Dulu, Boram datang ke tempat yang baru dengan harapan kalau dia bisa menjalani hidup yang lebih baik. Tidak ada yang akan memandang dirinya sebelah mata hanya karena dia seorang janda yang bisa disalahkan karena membuat suami orang tergoda. Tidak menduga kalau dia hanya bertahan beberapa bulan dan harus pergi lagi membangun hidupnya dari awal.Namun, hatinya masih tetap tertinggal untuk seseorang yang berhasil membuatnya hidup lagi dengan merasakan getaran cinta seperti yang dirasakannya dulu untuk almarhum Mas Kelana.Pada sosok berondong tampan tukang modus bernama Samudra Arkana, hatinya dicuri begitu saja tanpa persiapan. Mungkin sejak pertemuan pertama mereka hari itu diiringi insiden tawuran anak sekolahan."Lari menyongsong masa depan kita berdua.""Iyalah Mbak. Memangnya Mbak kira mau di bawa langsung ke KUA. Sabar ya Mbak. Mungkin nanti."Boram masih ingat kalimat konyol Sam hari itu saat dibawa berlari menghindar dari kejaran murid-murid sekolah lain yang mengincarnya. Kony
Ayu langung melihat ke depan dan memekik riang melihat Ayahnya yang memang sudah waktunya datang menjemput dan melupakan pertanyaannya tadi. "AYAAAAHHHHHH!!!" Pekik Ayu sembari turun dari ayunan dan berlari dengan bersemangat mendekati sang Ayah yang tersenyum menyambut putrinya itu. Boram menggelengkan kepala, mencium kedua pipi Aryan dan menggendongnya lalu turun dari ayunan mendekat ke arah Ayu yang sudah berada di gendongan sang Ayah.Mas Panji, duda dua anak, bekerja sebagai PNS dan memiliki pekerjaan sambilan sebagai montir disalah satu bengkel besar dan bekerja saat weekend hingga menitipkan Ayu dan juga Aryan padanya sedangkan dihari biasa keduanya dijaga oleh mertuanya. Almarhum Istrinya meninggal setelah melahirkan Aryan ke dunia. Sejak setengah tahun yang lalu, Mas Panji beberapa kali berniat melamar Boram tapi dia belum sekalipun memberikan jawaban iya. Hatinya belum siap dan masih berharap kalau seseorang itu akan datang."Halo jagoannya Ayah," Panji tersenyum seraya men
"Aku tidak menyangka kalau kamu pintar memilih sesuatu yang berkilau seperti itu."Sam menoleh ke Beauty, wanita cantik seperti princess dengan rambut hitamnya yang menggandeng lengannya berjalan bersisian di salah satu pusat perbelanjaan yang ada di Malbourne."Entahlah ya. Aku suka bentuknya yang sederhana tapi terlihat cantik dan elegan. Itu tuh seperti, ah ini dia takdirku karena membuat mataku terus terpaku melihatnya jadi kalau tidak di bawa pulang, aku yang akan merana karena terbayang-bayang. Love at the first sight. Kira-kira begitu.""Ih seperti jatuh cinta dengan wanita saja.""Loh memang seperti itu kok kenyataannya. Aku jatuh cinta bahkan saat pertama kali melihatnya sampai memenuhi otakku karena membayangkannya jadi kenapa aku harus melirik yang lain kalau aku sudah mendapatkan apa yang aku inginkan."Beauty menghela napas. "Yeah, aku tahu kamu seperti apa Samudra Arkana."Sam nyengir dan mengacak rambutnya membuatnya merengut. "Baguskan pilihanku?"Beauty mengangguk, "S
Flashback, 4 hari sebelum hari lamaran"Kamu menyerah menunggunya begitu saja setelah semua hal yang terjadi pada kalian selama ini?"Boram terdiam mendengar pertanyaan Reihan setelah laki-laki itu terbelalak maksimal saat Boram mengatakan kalau dia menerima lamaran lelaki lain. Seakan-akan dia yang disalahkan bukannya Sam yang tidak ada kabarnya sama sekali."Apa Mas sudah memberikan surat yang aku titipkan untuknya?"Gantian Reihan yang terdiam lalu tidak lama dia mengangguk pelan. "Ya, dia membacanya."Boram tersenyum miring, berusaha menahan air mata yang mendesak keluar. "Aku sudah menulis jelas di surat itu tentang apa yang akan aku lakukan selama menunggunya. Seharusnya dia datang mencariku supaya aku tahu bagaimana kabarnya tapi setelah satu setengah tahun berlalu yang aku tunggu hanya bayangan."Reihan bungkam. Boram memalingkan wajahnya dengan napas menderu. Terasa sesak di dadanya. Lalu kembali menatap Reihan melalui layanan video call langsung dari New York. "Bukankah ini
