“Samudra…..” Samudra yang sedang minum langsung meletakkan gelasnya di atas meja saat melihat siapa yang tadi memanggilnya. Seorang pengacara senior yang pernah dikenal Sam melalui Papanya datang menghampiri dengan senyuman di wajah. Sam menyambutnya dengan suka cita karena jarang-jarang dia bisa bertemu dengan Om Ankara di acara makan malam kantor karena beliau lebih banyak berada di luar negeri mengurusi bisnisnya yang lain. “Om Ankara.” Sambut Sam sembari merunduk untuk mencium tangannya dan merasakan tepukan kencang di bahunya. “Bagaimana kabarmu? Sehat?” Sam mengangguk mantap. “Sehat,Om. Kalau Om sendiri?” “Sehat dong. Jarang-jarang kita bisa bertemu begini.” Om Ankara menolehkan kepalanya ke sekitar area restoran yang malam ini ramai di isi oleh para pengacara senior maupun junior untuk merasakan hari jadi Perusahaan.”Bagaimana kalau kita menepi dan mengobrol berdua?” Samudra jelas tidak akan menolaknya. “Tentu. Kapan lagi bisa mendapatkan kesempatan berbicara dengan pengac
"Ada apa denganmu tadi malam?" Tanya Boram sembari meletakkan sepiring nasi goreng di depan Sam yang bertopang dagu memandanginya. "Pulang-pulang langsung nyerang orang."Sam cengengesan,menarik piringnya agak dekat. "Ya,nggak apa-apa. Lagi kangen aja sih."Boram memutar bola matanya, duduk di kursi depan Sam untuk memulai sarapannya. "Kirain ada sesuatu yang terjadi."Boram menelan suapan nasinya,matanya melirik Sam yang tiba-tiba diam dan sialnya suaminya itu ternyata juga sedang menatapnya. Tatapan mata yang penuh maksud, pasti ada yang sedang bergejolak di dalam pikiran Sam. Boram sudah hapal gelagat suaminya itu."Ada apa sih,sayang?" Boram bertanya dengan lembut agar Sam mau mengungkapkan isi pikirannya.Sam menghela napas."Lagi mikirin kamu yang kalau di rumah nungguin aku kerja hanya sendirian.”Boram termangu sesaat lalu tersenyum sembari mengelus lengan Sam, menenangkan.”Tidak apa-apa. Semua prosesnya harus dinikmati dengan Ikhlas,bukan? Bukankah ini ujian bagi kesabaran kit
“Halo, saya Nina.” Sam balas menjabat tangan kliennya yang seorang ibu satu anak di depannya ini dengan kerutan samar. Nampak seperti mengenali karena sebelumnya pernah bertemu. “Sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya,” ucap Samudra. “Silahkan duduk dulu.” “Oh ya.” Sam duduk di salah satu sofa sementara Nina nampak berpikir keras. “Di mana ya?” “Kalau tidak salah di café dekat perumahan elite. Saat itu kamu menitipkan anakmu pada istriku.” Nina nampak terdiam,seakan sedang menggali ingatannya dan tidak lama dia tersenyum. “Oh ya, saya ingat. Maaf, tadi saya agak lupa.” “Tidak apa-apa.” Sam membuka beberapa lembar informasi terkait kasus yang akan dia tangani ke depannya. “Jadi, kamu mengajukan gugatan pengembalian aset harta yang diambil alih suamimu diam-diam sebelum dia menikah lagi.” “Iya. Saya merasa tidak pernah memberinya izin untuk mengganti semua harta saya atas namanya. Saya baru mengetahui tindakan illegal itu setelah dia menikah dengan wanita lain dan menggunakan
“Loh, Mama belum tidur.”Sam yang baru saja masuk ke dalam apartemen kaget saat mendapati Mamanya masih duduk di sofa ruang tamu sembari menonton televisi padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam.“Belum.” Mamanya berdiri menyambut. Sam memeluk Mamanya dengan erat dan mendaratkan kecupan singkatnya di atas kepalanya lalu menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri.“Apa Boram sudah tidur,Ma?” tanya Sam, menyampirkan jasnya di sandaran sofa dan berjalan ke dapur untuk mengambil minum di bawah tatapan mata Mamanya.“Sudah dari tadi. Mungkin kecapean karena seharian ini ada di luar.”“Oh.” Sam mengangguk mengerti.“Mama panaskan spaghetinya ya untuk makan malam kamu.”Sam mengangguk. Meskipun tadi dia sudah makan tapi dia tidak akan menolak makanan dari Mamanya yang jarang-jarang bisa datang ke Indonesia karena di Singapura sana Mamanya juga sibuk dengan bisnis butik kebayanya.“Sam mau bersih-bersih dulu. Mama tunggu ya.”“Iya,” balas Mamanya dari arah dapur.Sam masuk ke dala
