Share

Bab 3

Penulis: Blacksugar
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-11 05:28:21

"Maafkan a-aku!" Gera gugup. Lelaki yang ia tabrak itu kini sudah berjongkok dan meneliti wajahnya. 

"Kau! Bagaimana kau bisa disini?" tanya Roy yang juga sangat terkejut dengan kondisi tubuh Gera. 

        Mendengar isak tangis Gera, Roy yakin ada sesuatu yang tak beres. Tanpa menunggu jawaban dari Gera, Roy langsung membopong tubuh Gera. 

"Mau kau bawa kemana aku?" Gera meronta di atas punggung Roy. Namun Roy hanya diam saja. Khawatir dan takut berkecamuk dalam pikirannya.

        Roy membawa Gera kesebuah ruangan kosong. Melihat Gera yang tak henti-hentinya mengelus tubuhnya sendiri membuat Roy berpikir aneh. 

"Kau mau macam-macam juga padaku?" tuduh Gera curiga pada Roy. 

"Jangan berpikir negatif, Nona! Bagaimana mungkin aku membiarkanmu keluar menggunakan pakaian seperti itu? Dasar bodoh!" sergah Roy membela diri. 

"Lalu, berbaliklah! Jangan menatap tubuhku seperti itu!" seru Gera kembali menutup tubuhnya. 

"Panas! Tolong bantu aku!" gerutu Gera. Ia sudah sangat kewalahan dengan respon tubuhnya. Dengan gerakan aneh ia mengelus setiap inci tubuhnya. Logikanya memang bertentangan dengan apa yang ia lakukan, namun entah apa yang sudah menguasainya sekarang. 

"Hei! Bagaimana cara meredakan efek obat berdosis tinggi, Tuan?" Gera bertanya pada Roy. 

'Bagaimana bisa dia seperti itu? Sungguh, wanita itu selalu membuatku salah tingkah.' Batin Roy kesal.

"Ayo! Beritahu padaku, bagaimana cara menghentikan efek obat berdosis tinggi?" tanya Gera sekali lagi. 

Roy tersentak, ia baru sadar kenapa Gera sampai bertingkah aneh seperti itu. "Wait, kau bilang apa, obat berdosis tinggi?"  tanya Roy meyakinkan diri. 

        Gera mengangguk. Kini ia semakin gelisah. Rupanya memang benar, dosis yang Adit berikan memang tinggi. 

"Bagaimana bisa? Jangan bilang, lelaki itu lagi yang mau mengganggumu. Lelaki yang dirumahmu tadi malam?" tanya Roy.

"Bagaimana kau tahu? Jangan bilang, kau yang menolongku?" teriak Gera histeris. 

Roy hanya mengangguk. "Hanya ada satu cara," tutur Roy simpel.

"Bagaimana? Ayo cepatlah! Aku sudah tidak tahan," pekik Gera. Kini ia sudah bisa merasakan bagian bawahnya terasa aneh.

"Kita harus melakukannya," singkat, padat, jelas! Gera tersentak mendengar jawaban Roy. 

"Apa? Tidak adakah cara lain?" Roy menggeleng. 

"Aku bisa membantumu, Nona!" ujar Roy menyeringai. 

"Dasar Tuan aneh! Dalam mimpimu!" teriak Gera semakin menutupi bagian tubuhnya yang terbuka. 

"Baiklah. Matilah dengan rasa aneh itu!" jawab Roy enteng lalu berlalu meninggalkan Gera. 

"Tunggu! Aku mohon bantulah aku, Tuan!"  Gera memohon pada Roy. 

"Jangan! Nanti kau menyesal," tolak Roy halus.

Gera menggeleng kasar. "Tidak akan! Asal kau mau mengobatiku. Aku sudah sangat tidak tahan." 

       Bukan Roy, melainkan Gera yang memohon terus menerus tanpa henti.

"Ayo! Obati aku," suruh Gera ketika melihat Roy hanya terpaku menatap Gera. 

