak ada pertanyaan lain, saya ingin membawa Tuan David ke kamar. Kalau begitu saya permisi Nyonya." Ucap orang bernama Elard itu. Ia lantas melirik padaku, dengan mengedikkan kepala ia
"B-baik."Perlahan langkah kakiku mendekat. Ku dongakkan kepala, memberanikan diri melihat ke arah Tuan David. Pria itu masih saja duduk dikursi rodanya tanpa melakukan apa-apa. Aku berpikir sejenak. Sekarang sudah pukul 9 malam. Melihat makanan berserakan, kemungkinan Tuan David menolak untuk makan malam? Mungkinkah dia tidak mau makan disini? Atau karena sekarang sudah cukup malam, lelaki itu ingin beristirahat? Jika salah menyebutkan keinginannya apakah aku akan diusir dari tempat ini? Haduh, bagaimana ini.Namun sedetik kemudian, aku menyadari jika salah satu tangannya tengah memegang sebuah benda selain Ipad. Mataku menyipit melihat itu. Pyarrr!!Tubuhku terlonjak kaget saat gelas berisi air dilempar ke dinding begitu saja. Serpihan kacanya jatuh tak jauh dari tempatku berdiri. Bahkan benda itu hampir mengenai lenganku. Mungkin jika melesat 3 centi ke kiri, mungkin tanganku akan berdarah-darah seperti dahi pelayan itu? Hah, kenapa aku bisa bertemu lelaki temperamen seperti Tuan
Bibirku mencebik kesal saat pintu kamar mandi tertutup rapat. Aku berbalik dan bersedekap tangan menunggu orang yang ada didalam selesai melakukan aktivitasnya. Memangnya aku salah kalau aku tanya dia mau pipis? Memang dia ingin pipis kan? Kok aku kena marahnya.Masih teringat jelas saat lelaki itu mengataiku Gadis bodoh. Walaupun sebatas tulisan, tapi dongkolnya itu masih terasa sampai ubun-ubun. Memang bicara yang benar harus seperti apa?Ceklek!Pintu dibelakangku terbuka, kuhentikan semua umpatanku untuk lelaki yang berusaha berdiri tegap itu. Dengan perlahan aku mendekat dan menyodorkan bahuku padanya. Kulingkarkan tanganku ke pinggangnya. Dengan pelan-pelan aku membawanya kembali ke tempat tidur. Walaupun tubuh kami berhimpitan, aku sama sekali tidak merasakan getaran apapun. Rasa kesal, lelah dan kantuk masih menderaku hingga ingin sekali aku melempar tubuh Tuan David ke atas tempat tidur dan mengatakan padanya agar tidak membuatku begadang lagi! Hah, bisakah itu terjadi. Aku
"Mana mungkin!" Dia bilang aku akan meracuni Tuan David, untuk apa aku lakukan hal itu! Geramku dalam hati. Tak terima telah dituduh hal mengerikan semacam itu. Elard sungguh keterlaluan."Kamu orang baru. Dan saya belum tahu darimana asalmu. Jadi wajar say curiga." Ucap Elard sangat tenang seolah tak merasa kalau ucapannya sangat menyakiti perasaanku. "Saya tidak akan meracuni Tuan David!" Aku berkata tegas dan lantang. "..... Tuan David telah menolongku. Mana mungkin aku mau meracuninya!"Nafasku terengah-engah dengan dada kembang kempis. Sungguh tak mendasar sekali tuduhan Elard itu. Aku ingin menepis tuduhan palsu itu!"Oh, baiklah. Saya pegang kata-katamu pelayan Viona. Sekarang kamu bisa pergi." kata Elard memasang wajah datar tampak tak peduli dengan ucapanku barusan. Benar-benar menjengkelkan sekali asisten Tuan David ini, batinku kesal."Saya permisi!" Jawabku ketus seraya berbalik badan dan berjalan cepat menjauhi pria menyebalkan itu. Amit-amit sekali bisa bertemu dia di
