“Sofia, alhamdulillah aku diangkat jadi karyawan. Jadi, secepatnya aku bakal lamar kamu, sabar ya 2 bulan lagi aja!”
“Musa, maaf. Aku enggak bisa. Gaji kamu ‘kan kecil. Anak kita nanti mau dikasih makan apa coba?”
“Maksudnya apa sih Sof? Kok kamu tiba-tiba bilang begini? Kita ‘kan udah merencanakan semuanya. Kenapa mendadak berubah pikiran?”
“Kamu cuma buruh pabrik yang perusahaannya aja enggak bonafit. Gajinya aja di bawah UMR. Aku enggak mau anak kita terlantar kayak adik kamu, Sean. Dia aja sampai kurang gizi.”
“Astaghfirrullah, aku enggak nyangka kamu bisa bilang begini.”
Kami sudah berhubungan baik sejak lama, tetapi entah ada apa dengannya tiba-tiba bicara selancang itu.
“Mulai sekarang jangan pernah temui aku lagi! Kalau, kita ketemu enggak sengaja pura-pura enggak kenal aja!”
“Kamu kenapa sih tiba-tiba berubah dalam semalam?”
“Kamu enggak akan pernah ngerti, karena kamu bukan perempuan
Aku mendadak menghentikan langkah saat tengah menuruni tangga. Padahal, sebentar lagi juga sampai. Tadinya aku ingin segera kembali ke meja di lantai 2 untuk membicarakan kuliah. Namun, ucapan pria itu seketika membuat darahku naik.“Alah cewek murahan aja belagu! Lo masih inget—”“Bisa diem enggak sih lo!”Aku bisa melihat kemarahan yang teramat sangat di wajah Sofia. Aku saja tidak pernah melihatnya sekasar dan semarah itu ketika bicara. Sebelumnya ia gadis lemah lembut yang santun. Entah kenapa ia terlihat tampak emosi.Lihat saja sorot matanya yang tajam juga wajahnya yang tampak merah padam.“Enggak usah kurang ajar! Ini tempat umum! Aku bisa teriak.”“Ya teriak saja, kamu tahu konsekuensinya. Ingat ayahmu ketua RT. Akan sangat memalukan pasti.”Saat itu Sofia mendadak diam. Ah, aku jadi semakin penasaran rahasia apa yang disembunyikan mereka.Saat itu sepertinya Sofia
Ketika semua orang sibuk memvideokan tempat kejadian, aku memilih untuk menerobos kerumunan. Tanpa peduli jika mungkin saja ada ular atau hewan melata lain. Aku hanya ingin memastikan gadis itu baik-baik saja. Kenapa juga ia menjadi berpikiran pendek. Aku hanya bicara asal dan Sofia malah mengikuti yang akukatan,Apakah dia memang benar-benar ingin mati.Saat itu melihat aku yang nekat turun ke bawah padahal aliran sungai lumayan deras orang-orang malah meneriakiku. Mau bagaimana lagi, tim sar belum diterjunkan sedangkan mereka yang ada di sana malah diam dan malah fokus memvideokan. Mereka tidak tahu kalau Sofi tidak bisa berenang. Arusnya deras, ia pasti akan hanyut semakin jauh.Belum lagi di dekat sana banyak bebatuan.Aku bahkan bisa mendengar suara Pak Zul yang meneriakiku untuk jangan nekat dan kembali ke tepi sungai. Sayangnya aku yang sudah terlanjur basah memilih untuk melanjutkan pencarian. Sialnya cukup jauh aku mencari bahkan samp
“Pak Zul, kayaknya mending cepat dibawa pulang ke rumah aja. Kasihan Sofianya kedinginan. Bapak bawa mobil apa motor?”“Bapak enggak bawa mobil, orang ke sini dibonceng Pak Burhan.”“Hm, Sofia kuat dibonceng?” tanyaku.Saat itu Sofia juga masih diam saja.“Grab juga enggak ada jam segini mah, Aku takut Sofianya lemas nanti malah jatuh dijalan.”“Bonceng 3 aja, kondisinya ‘kan darurat.”“Ya sudah hayu! Musa yang nyetir ya! Bapak pegangin Sofia dari belakang.”“Oke.”Di perjalanan pulang, tiba-tiba saja Sofia yang semula hanya diam saja malah membuka suara.“Bapak.”“Ya, Sayang? Kenapa? ada yang kamu rasa? Sakitnya sebelah mana? Kamu pasti kedinginan.”“Aku enggak mau pulang ke rumah.”Aku bukannya mau mencuri dengar ucapan mereka hanya saja, karena aku berada di dekatnya
