Julio menunggu dengan tidak sabar. Sudah 24 jam semenjak dia menyebarkan berita bohong mengenai Fiolina, tapi dia belum mendapat telepon atau apapun dari wanita itu.
Dia berharap Fiolina datang kepadanya, marah - marah dan memintanya untuk atau bahkan mengklarifikasi bahwa berita itu tidak benar.Namun, hingga detik ini, Fiolina belum muncul juga.Tok! Tok! Tok!Seseorang mengetuk pintu ruang kerja Julio."Masuk!"Ferdinan muncul dari balik pintu dengan wajah kusut."Mau bicara soal Fiolina?" Tebak Julio yang sudah sangat tahu alasan di balik wajah kusut itu."Tentu saja. Di mana dia? Kenapa kamu menyebarkan berita itu?""Kalau aku tahu di mana dia aku gak akan bikin berita itu.""Apa maksudmu?""Fiolina kabur.""Hah! Pasti kamu memperlakukan dia terlalu buruk! Bahkan Fiolina tidak kabur saat diperlakukan semena - mena oleh Omamu."Julio bersikap cuek dan"Apa masih jauh?" tanya Ferdian ketika dia mengemudikan mobilnya menuju rumah Sarah. "Dikit lagi nyampe kok," jawab Fiolina. "Nah setelah toko sembako ini lurus aja mungkin 200 meteran," Fiolina menerangkan lagi ketika dia melihat sebuah toko sembako yang dia kenal."Mana? Ini udah 200 meteran nih." "Masak udah 200 meteran sih?" protes Fiolina karena tidak percaya mereka sudah berjalan 200 meter. "Iya udah lah. Udah 200 meter lebih dari toko sembako tadi." "Masih di depan dikit. Terus Fer dikit lagi. Nah nah, ini ini sebelah kiri yang rumah pagar coklat." Mereka akhirnya berhenti pada sebuah rumah sederhana berpagar coklat yang Fiolina maksud. Ferdian geleng - geleng kepala. "Ini sih 700 meteran hampir satu kilo. 200 apanya?" "Masak sih sejauh itu?" Fiolina masih tidak percaya. Ferdian tidak berminat berdebat dengan Fiolina perkara jarak itu. Dia cukup paham bahwa perempuan tidak bisa
"Wow, lihat siapa yang ada di sini, Fiolina istriku tersayang. Terimakasih Sarah, keputusanmu sangat benar dengan memberitahuku keberadaan Fiolina," ejek Julio. "Siapa laki - laki ini? Apa dia pacar barumu?" Julio memandang Ferdian dengan sinis. Ferdian tersenyum miring, dia tidak mau repot - repot menjawab Julio. "Ayo pulang!" Julio menarik lengan Fiolina. Fiolina menepisnya. "Lelaki sejati gak akan memaksa perempuan," ucap Ferdian. "Jangan ikut campur!" Julio menarik lengan Fiolina kembali. Kali ini Ferdian bangkit dan menahan tangan Julio, "Hentikan! Bersikaplah gentleman!" Julio tidak ada waktu untuk meladeni Ferdian. Dia memberi kode kepada bodyguardnya untuk mendorong dan mengepung Ferdian. Sementara dia menarik Fiolina keluar. Ferdian ternyata tidak selemah itu. Dia bisa menahan serangan dari para bodyguard Julio. Dia memukul dan menendang satu persatu bodyguard yang berjumlah
Di dalam mobil Ferdian. Fiolina merasa perutnya sangat sakit. Awalnya dia kira dia bisa menahannya, tapi semakin lama perutnya semakin sakit tidak karuan. "Kamu kenapa Fio?" "Perutku sakit banget! Apa karena lari - lari tadi ya? Tapi ini sakit banget aku gak kuat!" "Tahan tahan! Kita ke rumah sakit sekarang ya," Ferdian memutar balik mobilnya dan mengemudi ke arah rumah sakit. 2Saat sedang kesakitan menahan perutnga, tiba - tiba Fiolina merasa ada yang keluar dari vag*na-nya. Dia mengarahkan pandangannya ke arah bawah dan terkejut saat melihat darah telah mengalir di pahanya. "Hah! Kok aku pendarahan sih!""Hah? Ya Ampun! Tahan ya, dikit lagi kita nyampe rumah sakit. Gimana perutmu sekarang?""Perutku malah udah gak sakit sekarang," Fiolina mengelur perutnya yang sudah tidak sakit. Tidak sampai 3 menit kemudian, mereka tiba di rumah sakit. Ferdinan berhenti di depan UGD dan beberapa perawat dengan sigap membantu Fiolina. "Pasien keguguran. Saya harus melakukan USG untuk memeri