        Dalam hati, Gera menangis bahkan menjerit melihat dirinya kini berubah dan tak memiliki harga diri. Sekeras apapun batinnya melawan, namun tidak bisa mengalahkan raganya yang sudah sangat ingin diberi sesuatu. Ini semua gara-gara Adit.

"Aku sangat tak tahan," pekik Gera frustasi. 

        Melihat Roy yang masih diam tertegun, membuat Gera yang sudah tak tahan akhirnya bertindak. Dengan tergesa-gesa dan tanpa malu ia menghampiri dan menarik Roy. 'Sudah putus urat maluku,' batin Gera. 

"Wow, bagaimana kau bisa diam!" Ingin sekali Gera memelintir mulutnya sendiri karena sudah berbicara lancang seperti itu. 

        Melihat kelakuan Gera yang seperti itu, membuat seringai nakal Roy muncul. "Akan kuhabisi kau malam ini," bisik Roy membuat Gera semakin tak tahan. 

Roy berpikir, tidak ada salahnya memberikan Gera hal yang dia inginkan malam ini, sebab ia juga sudah mendambakan Gera. Dengan tingkah berlebihan Gera yang seperti ini, membuat Roy berpikir bahwa Gera memang gadis nakal. 

"As your wish, baby," jawab Roy. 

"Ma-maafkan aku. Aku kira kau-" napas Roy tercekat. Ia merasa sangat bersalah saat Gera memekik keras bahkan menangis.

"Tidak apa-apa. Lanjutkan pengobatanku. Lakukan pelan-pelan," pinta Gera memohon. Ia sendiri juga bingung. Rasanya ingin sekali menyudahi perbuatan tidak senonoh ini, namun keinginannya mengalahkan egonya. Ia masih ingin itu semua.

        Mereka berdua kelelahan. Rasa ingin Gera juga sudah mereda. Dan sekarang, air matanya sudah menggenang. Tinggal menunggu tangisnya pecah.

Disisi lain....

"Luis, aku akan memberimu tugas." Ujar Roy menelpon Luis.

"Katakan saja, Boss!"

"Cari tahu tentang wanita ini, dan juga lelaki yang mengganggunya. Aku akan menunggu hasilnya sampai besok pagi," Roy memutuskan sambungan sepihak. 

        Gera kini sudah terlelap. Ia sangat kelelahan. Bahkan, jejak air mata masih terlihat di pipi cantiknya. Roy tersenyum tipis. 

"Aku tidak yakin, apakah aku bisa meninggalkanmu jika sudah seperti ini?"

        Gera meracau pelan ketika terbangun setelah seharian tidur. Tubuhnya terasa remuk. Dan bagian intinya terasa sangat menyakitkan.

        Seolah tersadar dengan yang terjadi sebelumnya, ia langsung mengedarkan pandangan ke segala arah. Mungkin Tuan itu yang sudah membawaku pulang, batin Gera dengan air mata yang sudah mengalir. Ia sungguh menyesal. 

         Ia merebahkan lagi tubuhnya. Rasa sakit di sekujur tubuh membuat Gera malas melakukan apapun. Padahal, seharusnya hari ini ia harus pergi melamar pekerjaan.

***

"Bagaimana Luis?" tanya Roy sembari duduk santai di ruang kerjanya. Luis baru saja masuk dan sudah disuguhi pertanyaan. 

"Sudah, Boss! Ini berkas-berkasnya," jawab Luis tegas dan langsung memberikan dua bilah map.

"Dan ya, saya sempat menanyakan wanita itu pada tetangga di sekitar rumahnya, Boss," ujar Luis sebelum beranjak.

Roy menatap Luis penuh tanya. "Lalu apa yang kau dapat, Luis?" 

"Kata mereka, wanita itu saat ini sedang mencari pekerjaan. Mereka juga mengatakan bahwa dia hidup sendiri dan baru saja lulus," tutur Luis.

Roy nampak berpikir, "Aku rasa, aku memiliki sebuah ide," Roy memberikan isyarat agar Luis mendekat.

"Baik, Boss! Akan saya lakukan siang ini juga." Jawab Luis setelah Roy membisikkannya sesuatu.

