Dua hari setelah mendapat kabar Boram dilamar lelaki lain, Indonesia."Siapa namanya?" tanya Sam ke Jenna."Panji. Kamu sudah sampai di kampungnya Boram?"Sam mengedarkan pandangan setelah memarkirkan mobilnya. "Sudah. Aku sedang mencari rumah lelaki itu.""Gampang kok. Rumahnya bersebelahan dengan rumah ketua RT." Sam berjalan perlahan memandangi deretan rumah dan menemukan papan RT di salah satu dindingnya. "Ah iya ketemu. Makasih banyak ya Mbak.""Sama-sama. Kabari aku perkembangannya.""Siap."Sam memasukkan ponselnya di saku celana, bingung antara rumah di sebelah kanan atau kiri saat lelaki berpakaian PNS keluar dari rumah sebelah kanan. Sam terdiam memandangi lelaki itu yang akhirnya menyadari keberadaanya dan balik memandanginya. Sam tersenyum dan mendekat."Apa benar ini rumahnya Mas Panji?"Panji jelas bingung melihat ada lelaki muda dengan pakaian casualnya yang terlihat mahal mencarinya. "Iya benar. Kebetulan saya sendiri. Ada apa?"Sam mengulurkan tangan. "Samudra Arkana
Sebulan setelah keluar dari rumah sakit, Singapura "Sayang—" Sam mengangkat pandangannya. Menemukan Mamanya, Om Jery, Papanya Anthony dan juga Ratu yang menghampirinya dengan senyuman. Sam memasukkan ponselnya setelah memandangi wajah Boram di ayunan kayu dekat kolam renang di rumah Om Jery yang ada di Singapura."Ada apa?"Sam berdiri dan memandangi mereka bergantian seakan meminta penjelasan. Mamanya mendekat dan memeluk bahunya. "Papamu mau pamit."Sam kaget dan melihat ke arah Anthony. "Papa kau ke mana?"Anthony tersenyum. "Setelah bercerai, Papa akan pindah ke Vancouver tapi kamu tenang saja. Papa akan selalu ada jika kamu membutuhkan. Tinggal katakan saja. Juga semua biaya untuk sekolahmu sudah Papa siapkan jadi kamu tidak perlu memikirkan apapun. Tinggal berusaha keras untuk masuk dan belajar yang rajin supaya bisa jadi pengacara hebat nantinya.""Kenapa pindah?" Sam jelas heran. Lalu memandangi antara Papanya dan Mamanya. "Kalian tidak akan bersama?"Adela tersenyum dan men
Malam sebelum kejutan ulang tahun Boram, Malbourne"Sayaaang, coba sini deh." Sam mengetukkan bulpointnya di meja ruang tamu, melirik sekilas ke arah dapur. "Sayaaaangg, ini kok hitungannya susah ya." Sam berteriak lagi dengan suara manja.Boram datang dari arah dapur membawa segelas susu coklat dan menghampiri Sam lalu duduk di sampingnya setelah meletakkan gelas di meja. "Mana coba lihat?" Sam menunjuk beberapa soal hitungan yang ada di buku. Boram melihat dengan cermat seraya berpikir. "Hmm." Lalu diambilnya bulpoint di tangan Sam dan mulai mencoret-coret di kertas. "Diurai dulu supaya bisa di cari rumusnya."Sam bertopang dagu memperhatikan Boram yang menunduk serius, sementara dia sudah salah fokus."Memangnya rumusnya lari ke mana?" celetuknya.Boram menaikkan padangan dan mendelik, "Mas, yang serius dong belajarnya." Lalu kembali menunduk."Masih geli ah di panggil begitu," kekeh Sam seraya menarik-narik ujung rambut Boram. "Yang tua siapa yang ngerasa tua siapa." Lalu tertawa
