"Ida, ngapain kamu di dapur, sini sama Ummi!" ajak mertuanya dengan lembut.
"Iya Mi, bentar Ida lagi goreng ikan!" teriaknya dari dapur."Sudah-sudah biar Mbok Siti saja yang urus, kamu sebentar lagi mau melahirkan jangan terlalu capek sini duduk sama Ummi, biar kamu rileks dulu, kasihan itu cucu Ummi nanti kecapean juga."Ida pun segera menuruti permintaan mertuanya untuk duduk santai di ruang tengah tempat keluarga bersantai sejenak dari rutinitas pekerjaan yang padat."Gimana nggak kram lagi perutnya?" tanya Umi yang khawatir."Alhamdulillah nggak apa-apa Mi!""Memang kalau hamil harus banyak gerak, tetapi jangan di forsir juga tenaganya.""Kakimu bengkak Nak, jangan di gantung duduknya, kamu itu boleh bantu-bantu Mbok Siti cuma jangan terlalu capek, kasihan si dedeknya," ucap mertuanya yang dipanggil Ummi itu dengan lembut."Iya Ummi, jangan khawatir Ida baik-baik saja, nanti kalau capek Ida juga berhenti kok Mi," sahut Ida menantunya."Kapan kata bidan kamu melahirkan, Sayang?""Kalau perkiraan Bidan Lusi dua minggu lagi Mi, cuma katanya lagi bisa maju atau mundur.""Ya sudah yang penting semua sudah kamu persiapkan, jangan sampai ketinggalan nanti!" ucap Beliau yang deg-deganIya Mi, sudah semua tinggal angkut, tenang saja," jawabnya santai."Apa suamimu sudah tahu kalau minggu-minggu mau melahirkan?" tanyanya penasaran."Su-sudah Mi, cuma Mas Sulthan belum tau kapan pulangnya," jawab Ida tertunduk lesu."Kalian bertengkar lagi?""Nggak Mi, cuma Mas Sulthan tidak pernah memberitahukan kapan pulang atau pergi sepertinya dia belum bisa menerima Ida sebagai istri seutuhnya.""Ummi, bolehkah Ida menanyakan sesuatu?""Silakan Sayang mau nanya tentang apa?" ucapnya seraya mengupaskan apel untuk menantunya itu. "Apakah dulu Mas Sulthan punya kekasih sebelum menikahi Ida?""Kalau ada di mana dia sekarang?""Apakah ada yang di sembunyikan Mas Sulthan, mengapa dia selalu dingin jika bertemu dengan Ida, dia selalu enggan menatap Ida, sebenarnya ada apa Mi?" tanyanya penasaran."Nggak ada sayang cuma perasaanmu saja, tidak ada yang Ummi sembunyikan.""Kalian hanya perlu waktu, memang sifat Sulthan agak keras tetapi hatinya baik.""Kamu sudah mengenalnya saat kamu masih berusia lima belas tahun dan kalian sudah tumbuh bersama.""Mungkin dulu dia masih menganggapmu hanya sebagai adik, dan tiba-tiba kamu menjadi istrinya, Ummi harap kamu harus sabar ya Sayang, menghadapi tingkah laku suamimu itu," jelas mertuanya lembut."Ida harap juga seperti itu Mi, aku ingin sekali merasa di cintai bukankah aku ini istrinya dan sebentar lagi aku akan melahirkan buah cinta kami?" batin Ida."Ah, itu hanya di pikiranku saja, Mas Sulthan tidak pernah mau menyentuhku kecuali malam itu sehingga aku bisa hamil," gerutu Ida."Oh ya Nak, ngomong-ngomong kalian sudah mempersiapkan nama untuk calon bayimu?" tanya Ummi penasaran."Belum Mi, biar mas Sulthan saja yang memberi namanya kan dia papahnya," jawab Ida semangat."Ya sudah terserah kamu saja!"Begitulah mertua Ida yang sangat pengertian. Tinggal dengan beliau tidak membuatnya seperti pembantu.Beliau sangat menyayangi Ida seperti anak kandung sendiri.Sayyidah Latifah seorang gadis berusia dua puluh lima tahun yang dinikahi oleh seorang pengusaha muda yang sukses bernama Sulthan Yazid Zidan.Sayyidah Latifah gadis lugu dan yatim piatu yang ditinggal mati oleh kedua orang tuanya saat berumur lima belas tahun.Kecelakaan itu sekaligus merenggut kematian ayahnya Sulthan bersamaan dengan kedua orang tuanya Ida sebutan nama panggilannya.