Bab 117. Tangisan Anak-anak Sang Durjana“Baik, Non. Ini ya, Non, Bibik baca. [Hey, Kribo! Belagu banget, sih, Lo! Aku cuma mau bilang! Tuh, calon lakikmu yang gak tau diri itu terancam masuk penjara! Aku udah laporin dia dengan tuduhan memfitnah, pencemaran nama baik dan membuat laporan palsu! Enak aja nuduh-nuduh Darfan menelantarkan anak! Kamu, kan yang ngajarin? Itu idenya kamu, kan? Tuh, rasain! Senjata makan tuan, kan? Kapok!]”Bik Jum membacakan bunyi chat dari Dinda melalui aplikasi Whatsapp.“Itu bunyinya, Non! Udah Bibik baca!” ucap Bik Jum.“Apa? Dia bilang apa, Bik?” tanya Amel masih dari dalam kolam.“Calon lakik Non Amel masuk penjara katanya Non! Siapa maksudnya calon lakik Non Amel?!”Segera Amel keluar dari kolam, buru-buru meraih ponselnya dari tangan Bik Jum lalu menghubungi nomor Andre.“Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi. The number is your called ….”Amelia langsung berlari masuk, buru-buru membersi
Bab 118. Penyusup di Rumah Amelia “Jangan tinggalin kita, ya, Tante! Kita mau sama Tante aja!” pinta anak kecil itu menghiba. Keduanya sesegukan di dalam pelukan Amelia. Maya mendekati mereka, ikut berjongkok juga. “Kasihan mereka,” gumamnya seraya mengelus kepala Bagas dan Arini. “Gak mau ikut Tante! Kita mau sama Tante Amel aja!” teriak Bagas tiba-tiba. “I-iya, Sayang! Tante enggak mau ambil kalian, kok. Tenang, ya!” Maya langsung bangkit dan melangkah agak menjauh. Sementara Leo sedang berbicara dengan petugas. Dia menyerahkan bukti rekaman pemerasan yang dilakukan oleh Darfan lewat telepon tadi. “Kami minta maaf, Pak Andre. Masalah ini sudah jelas. Dengan rekaman ini kami bisa menyimpulkan untuk sementara bahwa Saudara Darfan terbukti menelantarkan anak-anaknya sendiri dengan tujuan hendak memeras Bu Amelia. Kami akan segera mengejar Saudara Darfan,” ucap salah seorang petugas yang sedari tadi mengintrogasi Andre. “Tidak apa-apa, Pak! Bapak hanya menjalankan tugas, bukan?
Bab 119. Ketukan Bagas Di Pintu Kamar Amelia Daun pintu di buka lebar dengan gerakan kaki sang penyusup. Lalu mendorong tubuh gadis itu masuk ke dalam. Setelah melemparkan tubuh gadis itu ke atas kasur, dia mengunci pintu dari dalam. Amelia langsung bangkit, meraih benda apa saja yang terjangkau tangannya, lalu melempari pria itu secara membabi buta. Tetapi, sia-sia. Tak ada satupun lemparan yang kena sasaran. “Mas Darfan! Mau apa kamu! Keluar dari kamarku! Keluar …!” Percuma berteriak. Suara Amelia sama sekali tak terdengar. Makian itu hanya terdengar seperti sebuah desahan. Itu membuat sang pria semakin kehilangan kewarasan. Tangan kirinya mencengkram kencang bahu Amelia. Tangan kanan mencengkram dagu gadis itu. “Apa kabar, Sayang! Aku rindu sekali padamu. Terima kasih karena sudah mau membawa dan merawat ana-anakku ke rumah kamu ini, ya! Aku sangat lega akhirnya mereka kembali juga ke tempat di mana yang seharusnya mereka berada. Yaitu di rumah ini. Tolong rawat dan besarkan