        Setelah kepergian Luis, Roy tersenyum sendiri. Ia membayangkan wanita cerobohnya itu. Membayangkan rasa dari wanita itu. Membayangkan tingkah kekanakan, tangisnya, dan yaa... semua hal yang bersangkutan dengan wanita ceroboh itu. 

"Astaga! Dia membuatku salah tingkah hanya karena membayangkannya saja," lirih Roy geram dengan pikirannya yang selalu saja tertuju pada Gera.

***

         Luis datang lagi ke rumah Gera. Dengan penampilan yang tidak terkesan formal seperti biasanya. Hanya saja ia mengenakan kostum serba hitam. Dan membuat orang sekitar berpikir, dia bukanlah orang sembarangan. 

        Baru saja mau membuka pintu mobil, langkah Luis terhenti saat melihat seorang laki-laki yang melangkah terburu-buru menuju rumah Gera. 

"Wait! Lelaki itu rupanya tidak asing," Luis memaksa otaknya mengingat siapa lelaki itu. 

Seperti mendapat pencerahan, Luis langsung melotot ketika mengingat siapa orang itu.

"Wah! Orang ini benar-benar cari masalah." 

Dengan langkah hati-hati Luis mengintai pria itu.

"Gila kamu Adit! Pergi!" Gera menjerit dan Luis mendengarnya. 

"Kalau saja kamu tidak berulah kemarin, aku sudah bisa mendapatkanmu! Dasar wanita kotor! Sekarang tidak akan ada yang menghalangiku lagi. Diamlah! Dan nikmati permainan yang akan aku mainkan!" Luis yang mendengar itu sangat emosi. Tanpa menunggu lama, ia menendang pintu Gera dengan keras.

"Kau tidak ada kapoknya!" Luis menyeret Adit penuh emosi. 

"Tidakkah kau dengar perintah Tuanku? Dasar bodoh!" Luis tak henti-hentinya menggerutu sembari menahan tubuh Adit. 

"Jangan ikut campur! Kau siapa?" Seru Adit tak mau kalah.

Luis menghentikan aksinya dan menatap nyalang pada Adit. "Aku? Aku orang yang akan mengakhiri hidupmu!" Luis lagi-lagi mengamuk. 

        Sementara di ujung ruangan, Gera terisak sambil memeluk lututnya. Ia ingin menghentikan, namun kakinya gemetar dan tak mampu berdiri.

"Tuan, siapapun kau, aku mohon hentikan. Dia bisa lenyap kalau terus saja kau serang," teriak Gera sekeras yang ia mampu.

Luis menurut, lalu menatap Gera. "Nona, pria ini tidak akan berhenti mengganggumu. Lebih baik saya melenyapkannya saja." Luis kembali mengangkat tangannya.

"Stop! Aku mohon hentikan. Tolong," lirih suara Gera karena kehabisan tenaga. Luis melihat Adit. Pria itu sudah terkulai lemas karena aksi Luis yang bertubi-tubi.

      Luis memutuskan untuk menelpon Tuannya. Mengabari hal ini. 

"Boss, tolong dengarkan saya," ujar Luis dengan napas terengah-engah.

"Bicaralah Luis!" Perintah Roy dingin.

        Luis menghela napas panjang. Menceritakan seluruh kronologi cerita. Ia harap-harap cemas. Apakah Roy akan memaafkannya karena sudah membiarkan wanita itu menangis hingga lemas dan tidak melenyapkan pria ini? 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hetti Nafiza
Roy pemuja rahasia Gea.......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Nafsu si perkasa   Bab 4