"Eh gila!!" Boram tanpa sadar bergumam di samping Barbara yang terkekeh geli mendengarnya. Sesaat setelah masuk ke dalam cafe, Boram dibuat terpana. Dekorasi cafe yang biasanya casual tapi terkesan hangat berubah lebih meriah. Banyak rangkaian bunga hidup yang tersebar menghiasi keseluruhan ruangan."Sebenarnya ini hari jadi kembali atau Anniversary sih?"Barbara tertawa. "Memangnya kalau kejutan untuk merayakan kembalinya sesama mantan yang saling mencintai tidak boleh semeriah ini?" Mereka masih berdiri di ambang pintu seraya mengedarkan pandangan. Boram berbisik. "Bukan gitu tapi kan terlalu berlebihan. Siapa yang menjamin kalau minggu depan mereka masih bersama."Barbara tertawa membahana membuat Boram nyengir lalu memyeretnya masuk melewati banyak meja yang sudah terisi tapi lebih banyak yang kosong dan membawanya duduk di salah satu sofa. Boram duduk seraya menghela napas dan bersandar nyaman di sana.Penyanyi cafe yang memang biasa manggung di sana sedang menyanyikan reff sal
Flashback Seminggu setelah bangun dari koma, Singapura. "Bagaimana keadaanmu sayang?" Adela mengelus puncak kepala Sam dengan penuh sayang. Bersyukur kalau anak lelakinya sudah melewati masa-masa rawan dan terbangun meski membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sam hanya diam memandangi Mamanya. Dia merindukan seseorang."Kenapa Mama harus membawaku jauh sampai ke sini?" Adela bergeming. Dia sudah menyiapkan diri kalau pada akhirnya Sam menanyakan dia. "Sam merindukan Boram. Sebelumnya bertanya-tanya sendiri kenapa dia tidak ada di sini saat aku membuka mata tapi ternyata karena aku jauh dari jangkauannya. Kenapa Ma?"Adela tersenyum dan menggenggam telapak tangan Sam. "Yang harus kamu pikirkan sekarang itu memulihkan diri sayang."Sam menggeleng. "Aku memikirkan Boram sejak aku bangun."Adela menghela napas. Dia tidak akan bisa menghindar lagi. "Dia hanya berada di rumah sakit saat kamu pertama kali di bawa ke sana." Sam menaikkan alisnya. Kepalanya masih terasa berdenyut tapi seleb
Dua hari setelah mendapat kabar Boram dilamar lelaki lain, Indonesia."Siapa namanya?" tanya Sam ke Jenna."Panji. Kamu sudah sampai di kampungnya Boram?"Sam mengedarkan pandangan setelah memarkirkan mobilnya. "Sudah. Aku sedang mencari rumah lelaki itu.""Gampang kok. Rumahnya bersebelahan dengan rumah ketua RT." Sam berjalan perlahan memandangi deretan rumah dan menemukan papan RT di salah satu dindingnya. "Ah iya ketemu. Makasih banyak ya Mbak.""Sama-sama. Kabari aku perkembangannya.""Siap."Sam memasukkan ponselnya di saku celana, bingung antara rumah di sebelah kanan atau kiri saat lelaki berpakaian PNS keluar dari rumah sebelah kanan. Sam terdiam memandangi lelaki itu yang akhirnya menyadari keberadaanya dan balik memandanginya. Sam tersenyum dan mendekat."Apa benar ini rumahnya Mas Panji?"Panji jelas bingung melihat ada lelaki muda dengan pakaian casualnya yang terlihat mahal mencarinya. "Iya benar. Kebetulan saya sendiri. Ada apa?"Sam mengulurkan tangan. "Samudra Arkana
Sebulan setelah keluar dari rumah sakit, Singapura "Sayang—" Sam mengangkat pandangannya. Menemukan Mamanya, Om Jery, Papanya Anthony dan juga Ratu yang menghampirinya dengan senyuman. Sam memasukkan ponselnya setelah memandangi wajah Boram di ayunan kayu dekat kolam renang di rumah Om Jery yang ada di Singapura."Ada apa?"Sam berdiri dan memandangi mereka bergantian seakan meminta penjelasan. Mamanya mendekat dan memeluk bahunya. "Papamu mau pamit."Sam kaget dan melihat ke arah Anthony. "Papa kau ke mana?"Anthony tersenyum. "Setelah bercerai, Papa akan pindah ke Vancouver tapi kamu tenang saja. Papa akan selalu ada jika kamu membutuhkan. Tinggal katakan saja. Juga semua biaya untuk sekolahmu sudah Papa siapkan jadi kamu tidak perlu memikirkan apapun. Tinggal berusaha keras untuk masuk dan belajar yang rajin supaya bisa jadi pengacara hebat nantinya.""Kenapa pindah?" Sam jelas heran. Lalu memandangi antara Papanya dan Mamanya. "Kalian tidak akan bersama?"Adela tersenyum dan men