"Ceritakan padaku soal Glins!" Ferdian ingin tahu sejauh mana Fiolina mengenal Glins. "Hm... gak banyak yang aku tahu soal dia. Tapi yang jelas, dia adalah musuh Julio karena dia menginginkan hak waris yang dimiliki oleh Julio." "Hanya itu? Apa dia adik tiri Julio yang kamu ceritakan pernah membuat kamu dikurung di ruang bawah tanah dan hampir dilecehkan?" "Iya itu dia." "Kalau begitu dia orang jahat." "Mungkin dia jahat padaku karena aku istri Julio. Kalau aku datang kepadanya dan menawarkan kerja sama, dia akan sangat tertarik." "Kayaknya itu bukan ide bagus deh. Begini, aturan mainnya jangan pernah bekerja sama dengan orang jahat. Dia bisa kejam atau menipu," Ferdian berusaha mencegah keinginan Fiolina. Dia kenal betul siapa Glins. Glins adalah orang licik yang tidak peduli pada kepercayaan maupun integritas. Kapanpun, Glins bisa berbalik mengkhianati partnernya asalkan itu menguntungkan baginya. "Tap
"Papa?" Tadinya Fiolina berpikir Sarah mungkin datang bersama Julio. Dia sudah hendak sembunyi, namun langkahnya terhenti saat melihat papanya turun dari pintu sopir. Benar juga, papanya memiliki sebuah mobil Alphard. Sarah terlihat sedang menunjuk mobil pick up Ferdian. Lalu, Sarah dan Bernard sama - sama memandang ke arah rumah nenek. Bernard dengan segera mendekati pintu depan dan mengetuknya. "Selamat sore..." ucapnya sambil mengetuk pintu. "Papa!" Fiolina berlari untuk membuka pintu. "Fio!" Bernard sangat gembira melihat puterinya lah yang membuka pintu untuknya. Lelaki itu lalu memeluk Fiolina.Fiolina menangis tersedu di dalam pelukan papanya. "Gimana keadaan kamu sayang? Syukurlah kamu terlihat sehat." "Fiolina baik Pa. Ayo masuk Pa!" Fiolina menggandeng lengan Bernard namun pandangannya tertuju pada Sarah. Sarah yang merasa ditatap lalu bicara, "Maaf soal kejadian 2 hari yang
Beberapa hari kemudian. "Pesta malam pengangkatan direktur baru sudah di depan mata, hanya 6 hari bersisa, namun kenapa surat keputusan penunjukan Nona Glins belum juga keluar?" ucap Danuri pada rapat dewan lanjutan pagi ini. "Benar. Mengapa Bu Floren belum juga mengeluarkan surat keputusan? Pak Ferdinan bahkan seolah belum ada ancang - ancang untuk melepas posisinya. Apa lagi yang ditunggu? Bukankah keputusan anggota dewan sudah jelas?" saut seorang anggota dewan lain."Maafkan saya. Saya sebagai Presiden Direktur Young Group memiliki banyak kebimbangan karena kita tahu bahwa belum semua anggota dewan pemilik saham mayor ikut serta dalam memilih. Dan tentu saja saya mendapat banyak tekanan dari banyak pihak termasuk pihak yang merasa seharusnya dia punya suara," Oma membela diri. "Apa maksudnya? Siapa yang Anda bicarakan?" "Apa kalian semua lupa pada Bapak Gani Sulaiman?" jawab Oma. "Pak Gani Sulaiman?" Beberapa anggota dew
Satu hari sebelumnya. "Terimakasih sudah berkenan meluangkan waktu untuk saya Pak Gani," Julio memulai pembicaraan ketika dia sudah berhadapan untuk pertama kalinya dengan Gani Sulaiman pagi itu. Mereka sepakat untuk bertemu di rumah Gani. Julio menawarkan pertemuan di sebuah restoran, namun Gani menolak. "Oke. To the point saja. Oma kamu sudah menyampaikan tujuan kamu. Langsung kamu jelaskan saja mengapa saya harus mendukung kamu." Julio lalu menjelaskan kelebihan yang dia miliki. Tujuannya memimpin perusahaan Young serta pengalamannya mengelola Julio Aksara Firm. "Cukup. Oke baiklah, saya rasa kamu memang kompeten. Tapi, itu belum cukup untuk membuat saya datang dengan mengacaukan hasil rapat dewan tempo hari," Gani berkata dengan ekspresi datar. Julio sudah kehabisan kata - kata. Dia tidak tahu lagi bagaimana akan meyakinkan Gani. "Lalu bagaimana menurut Anda? Apa yang bisa membuat Anda memutuskan untuk menduku