    Luis hanya bisa menerima apapun konsekuensinya. Bagaimanapun, dia tidak akan bisa dan tidak akan berani melawan Tuannya. Roy tidak membiarkan Luis membawa Gera pergi. Ia menyuruh Luis untuk mengawasi Adit saja. Gera adalah urusan Roy. Bukan orang lain. Dan tidak akan ada celah untuk orang lain. "Luis! Dimana dia?" Roy terlihat sangat kacau. Ketika mata Roy menangkap sesosok wanita di pojok ruangan, ia langsung bergegas menghampirinya tanpa menunggu jawaban Luis. "Ayo kita pergi!" Ajak Roy dingin. Namun tidak ada jawaban dari Gera. Ia hanya diam dan menunduk disela lutut yang ia peluk. Dengan pelan Roy menggerakkan tubuh Gera.... "Astaga, Luis! Bagaimana bisa ia pingsan?" Teriak Roy membuat Luis tersentak kaget. "Sepertinya dia sudah kelelahan karena ulah pria ini, Boss. Lagipula Boss lupa kejadian tad

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-12
  • Nafsu si perkasa   Bab 5

    "Bagaimana Luis?" tanya Roy dingin via telepon. Karena mansion begitu besar, malas juga untuk menunggunya datang. Mengingat jarak dari ruang kerjanya dengan ruang hitam lumayan jauh. "Sudah diatasi, Boss. Para wanita bayaran Anda sedang memberinya pelajaran. Anda bisa dengar sendiri suara mereka," ujar Luis. Roy menghela napas beratnya. "Baiklah. Jika sudah selesai, berikan aku rekamannya." Roy memutus sambungan sepihak. Sebenarnya Roy tidak mau memberi hukuman ringan seperti ini. Apalagi hukuman ini tergolong sangat menguntungkan Adit. Bagaimana tidak? Ini yang dia sukai dan yang ia cari setiap ke Club. *** Gera menggeliat di atas ranjang raksasa yang sangat nyaman. Ia pingsan begitu lama, atau bisa saja ia juga tertidur. Pelan ia membuka kelopak matanya, menyadari ada yang lain, Gera refleks terduduk. "Aku dimana?" Gera mulai mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. K

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-14
  • Nafsu si perkasa   Bab 6

    Roy meninggalkan Gera sendiri di kamar itu. Dan meminta Ros untuk mengikutinya. "Ros, apa yang terjadi dengan wanita itu sebelum aku datang?" tanya Roy. Ros hanya menunduk takut. "Ma-maaf, Tuan. Tadi Gera sempat muntah-muntah Tuan." "Si-siapa? Gera?" tanya Roy penasaran. "Maaf Tuan, Nona itu menyuruh saya untuk memanggil namanya saja. Dia wanita yang sangat baik," tutur Ros tegang. "Oke. Namanya Gera, dan tadi sempat muntah katamu?" tanyanya memperjelas. Ros mengangguk. "Iya, Tuan." "Pergilah. Aku akan mengurus wanita ceroboh itu sendiri." Roy mengibaskan tangannya menyuruh Ros pergi. *** "Bagaimana keadaanmu, Nona?" Dingin. Datar. Sangat menjengkelkan. Gera memicingkan matanya tajam. "Wow! Kau mau menggodaku, Nona? Matamu itu...." Roy menggoda Gera. "Apa kau buta? Mataku menatap tajam kau bilang menggoda? Astaga!" Gera memekik keras. "Dasar laki-laki aneh!" gumamnya lagi hamp

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-15
  • Nafsu si perkasa   Bab 7

    "Maafkan saya, Pak. Saya yang lalai," Gera merendah ketika orang yang mewawancarai dirinya marah. Bukannya dia mau main-main, hanya saja dia sudah sangat putus asa. Kemana Gera harus mencari kerja lagi? Ia luntang lantung kesana kemari tak terarah. Uang sudah menipis. Sedang biaya hidup tetap harus mengalir. Oh Tuhan! *** Deva, HRD yang menyeleksi pegawai di kantor Roy menghampiri sang CEO dengan setumpuk kertas. "Maaf, Pak. Untuk jabatan sebagai pengganti sekretaris Bapak diantara semua tumpukan yang saya wawancarai hari ini tidak ada satupun pelamar yang memenuhi syarat," Sudah tugas Deva melaporkan hal ini pada Roy. Karena posisi yang dicari bukan posisi yang main-main. Roy hanya terpaku pada komputer dengan ekspresi datarnya. "Coba cek sekali lagi. Apa ada wanita yang bernama Gera?" perintah Roy. "Baik, Pak," Dengan cekatan Deva memeriksa se