Seumur hidupnya, Boram sama sekali tidak pernah merayakan yang namanya ulang tahun. Selama tinggal di panti asuhan, biasanya setiap anak yang ulang tahun hanya ditandai dengan berdoa bersama saat makan malam. Hanya itu. Tidak ada perayaan spesial seperti yang didapat anak-anak lain seusianya di luar sana. Tidak ada perayaan, balon warna-warni, kue ulang tahun, badut lucu, kado dan ucapan spesial dari keluarga terdekat. Sudah jelas karena mereka bukan termasuk kelompok orang-orang yang beruntung mendapatkan itu semua. Mereka sudah dibuang dan disisihkan karena takdir sudah menggariskannya seperti itu.Mengenaskan memang tapi Boram tidak pernah bersedih akan hal itu. Baginya, dia dalam keadaan sehat saja itu sebentuk anugrah tidak terkira yang sangat disyukurinya.Saat bersama almarhum Mas Kelana pun, mereka hanya merayakan dengan jalan-jalan terus makan di warung tenda dan pulang dengan perasaan bahagia. Sederhana tapi Boram menyukai hal-hal seperti itu.Boram hidup di dunia nyata yan
Inilah sebentuk kebahagiaan yang Samudra inginkan sejak dia pertama kali bertemu dengan Istrinya. Perjumpaan mereka di tengah medan tawuran dan insiden lari-lari modelan FTV untuk sampai ke sekolah. Dia masih ingat dengan semua kalimat absurdnya hari itu yang tidak biasanya dia lakukan. Sam bukan seorang penggombal ulung dan melakukan modusan remeh seperti itu padahal mereka baru saja bertemu. Tapi hari itu segalanya berbeda dan setelahnya Boram tidak bisa lepas dari pikirannya."Kado apa yang kamu inginkan dariku?"Boram yang berjalan bersisian di sampingnya menoleh dan menggeleng. "Aku tidak butuh apapun cukup kita tidur nyenyak malam ini berdua saling berpelukan."Sam mendesah. Menghentikan langkah kakinya begitu juga Boram dan berdiri saling berhadapan. Jarak antara cafe dengan apartemen mereka lumayan jauh sekitar 1 km tapi mereka lebih suka pulang dengan berjalan kaki berdua. Tidak akan terasa lelahnya."Tidak bisa seperti itu sayang." Sam menatap Boram lekat. "Setiap malam kita
Memasuki Tahun ke - 6 pernikahan,Bandung, Indonesia“Terima kasih, Bu Boram untuk hari ini.” “Sama-sama,Ibu.”“Pokoknya saya puas dengan kinerja Bu Boram selama setengah tahun ini mengajari Gia pelajaran sekolahnya. Nilai-nilainya mulai meningkat pesat dan dia mulai percaya diri.” Boram tersenyum mengangguk karena mendapatkan testimoni langsung dari orang tua anak didiknya yang terlihat puas. “Jadi, tolong ajarin dia sampai kelulusan nanti ya Bu Boram supaya bisa masuk universitas yang diinginkannya.”“Iya,Ibu. Saya akan berusaha maksimal untuk bisa membantu mewujudkannya. Gia anak yang cepat menangkap pelajaran dan dia juga rajin jadi saya rasa dia akan mendapatkan nilai yag memuaskan hasil dari kerja kerasnya sendiri.”Ibu Ayu terseyum senang dengan kedua tangan bertaut di depan dada, nampak terlihat bahagia sekali.“Pokoknya kalau Gia berhasil lulus, saya akan memberikan bonus buat Bu Boram.” Boram tersenyum malu-malu. “Tidak perlu khawatir.”“Terima kasih,Ibu. Saya akan mengusah
“Samudra…..” Samudra yang sedang minum langsung meletakkan gelasnya di atas meja saat melihat siapa yang tadi memanggilnya. Seorang pengacara senior yang pernah dikenal Sam melalui Papanya datang menghampiri dengan senyuman di wajah. Sam menyambutnya dengan suka cita karena jarang-jarang dia bisa bertemu dengan Om Ankara di acara makan malam kantor karena beliau lebih banyak berada di luar negeri mengurusi bisnisnya yang lain. “Om Ankara.” Sambut Sam sembari merunduk untuk mencium tangannya dan merasakan tepukan kencang di bahunya. “Bagaimana kabarmu? Sehat?” Sam mengangguk mantap. “Sehat,Om. Kalau Om sendiri?” “Sehat dong. Jarang-jarang kita bisa bertemu begini.” Om Ankara menolehkan kepalanya ke sekitar area restoran yang malam ini ramai di isi oleh para pengacara senior maupun junior untuk merasakan hari jadi Perusahaan.”Bagaimana kalau kita menepi dan mengobrol berdua?” Samudra jelas tidak akan menolaknya. “Tentu. Kapan lagi bisa mendapatkan kesempatan berbicara dengan pengac