"Danuri! Apa yang kamu lakukan selama rapat dewan? Kenapa kamu sangat tidak becus!?" Veronica memarahi Danuri setelah tahu bahwa Glins gagal menyingkirkan Julio dari kursi direktur utama. Danuri, Veronica dan Glins melakukan pertemuan rahasia siang ini.Mereka bertiga duduk di ruang kerja Veronica yang berada di rumah keluarga Veronica. "Sudahlah Ma, Om Danuri sebenarnya sudah bekerja sangat baik. Hanya saja Julio secara mengejutkan melibatkan Gani Sulaiman. Kita tidak bisa berbuat apa - apa," bela Glins. Veronica menghela nafas. "Dan Papa menyebalkan seperti biasa. Terang - terangan mendukung Julio tapi datang ke ruanganku untuk memberi motivasi seolah dia ayah yang adil," Glins mencibir. Veronica berdecak. "Dia akan selamanya pilih kasih. Pernikahan kami dulu bukan karena cinta. Dia hanya mencintai wanita itu." "Mamanya Julio?" "Bukan. Selingkuhannya dulu saat masih suami dari mamanya Julio."
2 hari kemudian. "Argh! Kenapa gaunnya begini? Ini... ini sobek!" teriak seorang penata rias yang akan turut mendandani Fiolina untuk upacara pemberkatan hari ini. Fiolina dengan panik menghampiri penata rias itu. Fiolina terperangah melihat gaun pernikahannya yang sudah sobek. "Astaga! Kenapa bisa begini?" keluh Fiolina. Terry berlari menghampiri setelah mendengar kehebohan di kamar Fiolina. "Ada apa?" tanyanya. "Ma, lihat ini gaunku sobek!" "Ya Tuhan! Siapa yang melakukan ini sih?" Nicole menampakkan ekspresi sebal. "Ma, apa yang harus aku lakukan?" rengek Fiolina.Nicole terlihat berpikir sejenak. Dia lalu membongkar lemari Fiolina dan mengeluarkan sebuah kotak. "Ini, pakai ini aja," ucap Terry sambil menyerahkan gaun pernikahan lawas Fiolina dari dalam kotak. Fiolina meragu."Udah gak papa. Ini masih bagus." "Iya aku tahu ini masih bagus. Tapi ini gaun pernikahanku dan Julio dulu. Bagaimana perasaan Ferdian kalau tahu?""Ferdian akan tahu keadaannya. Gaun kamu robek dan
TING TONG! Bel pintu rumah Nicole berbunyi. Ibu kandung dari Julio itu jarang menerima tamu. Dia tidaj punya banyak teman terlebih setelah dia menjalani beberapa tahun hidupnya untuk perawatan di rumah sakit jiwa. Keadaannya sekarang tentu jauh lebih baik. Dia sudah ikhlas dan hari - harinya jauh lebih bahagia. Sekarang, dia banyak menghabiskan waktunya untuk menulis puisi sebanyak yang dia mampu. Pagi ini dia juga sedang menulis puisi saat seseorang membunyikan bel pintu rumahnya. Dengan segera dia bangkit dari kursi santainya lalu membuka pintu. "Nicole, apa kabar?" tamu itu menyapa Nicole. "Terry? Ada apa?" Terry melah menangis dan berlutut di hadapan Nicole. "Maaf, maafkan aku... tolong maafkan aku." Nicole bingung dengan sikap Terry yang tiba - tiba. Terry memeluk kakinya seperti anak kecil yang tidak mau ditinggal ibunya. "Terry, cukup, kenapa kamu begini? Ayo masuk, jangan di luar rumah," Nicole membantu Terry berdiri dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Terry duduk