***Tiba malam hari sekitar pukul satu malam, perutnya mulai mengalami kontraksi hebat.Ida tak kuasa menahan sakit pada perutnya.Ida mencoba keluar dengan jalan tertatih-tatih, kakinya seolah tak mau bergerak sangat berat bahkan mulut seperti ada yang menahannya berbicara. Tubuhnya sudah memandikan keringat dan wajah Ida semakin pucat.Untungnya Mbok Siti masih di dapur, dan mendengarkan suara rintihan Ida, yang tak kuasa menahan sakit di perutnya itu."To--tolong!""Tolong Mbok, Ummi, sakit !" teriaknya seraya memegang perutnya.Mendengar suara Ida yang merintih kesakitan, dengan sigap Mbok Ida mendatangi kamar Ida yang ada di kamar atas.Betapa terkejutnya saat Mbok Siti telah sampai di atas, Ida yang masih memegang perutnya sudah tergeletak tak berdaya bersamaan dengan keluar cairan bening dan darah segar dari arah area kewanitaannya.Mbok Siti lalu berlari ke kamar majikannya Bu Syifa untuk membangunkan beliau."Bu! Bu! Tok! Tok!""Ada apa Mbok bangunin saya jam segini?""Maaf Bu, itu Neng Ida sepertinya mau melahirkan kakinya sudah mengeluarkan banyak darah, ayo Bu kasihan Neng Ida, badannya udah lemas banget Bu!" jelas Mbok Siti yang terlihat panik."Ayok, Mbok bangunin Pak Tejo suruh dia siapin mobil kita berangkat ke rumah sakit!" perintahnya."Baik Bu!"Ummi Syifa langsung menemui Ida yang sudah duduk lemas di depan kamarnya dengan banyak darah yang keluar."Panik dan ketakutan bercampur bahagia karena sebentar lagi Ida mau melahirkan cucu pewaris dan penerus bagi keluarganya.Bagi beliau tidak peduli laki-laki atau perempuan yang penting sehat dan selamat.Setelah mobil siap dengan cepat Mbok Siti dan Bu Syifa membopong tubuh Ida yang sudah lemas itu.Ningsih anaknya Mbok Siti dengan cepat mengambil tas besar yang memang sudah dipersiapkan oleh majikannya itu untuk keperluan Ida di rumah sakit."Tenang Ida, kita ke rumah sakit ya Sayang, istigfar Nak, banyakin baca-baca surat-surat pendek dalam hati," ucap mertuanya memberikan semangat kepada Ida.Ida hanya tersenyum dan sesekali merintih kesakitan karena pergerakan bayinya yang sangat aktif ditambah dia banyak mengeluarkan darah."Cepat toh Tejo, cucuku ini mau lahir ngebut sedikit bawa mobilnya!" titah Bu Syifa kepada sopirnya itu suami dari Mbok Siti."Iya Bu, ini sudah cepat jangan panik dong Bu nanti saya ikutan panik juga," ucap Pak Tejo yang mengemudikan mobil dengan sedikit laju."Bu Syifa sudah kasih tahu Den Sulthan atau belum?" tanya Mbok Siti mengingatkan."Astgfirullohhallazim, saya lupa Mbok, sangking paniknya lihat Ida sampai lupa telepon Sulthan, tolong Mbok HP saya di tas situ," jawab Bu Syifa.Mbok Siti mengambilkan ponsel milik Bu Syifa dan memintanya untuk mencari nama Sulthan lalu menghubunginya."Gimana Mbok, tersambung?" tanya Bu