"Ada apa denganmu tadi malam?" Tanya Boram sembari meletakkan sepiring nasi goreng di depan Sam yang bertopang dagu memandanginya. "Pulang-pulang langsung nyerang orang."Sam cengengesan,menarik piringnya agak dekat. "Ya,nggak apa-apa. Lagi kangen aja sih."Boram memutar bola matanya, duduk di kursi depan Sam untuk memulai sarapannya. "Kirain ada sesuatu yang terjadi."Boram menelan suapan nasinya,matanya melirik Sam yang tiba-tiba diam dan sialnya suaminya itu ternyata juga sedang menatapnya. Tatapan mata yang penuh maksud, pasti ada yang sedang bergejolak di dalam pikiran Sam. Boram sudah hapal gelagat suaminya itu."Ada apa sih,sayang?" Boram bertanya dengan lembut agar Sam mau mengungkapkan isi pikirannya.Sam menghela napas."Lagi mikirin kamu yang kalau di rumah nungguin aku kerja hanya sendirian.”Boram termangu sesaat lalu tersenyum sembari mengelus lengan Sam, menenangkan.”Tidak apa-apa. Semua prosesnya harus dinikmati dengan Ikhlas,bukan? Bukankah ini ujian bagi kesabaran kit
Sebulan kemudian,Area keberangkatan International Soekarno Hatta.“Tolong, berjanjilah pada kami untuk merawatnya dengan baik.”Boram menahan tangisannya saat meminta dengan sungguh-sungguh pada Nindy yang menggendong Mutia.Nindy tersenyum. “Aku berjanji,Boram. Aku akan membesarkannya dengan baik. Kalian bisa mengunjungi kami kapanpun ke Rusia. Kami akan selalu menerima kalian dengan baik.”“Iya.”Boram mengamgguk. Nina dan suaminya yang seorang warga Rusia akhirnya mengajukan diri menjadi wali sah Mutia dan akan membesarkannya di tempat tinggal mereka seperti pesan yang ditinggalkan Nina. Boram yang sudah menganggap Mutia seperti anak kandungnya itu begitu berat melepas Mutia.“Mama..” Mutia mengulurkan tangan ingin di gendong Boram yang langsung mengambil alih. Boram memeluknya dengan erat dan menciumi wajahnya dengan sayang. Sebentar lagi mereka akan berpisah dan Boram merasa sangat sedih, Setelah Boram gantian Sam yang memberikan pelukan terakhir untuk Mutia dan kemudian mengem
Sam dan Boram saling berangkulan di depan makan Nina yang satu jam lalu baru saja dikuburkan. Boram masih tidak percaya bahwa takdir Nina akan jadi seperti ini padahal dia adalah orang yang baik. Tadi pagi mereka mendapatkan telepon dari pihak rumah sakit yang mengabarkan kalau Nina kembali kritis dan Sam langsung buru-buru ke sana sementara Boram harus menunggu Mbak Ina dulu. Sampai sana ternyata Sam sudah terkulai sedih dan mengatakan kalau Nina tidak bisa diselamatkan lagi karena pendarahan di otaknya. Boram langsung menangis histeris karena dia teringat dengan Mutia yang dia tinggalkan dengan buru-buru tadi.Meskipun dia masih memiliki ayah, tapi Reno tidak bisa menjaga anaknya sendiri karena saat ini berada di penjara."Sayang..."Sam menarik lamunan Boram membuatnya menoleh. "Ayo,kita pulang dan lihat keadaan Mutia."Boram mengangguk, teringat lagi dengan tangisan Mutia saat memeluk Ibunya untuk terakhir kalinya tadi sebelum dikuburkan. Kakak kandung Nina juga belum bisa ditemuk
