"Danuri! Apa yang kamu lakukan selama rapat dewan? Kenapa kamu sangat tidak becus!?" Veronica memarahi Danuri setelah tahu bahwa Glins gagal menyingkirkan Julio dari kursi direktur utama.
Danuri, Veronica dan Glins melakukan pertemuan rahasia siang ini.Mereka bertiga duduk di ruang kerja Veronica yang berada di rumah keluarga Veronica."Sudahlah Ma, Om Danuri sebenarnya sudah bekerja sangat baik. Hanya saja Julio secara mengejutkan melibatkan Gani Sulaiman. Kita tidak bisa berbuat apa - apa," bela Glins.Veronica menghela nafas."Dan Papa menyebalkan seperti biasa. Terang - terangan mendukung Julio tapi datang ke ruanganku untuk memberi motivasi seolah dia ayah yang adil," Glins mencibir.Veronica berdecak. "Dia akan selamanya pilih kasih. Pernikahan kami dulu bukan karena cinta. Dia hanya mencintai wanita itu.""Mamanya Julio?""Bukan. Selingkuhannya dulu saat masih suami dari mamanya Julio.""Selain itu dia juga harus jadi tukang selingkuh. Intinya, kita akan membuat citra yang sudah dia bangun menjadi hancur sebagaimana dia telah merusak citraku," lanjut Fiolina. "Dulu dia menyebarkan berita bahwa aku memiliki sugar daddy dan menjual video erotisku sendiri di situs pribadi. Sekarang dia menyebarkan fitnah bahwa aku kabur membawa uangnya. Padahal semua itu adalah bohong. Kali ini aku ingin dia merasakan bagaimana rasanya terjebak skandal sensasional dan dihina banyak orang!" Fiolina berbicara dengan menggebu - gebu. Veronica tersenyum puas melihat semangat dan kebencian yang Fiolina tampakkan untuk Julio. Dia mengangguk dan berkata, "Ide bagus. Kalau dia dianggap melakukan korupsi di perusahaan, dia akan tersingkir dari kursi CEO bahkan mungkin dari perusahaan. Bagaimana kita akan melakukannya?" "Aku cukup dekat dengan manager keuangan di Perusahaan. Kita bisa memanfaatkan dia," saut Glins. "Kita bisa berbagi tugas, aku
"Aku harus ke pesta ulang tahun perusahaan sekarang. Ini udah terlambat, Oma pasti marah - marah," ujar Julio setelah melepas tautan bibir mereka. "Pesta ini penting karena akan ada acara pengesahanku sebagai CEO baru," tambahnya. Fiolina cemberut. "Hm... tapi aku kangen banget sama kamu. Bisa gak kamu diam di sini dulu? 1 jam aja?" Julio tersipu. "Satu jam terlalu lama. 10 menit?" "Cuma 10 menit?" Fiolina semakin cemberut. "Atau kamu mau ikut aja? Kamu kan istriku jadi wajar kalau kamu hadir di sana. Nanti aku juga akan klarifikasi soal skandal itu." "Hm... tapi aku gak membawa gaun apapun. Kalau masih harus beli dan dandan pasti akan makan waktu lebih lama.""Hm... bener juga." "Ya udah gak papa kamu di sini sebentar. Tapi jangan 10 menit. 15 menit?" Fiolina bergelayut manja ke lengan Julio. Julio tak kuasa menolak permintaan Fiolina yang memandangn