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-16
  • Nafsu si perkasa   Bab 8

    "Pak, Anda diamlah di meja Anda. Ada keperluan apa Bapak menghampiri saya?" tanya Gera dengan gaya yang sengaja dibuat angkuh."Aw!" Gera mengelus kepalanya yang sakit karena dijitak Roy."Kau pikir kau siapa disini? Ingat siapa yang menjadi Boss?" Dagu seorang Aroy terangkat dengan gagah dan sombongnya."Maaf, Pak atas kelancangan saya.""Jangan menghindar! Aku menginginkanmu," bisik Roy membuat telinga Gera geli dan meremang."Jangan menghindar! Apa kau lupa bahwa kau milikku?" Ingin sekali Gera menampar pria ini. Namun, entah kenapa sapuan napas Roy di tengkuknya membuat Gera terpancing."Maaf, Pak. Bukannya tugas saya hanya menjadi sekretaris pribadi Bapak?" Otak Gera berputar memikirkan alasan agar pembicaraan ini teralihkan."Ingat, Gera! Kau milikku. Dan jabatanmu menjadi sekretaris pribadiku tidak mengubah statusmu yang menjadi milikku dan kau tidak

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-17
  • Nafsu si perkasa   Bab 9

    "Sudah kutebak," Roy tersenyum lebar melihat kehadiran Gera.'Astaga! Kenapa senyumnya sangat menggoda dan membuatku enggan untuk pergi?' batin Gera menjerit. Gera menampik pikirannya dan menggeleng."Jangan terlalu percaya diri, Tuan. Sikap seperti itu tidak perlu dijunjung tinggi meski perlu. Secukupnya saja," Senyum Roy seketika meredup mendengar perkataan Gera.Gera masih saja berdiri dihadapan Roy dan menatap datar. " Lalu untuk apa kau kemari jika bukan kembali menjadi asistenku?""Mohon maaf, Tuan. Apa yang Anda katakan barusan? Asisten? Bukannya saya disini hanya dijadikan budak atau yang kerap Anda sebutkan namanya sebagai, ah entah saya lupa," Gera berniat menyindir Roy."Saya kesini hanya untuk mengembalikan barang Anda yang sempat saya pinjam. Hoodie. Terima kasih banyak, Tuan. Untuk uang Anda, denda maksud saya, bersabar

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-18
  • Nafsu si perkasa   Bab 10

    "Aku yakin ada yang aneh dengan minuman ini. Pasti ulah si Dinda," batin Roy. Terselip senyuman tipis di wajahnya. "Roy, apa yang terjadi dengan tubuhku? Kenapa terasa sangat panas?" Lenguhan kecil terdengar lolos dari mulut Gera ketika Roy menyentuh lengannya. "Roy, rasanya seperti malam itu. Ketika Adit memberiku obat. Apa kau juga menaruh obat untukku dalam minuman itu?" Gera ingin menatap tajam Roy tapi gelenyar aneh ini membuatnya tak fokus. Roy tersentak mendengar penuturan Gera. "Apa? Kamu pikir aku pria murahan? Big no! Ini sama sekali bukan ulahku," Roy langsung keberatan dan melangkah menuju kursinya. Menyelesaikan pekerjaan yang sedikit lagi kelar. "Lalu siapa jika bukan kau?" tuduh Gera. "Mana ku tahu. Aku saja sejak tadi sibuk dengan pekerjaanku. Mana sempat mencampur ini itu dalam minumanku. Untuk apa?" Kenyataannya Roy sudah terpancing hanya dengan melihat Gera yang seperti cacing kepanasan. &

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-19
  • Nafsu si perkasa   Bab 11