“Tuan David mau pilih bunga apa. Ah, begini saja. Saya jelaskan beberapa makna masing-masing bunga ini ya.” Aku mengambil salah satu bunga. “Bunga mawar merah ini melambangkan kasih sayang Tuan. Ada juga warna putih dan pink. Masing-masing sama memiliki makna indah didalamnya berupa kasih sayang dan cinta.”“……Lalu ada bunga Tulip putih. Seseorang yang merasa bersalah karena sudah melukai hati orang lain, bisa memberikan bunga ini sebagai permohonan maaf. Kalo yang warna kuning itu, artinya memuji kebaikan seseorang.” Satu persatu kutunjukan bunga-bunga yang ada disana. “Dan ini ada bunga Lily juga Tuan, indah sekali bukan. Bayangkan saja ada orang yang diam-diam mencintaimu lalu memberikan bunga ini. Saya yakin hubungan cinta mereka akan awet sampai Tua!” Aku berseru heboh seraya membentangkan tangan diselingi senyum ceria. Membayangkan hal romantis.“Apa kau tukang jual bunga? Mengapa tahu semua ini?” tanya Elard tampak heran dengan memijat pelipisnya. Bisa kudengar lelaki itu men
"Mana mungkin!" Dia bilang aku akan meracuni Tuan David, untuk apa aku lakukan hal itu! Geramku dalam hati. Tak terima telah dituduh hal mengerikan semacam itu. Elard sungguh keterlaluan."Kamu orang baru. Dan saya belum tahu darimana asalmu. Jadi wajar say curiga." Ucap Elard sangat tenang seolah tak merasa kalau ucapannya sangat menyakiti perasaanku. "Saya tidak akan meracuni Tuan David!" Aku berkata tegas dan lantang. "..... Tuan David telah menolongku. Mana mungkin aku mau meracuninya!"Nafasku terengah-engah dengan dada kembang kempis. Sungguh tak mendasar sekali tuduhan Elard itu. Aku ingin menepis tuduhan palsu itu!"Oh, baiklah. Saya pegang kata-katamu pelayan Viona. Sekarang kamu bisa pergi." kata Elard memasang wajah datar tampak tak peduli dengan ucapanku barusan. Benar-benar menjengkelkan sekali asisten Tuan David ini, batinku kesal."Saya permisi!" Jawabku ketus seraya berbalik badan dan berjalan cepat menjauhi pria menyebalkan itu. Amit-amit sekali bisa bertemu dia di
Bibirku mencebik kesal saat pintu kamar mandi tertutup rapat. Aku berbalik dan bersedekap tangan menunggu orang yang ada didalam selesai melakukan aktivitasnya. Memangnya aku salah kalau aku tanya dia mau pipis? Memang dia ingin pipis kan? Kok aku kena marahnya.Masih teringat jelas saat lelaki itu mengataiku Gadis bodoh. Walaupun sebatas tulisan, tapi dongkolnya itu masih terasa sampai ubun-ubun. Memang bicara yang benar harus seperti apa?Ceklek!Pintu dibelakangku terbuka, kuhentikan semua umpatanku untuk lelaki yang berusaha berdiri tegap itu. Dengan perlahan aku mendekat dan menyodorkan bahuku padanya. Kulingkarkan tanganku ke pinggangnya. Dengan pelan-pelan aku membawanya kembali ke tempat tidur. Walaupun tubuh kami berhimpitan, aku sama sekali tidak merasakan getaran apapun. Rasa kesal, lelah dan kantuk masih menderaku hingga ingin sekali aku melempar tubuh Tuan David ke atas tempat tidur dan mengatakan padanya agar tidak membuatku begadang lagi! Hah, bisakah itu terjadi. Aku
"B-baik."Perlahan langkah kakiku mendekat. Ku dongakkan kepala, memberanikan diri melihat ke arah Tuan David. Pria itu masih saja duduk dikursi rodanya tanpa melakukan apa-apa. Aku berpikir sejenak. Sekarang sudah pukul 9 malam. Melihat makanan berserakan, kemungkinan Tuan David menolak untuk makan malam? Mungkinkah dia tidak mau makan disini? Atau karena sekarang sudah cukup malam, lelaki itu ingin beristirahat? Jika salah menyebutkan keinginannya apakah aku akan diusir dari tempat ini? Haduh, bagaimana ini.Namun sedetik kemudian, aku menyadari jika salah satu tangannya tengah memegang sebuah benda selain Ipad. Mataku menyipit melihat itu. Pyarrr!!Tubuhku terlonjak kaget saat gelas berisi air dilempar ke dinding begitu saja. Serpihan kacanya jatuh tak jauh dari tempatku berdiri. Bahkan benda itu hampir mengenai lenganku. Mungkin jika melesat 3 centi ke kiri, mungkin tanganku akan berdarah-darah seperti dahi pelayan itu? Hah, kenapa aku bisa bertemu lelaki temperamen seperti Tuan