Julio lalu menelepon Omanya untuk mengetahui apa yang terjadi semalam saat dia tidak hadir di pesta. "JULIO! Dasar anak nakal! Ke mana saja kamu semalam hah?!" teriak Oma setelah menerima panggilan Julio. "Maaf Oma, Julio..." Julio melirik ke arah Fiolina yang tertidur tanpa busana di sampingnya. "Julio semalam gak enak badan dan ketiduran karena kecapekan." "Apa gak bisa kamu kabari Oma dulu?! Kamu benar - benar merepotkan semua orang!" "Sudahlah Oma, acara pengesahan itu kan bisa ditunda. Selanjutnya, Julio akan pastikan kalau Julio bisa hadir.""Ya benar, memang pengesahannya bisa ditunda. Tapi persoalannya tidak sesederhana itu. Danuri sepertinya berhasil mempengaruhi pikiran anggota dewan. Mereka sekarang berpikir kamu tidak bertanggungjawab dan meremehkan mereka." Julio mengusap wajahnya dengan frustasi. "Dengar Julio. Sekalipun kamu berhasil menjadi CEO , kamu akan kewalahan jika kamu tidak memiliki anggota
"Maksud kamu?" "Fiolina, aku rasa- aku jatuh cinta sama kamu," ungkap Ferdian. Hati Fiolina mencelos. Ferdian telah menjadi teman yang baik dalam waktu yang singkat. Fiolina benar - benar tidak berharap muncul cinta di antara mereka. Fiolina takut kehilangan Ferdian sebagai teman baiknya. "A- aku..." Fiolina terbata - bata. Dia bingung akan berkata apa. "Cepet balik ke kamar, nanti Julio curiga. Soal ucapanku tadi, berpikirlah dulu. Gak perlu terburu - buru. Bye," Ferdian mengacak rambut Fiolina sebentar lalu beranjak pergi meninggalkan hotel. Fiolina mematung untuk sesaat. Pikirannya masih terpaku pada ucapan Ferdian. Sampai dia sadar bahwa Julio sedang menunggunya, dia pun segera naik ke kamarnya lagi. "Kenapa kamu lama banget?" Julio bertanya begitu Fiolina masuk kembali ke kamar. "Oh biasa, Sarah ngajakin ngobrol sebentar." "Itu perlengkapan make up-mu?: "Iya." "Kenapa kamu repot
"Fiolina, aku mau kenalin seseorang ke kamu," ujar Julio usai mereka turun dari panggung."Siapa?" "Ayo sini!" ajak Julio. Julio menuntun Fiolina untuk menghampiri seorang lelaki paruh baya yang sedang menikmati makanan penutup."Pak Gani," sapa Julio kepada lelaki itu. "Oh halo Julio," balas Gani dengan wajah berseri. "Fiolina, ini adalah Pak Gani Sulaiman. Beliau adalah salah satu pemilik saham mayoritas di perusahaan. Dan berkat suara Beliau juga aku bisa terpilih menjadi CEO," terang Julio. Oh! Ini ternyata Gani Sulaiman yang Glins ceritakan, pikir Fiolina. "Salam Pak Gani, saya Fiolina," ucap Fiolina sambil tersenyum manis dan menyalami Gani. "Ya, saya sudah sering dengar tentang Anda, Fiolina Chow," balas Gani. "Tidak perlu terlalu formal Pak. Panggil saja saya Fio." "Baiklah, Fio." "Ehem, sebenarnya, Pak Gani ini punya anak perempuan. Namanya Anastasya dan dia
Anastasya mengerutkan keningnya. "Siapa ya?"Ternyata, Anastasya tidak mampu mengenali Fiolina. "Tasya? Kamu Tasya kan?" Fiolina menghampiri Anastasya. "Ya, namaku Anastasya," jawabnya. "Kamu kenal dengan puteri saya?" Gani turut menghampiri Fiolina yang saat ini telah berdiri di sisi Anastasya. Fiolina mengangguk. "Beberapa tahun yang lalu kami pernah bertemu."Fiolina menoleh kepada Anastasya yang masih terlihat bingung. "Tasya, aku selalu ingat kamu karena kamu udah tolongin aku waktu itu. Aku sangat berterimakasih." "Maaf, tapi aku gak ingat," ujar Anastasya. "Gak papa. Nanti aku bisa cerita - cerita supaya kamu ingat," Fiolina begitu ceria seolah telah bertemu teman lama. "Kalau begitu, kalian ngobrol saja di sini. Ayo Julio kita ngobrol di luar," Gani sengaja memberi wwktu bagi Fiolina dan Anastasya untuk bicara. Dia mengajak Julio untuk keluar. "Tasya, aku Fiolina, Fiolina Chow."