Syifa bingung."Nyambung Bu, tetapi nggak diangkat!""Coba terus kalau perlu sampai di angkat dan kirim pesan juga kalau kita menuju rumah sakit, cepat Mbok!" perintahnya lagi."Iya Bu!"Entah yang ke sekian kalinya Mbok Siti menelepon dan mengirim pesan kepada Sulthan namun tak ada satu pun yang di tanggapi Sulthan.Rasa marah, kesal telah memuncak di ubun-ubun kepala Bu Syifa, ingin rasanya menjewer telinga Sulthan jika orangnya sudah ada di hadapannya.Namun sayang orang yang dihubungi tetap saja tidak menghiraukan panggilan telepon itu."Ini anak ke mana sih, susah amat dihubungi, anaknya mau lahir dia malah nggak bisa," gerutu Ummi Syifa.Tak lama kemudian mobil itu sudah memasuki halaman rumah sakit dan segera perawat itu mengambil kereta tidur dorong untuk Ida yang sudah terkulai lemas."Sayang, kamu harus kuat tunjukkan kalau kamu tidak lemah, Ummi selalu mendoakanmu yang terbaik berjuanglah Nak?"Ida hanya tersenyum dan memegang erat tangan Bu Syifa sampai di ruang bersalin.Dan betapa terkejutnya Bu Syifa dan Mbok Siti melihat Sulthan sudah berada di rumah sakit itu dengan tersenyum yang sulit diartikan."Loh, kamu ada di sini Sayang, mengapa telepon Umi kamu nggak angkat!" tanya Uminya kesal."Maaf Um, Sulthan ada meeting mendadak di sana, sebenarnya tadi siang Sulthan sudah balik dari Semarang, cuma belum sempat pulang ke rumah," jawabnya santai.Sulthan hanya melihat sekilas Ida lalu dia membuang muka kembali ke samping.Hati Ida semakin sakit saat melihat Sulthan tak mau melihatnya sebagai istri. Hanya dengan menangislah pikirannya akan tenang kembali."Tan ... kamu sudah siapkan nama untuk bayimu?""Sudah Umi, tenang saja Sulthan sudah menyiapkan nama yang cantik untuk bayiku jika dia perempuan.""Sulthan ingin sekali mempunyai bayi perempuan yang cantik dan mukanya mirip dengan Sulthan," jawabnya dengan tersenyum sinis."Memang kamu tahu kalau Ida akan melahirkan anak perempuan?" tanya Uminya bingung."Mudahan saja Um, soalnya dia tidak pernah memberitahukan jenis kelamin bayiku ketika dia memeriksa kandungannya," jawab Sulthan kesal."Kamu seharusnya lebih memperhatikan Ida, kasihan dia punya suami tapi sepertinya nggak punya suami," ucap Umi kesal."Kan ada Ummi dan Mbok Siti, Sulthan sibuk di kantor tidak bisa menjaganya dua puluh empat jam, lagian dia bukan anak kecil yang harus di layani kan?" kilah Sulthan tak mau kalah."Ummi tahu sendiri kan Sulthan dari dulu tidak menyukai Ida, dia itu sudah Sulthan anggap seperti adik sendiri," jawabnya lagi. Tak lama kemudian dokter menghampiri mereka dan mengatakan bahwa dia harus segera mengambil tindakan, karena bayinya sudah banyak meminum air ketuban."Lakukan yang terbaik untuk bayiku Om," jawabnya dengan tegas."Satu lagi yang harus saya sampaikan nyawa mereka dalam bahaya, mungkin diantara salah satunya ada yang tidak tertolong mengingat kondisi