"Fiolina, Fio! Bangun Nak!" Terry membangunkan Fiolina yang saat tengah malam dia dapati tertidur di lantai kamarnya, tersungkur dengan mengenakan gaun pengantin. Fiolina mengerjapkan matanya. Dia terbangun dengan tubuh yang lemas. "Kamu kenapa tidur di sini? Dan kenapa kamu pakai gaun ini? Mama tadinya mau kasih tahu kamu kalau Jovan udah tidur sama Papa kamu di kamar kami. Tapi... kamu..." "Aku gak papa Ma. Aku ketiduran karena kecapekan," Fiolina hendak bangkit berdiri, namun Terry menahannya. "Fio, mata kamu sangat bengkak. Kamu habis menangis?" Fiolina menggeleng. "Jangan bohong. Mama ini ibu kamu. Mama tahu kalau kamu lagi sedih. Kamu habis menangis kan? Kenapa Nak?" Fiolina menggeleng lagi. Tapi kali ini dia tidak mampu menahan air matanya lagi. Sekuat apapun Fiolina, setegar apapun dia, dia tidak pernah bisa menutupi kesedihannya di depan ibunya. Karena baginya ibunya adalah tempat ternyaman untuknya berkeluh kesah. Terry tak banyak bertanya, dia seketika merangkul Fio
"Jovan.. hati - hati! Pelan - pelan yang naik tangganya," teriak Fiolina. Jovan hanya mengangkat satu tangannya membentuk tanda 'OK' lalu lanjut menaiki tangga perosotan yang mungkin sudah dua puluh kali dia naiki. Tidak jauh ada area bermain, ada Ferdian yang sedang duduk sambil memegang bola kaki. Dia beristirahat setelah setengah jam penuh bermain bola bersama Jovan.Julio mengawasi dari dalam mobilnya yang berjarak kurang lebih 50 meter dari mereka. Dia merasa hatinya sakit, Jovan adalah anak kandungnya dan sekarang Ferdian bermain dengan bebas bersama anak itu sedangkan dirinya harus sembunyi - sembunyi hanya untuk memandangnya bermain. Dia ingin anaknya. Dia juga ingin istrinya kembali. Tapi egonya terlalu besar untuk menjadi menantu Terry. Julio pulang dengan beban berat di dalam hatinya. Sepulang dari bermain di taman bersama Fiolina dan Ferdian, Jovan dikagetkan dengan rumah Keluarga Chow yang penuh dengan bingkisan. "Wow, apa ini Oma?" tanyanya. "Seseorang mengirim
Fiolina melihat sekeliling playground dan tidak menemukan Sarah dan Jovan. Dia tidak mendengar teriakan Jovan yang memanggilnya sebelum ini. Jadi, dia menelepon Sarah. Sarah menjawab panggilannya. "Halo, Fiolina, hm... ini Jovan lagi sama aku. Kali lagi...." Julio menarik ponsel Sarah dan mengambil alihnya. "Halo Fiolina. Jovan dan Sarah sedang bersama aku. Lihatlah ke arah jam 10." "Julio?" "Ya aku Julio."Fiolina panik. Dia menoleh ke arah jam 10 dan mendapati ada Jovan, Sarah, Julio dan Glins! Dia segera mendatangi mereka sambil memikirkan kebohongan apa yang akan dia ucapkan kepada Julio. "Kalian sedang apa di sini?" ucap Fiolina basa - basi. Tidak tahu harus berkata apa. Jantungnya berdebar. "Jovan, apa dia mama kamu?" tanya Julio kepada Jovan. "Iya. Dia mama," jawab Jovan. Julio menatap tajam ke arah Fiolina. Fiolina berusaha menghindari tatapannya. "Jovan, berapa usia kamu?" "Hm... sebentar. Usiaku empat tahun," jawabnya sambil memperagakan angka lima dengan jari -
"Yang benar?" ucap Julio. Julio pun berlutut agar dia sejajar dengan anak laki - laki yang menabraknya barusan. "Benar juga, kita sangat mirip," ucap Julio. "Oke, aku akui Om memang ganteng. Tapi Om tua dan aku masih kecil," celatuk Jovan. Julio dan Glins tertawa renyah. Julio sengaja mengajak Glins ke mall hari ini untuk membelikannya barang - barang yang Glins mau sebagai ganti kalung yang dia berikan pada Javeline. Tidak disangka seorang anak kecil berlarian dan menabrak Julio dengan keras. "Itu sudah pasti," ucap Julio. "Maksudku, kamu mirip Om waktu Om masih kecil dulu." "Oh begitu rupanya," ujar Jovan. "Tapi, kalau dilihat - lihat pun, sekarang kalian tetap mirip," komentar Glins. "Kalian cocok sebagai ayah dan anak." "Benar juga. Ngomong - ngomong di mana orang tuamu? Kenapa kamu sendirian?" tanya Julio. "Itu dia masalahnya. Aku tersesat. Mama sedang belanja dan menitipkan aku pada tante. Tante ke toilet dan aku pergi dari playground diam - diam karena mengejar kereta