"Aku denger tadi kamu janjian mau jalan besok sama Anastasya?" tanya Julio saat dia dan Fiolina sudah berada di apartemen mereka sepulang dari kediaman Gani Sulaiman.Fiolina mengangguk. "Iya. Tapi siang kok. Jadi setelah aku masak dan cuci baju." "Kamu gak usah melakukan pekerjaan itu lagi. Aku udah sediakan ART buat kamu. Dia datang besok pagi." Fiolina menganga. "Serius? Kamu kasih ART buat aku?" "Iya. Kalau kamu suka masak kamu masak aja. Intinya, pekerjaan yang kamu gak mau lakukan, suruh ART aja." "Yaay!! Berarti aku ada waktu lebih buat perawatan kulit," sorak Fiolina kegirangan. Julio tersenyum menatap istrinya bersorak seperti anak kecil yang diajak bermain di playground. "Mau perawatan di mana?" "Ya di rumah aja." "Kenapa gak ke aesthetic clinic aja? Ini buat kamu," Julio menyerahkan sebuah kartu kepada Fiolina. "Kamu pakai aja buat beli kebutuhan kamu. Pinnya udah aku kirim ke WA kamu. Itu kart
Fiolina telah selesai mengenakan gaun pilihannya dan berdandan dengan istimewa sesuai permintaan Julio. Julio akan datang 10 menit lagi menurut perkiraannya. Dia menunggu dengan sabar di dalam kamar. Perkiraannya hampir tepat, 12 menit kemudian Julio masuk ke apartemen. Dia terpesona melihat penampilan Fiolina yang menawan. "Wow, kamu udah siap rupanya," ucapnya. "Iya dong. Sesuai permintaan kamu, aku udah dandan buat makan malam kita. Apa aku terlihat cantik?""Iya. Sangat cantik," Julio mencubit pipi Fiolina. "Aku siap - siap sebentar habis itu berangkat." Setelah Julio siap, mereka menuju restoran yang sudah Julio pesan. Interior restoran itu bergaya eropa dan mengingatkan Fiolina pada Le Jules Verne, sebuah restoran michelin yang berada di lantai dua Menara Eiffel, Paris. Dari awal memasuki pintu depan, restoran ini sudah menyajikan kesan yang romantis. Julio berbicara sebentar den
2 hari kemudian. "Argh! Kenapa gaunnya begini? Ini... ini sobek!" teriak seorang penata rias yang akan turut mendandani Fiolina untuk upacara pemberkatan hari ini. Fiolina dengan panik menghampiri penata rias itu. Fiolina terperangah melihat gaun pernikahannya yang sudah sobek. "Astaga! Kenapa bisa begini?" keluh Fiolina. Terry berlari menghampiri setelah mendengar kehebohan di kamar Fiolina. "Ada apa?" tanyanya. "Ma, lihat ini gaunku sobek!" "Ya Tuhan! Siapa yang melakukan ini sih?" Nicole menampakkan ekspresi sebal. "Ma, apa yang harus aku lakukan?" rengek Fiolina.Nicole terlihat berpikir sejenak. Dia lalu membongkar lemari Fiolina dan mengeluarkan sebuah kotak. "Ini, pakai ini aja," ucap Terry sambil menyerahkan gaun pernikahan lawas Fiolina dari dalam kotak. Fiolina meragu."Udah gak papa. Ini masih bagus." "Iya aku tahu ini masih bagus. Tapi ini gaun pernikahanku dan Julio dulu. Bagaimana perasaan Ferdian kalau tahu?""Ferdian akan tahu keadaannya. Gaun kamu robek dan
TING TONG! Bel pintu rumah Nicole berbunyi. Ibu kandung dari Julio itu jarang menerima tamu. Dia tidaj punya banyak teman terlebih setelah dia menjalani beberapa tahun hidupnya untuk perawatan di rumah sakit jiwa. Keadaannya sekarang tentu jauh lebih baik. Dia sudah ikhlas dan hari - harinya jauh lebih bahagia. Sekarang, dia banyak menghabiskan waktunya untuk menulis puisi sebanyak yang dia mampu. Pagi ini dia juga sedang menulis puisi saat seseorang membunyikan bel pintu rumahnya. Dengan segera dia bangkit dari kursi santainya lalu membuka pintu. "Nicole, apa kabar?" tamu itu menyapa Nicole. "Terry? Ada apa?" Terry melah menangis dan berlutut di hadapan Nicole. "Maaf, maafkan aku... tolong maafkan aku." Nicole bingung dengan sikap Terry yang tiba - tiba. Terry memeluk kakinya seperti anak kecil yang tidak mau ditinggal ibunya. "Terry, cukup, kenapa kamu begini? Ayo masuk, jangan di luar rumah," Nicole membantu Terry berdiri dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Terry duduk