Kemudian beliau menaruhnya diatas dada ibunya yang masih terasa hangat.Selama beberapa detik Ida mulai kembali menitikkan air matanya walau matanya tertutup sangat rapat.Selang beberapa saat kemudian kulit bayi itu sedikit demi sedikit birunya memudar dan perlahan-lahan ada gerakan-gerakan kecil.Dokter Imran, Bidan Lusi dan dua dokter lainnya serta perawat menyaksikan secara saksama."Dok, apa saya nggak salah lihat itu ada gerakan kecil pada kakinya?" ucap Bidan Lusi yang tercengang melihat bayi itu seperti mengentakkan kaki mungilnya.Sedikit demi sedikit bayi mungil itu mengentak kakinya dan lama-kelamaan seluruh tubuhnya di gerakkan sehingga pecah tangis pun terdengar.Dokter Imran langsung bersembah sujud di ruangan itu sambil menangis, semuanya heran dan terkesima melihat pemandangan ini.Bagaimana tidak dokter yang terkenal sangat ramah ini tidak pernah menangis seperti itu."Terima kasih Ya Allah engkau Maha Penyayang, Engkau memberi kehidupan baru bagi bayi ini," ucapnya s
Keesokan harinya sesuai dengan yang dikatakan oleh Sulthan akhirnya acara aqiqahan putrinya pun digelar sangat meriah.Tak lupa Sulthan memanggil anak panti asuhan kurang lebih 300 orang.Pagi harinya ibu-ibu pengajian Ummi Syifa berdatangan dan para sahabat serta teman, kolega sesama pebisnis turut serta ambil bagian dalam acara itu.Menghadirkan Penceramah di kota itu, melantunkan ayat-ayat suci Al Quran yang syahdu menenggelamkan sesaat hati ini.Umi Syifa melihat Sulthan menitikkan air mata, entah apa yang dirasakan anaknya."Kenapa kamu Nak, kok nangis ada apa?" tanya Ummi Syifa dengan lembut."Nggak apa-apa Um, cuma Sulthan sudah lama tidak mengaji, bahkan Sulthan sudah lama cara mengaji Um!""Apakah kamu mau Umi ajarkan seperti waktu kamu masih kecil, Nak?""Nanti saja Um!"Sulthan langsung berdiri meninggalkan Ummi Syifa yang masih bingung dengan sikapnya.Umi Syifa sangat tahu kalau anaknya sangat keras kepala seperti almarhum papahnya.Sulthan selalu menyembunyikan luka bat
"Dia begitu kurus mungkin tinggal tulang, cepat bangun Ida, putrimu sangat membutuhkanmu," lirihnya.Sulthan pun tertidur di sebelah putri kecilnya itu. Tante Mayang yang dari tadi masih menunggui Sulthan dari balik pintu kamarnya, merasa kasihan kepada Sulthan dan beliau pun kembali masuk ke dalam kamar Sulthan untuk menjaga bayinya itu takut nanti tengah malam akan menangis.Setelah meletakkan bayi mungilnya di dalam box bayi, Tante Mayang kembali ke luar dan mendatangi kakak iparnya Ummi Syifa.Pintu Ummi Syifa terbuka sedikit sehingga memudahkan Tante Mayang melihatnya jelas Ummi Syifa yang melamun di atas tempat tidur.Nampak terlihat kesedihan yang mendalam di raut wajah Ummi Syifa. Entah apa yang dipikirkan beliau di satu sisi Sulthan yang masih terbelenggu dengan masa lalunya dilain sisi merasa kasihan kepada Ida jika dia tahu kalau nama putrinya adalah nama mantan kekasih anaknya.Ummi Syifa tahu betul watak dan sifat keras kepalanya Sulthan karena itu dia tidak ingin berdeb