Bab 120. Darfan Berdarah ‘Bagas? Dia membangunkan Non Amel? Buat apa? kasihan kalau tidur Non Amel terganggu. Biar aku saja yang bangun,’ batinnya, lalu mengucek mata dan mulai beringsut turun dari atas kasur. Sementara di dalam kamar Amelia, Darfan masih kebingungan. “Maaf, ya, Mel. Malam pertamanya kita tunda sesaat, ya, Sayang! Aku urus anak aku dulu! Sini, Sayang! Kamu terpaksa aku ikat dulu, ya! Biar gak kabur! Pakai apa, ya, aku ikat kamu?” Pria itu mengedarkan pandangan, mencari apa saja yang bisa dia gunakan untuk mengamankan Amelia. “Hem, tali tak ada. Kamu punya syal, kan, Sayang! Ada di lemari pakaian kamu itu, kan? Aku pernah melihatnya dulu. Aku ambil dulu, ya! Tunggu di situ! Jangan ke mana-mana. Ops! Gak bisa, kamu ikut aku berdiri, Sayang! takutnya saat aku buka lemari, kamu lari lagi!” Darfan mengangkat tubuh Amelia untuk berdiri. Lalau menariknya berjalan menuju lemari pakaian. Sebelah tangan pria itu memegangi kedua tangan Amelia, dan sebelah lagi mulai mem
Bab 121. Semangat Dari Kekasih “Iya, Sayang! Kita tidak tahu kalau setiap kejadian itu pasti ada hikmahnya. Aku juga tidak tenang di sana tadi. Aku justru khawatir Darfan nekat masuk ke rumah kamu karena ada anak-anaknya bersama kamu. Itu sebab aku datang untuk memastikan. Tujuanku untuk berjaga-jaga saja. Tidak tahunya ada kejadian beneran.” Andre mengusap-usap punggung sang kekasih. “Ada atau tidak anak-anak itu di sini, si berengs*k itu pasti akan datang, Mas. Karena dia memang sudah merencanakannya. Dia mau meras aku dan mau mengambil perhiasan aku, katanya.” “Mel … Amelia …. buka pintunya, Mel!” Gedoran di pintu kamar terdengar lagi. “Aku buka pintunya, ya, Sayang!” kata Andre melonggarkan pelukan lalu berdiri dan berjalan mendekati pintu kamar Amelia. “Hati-hati dia nyerang Mas Andre!” Amelia mengingatkan. Andre memutar anak kunci dari luar, lalu membuka pintu perlahan. Tubuh Darfan langsung terhuyung jatuh tepat di hadapan pria itu. “Aku … lemas … banget, kepalaku
Bab 122. Permintaan Terakhir Dina “Maaf, Dina! Sepertinya kau sedang depresi berat. Aku minta maaf! Aku juga tak ingin kau seperti ini. Sekarang lebih baik kau tidur! Tidur akan membuat pikiranmu kembali tenang! Ayo, kembali ke depan! Tidur sana!” bujuk Leo sambil melangkah mundur. “Tidak, Mas! Mas ….” Tiba-tiba Dina menyergap dan memeluk kencang tubuh Leo. Membenamkan kepalanya di dada pria berotot itu. Tangis sesegukan Dina pecah di sana. “Jangan begini, Dina! Maaf, kita bukan suami istri lagi!” “Tidak, Mas! Aku gak mau kita pisah! Tolong maafkan kesalahanku! Aku menyesal, Mas! Aku mau bertaubat! Aku janji akan menjadi istri yang baik, aku tidak akan pernah mendnegarkan perintah Mama yang menyesatkan aku lagi! Aku janji mulai sekarang akan mendengarkan kamu saja, Mas!” lirihnya semakin kencang memeluk Leo. “Maaf, Dina. Lima belas tahun kita sudah bersama. Lima belas tahun sudah aku bersabar menghadapi sifat dan semua perangaimu. Selama lima belas tahun itu pula aku sudah me
Bab 123. Janji Maya Demi Nyawa Dina “Mbak Dina? Astaga, Mbak! Apa yang Mbak lalukan? Mbak Dina …!” teriak Dinda mengguncang tubuh yang sudah dingin itu. “Ini semua gara-gara Mas Leo! Mas Leo yang membuat Mbakku berbuat senekat ini! Mas Leo yang telah membuat Mbakku mengakhiri hidupnya!” tuduh Dinda histeris lalu bangkit dan menghampiri Leo. “Hidupkan kembali Mbakku! Mas! Tolong hidupkan kembali dia! Bilang Mas Leo tak jadi menceraiaknnya! Tolong, Mas!!” Wanita histeris itu mengguncang-guncang tubuh Leo. Teriakan dan tangis itu memancing kedatangan warga. Alina membuka pintu depan saat para warga mengetuk pintu. Pak RT dengan sigap langsung menghubungi polisi dan mobil ambulan. “Mama enggak apa-apa, kan, Pa?” Irvan menatap sendu Leo dengan mata basah. “Mama enggak mati, kan, Pa?” Alina tak kalah sedih. Leo mengusap punggung kedua anaknya yang kini tersedu di pangkuan. Pria itu tengah duduk di sebuah kursi panjang yang tersedia di depan UGD rumah sakit milik pemerintah itu. B