    Menunggu Luis membuat Gera mengingat kembali Roy. Ia menghela lelah jika mengingat tugas membosankan itu. Ingin sekali berhenti tapi Roy sudah memikirkan semuanya selangkah lebih maju. "Dasar laki-laki labil!" Gera terus saja merutuki Roy. Kesal dengan sikap Roy yang membuatnya terus saja jengkel. Gera ingin sekali menangis. Tapi tak bisa karena masih ada Luis. Dia terlihat sudah kembali. "Ini untukmu, Ge!" "Ini untukmu!" Luis menyadarkan lamunan Gera. "Makanlah. Aku yakin kamu lapar sekarang," ujar Luis. Namun Gera menatap aneh cup makanan siap saji itu. "Apa kau yakin makanan ini tidak ada apa-apanya?" Luis dibuat bingung dengan pertanyaan Gera. "Maksudnya?" "Apa Roy tak menyuruhmu membubuhi makananku dengan obat lagi?" Luis terkekeh. "Tidak, Gera. Percayalah! Roy sedang di kantor. Mana mungkin menyuruhku membubuhi makananmu," ujar Luis. "Baiklah. Akan kumakan.

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-19

Bab terbaru

  • Nafsu si perkasa   Bab 107

    "Kira-kira apa yang akan dibahas oleh Mama?" tanya Rico."Aduh... jangan-jangan masalah nikah lagi," ujar Rio dengan wajah malas. Berbeda dengan Ray, dia beranjak keluar tanpa berbicara. Saat mereka bertiga sudah sampai di ruang keluarga, di sana sudah ada Roy dan Gera. Diam-diam Ray mulai berkeringat dingin. Dia ingin minta maaf pada Roy, namun entah kenapa saat ini dia begitu gugup. "Terima kasih sudah mau meluangkan waktu sebentar," kata Gera saat triplets duduk di sofa. "Apa yang mau Mama bicarakan?" tanya Rio. Rio dan Rico masih marah pada Roy. Mereka memalingkan pandangan dari Roy dan hanya fokus menatap Gera. Hanya Ray yang sudah tahu kebenarannya. "Bukan Mama yang mau berbicara... tapi Papa." Triplets menatap Roy dengan tatapan bertanya-tanya. "Oke, silahkan!" Rio berujar malas. Dia masih sakit hati pada Roy karena sudah berkali-kali menyakiti hati Mamanya. Roy mengepalkan tangannya yang mulai dingin dan berkeringat. "Papa... Papa ingin meminta maaf pada kalian. Selama

  • Nafsu si perkasa   Bab 106

    "Katakan apa yang kau inginkan dan tolong jauhi Bos Roy!" Luis meminta dengan tegas saat duduk di samping wanita yang menjadi pengganggu rumah tangga temannya ini. Saat ini mereka di klub milik Roy. Wanita itu hanya menatap Luis dengan malas, "Omong kosong!" serunya sambil tertawa renyah. "Kau mau uang, emas, atau apapun itu cepat sebutlah. Dan lenyaplah dari kehidupan Bos Roy dan keluarganya!" "Kau kira aku bodoh? Kalau aku melepas Roy, impianku untuk menjadi nyonya besar akan musnah begitu saja." Luis tertawa, "Lalu, apakah dengan bertahan kau mengira Roy akan suka padamu dan menjadikanmu istri?" Lagi-lagi Luis tertawa dengan keras, "Bermimpilah selagi kau masih bisa bernapas," sindir Luis. "Kenapa tidak? Aku bisa melakukannya. Tunggu dan lihatlah!" kata wanita itu dengan sangat percaya diri. Dia menghabiskan alkohol dalam gelasnya dengan sekali teguk lalu meninggalkan Luis begitu saja. "Wanita ini benar-benar liat," gumam Luis. ***Sejak kejadian itu Gera lebih banyak diam p