Ummi Syifa pun sangat senang dengan Fina selain pintar juga baik, wajahnya yang cantik menurut Ummi Syifa dan hatinya pun terpancar kecantikan dari dalam.Selama bertahun-tahun mengenal Fina sejak kecil kini dia kembali menjelma sebagai gadis yang cantik dan baik bagaikan bidadari.Semua terlihat sempurna di mata Ummi Syifa dan Sulthan. Keceriaan Fina membawa dampak yang baik bagi hubungan mereka.Semua berjalan dengan lancar, hubungan Sulthan dan Fina semakin erat, bahkan setelah selesai kuliah pun mereka sepakat akan mempererat hubungan mereka ke jenjang pernikahan.Kedua belah pihak sangat menyetujui usul mereka, apalagi setelah Abi nya Sulthan meninggal Umi Syifa lah yang mengganti posisi suaminya sampai Sulthan benar-benar siap terjun ke dunia bisnis.Rencana pernikahan sudah di siapkan, dari katering, gedung, pakaian dan segala macam atribut untuk pernikahan sudah mencapai 80%.Semua nampak bahagia menyambut hari pernikahan mereka yang tinggal sebulan lagi.Namun tiba-tiba Fina
Wanita itu sangat cantik, memakai jilbab segi empat bermotif bunga berwarna merah, dipadu padankan dengan baju terusan yang sangat elegan, ditambah sepatu hak tinggi berwarna merah dan warna senada tas ditangannya.Kulitnya putih dan tinggi menambah indah dipandang mata tak lupa memakai kaca mata hitam."Assalamualaikum!" sapa wanita cantik itu."Walaikumsalam! jawab mereka serentak."Maaf Mbak, saya bisa bertemu dengan Bapak Sulthan Yazid Zidan?" tanya wanita itu dengan sopan dan ramah."Maaf Mbak, Bapak Sulthan sedang tidak ada di tempat, lagi keluar, kalau boleh saya tahu dengan Mbak siapa?" tanya Agnes penasaran."Maaf kapan dia balik ke kantor?" tanyanya lagi."Kurang tahu Mbak, soalnya beliau tidak memberitahukan kepada saya, ada pesan, Mbak?" tanya balik Agnes."Oh nggak usah, nanti saya balik saja ke sini, kalau begitu saya permisi dulu.""Tunggu Mbak, nanti kalau saya kasih tahu ada tamu yang mencari beliau, siapa namanya Mbak?" tanya Agnes yang masih penasaran."Hemmh ... ka
"Iya saya juga Bu, kasihan Neng Ida, kita harus membuat mereka bersatu lagi, tapi bagaimana Bu, bukannya ini sudah masuk talak satu?""Justru itu nanti setelah Ida bisa dinyatakan membaik kita akan mengadakan syukuran dan sekalian mengikrarkan kembali perkawinan mereka.""Ayuk kita masuk kasihan dia sendiri di dalam!" ajak Umi Syifa."Assalamualaikum!”"Walaikumsalam!" jawab Ida pelan dan tersenyum."Eh Ummi ... augh ... " ucap Ida merintih kesakitan karena ingin bersandar tetapi punggungnya susah di gerakkan akibat terlalu lama berbaring."Ida jangan dipaksa Sayang, kamu belum pulih benar, pelan-pelan Sayang," sahut Ummi Syifa merasa khawatir dengan Ida.“Ida nggak apa-apa Mi, Cuma agak sedikit sakit mungkin karena kelamaan berbaring,” jawabnya pelan.“Wajahmu tirus dan badanmu menjadi kurus Sayang, sudah hampir setahun kamu koma, tetapi Allah masih sayang sama kamu, hari ini kamu sudah sadar dan kembali di dalam keluarga kami,” ucap Ummi Syifa sembari mengelus pipi Ida dengan lembut
@Agnes{Maaf Pak, dia sendiri yang tidak ingin memberikan nomor ponselnya, mungkin kalau diminta sekarang namanya bukan kejutan}{Coba Bapak pikirkan baik-baik, apakah itu yang dinamakan penasaran, jika memang betul-betul dia rindu sama Bapak pasti dia akan menunggu Bapak sampai balik ke kantor, tetapi buktinya dia pergi dengan banyak misteri?}Seketika Sulthan berpikir sejenak, apa yang dikatakan Agnes ada benarnya, seharusnya dia menunggu Sulthan, tetapi kenapa dia membuat Sulthan menjadi penasaran, apa maksud dan tujuannya kali ini?@Sulthan{Tumben kamu pintar, oke saya terima argumenmu, kalau begitu sebentar lagi saya ke kantor, siapkan berkas-berkas yang akan di bawa untuk bertemu dengan Pak Jodi dan saya minta maaf sudah berkata kasar ke kamu}@Agnes{Iya Pak, sama-sama, selamat siang Pak}@Sulthan{Selamat siang}Sulthan pun mengakhiri percakapan dengan sekretarisnya dan ingin beristirahat sebentar di dalam mobilnya, namun saat Sulthan hendak memejamkan matanya sebentar tiba-