Bab 124. Ketika Cinta Sedang Diuji “Kenapa kamu malah jadi ragu? Aku bukan type laki-laki yang gampang mengingkari janji. Aku sudah berjanji bukan, begitu surat ceraiku keluar, aku akan menjemput kamu. Ingat, May, ‘MENJEMPUT’. Artinya aku melamar kamu, lalu aku nikahi, dan selanjutnya kubawa ke rumahku. Bukan aku yang tinggal dan menumpang hidup di rumah kamu, semoga kamu paham!” “Iya, Mas. Aku paham. Maaf, jika aku sudah membuat Mas Leo tersinggung.” “Aku tidak tersinggung. Aku justru berterima kasih atas tawaran kamu. Tapi, untuk tinggal di rumah akmu setelah nanti kita menikah, maaf, aku tidak mau. Aku tidak ingin masalalu pernikahanku terulang lagi, Maya. Aku benar-benar sudah trauma. Dulu, Dina tak pernah mau keluar dari rumahnya. Kami hidup bersama orang tuanya. Lihat apa yang terjadi! Aku tidak mau kamu meniru dia, Sayang! Kamu paham, kan?” “Iya, Mas. Aku paham. Baik, aku akan ikut kamu keluar dari rumah orang tuaku. Tapi, bagaimana dengan tawaranku tadi, Mas? Kamu tinggal
Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)Amelia bersimpuh di pangkuan sang Papa. Memohon doa restu dengan derai air mata haru. Daffin mengikuti berbuat yang sama.Amelia bergeser ke bangku Rahayu. Andy ada di sampingnya. Wanita itu memeluk gadis bergaun pengantin itu. Membisikkan kalimat restu dan menguntai doa sakral. Semoga pernikahan putra semata wayangnya dengan gadis ini penuh keberkahan, abadi, tanpa pernah ada lagi perpisahan.“Terima kasih Tante,” ucap Amelia surut masih dengan berjongkok. Lalu berbisik pada Daffin, pria yang baru saja menghalalkannya. “Mas, minta restu pada Tante Rahayu, ya! Juga kepada Pak Andy, papa kandung Mas Daffin. Lakukan itu, seperti Mas meminta restu pada papaku! Agar pernikahan kita ini berkah, Mas!”Daffin menatap mata wanitanya, lembut. Lalu mengangguk. Pria itu melakukan seperti yang Amelia ucapkan. Untuk pertama kalinya, Rahayu memeluk tubuh putranya. Air mata haru tak henti mengalir deras membasahi kedua pipi kurusnya. Sama harunya sepert
Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif“Ada apa dengan Mas Andre? Aku tahu, kok, dia dirawat di sini,” tanya Amelia penasaran.“Dia ingin bertemu kamu, tanpa Pak Daffin. Mungkin kamu bisa luangkan waktu kamu menjenguknya sebentar.” Dr. Vito mengusulkan.“Waw, Andre ingin bertemu Amelia tanpa aku? Hebat! Apa yang kalian rahasiakan dariku?” Daffin mendelik pada Amelia, pria itu kembali terbakar.“Amelia juga belum tahu, Pak Daffin. Tak ada rahasia. Tapi, Andre memang takut kalau Pak Daffin ikut,” sela Dr. Vito.“Takut apa? Dia mau mengambil Amelia lagi dariku, begitu?” sergah Daffin dengan wajah mengetat.“Bukan tentang Amelia, Pak, tapi … wah, saya tak enak mengatakannya. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau Amelia menemuinya!”“Baik, terima kasih, Vito! Aku dan Mas Daffin akan menemuinya! Antara aku dan Mas Daffin tak pernah ada rahasia. Terserah, Mas Andre setuju, takut, dan sebagainya! Ayo, Mas kita ke rungannya! Ayo, Mela! Kami duluan, ya! Dadaah, Bilqis!”Amelia me