  • Nafsu si perkasa   Bab 105

    Satu minggu sejak kepulangan Gera dari rumah sakit, triplets masih tinggal di rumah orang tua mereka. Seperti yang dikatakan oleh Ray, "Malas sekali meninggalkan Mama jika kondisinya belum sembuh betul." Pernyataan itu disetujui juga oleh dua saudaranya yang lain. "Urusan di Brazil juga masing-masing sudah ada yang menangani," timpal Rio. "Mama tidak enak jika harus terus menerus melihat kalian melayani Mama seperti ini," ujar Gera. Ketiga putranya serentak menggeleng dan beringsut mendekat untuk bersama-sama memeluk Gera, "Mama tidak pantas berkata seperti itu! Perjuangan Mama dulu tidak sebanding dengan apa yang kami lakukan." Mendengar apa yang anak-anaknya katakan, Gera terharu hingga meneteskan air mata. Triplets yang masih begitu manja padanya, ternyata saat ini mereka sudah beranjak dewasa."Kalian selalu saja melupakanku seperti orang asing!" tegur Geeta dengan wajah kusut. Triplets sampai tercengang karena gaya bicara Geeta yang tergolong masih anak-anak bisa dewasa seper

  • Nafsu si perkasa   Bab 104

    Perlahan, mata Gera mulai mengerjap. Berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya. Dokter yang datang segera memeriksa kondisi Gera. "Perlahan saja. Jangan terlalu dipaksakan. Semuanya perlu adaptasi juga," ujar dokter yang menangani Gera saat wanita itu berusaha membuka mata. "Mama...." desis Rico memanggil.Sementara Roy, dia sedikit demi sedikit menjauh dari ranjang rawat Gera. Rasa bersalah membuat dirinya merasa kecil dan tidak pantas untuk bertemu dengan Gera, walaupun wanita itu adalah istrinya sendiri. Saat kesadaran Gera mulai terkumpul, hal pertama yang dia ingat adalah bagaimana Roy bergumul dengan wanita itu dan tidak merasa bersalah sama sekali. Lalu dia teringat akan dirinya yang mencoba melakukan aksi bunuh diri dengan menyayat pergelangan tangannya. Hal itu membuat Gera terus melamun dan pada akhirnya berteriak histeris, membuat dokter dan anak-anaknya terkejut. Bahkan Luis dan yang lain yang sedang menunggu di luar segera masuk ke ruangan. Mereka mengira

  • Nafsu si perkasa   Bab 103

    "Bukti apa yang bisa kau berikan, Luis?" tanya Roy meremehkan. Karena pertikaian itu, mereka sampai melupakan kondisi Gera. Clay sudah malas berbicara karena itu akan percuma saja. "Aku akan tunjukkan buktinya padamu besok pagi. Agar kau puas!" Luis berlalu meninggalkan Roy yang masih tertawa kecil merendahkan niat Luis. Luis beranjak keluar dari rumah sakit. Menenggak air mineral dan menyalakan rokoknya, berharap dengan ini dirinya akan bisa sedikit saja lebih tenang dan stabil. Jika dipikir-pikir, percuma juga melawan Roy beradu mulut. Dia tidak akan mau kalah, batin Luis. ***"Apa Gera sudah sadar?" tanya Luis pada Ros. Wanita itu terduduk sembari memangku kepala Clay yang tengah tertidur lelap. Mendengar suara Luis, Clay terbangun, "Kau ke mana saja semalaman? Aku mencarimu! Apa kau pulang tadi malam?" tanya Clay dengan wajah cemberutnya. Bibirnya mengerucut dan membuat Luis menjadi gemas. "Tidak, sayang. Aku hanya menenangkan diri di taman rumah sakit. Merokok. Jika aku teta

  • Nafsu si perkasa   Bab 102

    "Ge... kau di mana?" Semakin lama suara Luis yang memanggil Gera terdengar semakin besar. Bahkan membangunkan sebagian pelayan yang bekerja di sana."Ada apa, Luis? Gera sepertinya sudah masuk ke kamar," seru Ros sembari menyesuaikan penglihatan dengan cahaya ruangan yang berpendar sangat terang. Luis menggeleng lemah, "Gera sedang tidak baik-baik saja. Aku khawatir," lirih Luis. Dengan cepat dia menghapus air mata yang menetes begitu saja. Begitu tak terbendung karena rasa kasihannya pada Gera. "Ada apa? Kau bisa menceritakannya padaku!" suruh Ros dengan raut wajah cemas. Terlebih dirinya, jika menyangkut tentang Gera, dia akan sangat cemas. Rasa sayangnya pada wanita itu seperti kasih sayangnya pada anak sendiri. "Aku tidak bisa menceritakannya sekarang. Maafkan aku," lirih Luis lemah. Luis menegakkan kepala, "Aku harus memeriksa keadaan Gera, Bi. Sebagai temannya aku tidak bisa hanya diam saja di sini." Dengan langkah cepat Luis menuju kamar Gera. Mencari sosok wanita yang rap

