“Bikin malu! Bisa-bisanya kalian melakukan hal seperti itu!” bentak Hermawan. “Kamu tahu, ‘kan, Ma, kalau aku sedang dalam pengawasan? Kamu dan Bimo malah bikin ulah. Bukannya bantu aku supaya gak terlibat masalah apapun, kalian malah buat aku semakin sulit. Ibu sama anak, sama aja. Tukang bikin onar.”“Pa, jangan, sok, suci kamu! Kamu pikir, aku gak tau apa yang kamu lakuin? Kamu sama aja kayak Pak Kades. Apa yang aku lakuin sama Bimo ini juga demi keluarga kita. Aku berusaha agar Bimo dan Laila gak cerai. Siapa yang akan menopang kebutuhan kita kalau kamu ketahuan korupsi?” Ratna melotot ke arah Hermawan. “Dan sekarang semuanya kacau gara-gara Andara dan temannya itu. Kamu malah nyalahin aku!”“Gak usah nyalahin orang lain, Ma. Kalau kamu gak serakah dan egois, semua gak akan seperti ini. Apa yang aku lakukan juga karena demi memenuhi semua keinginan kamu. Berlian, arisan, botox, dan semua yang gak penting itu. Aku capek nurutin semua maunya kamu!”“Jadi kamu nyalahin aku, Pa? Gara-
“Saya ingin mengajak Naya jalan-jalan,” ucap Gio. Di tangannya ada boneka beruang berukuran besar dan sebuah kotak cokelat. Laila mengajak Gio untuk masuk dan menyuruhnya untuk menunggu sebentar.Beberapa menit kemudian Laila keluar bersama Naya. Gadis itu langsung berlari ke pelukan Gio. Melihat boneka beruang dan cokelat yang dibawa pria itu, Naya langsung menghujani Gio dengan kecupan di pipi dan pelukan hangat.“Terima kasih, Om,” imbuh Naya yang direspon senyuman oleh Gio.Laila menatap kemesraan mereka berdua, ada rasa haru dan bahagia melihat puti kecilnya jauh lebih baik dari keadaan sebelumnya. Naya sudah jarang tantrum dan mulai mau bersosialisasi lagi. Kehadiran Gio sangat berpengaruh akan kesehatan mental Naya. Entah apa yang di rasakan oleh Laila saat ini, tiba-tiba timbul perasaan yang ia sendiri tidak mengerti. Setiap kali melihat Gio, jantungnya berdebar lebih cepat dan ia merasa gugup saat berhadapan dengan pria dengan kaki jenjang itu.“Tapi nanti sore Naya mau jalan
"Ada apa, Mas?" tanya Laila."Gak apa-apa," jawab Gio gelagapan. "Apa yang kamu dengar?" tanya Gio tiba-tiba.Laila mengernyitkan dahi dengan pandangan bingung, "Seperti sesorang sedang menyebut namaku," jawab Laila tidak acuh, kemudian sibuk dengan makananya."Ternyata benar Kak Laila dan Mas Gio." Tiba-tiba Andara berdiri di dekat meja mereka. Keduanya kompak menoleh ke arah Andara."Kalian sedang apa?" tanya Gio melihat Andara bersama Rossa."Kami baru saja mau makan, lalu Rossa melihat Naya. Kami memanggil Kak Laila, tapi sepertinya kakakku ini sedang menikmati kebebasannya sampai tidak mendengar panggilan Rossa," jelas Andara diikuti anggukan Rossa.Gio menghela napas lega. Ia pikir Laila bisa mendengar isi hatinya, ternyata samar-samar wanita dengan balutan dress sage itu mendengar panggilan Rossa. Nyaris saja jantung Gio keluar dari tempatnya. Bagaiman jika Laila punya kekuatan bisa mendengar suara hati, ia akan sangat malu karena ketahuan jika selama ini menyimpan rasa pada wa
Ada getaran saat gadis kecil itu memanggil Bimo. Rasa rindu pada sang ayah hanya bisa ia simpan. Meskipun Gio selalu ada dan berusaha menggantikan peran Bimo, perasaan rindu akan kehadiran ayah kandung tetap ada. Naya hanya bisa memandang punggung Bimo dari jauh saat pria itu pergi. Sedangkan wanita yang bersama Bimo, terlihat berlari mengejat sambil melontarkan umpatan kasar kepada Bimo."Sayang, ayo, kita pulang," ajak Laila. Naya hanya diam dan menurut.Sepanjang jalan gadis itu hanya diam, tidak seceriah sebelumnya. Gio menggandeng tangan kecil itu sambil bertanya apa lagi yang ia mau, tetapi Naya hanya menggeleng. Lalu Gio berinisiatif mengajaknya ke istana boneka. Di sana banyak berbagai jenis boneka yang lucu, mulai beruang berukuran kecil sampai yang paling besar. Melihat banyak benda yang disukainya, Naya langsung tersenyum dan berlari menghampiri beberapa boneka, untuk saat itu Gio mampu mengusir kesedihan Naya.Laila hanya mengekor dari belakang. Sama halnya dengan Naya, ia