Tak lama kemudian Ummi Syifa masuk ke kamar Ida, ingin melihat kondisinya dan dengan saja mengendong baby Salsa dengan tujuan agar bisa sadar jika merasakan sentuhan lembut tangan baby Salsa.“Bu, bagaimana?” tanya Ummi Syifa kepada Bu Lina yang masih menangis tersedu-sedu.“Belum ada kemajuan Bu, bagaimana ini, apakah Ida akan sembuh, Bu?” tanyanya dengan linangan air mata kembali.“Kita, berdo’a saja Bu, dan mungkin dengan kehadiran Salsa bisa memberikan respon walaupun sedikit.”“Tidak salahnya kalau kita mecoba dulu, kasihan juga dengan Sulthan mudah-mudahan mereka cepat sembuh dan bisa seperti semula lagi,” ucap Ummi Syifa menjelaskan.“Aamiin, semoga ya Bu!”Ummi Syifa lalu menaruh baby Salsa di tempat tidur, Salsa yang sudah berusia dua tahun itu seakan-akan mengerti kalau Mamahnya sedang sakit.Lalu dengan spontan baby Salsa mencium pipi Ida dengan lembutndan berkata. “Mah ... Mam ... Mah!”“Dielus-elus pipi Ida dengan tangan mungilnya terus menerus, sehingga lima menit kemudi
Ida lalu mengikat kedua tangan Bu Romlah dan kakinya, sehingga dia pun merasa kesakitan.“Bas... tolong Mamah, Bas!”“Mereka ingin membunuh Mamah, tolong!” teriak Bu Romlah histeris.Abbas mendengar teriakan Bu Romlah, dan menoleh ke arah Ida yang sedang sibuk mengikatkan tali ke tangan dan kakinya.Abbas lalu memukul kepala Sulthan dengan sebuah guci sehingga Sulthan terhuyung dan mengeluarkan cairan berwarna merah itu kembali.Saat Sulthan jatuh, Abbas lalu mengambil kembali pecahan kaca dan ingin menusuk Ida dari belakang.“Ida awas ada Abbas!” teriak Fina tetapi Ida tidak mendengar dia sibuk mengikat Bu Romlah yang terlihat kesakitan.“Ida!”“Sulthan yang mendengar suara teriakan Fina berusaha melihat walau tubuh dan kepalanya sudah dipenuhi darah segara sehingga agak sulit melihatnya.“Ya Allah, istriku dalam bahaya, selamatkan ya Allah!” Sulthan berusaha kembali bangkit dan berdiri tetapi luka yang dideritanya cukup parah, sehingga sulit untuk berlari sampai ke arah istrinya.Se
“Abbas, sebaiknya kita pergi dari sini sebelum polisi menemukan kita,” usul Bu Romlah yang merasa takut dan juga panik.j“Ayok Abbas!” Bu Romlah mengajak Abbas pergi dari rumah itu debelum polisi datang.“Mah, tetapi Sulthan belum menandatangi surat-surat itu, dan aku kehilangan wanita itu yang mirip dengan Saskia!”“Tidak, Mah, aku sudah mulai mencintainya, aku tidak ingin kehilangan dia!”“Aku nggak mau rencana yang kita susun selama ini hilang begitu saja, kita sudah menunggunya lama, Mah!”“Kita sudah banyak berkorban tetapi aku harus mendapatkan dulu yang aku mau!” Abbas belum merasa puas untuk melakukan tindak kejahatan kepada Sukthan fan dia.melihat sebuah pisau yang tertancap di buah, lalu dia mengambilnya dan mengacungkannya di depan wajah Sulthan.“Cepat tanda tangan surat itu, kalau tidak!”“Kalau tidak apa!”bentak Sulthan tidak takut dengan ancaman Abbas.“Baiklah.” Abbas lalu mendekati Fina lalu mengacungkan kembali pisau itu di wajahnya.“Apa yang kamu mau lakukan, Abb