"Fiolina, Fio! Bangun Nak!" Terry membangunkan Fiolina yang saat tengah malam dia dapati tertidur di lantai kamarnya, tersungkur dengan mengenakan gaun pengantin. Fiolina mengerjapkan matanya. Dia terbangun dengan tubuh yang lemas. "Kamu kenapa tidur di sini? Dan kenapa kamu pakai gaun ini? Mama tadinya mau kasih tahu kamu kalau Jovan udah tidur sama Papa kamu di kamar kami. Tapi... kamu..." "Aku gak papa Ma. Aku ketiduran karena kecapekan," Fiolina hendak bangkit berdiri, namun Terry menahannya. "Fio, mata kamu sangat bengkak. Kamu habis menangis?" Fiolina menggeleng. "Jangan bohong. Mama ini ibu kamu. Mama tahu kalau kamu lagi sedih. Kamu habis menangis kan? Kenapa Nak?" Fiolina menggeleng lagi. Tapi kali ini dia tidak mampu menahan air matanya lagi. Sekuat apapun Fiolina, setegar apapun dia, dia tidak pernah bisa menutupi kesedihannya di depan ibunya. Karena baginya ibunya adalah tempat ternyaman untuknya berkeluh kesah. Terry tak banyak bertanya, dia seketika merangkul Fio
"Jovan.. hati - hati! Pelan - pelan yang naik tangganya," teriak Fiolina. Jovan hanya mengangkat satu tangannya membentuk tanda 'OK' lalu lanjut menaiki tangga perosotan yang mungkin sudah dua puluh kali dia naiki. Tidak jauh ada area bermain, ada Ferdian yang sedang duduk sambil memegang bola kaki. Dia beristirahat setelah setengah jam penuh bermain bola bersama Jovan.Julio mengawasi dari dalam mobilnya yang berjarak kurang lebih 50 meter dari mereka. Dia merasa hatinya sakit, Jovan adalah anak kandungnya dan sekarang Ferdian bermain dengan bebas bersama anak itu sedangkan dirinya harus sembunyi - sembunyi hanya untuk memandangnya bermain. Dia ingin anaknya. Dia juga ingin istrinya kembali. Tapi egonya terlalu besar untuk menjadi menantu Terry. Julio pulang dengan beban berat di dalam hatinya. Sepulang dari bermain di taman bersama Fiolina dan Ferdian, Jovan dikagetkan dengan rumah Keluarga Chow yang penuh dengan bingkisan. "Wow, apa ini Oma?" tanyanya. "Seseorang mengirim
Fiolina melihat sekeliling playground dan tidak menemukan Sarah dan Jovan. Dia tidak mendengar teriakan Jovan yang memanggilnya sebelum ini. Jadi, dia menelepon Sarah. Sarah menjawab panggilannya. "Halo, Fiolina, hm... ini Jovan lagi sama aku. Kali lagi...." Julio menarik ponsel Sarah dan mengambil alihnya. "Halo Fiolina. Jovan dan Sarah sedang bersama aku. Lihatlah ke arah jam 10." "Julio?" "Ya aku Julio."Fiolina panik. Dia menoleh ke arah jam 10 dan mendapati ada Jovan, Sarah, Julio dan Glins! Dia segera mendatangi mereka sambil memikirkan kebohongan apa yang akan dia ucapkan kepada Julio. "Kalian sedang apa di sini?" ucap Fiolina basa - basi. Tidak tahu harus berkata apa. Jantungnya berdebar. "Jovan, apa dia mama kamu?" tanya Julio kepada Jovan. "Iya. Dia mama," jawab Jovan. Julio menatap tajam ke arah Fiolina. Fiolina berusaha menghindari tatapannya. "Jovan, berapa usia kamu?" "Hm... sebentar. Usiaku empat tahun," jawabnya sambil memperagakan angka lima dengan jari -