“Punya kontak Dera, enggak?”“Itu dia masalahnya. Nomornya Dera udah enggak aktif, dari kita pulang dari camping waktu itu.”“Kalian sebenarnya camping sama siapa aja?”“Cuma bertiga, tapi ternyata di sana ada anak kelas lain yang ikutan juga.”“Siapa?”“Aku enggak terlalu kenal sih, cuma anak sini juga.”“Punya fotonya enggak?”“Kamu mencurigai sesuatu ya?”“Iya, Sofi itu enggak mungkin tiba-tiba loncat ke sungai gitu aja, kalau enggak ada masalah.”“Aku juga mikirnya gitu, orang aku udah kenal Sofi dari SMA. Dia itu ‘kan ngerti agama masa ia tiba-tiba seputus asa itu? Kalau enggak ada masalah yang bener-bener besar, enggak mungkin Sofia senekat itu.”“Aku curiga jadi curiga sama Dera. Di puncak ada kejadian aneh enggak?”Saat itu Rani malah terdiam cukup lama. Sampai ke
“Bendera kuning, Mus!” ucap Tobi.“Udah terlanjur ke sini. Lanjut aja!”Sungguh aku benar-benar takut jika yang meninggal adalah Dera.“Tanya dulu! ‘kan belum tentu Dera yang meninggal.”Akhirnya kami berusaha mendekat dan mulai mencari informasi pada tetangga yang kala itu juga ikut bertakziah.“Bu maaf, yang meninggal siapanya Dera ya?”“Oh, itu ayahnya Dera. Semalam katanya kena serangan jantung.”“Tapi, Deranya ada?”“Aduh saya enggak tahu, katanya Dera langsung diusir dari rumah. Setelah kematian ayahnya. Mas ini siapa? Kok saya baru lihat kalian berdua? Mesti bukan orang kampung sini, ya?”“Oh, iya Bu. Kami temannya Dera di—““Kamus. Kami satu kamus sama Dera.”Tobi tiba-tiba saja mendadak memotong ucapanku.“Oh, Masnya dari Bogor ya? Pacarnya Dera?”“
Sungguh kenapa kejutan demi kejutan terus saja terjadi. 20 mobil bukanlah main-main.“Mobilnya juga mewah-mewah. Sepertinya mereka memang dari orang berada.”“Tujuannya apa mereka datang ramai-ramai begitu, Bun?”“Mau melamar Sofia.”Aku shock bukan main. Sampai-sampai aku yang saat itu sedang menyeruput minuman pun terbatuk dibuatnya.“Ya Allah Musa, makanya kalau diajak ngobrol jangan sambil minum.”Saat itu sebenarnya, meski kami berseberangan aku bisa melihat Sofia tengah melirik ke arahku tepat ketika aku tersedak. Aku yakin dia tahu kalau sedang diperhatikan. Kau tahu, saat itu rasanya waktu seperti berhenti sejenak, mana kala pandangan kami saling beradu. Cukup lama sampai kami hanyut dalam perasaan yang entah.Kenapa wanita penuh teka-teki, sungguh membingungkan. Jika masih cinta kenapa tidak berjuang bersama. Bahkan, tanpa peduli apa yang terjadi denganmu malam itu sama
Aku yang semula hanya bisa menundukkan kepala pun seketika menjadi membusungkan dada karenanya. Meski aku tidak ada apa-apanya dibandingkan pria itu, kenyataannya lamarannya juga sudah pasti ditolak.“Loh, Bapak serius mau nikahin anak Bapak sama pria ini? Anak saya jelas lebih bisa membahagiakan Sofia.”“Sofia sepertinya belum mengenal putra Bapak. Saya saja baru mendengar namanya. Mohon maaf sepertinya sudah terjadi kesalahpahaman. Sofia juga tidak pernah cerita kalau hari ini akan ada keluarga Pak Erik yang akan datang melamar.”“Saya enggak terima loh Pak, dipermainkan seperti ini.”“Loh, saya sendiri saja tidak tahu kalau Bapak dan keluarga akan berkunjung kemari. Bagaimana mungkin saya berniat mempermainkan. Seharusnya yang Bapak pertanyakan itu putra Bapak, Salim. Bagaimana bisa datang meminang perempuan yang sudah jelas-jelas memiliki pasangan? Nak Musa, ke sini dulu sebentar!”“Oh, iya
“Oke kalau itu mau kamu. Aku enggak akan pernah mampir ke rumah lagi.”“Bagus, kalau begitu mulai sekarang aku juga enggak akan mengajar mengaji anak-anak lagi.”“Kamu boleh marah sama aku, tetapi seharusnya kamu cukup bijak. Jangan sampai mengorbankan anak-anak yang masih butuh kamu!”“Mereka bukan anakku. Jadi, bukan tanggung jawabku mendidik mereka. Banyak kok sekolah yang jauh lebih bagus dan tentunya punya tenaga pengajar yang lebih kompeten dibandingkan aku.”“Kok kamu mendadak jadi enggak punya empati begini sih, Sofia?""Aku memang begini kok dari dulu. Kamunya aja yang enggak tahu.”“Kamu tuh berubah banget tahu, kamu bukan lagi Sofi yang aku kenal.”“Terserah kamu mau ngomong apa. Keputusan aku sudah bulat.”“Setidaknya kamu pamitan dulu sama mereka. Apa karena ada aku kamu memutuskan untuk berhenti?”“Enggak k