“Jaga omonganmu, Sulthan!”“Apa yang coba kamu katakan?”“Oh ya kamu pura-pura tidak tahu atau kamu tidak mau mengakui kesahanmu Fina?”“Baiklah akan aku ceritakan sampai mana kamu terlibat dalam masalah ini!”“Kamu tahu hanya karena kamu tidak jujur dengan Mamahmu siapa Saskia sebenarnya, Mamah kamu selalu membuatnya menderita, bahkan anakmu juga menjadi sasaran empuk umtuk melampiaskan kemarahannya.”“Sampai Saskia dinyatakan hamil lagi dan setelah mengetahui jenis kelamin cucu keduanya perempuan Mamahmu semakin membencinya, apakah aku benar Tante?”“Sampai usia kehamilan memasuki delapan bulan, Mamahmu pun merencanakan sebuah kejahatan, apakah itu benar, Tante?”“Tidak ... tidak, ja... jangan kamu dengarkan si Sulthan, Nak!”“Dan kamu Sulthan tahu dari mana masalah ini jangan kamu membuat aku dan Abbas salah paham atau ini bagian dari rencanamu, agar membuat kami bertengkar, iya kan?” tanyanya emosi.“Kenapa Tante, apakah Tante takut semuanya terbongkar di depan Abbas?”“Kurang aj
“Bos!” Bos!” teriak salah satu anak buahnya dari kejauhan dan berlari menghampiri Abbas.“Ada apa, kenapa kamu?” tanya Abbas terlihat marah.“Itu Bos ... anu Bos ... itu!”“Ada apa, kalau ngomong yang jelas!” bentaknya seketika.“Itu Bos ... anak kecil itu tidak ada di kamar!” pekiknya dengan napas ngos-ngosan.“Apa ... kenapa bisa dia hilang, bagaimana kerja kalian?” hardiknya emosi.“Tadi saya dengar ada suara yang jatuh, ya saya ke sana tetapi nggak ada, terus saya balik nggak ada yang mencurigakan, Bos,” jelasnya yang juga bingung kenapa bisa tidak ada gadis kecil itu.“Mengurus anak kecil saja tidak bisa, cepat cari sampai dapat, pasti belum jauh dari sini perginya!” perintahnya menyuruh semua anak buahnya ikut mencari.“Jika sampai terjadi sesuatu dengan anakku, akan kupastikan nyawamu juga menjadi taruhannya!” “Hahaha ... memang kamu bisa apa Sulthan, kamu tidak bisa apa-apa, bahkan tubuh mu saja susah untuk digerakkan,” ejek Abbas dan tersenyum sinis.“Dengar Sulthan, ini ada
“Apa yang kalian mau dari aku?”“Mengapa semuanya menjadi rumit, dan mengapa kalian ingin menghancurkan keluarga kami dan sungguh terlalu kalian!”“Cepat katakan apa yang kalian inginkan dari aku?” tanya Sulthan yang masih bingung dengan semuanya ini.“Aku mau kekuasaan, kekayaan dan terlebih utama adalah nyawamu Sulthan, hahaha ... tawanya menggelegar.“Baiklah, akan aku ceritakan dari awal agar kamu mengerti apa yang kami mau dari kamu dan juga keluargamu, Sulthan!” Abbas menyeringai dan merasa puas karena satu persatu rencananya pun hampir berhasil bahkan Fina pun tidak tahu rencana sebenarnya.“Kamu mungkin tidak tahu kalau semua sudah direncanakan oleh seseorang yang mungkin kamu akan tidak percaya siapa dalang semuanya ini!”“Namun sayang, dia sudah ditangkap oleh polisi karena ulah ibumu sendiri!”“Ya, kamu pasti bertanya apa hubunganya dengan Bapak Bima Sastrowijaya Kusuma dengan masalah ini kan?” “Bapak Bima Sastrowijaya Kusuma adalah ayahku , suami dari ibuku Romlah Nirma