"Siapa ini kenapa kamu membawa gadis kampungan ke Mansion ini?" Seorang wanita seumuran Nyonya Merry datang dari dalam Mansion. Berjalan angkuh menuju tempat kami. Dari gayanya, pakaiannya serta riasannya wanita itu seperti Nyonya Besar di Mansion ini. Terlihat seperti wanita berkuasa di cerita-cerita dongeng. Aku aku merasa bertemu dengan ibu tiri jahat dalam cerita dongeng Cinderella. Ya hampir seperti itu."Kami menemukannya di jalan Nyonya. Tuan David ingin membawanya kemari." Kata Lelaki yang tadi menyopiri mobil."Elard, sejak kapan Tuan lumpuhmu itu berbaik hati memungut sampah dijalan?" Sindir wanita itu. Seraya tersenyum sinis. Lalu matanya yang tak kalah tajam melirik penampilanku dari atas sampai bawah kaki. Aku sontak memundurkan tubuh. "Saya hanya menjalankan perintah Tuan David. Jika tidak ada pertanyaan lain, saya ingin membawa Tuan David ke kamar. Kalau begitu saya permisi Nyonya." Ucap orang bernama Elard itu. Ia lantas melirik padaku, dengan mengedikkan kepala ia
"Aaaaaaa!!"Aku tidak memperdulikan jeritan kerasku yang memenuhi tempat penuh dosa yang dinamakan klub malam ini. Suara teriakan para pria yang mengikutiku di belakang menyuruhku untuk berhenti berlari tak pernah kuidahkan. Aku Terus Berlari mencari jalan keluar untuk bisa pergi dari tempat terkutuk ini."Minggir!! Minggir!! Oh tidak maaf." Aku mendorong orang-orang yang menghalangi jalanku. Dan meminta maaf kepada mereka ketika aku tak sengaja mendorongnya sampai jatuh. "Hei, berhenti!!!!"Aku menoleh ke belakang dengan kaki Kecilku Yang terus Berlari menjauh. Kulihat pria-pria besar itu tampak kesulitan mengejarku. Aku sampai tak sadar jika telah keluar dari tempat itu dan kini menelusuri trotoar jalan raya. Sepertinya Tuhan telah memberiku keberuntungan karena berhasil lolos dari lelaki tua yang telah membeliku. Namun sepertinya Hidupku Masih belum bebas Karena kini orang-orang lelaki tua itu terus mengejarku di belakang sana. Sebenarnya ada banyak orang di sekelilingku setiap
Prang!!!!!"Wanita sialan! Gak becus kerja kamu!"Aku yang berpakaian dress lusuh selutut terduduk menyedihkan di lantai. Menatap kedua tanganku yang telah berlumuran darah. Warna pekat darah itu tak sedikit mengotori dress putih milikku. Gelas beserta piring dimeja telah berpindah di lantai dengan pecahan kaca bertebaran dimana-mana. Tubuhku bergetar hebat. Kedua kelopak mataku bergerak-gerak seiring kutatap barang-barang yang jatuh di sekitarku. Apa kesalahan yang telah ku perbuat hingga dia kembali memarahiku?"Kalau tidak bisa kerja jadi pelacur saja diluar sana. Setidaknya ada yang bisa diharapkan darimu yang bodoh itu!"Caci maki terus kudengar dari mulut wanita berumur 50 tahun didepanku. Kepala kuangkat, menatap sendu wanita yang telah memberiku tempat tinggal."Maafkan saya. Apa makanannya tidak enak? S-saya bisa membuatnya lagi." Cicitku."Gak perlu! Kau benar-benar tidak bisa kuandalkan! Pergi dari rumah ini dan jangan pernah kembali!" Wanita itu beranjak dari duduknya, mel