Javeline menutup mulutnya, tak percaya dengan apa yang Julio barusan lakukan. Bertahun - tahun dia mencintai Julio. Selama ini cintanya selalu bertepuk sebelah tangan, tapi sekarang Julio menyiapkan hadiah mahal untuknya dan melamarnya di depan semua orang. "Iya, aku mau," jawab Javeline dengan raut penuh kebahagiaan Julio lalu memasangkan kalung itu ke lehernya. Saat Julio berada di balik punggung Javeline, dia menatap Glins yang memberinya tatajam tajam. Julio membentuk ekspresi wajah meminta maaf yang membuat Glins memutar matanya. Javeline melirik ke meja sebelah dan melihat wajah datar Fiolina di sana, dia merasa puas. "Permisi aku mau ke toilet dulu," Fiolina meninggalkan mejanya untuk menuju ke toilet. Dia berdiri di depan kaca besar toilet wanita, tidak tahu harus melakukan apa. Akhirnya dia hanya mencuci tangannya untuk membuang waktu. Dia sangat membenci Julio. Laki - laki itu menceraikannya tanpa memberinya kesempatan untuk memahami situasinya. Setelahnya, Julio ba
DEG! Jantung Fiolina berasa hampir copot. Dia bersyukur Jovan tidak ikut. "Stt! bukankah itu keluarga Young di meja sebelah?" bisik Terry. Sontak Bernard dan juga Ferdian melirik ke meja sebelah. Namun mereka tahu untuk tidak menatap terlalu lama. "Iya benar itu mereka. Berikan sapaan sewajarnya kalau mereka menoleh. Selebihnya kita nikmati saja makan malam kita," ucap Bernard lirih. Julio juga sedikit terkejut saat dia tanpa sengaja melirik ke meja sebelahnya dan melihat ada keluarga chow di sana. Pandangannya tertuju pada Fiolina yang menurutnya semakin cantik. Namun dia mendadak sebal saat melihat siapa yang duduk di samping Fiolina. Julio berusaha untuk mengabaikan. "Itu Fiolina dan keluarganya," bisik Glins kepada Julio. "Ya aku tahu," ucap Julio. Oma mendengar apa yang Glins bisikkan kepada Julio. Dia pun menoleh dan bertemu tatap dengan Bernard. Untuk sopan santun, Oma mengangukkan kepalanya dan tersenyum untuk menyapa mereka. Bernard pun menganggukkan kepalanya da
Hari Jumat yang dinantikan Jovan pun tiba. Mulai pagi, dia bangun dengan penuh semangat membayangkan keseruan di camp memasak yang akan dia ikuti. "Ingat semua pesan Mama ya, selalu bilang ke pengawas kalau merasa sakit, lapar atau apapun yang butuh bantuan. Jangan sungkan, anggap mereka pengganti Mama oke? Dan jangan menganggu anak lain. Sebaliknya, adukan ke pangawas kalau ada yang mengganggumu," Fiolina mengulang- ulang wejangannya kepada Jovan. "Iya Ma. Aku sudah hafal itu. Jangan khawatir." "Nah, ini dia kita sampai," Fiolina menghentikan mobilnya. "Aku turun sekarang." "Hati - hati sayang ya, kiss me," Fiolina menyodorkan pipinya ke wajah Jovan. "Muach," Jovan mengecupnya lalu turun dan melambaikan tangan. Fiolina meninggalkannya dengan perasaan campur aduk. Dia senang Jovan berani, tapi dia juga sedikit patah hati karena harus menahan rindu selama 7 hari. Dia belum pernah berpisah dengan Jovan selama itu. "Jovan gak nangis?" tanya Terry begitu Fiolina tiba lagi di apart