Bu Romlah datang di akhir pertemuan mereka, dan membuat Fina bertambah bingung, siapa yang harus dipercaya toh pada kenyataannya adalah semua memang sudah direncanakan.“Apa maksud kalian semua?”“Aku tidak mengerti!” Fina hanya bisa melihat mereka yang tertawa puas atas semua tindakan yang dilakukannya berhasil membuat keluarga Sulthan berantakan.“Kamu ingin tahu bagimana dan kenapa semua ini harus dilakukan, bahkan kamu saja tidak mampu menganalisis siapa lawan dan kawanmu, Fina!”“Kamu hanya terobsesi oleh satu tujuan saja yaitu Sulthan!”“Sedangkan kami begitu banyak tujuan tetapi mengarah kepada Sulthan!”“Bahkan Oh ya adiknya juga yang bernama ... siapa namanya ...”“Papah Ridwan, Mah,” sahut Angga spontan.Seketika Fina semakin bingung saat Angga memanggil Bu Romlah dengan sebutan Mah.“Mah ... maksudmu Mamah?” tanyanya untuk meyakinkan.“Hahaha ... Fina ... Fina kamu ternyata lebih polos dari Ida.”“Ya ... kamu benar sekali, Angga Bramana Danendra adalah anak kandungku, pu
Agnes mencoba menghubungi di antara mereka tetapi tidak ada yang menjawab, membuat dirinya juga ikutan khawatir.“Berkali-kali menghubunginya sampai setengah jam kemudian tiba-tiba layar ponsel Agnes berdering.“Kringg ... Kringg ...“Siapa Nes, Ida, atau Sulthan yang telepon kamu?” tanya Ummi Syifa semringah.“Ida, Ummi!” teriaknya bahagia.“Cepat kamu angkat!”perintahnya yang tak sabar ingin mendengar suara mereka.“Baik, Ummi!”“Tunggu di speaker saja, biar Ummi bisa langsung mendengarkan suara mereka!”“Iya, Ummi!Agnes dengan segera melaksanakan perintah Ummi Syifa.[Halo, Assalamu’alaikum, Da?][Kamu di mana sih, susah sekali dihubungi, aku dan Ummi sangat khawatir dengan kalian?][Tetus ponsel Sulthan juga nggak bisa dihubungi, memang kalian itu ada di mana, kenapa nggak kabar ke kita?][Maaf, sebelumnya saya menemukan ponsel ini tidak jauh dari mobil si korban yang terbakar, Bu][Maaf, korban? Korban apa Pak, dan siapa Anda?][Kami tidak melihat seseorang di sini Bu, hanya mo
Udara dingin menyelimuti malam itu, tidak ada rembulan atau bintang yang menerangi jalan yang mereka lalui.Di dalam mobil mereka terdiam sejenak, pandangan Ida lurus ke depan tetapi pikirannya melayang entah ke mana.Sesekali bening-bening air kristal itu keluar begitu saja dari pelupuk matanya yang indah. Tangannya mengepal memegang ujung hijabnya.Sulthan lalu memegang tangan Ida, berharap dengan sentuhan hangat dari suaminya bisa merendam amarah yang bergejolak di dalam hatinya.Dan benar saja, saat tangan Ida tersentuh oleh tangan suaminya, kepalannya merenggang dan dia menoleh ke arah Sulthan.“Terima kasih, Mas, masih ada di samping untuk menguatkanku!” “Aku nggak habis pikir jika Ibu bisa mengatakan seperti itu!”“Aku memang menyayangi Ibu, tetapi aku juga tidak mau kehilangan anakku, Mas. Aku bingung!”“Aku tidak mau ibu menganggapku sebagai anak durhaka, aku ingin Ibu tahu kalau aku memang menyayanginya tetapi aku tidak tega melihat anakku terpisah dariku, Mas ... hiks ...