“Kenapa dia belum juga datang?”Sam melihat jam tangan lalu menoleh ke pintu kantornya yang masih tertutup. Seharusnya siang ini Nina akan datang ke kantornya lagi untuk membicarakan beberapa hal. Setengah jam yang lalu wanita itu sudah mengabarinya lewat pesan kalau dia datang tapi ternyata sampai saat ini pun wanita itu belum muncul juga.Sam mencoba untuk menghubunginya tetapi tidak ada yang mengangkat. Sam memutuskan jika setengah jam lagi Nina belum datang maka dia yang akan mencoba mencari rumahnya.Sam kaget saat mendapati ponselnya berdering yang langsung di angkatnya.“Halo….”“Tolong,Pak. Dia datang ke rumah…”“Bu Nina..” Sam mencoba memanggil Nina namun sayang sambungan sudah terputus. Firasatnya langsung merasa tidak enak. Tanpa pikir panjang, Sam bergegas mengambil jas dan kunci mobilnya kemudian berlalu pergi untuk mencari alamat Nina dan tiba di sana kurang dari setengah jam. Pintu garasi terbuka, tidak ada satpam yang berjaga di tempatnya dan pintu depan juga nampaknya
Sehari setelah insiden, Nina diperbolehkan pulang. Keadaannya sudah baik-baik saja dan ada beberapa polisi yang berjaga di sekitar rumah Nina agar kejadian sebelumnya tidak terulang lagi. Sam masih melakukan penyelidikan dan pengawasan terhadap kasus Nina di mana Reno, suaminya itu masih dalam status buron. Sementara Boram setiap pulang sekolah punya kegiatan baru jika sedang tidak ada jadwal mengajar les yaitu mampir ke rumah Nina untuk bermain dengan Mutia. “Mbak, saya tidak mau merepotkan sampai harus datang jauh-jauh ke sini,” ujar Nina suatu hari.“Tidak. Aku ini setelah pulang ke rumah kalau tidak ada jadwal les ya pengangguran. Terlebih jika Sam sedang menangani suatu kasus di mana dia lebih banyak lembur. Aku kadang suka main di tempat sahabatku dan bermain bersama anaknya. Jadi, kamu tidak usah khawatir.” Boram mencoba menjelaskan. “Atau kamu merasa kurang nyaman kalau aku datang terus?”Nina reflek langsung membantah. “Tentu saja tidak. Aku sangat berterima kasih tapi taku
Sam yang sedang sibuk dengan pekerjaannya di depan laptop yang menyala,melirik sekilas seseorang yang masuk ke dalam ruangannya tanpa mengetuk terlebih dahulu dan mendengkus setelahnya.“Harap ketok pintu dulu sebelum masuk.”Laki-laki yang sudah masuk ke dalam ruangannya itu berhenti melangkah, mundur beberapa jengkal untuk kembali mengetuk pintu sembari tertawa dan masuk ke dalam.“Serius banget.” Sam menyandarkan punggungnya, meladeni laki-laki di depannya itu. “Ngopi yuk.”“Bukannya kamu lagi honeymoon ya? Kok cepat banget pulangnya.”Akmal, salah satu sahabatnya di sekolah dulu selain Alka tersenyum sumringah membuat Sam menaikkan alisnya heran.“Buat apa lagi honeymoon kalau istriku ternyata sudah positif hamil.”“Hah?” Sam cengok, menghitung dalam hati usia pernikahan Akmal dan Lili yang baru berlangsung hampir dua bulan itu. “Seriusan? Cepat banget. Lili enggak kamu buntingin duluan kan?”Akmal yang seorang anggota polisi itu mengepalkan tangannya. “Enak saja!” Akmal duduk di
“Mutia, kamu ngegemesin banget sih.”Boram nampak senang setelah memakaikan gaun pink berenda untuk Mutia selepas mandi sore karena niatnya setelah ini adalah mengajak Mutia jalan-jalan ke taman dekat komplek.“SiniTante cium dulu. Pasti harum banget.”Mutia tertawa di dalam pelukan Boram hingga membuatnya geli dan ingin melepaskan diri. Boram semakin lama semakin sayang dengan Mutia dan mulai memperlakukannya seperti anak sendiri meskipun kenyataannya begitu pahit. Namun, untuk dirinya sendiri, kehadiran Mutia membawa kegembiraan tersendiri untuknya.“Bu Boram, cemilan sama strollernya sudah siap di bawah.”Boram menoleh dan tersenyum pada Bik Umang, tukang masak di rumah Nina yang usianya sudah lanjut tapi masih giat bekerja. “Oke, Bik. Sebentar lagi kami turun ke bawah.”Boram memakaikan pita di rambut Mutia yang sudah diikat dua kanan dan kiri dengan senyuman puas lalu menggendongnya untuk turun. Sampai di bawah bik Umang menungggu sembari memegang stroller Mutia dan membantu Bor