"Yang benar?" ucap Julio. Julio pun berlutut agar dia sejajar dengan anak laki - laki yang menabraknya barusan. "Benar juga, kita sangat mirip," ucap Julio. "Oke, aku akui Om memang ganteng. Tapi Om tua dan aku masih kecil," celatuk Jovan. Julio dan Glins tertawa renyah. Julio sengaja mengajak Glins ke mall hari ini untuk membelikannya barang - barang yang Glins mau sebagai ganti kalung yang dia berikan pada Javeline. Tidak disangka seorang anak kecil berlarian dan menabrak Julio dengan keras. "Itu sudah pasti," ucap Julio. "Maksudku, kamu mirip Om waktu Om masih kecil dulu." "Oh begitu rupanya," ujar Jovan. "Tapi, kalau dilihat - lihat pun, sekarang kalian tetap mirip," komentar Glins. "Kalian cocok sebagai ayah dan anak." "Benar juga. Ngomong - ngomong di mana orang tuamu? Kenapa kamu sendirian?" tanya Julio. "Itu dia masalahnya. Aku tersesat. Mama sedang belanja dan menitipkan aku pada tante. Tante ke toilet dan aku pergi dari playground diam - diam karena mengejar kereta
Javeline menutup mulutnya, tak percaya dengan apa yang Julio barusan lakukan. Bertahun - tahun dia mencintai Julio. Selama ini cintanya selalu bertepuk sebelah tangan, tapi sekarang Julio menyiapkan hadiah mahal untuknya dan melamarnya di depan semua orang. "Iya, aku mau," jawab Javeline dengan raut penuh kebahagiaan Julio lalu memasangkan kalung itu ke lehernya. Saat Julio berada di balik punggung Javeline, dia menatap Glins yang memberinya tatajam tajam. Julio membentuk ekspresi wajah meminta maaf yang membuat Glins memutar matanya. Javeline melirik ke meja sebelah dan melihat wajah datar Fiolina di sana, dia merasa puas. "Permisi aku mau ke toilet dulu," Fiolina meninggalkan mejanya untuk menuju ke toilet. Dia berdiri di depan kaca besar toilet wanita, tidak tahu harus melakukan apa. Akhirnya dia hanya mencuci tangannya untuk membuang waktu. Dia sangat membenci Julio. Laki - laki itu menceraikannya tanpa memberinya kesempatan untuk memahami situasinya. Setelahnya, Julio ba
DEG! Jantung Fiolina berasa hampir copot. Dia bersyukur Jovan tidak ikut. "Stt! bukankah itu keluarga Young di meja sebelah?" bisik Terry. Sontak Bernard dan juga Ferdian melirik ke meja sebelah. Namun mereka tahu untuk tidak menatap terlalu lama. "Iya benar itu mereka. Berikan sapaan sewajarnya kalau mereka menoleh. Selebihnya kita nikmati saja makan malam kita," ucap Bernard lirih. Julio juga sedikit terkejut saat dia tanpa sengaja melirik ke meja sebelahnya dan melihat ada keluarga chow di sana. Pandangannya tertuju pada Fiolina yang menurutnya semakin cantik. Namun dia mendadak sebal saat melihat siapa yang duduk di samping Fiolina. Julio berusaha untuk mengabaikan. "Itu Fiolina dan keluarganya," bisik Glins kepada Julio. "Ya aku tahu," ucap Julio. Oma mendengar apa yang Glins bisikkan kepada Julio. Dia pun menoleh dan bertemu tatap dengan Bernard. Untuk sopan santun, Oma mengangukkan kepalanya dan tersenyum untuk menyapa mereka. Bernard pun menganggukkan kepalanya da
Hari Jumat yang dinantikan Jovan pun tiba. Mulai pagi, dia bangun dengan penuh semangat membayangkan keseruan di camp memasak yang akan dia ikuti. "Ingat semua pesan Mama ya, selalu bilang ke pengawas kalau merasa sakit, lapar atau apapun yang butuh bantuan. Jangan sungkan, anggap mereka pengganti Mama oke? Dan jangan menganggu anak lain. Sebaliknya, adukan ke pangawas kalau ada yang mengganggumu," Fiolina mengulang- ulang wejangannya kepada Jovan. "Iya Ma. Aku sudah hafal itu. Jangan khawatir." "Nah, ini dia kita sampai," Fiolina menghentikan mobilnya. "Aku turun sekarang." "Hati - hati sayang ya, kiss me," Fiolina menyodorkan pipinya ke wajah Jovan. "Muach," Jovan mengecupnya lalu turun dan melambaikan tangan. Fiolina meninggalkannya dengan perasaan campur aduk. Dia senang Jovan berani, tapi dia juga sedikit patah hati karena harus menahan rindu selama 7 hari. Dia belum pernah berpisah dengan Jovan selama itu. "Jovan gak nangis?" tanya Terry begitu Fiolina tiba lagi di apart