Suara pintu yang membentur tembok menimbulkan getar. Laila yang baru terlelap beberapa menit langsung terperanjat. Ia melihat jam di dinding, jarumnya masih menunjukkan pukul 22.15. Laila langsung bangkit dan menuju ke luar saat namanya dipanggil beberapa kali.“Laila!” pekik laki-laki itu.Laila berjalan tergopoh-gopoh ke sumber suara. Ia mencium bau menyengat dari tubuh laki-laki itu, “Mas, kamu mabuk”Laki-laki yang masih berdiri sempoyongan di depan meja makan itu mendorong tubuh Laila hingga membentur sudut lemari. Wanita itu sedikit meringis saat bahunya terbentur lemari. “Aku lapar, siapkan makanan!” titah Bimo, suami Laila.Laila masih bergeming di tempatnya.“Hei! Kamu denger gak, sih, aku bilang siapkan makan! Aku lapar!” teriak Bimo.“Tidak ada lauk dan nasi, Mas,” jawab Laila.Bimo menendang kursi yang ada di hadapannya, “Kamu gak tinggali aku nasi dan lauk?”Laki-laki yang dipengaruhi alkohol itu mendekati Laila dan mencengkeram wajah istrinya dengan kasar.“Kamu mau aku
“Dasar wanita kurang aja!” Bimo menjambak rambut Laila dengan beringas. Tatapannya seperti pedang yang siap menghunus lawan. “Sudah berani melawan kau sekarang, ya!” ujar Bimo.Kepala Laila mendongak akibat jambakan suaminya. Anak yang tadi dalam pelukannya, menangis kencang melihat pertikaian keduanya. Gunting yang tadi ia lihat, sudah ia sembunyikan di balik bantal yang berada disampingnya. Laila merogoh bawah bantal, mengambil benda tajam itu. Saat laki-laki dihadapannya hendak memukul, Laila mengayunkan gunting itu ke arah tangannya.Bimo menejerit, lengannya tergores. “Dasar jal*ang!” umpat Bimo.Laila berlari keluar kamar menuju dapur. Di sana terdapat ruangan kosong yang digunakan untuk menyimpan barang tidak terpakai dan pakaian kering setelah di jemur. Laila masuk ke sana dan mengunci dari dalam. Ruangan itu gelap, hanya ada penerangan dari cela fentilasi. Ia bersembunyi di balik lemari plastik dekat jendela. Ia juga mendekap mulut sang putri agar suara tangis bocah itu tid
Sampai di depan bangunan sederhana itu, Laila masuk dan menuju kamar. Tidak memedulikan sang mertua yang masih berada di belakangnya. Tiba di kamar, ia melihat Bimo terbaring di tempat tidur dengan santai sambil bermain ponsel. Laila kaget melihat kepala laki-laki itu diperban, tetapi ia tidak peduli. Wanita yang mengenakan dress sebatas lutut itu membuka lemari pakaian dan menuju kamar mandi. Bimo melirik sekilas ke arah Laila, lalu berkata, “Punya nyali juga kamu pulang ke rumah ini?!” Laila hanya diam tidak menanggapi ucapan suaminya. “Untung tidak aku bakar rumah ini,” ujar Bimo santai. Laila menghentikan langkahnya dan menatap Bimo dengan tajam. “Kamu tidak ada hak atas rumah ini, Mas!” jawab Laila sengit. “Kata siapa? Kau istriku, jadi aku berhak atas rumah ini juga!” Bimo bangun dari tempat tidur dan duduk di tepinya, “jangan macam-macam kepadaku. Ingat, kau masih istri sahku!” lanjut Bimo. “Sebentar lagi akan menjadi mantan!” ucap Laila sambil menekankan kata mantan.
Di dapur, Laila menuangkan air ke dalam gelas yang berada di hadapannya. Ia meneguk air tersebut hingga tandas. Wanita dengan mata bulat itu menghela napas, menyenderkan tubuh pada kulkas. Ia menatap lurus dengan pandangan kosong. Hatinya bergemuruh, marah, sedih, kesal jadi satu. Tuhan sedang bermain-main dengan kehidupanku. Aku tidak boleh lemah, aku harus bangkit dan menunjukkan kepada Mas Bimo dan keluarganya bahwa mereka tidak bisa semena-mena padaku. Aku bukan budak yang harus memenuhi hasrat dan kebutuhannya. Aku wanita biasa yang juga butuh kasih sayang dan perhatian. Batin Laila. Tanpa sadar air mata mengalir di pipi mulus Laila. Ia menghapus air mata dan kembali menghela napas. Laila beranjak dari tempatnya menuju kamar Naya. Jam telah menunjukkan pukul 22.00, perlahan Laila membuka pintu kamar. Di sana, sang putri sudah tertidur pulas sambil memeluk boneka beruang. Laila duduk perlahan di samping Naya, dibelainya rambut gadis kecil itu. Derai air mata semakin mengalir der