Bab 198. Daffin Cemburu Buta“Jangan seperti anak kecil, dong, Mas! Enggak ada angin, enggak ada badai, tiba-tiba aja, Mas Daffin sewot, aku gak paham, ada apa, sih?” Amelia menahan lengan Daffin.“Gak ada! Maaf aku buru-buru!” Pria itu menepis dengan sedikit kasar. Hampir saja gadis itu tersungkur. Sebuah tangan menahan tubuhnya.“Ati-ati, dong, Om! Kacian Antenya!” Seorang anak kecil berteriak dengan lantang. “Untung dipegangi mama Iqis, kalau enggak Antenya udah jatuh! Oom dahat!” sungut bocah perempuan itu lagi. Daffin dan Amelia tersentak kaget. Keduanya menoleh ke sumber suara. Suara itu sepertinya tak asing di telinga Amelia.“Ante Amel?” sang bocah malah lebih dulu mengenalinya. “Ini Ante Amel, kan? Mama, ini Ante Amel!” teriak bocah lincah itu kepada wanita yang bersamanya.“Bilqis?” gumam Amelia seraya merunduk lalu memeluk gadis kecil itu. Daffin terpana. “Ini Mama Iqis, Ante! Mama, ini Ante Amel, temannya Papa! Iqis mau Ante Amel jadi mama Iqis, tapi kata Papa, A
Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito“Kalau memang Om Andy dengan Tante Ayu udah ada niat menikah, gak boleh ditunda lagi! Kalau saya dan Mas Daffin, bisa kok, nunggu dulu. Pokoknya Om dan Tante aja duluan! Mas Daffin enggak suka kalau Om Andy menunda lagi, ya, Om, Tante!” kata Amelia menekankan.Kedua calon mertuanya itu saling tatap. Lalu menghela napas kasar.“Mama cepat sembuh, pokoknya! Pak Andy jangan banyak pikiran lagi! Ini, pakai untuk keperluan Bapak! Tentang biaya sekolah Klara dan Indah, jangan pikirkan lagi, sudah diurus oleh anggota saya!” tukas Daffin sembari menyerahkan sebuah kartu kredit kepada Andy.“I-ini apa, Nak?” Andy tergagap. “Ti-tidak usah, Nak Daffin, tidak usah! Bapak akan burusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mengumpulkan biaya pernikahan. Bapak tidak mau membebani Nak Daffin!” tolaknya mendorong dengan halus di tangan Daffin.“Pakailah, mulai sekarang Bapak akan saya anggap papa saya. Setelah menikahi Mama, Bapak akan saya bawa ke kantor, bantu saya m
Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit“Tidak perlu sungkan, Ma! Pak Andy, saya terima lamaran Anda terhadap Mama saya, kapan rencana pernikahan kalian, kalau bisa secepatnya, ya!”Tiba-tiba Daffin muncul di ambang pintu.“Daff-daffin …!” Rahayu dan Andy serentak menoleh. Wajah keduanya memucat sesaat. Tetapi langsung terang benderang begitu Daffin menyelesaikan kalimatnya.“Terima kasih, Bapak sudah menjaga mama saya sepanjang malam ini?” ucap Daffin melangkah masuk.Andy langsung bangkit, memberi ruang kepada Daffin untuk mendekati Rahayu. Daffin segera menyalam ibunya, lalu duduk di kursi itu. Senyum semringah mekar di wajah tampannya.Rahayu sadar, hari ini putranya terlihat berbunga-bunga. Ada binar di wajahnya. Bukan karena lamaran Andy pada dirinya. Ada sesuatu, entah itu apa. Apakah ada hubungannya dengan Amelia? Rahayu menerka-nerka.“Jadi bagaimana Pak Andy, kapan rencana Bapak menikahi mama? Saya mau secepatnya. Kalau bisa begitu Mama boleh pulang kata dokter, esoknya
Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya Pagi ini Andy terjaga karena gerakan di atas ranjang pasien. Rahayu menggeliat di sana. Pria itu perlahan mengangkat kepala yang dia letakkan di tepi ranjang. Persis di sisi sang pasien. “Hey, kamu sudah bangun, Sayang?” sapanya sembari mengucek mata. “Maaf, gerakanku membuat Mas terganggu. Pindah saja tidurnya ke sofa sana, Mas! Kasihan, sepertinya Mas kurang tidur beberapa malam ini,” usul Rahayu menatap iba pria yang sangat dia cintai itu. “Tidak, aku juga sudah bangun. Gimana, kamu mau ke kamar mandi, ayo, aku bantu!” “Tidak usah, Mas. Itu terlalu merepotkan kamu. Aku tunggu perawat saja.” “Tidak Rahayu, kenapa kau masih sungkan. Tolonglah, jangan perlakukan aku seperti orang asing!” “Tapi, kamu memang orang lain, kan, Mas? Kita bukan muhrim, kamu juga bukan suamiku. Aku sungkan kamu membantuku ke kamar mandi. Aku akan minta tolong perawat saja nanti.” “Aku sangat sayang padamu, Yu. Aku sangat sedih kau bicara seperti
Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina “Hem.” “Terima kasih, Mel!” Tanpa ragu, Daffin meraih tubuh kekasihnya, membenamkan di dalam pelukan erat. “Aku akan minta pada Papa kamu, agar mau mengalah. Dia boleh melamar Bu Regina, tapi pernikahannya ditunda dulu. Aku mau, kita duluan, Sayang.” “Ya, Papa setuju!” Sontak Daffin melepas pelukan. Anwar telah berdiri tak jauh dari meja makan itu. Suster Ayu dan Bik Jum mengiring di belakangnya. Entah sejak kapan mereka ada di sana. Sedikitpun kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menyadarinya. “Maaf, Non. Bibik udah berusaha menghalangi agar Bapak jangan masuk ke ruang makan ini, tapi makin dihalangi, Bapak makin maksa masuk,” lirih Bik Jum merasa bersalah. “Papa khawatir, papa minta maaf. Papa kira putri papa sedang ada masalah lagi. Ternyata, papa salah duga. Anak gadis papa rupanya sedang dilamar oleh seorang pria hebat. Papa sangat bahagia. Jangankan menunda pernikahan papa, membatalkan lamaran esok pun, papa bersedia, Nak.”
Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan “Apa?” Amelia tersentak kaget. Salah dengarkah dia? Daffin memintanya menyuapi. “Ya, sudah, enggak jadi. Maaf!” ucap daffin dengan wajah sedikit memerah. Telunjuk pria itu langsung mengusap symbol hijau di layar ponselnya. “Ada apa lagi Pak Sastro?” sergahnya meninggikan suara melalui benda pipih itu. “Bu Lidya sudah kami tahan di pos depan, Pak. Tapi, dia tidak berhenti menjerit-jerit. Itu memancing perhatian semua orang yang kebetulan melintas juga warga sekitar. Mohon petunjuk, apa yang harus kami lakukan?” lapor Sastro dari ujung sana. “Hem, perempuan sial! Tidak usah menungguku, bawa ke kantor polisi! Lalu telepon pengacaraku, minta dia mengurus semuanya! Bukti-bukti kejahatan perempuan itu sudah ada di tangan pengacara itu! Sekaligus Bik Rum jadikan sebagai saksi!” kata Daffin menjelaskan. “Siaap, baik, Pak!” Daffin mematikan ponsel, lalu menghela napas panjang seraya menyenderkan tubuh lelahnya ke sandaran kursi. Matanya terpeja
Bab 192. Lidya mengamuk“Tolong jangan seperti anak kecil, Mas! Mas Daffin itu udah dewasa! Tolong bijaklah dalam berpikir, bijaklah dalam berbicara dan juga dalam memutuskan segala sesuatunya!”“Aku masih kurang bijak, ya?”“Ya!”“Baik, aku minta maaf!”“Aku mencintaimu, Mas! Tolong jangan pernah kamu ragukan! Jangan pula kamu kaitkan dengan hal lain!”“Boleh aku bertanya?”“Ya.”“Kenapa istri Papa yang bernama Tina itu mau bermesraan dengan pria selingkuhannya itu, bahkan mereka tak peduli itu di tempat umum? Karena cinta, bukan? Lalu kamu?”“Bukan. Yang mereka lakukan bukan karena cinta. Tapi karena napsu!”“Begitukah? Lalu kamu mengira aku …?”“Tolong jangan tersinggung! Aku hanya merasa ini terlalu cepat! Satu hal yang perlu Mas Daffin ketahui. Meskipun aku sudah pernah menikah, sudah juga pernah menjalin hubungan dengan Mas Andre. Tetapi hingga detik ini aku masih perawan.”“Mel?” sergah Daffin tersentak kaget. Perempuan yang sangat dia cintai ini ternyata begitu sempurna.“Ya