"Sam..." Sam menoleh saat mendengar panggilan dari balik punggungnya dan menemukan Boram menghampirinya dengan wajah panik dan khawatir. "Apa yang terjadi sebenarnya?""Rumit,sayang." Sam memeluk Boram dengan erat, berdiri berdua tidak jauh dari ruang operasi."Kita fikir keadaan sudah menjadi lebih baik tapi ternyata masih ada yang mencoba untuk membahayakan Nina.""Apa maksudmu?"Sam menghela napas panjang, membawa Boram duduk di kursi tunggu dan mulai memberikan penjelasan."Istri kedua Reno sengaja menabrak mobil Nina hingga terpelanting dan terbalik menghantam pembatas jalan." Boram kaget seraya menutup mulutnya. "Anita, wanita itu sudah diamankan dan sekarang kita hanya bisa menunggu sambil berdoa. Bagaimana dengan Mutia?""Saat aku tinggalkan tadi dia sedang tidur dan dijaga sama Mbak Ina."Sam mengangguk, kembali menatap pintu ruang operasi karena luka yang di dapat Nina di kepala cukup serius. Sam berharap Nina bisa sembuh karena Mutia masih membutuhkannya."Semoga saja dia
Sidang kedua Nina selesai dengan lancar. Seminggu setelahnya Sam mengajak Boram untuk menunaikan ibadah Umrah dan akan dilanjutkan dengan jalan-jalan ke beberapa negara Timur Tengah selama tiga minggu. Setelah menempuh perjalanan panjang dan sampai di kota Madinah, semua rasa lelahnya terbayarkan saat melihat istrinya yang cantik menggunakan hijab. Mereka khusyuk beribadah dan Sam menumpahkan semua doa dan harapannya selama ini di depan Ka’bah untuk keberkahan hidupnya ke depan dan kebahagiaan dunia akhirat. Sam juga meminta skenario terbaik untuk rumah tangga mereka yang belum dikaruniai seorang anak. Berharap, doa-doa dan harapannya agar dikabulkan Tuhan. “Kenapa tidak dari dulu saja kita ke sini ya, sayang?” Sam menoleh, menatap wajah sendu istrinya yang menatap lurus ke depan di mana Ka’bah berada. Saat ini mereka sedang duduk santai tidak jauh dari Ka’bah hanya untuk sekedar duduk sembari berdoa dan membaca Al Qur’an. “Semua sudah ditakdirkan, sayang. Sekaranglah momen kita ja
Setelah masa pemulihan selama seminggu dan keadaannya sudah membaik, Boram menjalani hari-harinya seperti biasa. Dia sadar tidak bisa terus terlarut dalam kehilangan hingga membuatnya terus merasa sedih. Waktu terus bergulir dan Boram akan menjadikan yang dia lewati itu sebagai sebuah pembelajaran. Kedepannya dia bertekad untuk mulai hidup sehat begitu juga dengan Sam, menghabiskan waktu berdua entah di rumah atau jalan-jalan dan lebih hati-hati lagi dalam bertindak.Sudah berlalu dua minggu sejak sidang pertama Nina di gelar yang hasilnya cukup baik dan memiliki harapan ke depannya, Boram mengajak Nina membawa Mutia untuk jalan-jalan ke mall.Saat ini mereka sedang berada di salah satu restoran steak di dalam mall untuk makan siang.“Kita harus lebih sering jalan-jalan deh ke depannya,” ujar Boram, menyuapi Mutia kentang halus yang dimakan gadis kecil itu dengan bersemangat. “Sepertinya Mutia senang sekali bisa melihat-lihat ke ramaian.”Nina mengangguk. “Kita bisa atur jadwal kapanp
Rasanya ada yang terasa kosong di hati Boram. Setelah sadar dari pengaruh bius pasca operasi kuret, Boram lebih banyak melamun sembari mengelus perutnya. Masih belum menyangka dengan apa yang telah dia alami saat ini. Bagaimana bisa, dia tidak menyadari sama sekali kehadiran calon bayi yang sudah ada di dalam perutnya sementara dia tidak henti-hentinya berharap keajaiban itu ada. Dia merasa sedang menyesali sesuatu tapi tidak ada yang bisa dia lakukan lagi. Tuhan sudah mengambil kembali sesuatu yang sejak awal memang bukan miliknya. “Boram, makan dulu yuk.” Boram tersenyum lemah sembari menggeleng pada Jenna di sampingnya yang baru saja mengambil alih makan siang yang di antarkan pegawai rumah sakit. “Jangan seperti itu. Kamu tetap butuh makan.” “Rasanya aku malas sekali melakukan apa-pun.” Jenna menghela napas, merapikan rambut Boram dengan senyuman hangat. “Kamu tidak kasihan dengan Samudra?” Boram terdiam, Suaminya tadi pulang sebentar ke rumah saat Jenna datang untuk membant