  • Nafsu si perkasa   Bab 101

    "Apa maksudmu, Steve?" tanya Luis dengan wajah terkejut. Steve meneleponnya dan mengatakan bahwa Roy sedang berada di klab dan membawa seorang wanita. Steve sendiri sangat bingung... bagaimana bisa Roy menggandeng seorang wanita dengan sangat mesra? Bukankah Bosnya itu sangat mencintai Gera? Lalu apa maksud semua ini, pikirnya. Luis tidak mau memberitahu Gera, tetapi dia langsung beranjak menuju klab dan akan menemui Bosnya itu."Di mana Bos?" Luis bertanya tanpa basa-basi pada pegawai di sana. "Luis, Bos sudah memberi pesan agar tidak seorang pun masuk mengganggunya. Termasuk kau," ujar seorang barista. Luis menatap kaget dan tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. "Apa maksudnya itu?" Luis menggeram kesal. Luis tersentak kaget saat tiba-tiba sebuah tangan dingin menyentuh permukaan kulit lengannya yang terbuka. "Kau bisa masuk bersamaku, Luis." "Gera?!""Bagaimana bisa kau di sini? Aku sudah menyuruhmu untuk istirahat, bukan?" "Aku mendengar percakapan mu dengan Steve tadi.

  • Nafsu si perkasa   100

    "Roy...."Dua insan yang tengah memadu kemesraan itu menghentikan kegiatan panas mereka sesaat setelah mendengar suara lirih Gera.Air mata Gera sudah menetes sejak tadi. Wanita itu menutup mulut dengan tangannya yang gemetar. Tak menyangka suaminya akan berbuat sehina ini. Yang membuat Gera lebih tidak menyangka adalah respons Roy setelah melihat kehadirannya. Bukannya terkejut atau merasa bersalah, Roy malah memperbaiki kemejanya yang kusut akibat terkaman wanita asing itu dengan santai."Siapa dia, Roy?" tanya wanita itu memecah keheningan."Istriku.""Oh."Hati Gera menganga lebar. Bukan hanya hatinya yang perih, tetapi napasnya terasa seakan hendak habis saat itu juga. Jawaban acuh Roy dan wanita itu menjadi batu panas yang menghantam Gera. Sama sekali tidak ada rasa bersalah dari mereka, walaupun hanya dari raut wajah saja."Kau bisa menjelaskannya sekarang, Roy," ujar Gera lirih. Berhar

  • Nafsu si perkasa   Bab 99

    "Kau harus membersihkan dirimu, sayang. Kau juga terlihat sangat lelah." Gera benar-benar merasa tersindir oleh apa yang Roy katakan barusan. Bukannya mendekati Gera atau bahkan bergelayut manja seperti biasanya, Roy hanya duduk dan memperhatikan Gera dengan wajah dinginnya dari kejauhan. "Kau sudah makan?" tanya Gera kikuk. "Itu bukanlah hal penting. Sekarang pergilah mandi dan istirahat!" Roy menyampaikannya biasa, namun terdengar sangat tegas dan sedikit ada geraman. "Aku akan menyiapkan makan malammu dulu." "Tidak ada makan malam. Dan lihatlah arlojimu, ini sudah pukul delapan malam. Cukup mandi dan istirahatlah!" tegas Roy tanpa mau menatap istrinya. Gera ingin bertanya, tetapi lidahnya kelu. Seakan dirinya tertahan untuk berbicara pada Roy. Namun sikap Roy sudah sangat cukup untuk menggambarkan bahwa suaminya sedang dalam kondisi perasaan yang tid

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status