“Mutia, kamu ngegemesin banget sih.”Boram nampak senang setelah memakaikan gaun pink berenda untuk Mutia selepas mandi sore karena niatnya setelah ini adalah mengajak Mutia jalan-jalan ke taman dekat komplek.“SiniTante cium dulu. Pasti harum banget.”Mutia tertawa di dalam pelukan Boram hingga membuatnya geli dan ingin melepaskan diri. Boram semakin lama semakin sayang dengan Mutia dan mulai memperlakukannya seperti anak sendiri meskipun kenyataannya begitu pahit. Namun, untuk dirinya sendiri, kehadiran Mutia membawa kegembiraan tersendiri untuknya.“Bu Boram, cemilan sama strollernya sudah siap di bawah.”Boram menoleh dan tersenyum pada Bik Umang, tukang masak di rumah Nina yang usianya sudah lanjut tapi masih giat bekerja. “Oke, Bik. Sebentar lagi kami turun ke bawah.”Boram memakaikan pita di rambut Mutia yang sudah diikat dua kanan dan kiri dengan senyuman puas lalu menggendongnya untuk turun. Sampai di bawah bik Umang menungggu sembari memegang stroller Mutia dan membantu Bor
Sam yang sedang sibuk dengan pekerjaannya di depan laptop yang menyala,melirik sekilas seseorang yang masuk ke dalam ruangannya tanpa mengetuk terlebih dahulu dan mendengkus setelahnya.“Harap ketok pintu dulu sebelum masuk.”Laki-laki yang sudah masuk ke dalam ruangannya itu berhenti melangkah, mundur beberapa jengkal untuk kembali mengetuk pintu sembari tertawa dan masuk ke dalam.“Serius banget.” Sam menyandarkan punggungnya, meladeni laki-laki di depannya itu. “Ngopi yuk.”“Bukannya kamu lagi honeymoon ya? Kok cepat banget pulangnya.”Akmal, salah satu sahabatnya di sekolah dulu selain Alka tersenyum sumringah membuat Sam menaikkan alisnya heran.“Buat apa lagi honeymoon kalau istriku ternyata sudah positif hamil.”“Hah?” Sam cengok, menghitung dalam hati usia pernikahan Akmal dan Lili yang baru berlangsung hampir dua bulan itu. “Seriusan? Cepat banget. Lili enggak kamu buntingin duluan kan?”Akmal yang seorang anggota polisi itu mengepalkan tangannya. “Enak saja!” Akmal duduk di
Sehari setelah insiden, Nina diperbolehkan pulang. Keadaannya sudah baik-baik saja dan ada beberapa polisi yang berjaga di sekitar rumah Nina agar kejadian sebelumnya tidak terulang lagi. Sam masih melakukan penyelidikan dan pengawasan terhadap kasus Nina di mana Reno, suaminya itu masih dalam status buron. Sementara Boram setiap pulang sekolah punya kegiatan baru jika sedang tidak ada jadwal mengajar les yaitu mampir ke rumah Nina untuk bermain dengan Mutia. “Mbak, saya tidak mau merepotkan sampai harus datang jauh-jauh ke sini,” ujar Nina suatu hari.“Tidak. Aku ini setelah pulang ke rumah kalau tidak ada jadwal les ya pengangguran. Terlebih jika Sam sedang menangani suatu kasus di mana dia lebih banyak lembur. Aku kadang suka main di tempat sahabatku dan bermain bersama anaknya. Jadi, kamu tidak usah khawatir.” Boram mencoba menjelaskan. “Atau kamu merasa kurang nyaman kalau aku datang terus?”Nina reflek langsung membantah. “Tentu saja tidak. Aku sangat berterima kasih tapi taku